+ All documents
Home > Documents > The Presentation

The Presentation

Date post: 09-Mar-2023
Category:
Upload: independent
View: 6 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
46
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

1.Latar Belakang2.Rumusan Masalah3.Tujuan 4.Sistematika Penulisan

1. LATAR BELAKANG Permasalahan yang dialami oleh sebagian besar negara berkembang saat ini

adalah mereduksi angka kemiskinan.

Upaya yang telah dilakukan adalah peningkatan infrastruktur ekonomi

serta pembangunan derajat partisipasi masyarakat melalui peningkatan

pendidikan dan kesehatan. Namun, permasalahan kependudukan menjadi

kendala.

1994 : diadakan Konferensi Internasional Pembangunan dan Kependudukan

(ICPD) di Cairo, yang dihadiri sekitar 120 negara telah membangun

komitmen yang pada intinya ingin secara bersama-sama menyediakan

pelayanan kesehatan reproduksi bagi semua orang tanpa adanya

diskriminasi dengan target akhir selambat-lambatnya tahun 2015.

Kemudian, komitmen ini ditindaklanjuti melalui program Millenium

Development Goals (MDG) yang salah satunya mempromosikan kesehatan

gender dan pemberdayaan perempuan.

Lanjutan…

Indonesia memulai program pengendalian laju angka pertumbuhan kependudukan sejak awal Orde Baru, dimana pada tahun 1967, Presiden Soeharto saat turut menandatangani deklarasi kependudukan dunia.

Komitmen tersebut ditindaklanjuti dengan didirikannya BKKBN melalui Keputusan Presiden No. 8 tahun 1970.

BKKBN merupakan lembaga Non Departemen yang memiliki tanggung jawab dalam bidang pengendalian laju pertumbuhan penduduk di Indonesia melalui Program Keluarga Berencana Nasional (Utarini, 2005 : 98).

Lanjutan…♣Berdasarkan kondisi tersebut, program KB Nasional tentunya masih sangat dibutuhkan, terutama dalam upaya untuk menjaga keseimbangan laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, maupun daya dukung lingkungan.

♣Pada tahun 1970-1980-an, Program KB berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia, yakni dari 2,8% menjadi 2,3%. Kemudian, pada tahun 1980-1990-an, laju pertumbuhan penduduk ditekan kembali menjadi 1,98%, serta pada dekade 1990-2000-an laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,49% (Suyono; 2005:29).

♣Namun, angka mutlak pertumbuhan penduduk rata-rata kisarannya masih cukup tinggi, yaitu 3 juta jiwa per tahun dari jumlah penduduk 219 juta jiwa.

♣Menanggapi hal tersebut, menurut perkiraan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPENAS), tahun 2025 penduduk Indonesia akan berjumlah 273,7 juta jiwa (Kompas, 3 Agustus 2005).

Lanjutan…♣Fokus utama yang perlu dicapai adalah membangun komitmen tinggi

terhadap program KB yang didasarkan pada ratifikasi Deklarasi Cairo

(ICPD) dimana terdapat tuntutan keadilan dan kesetaraan gender.

♣Realitasnya hingga kini, tingkat kesertaan ber-KB masih didominasi

perempuan, sedangkan tingkat kesertaan pihak pria masih sangat

rendah, yaitu kurang 6% dari jumlah total peserta KB aktif.

♣Sedangkan komitmen ideal program KB adalah keikutsertaan peserta KB

Pria dalam penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang, salah

satunya melalui Medis Operasi Pria (MOP) atau vasektomi.

♣Makalah ini hendak menggali sejauh mana perkembangan penerapan

program KB di Indonesia hingga saat ini. Selanjutnya mendalami

tentang penilaian moral Gereja Katolik terhadap penerapan program

KB, serta menemukan peluang pastoralnya.

2. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana perkembangan program KB di Indonesia saat ini?

Bagaimanakah penilaian moral Gereja Katolik tentang penerapan program KB di Indonesia?

Bagaimanakah saran pastoralnya?

3. TUJUAN

Memahami perkembangan penguatan pelayanan Keluarga Berencana di Indonesia saat ini.

Memahami penilaian moral Gereja Katolik tentang Keluarga Berencana.

Mengetahui saran pastoralnya.

2. SISTEMATIKA PENULISAN Bab I memberikan gambaran secara umum seputar tema dan alasan

ketertarikan penulis. Pada bagian ini, penulis berusaha menemukan rumusan masalah yang kemudian akan dijawab pada bagian pembahasan.

Bab II menjelaskan seputar hal-hal yang mendasari munculnya program KB serta perkembangannya di Indonesia saat ini.

Bab III menjelaskan tentang penilaian moral Gereja Katolik terhadap program KB. Sumbernya dari Kitab Suci, Magisterium, Tradisi, dan ajaran para teolog.

Dan pada Bab IV memberikan kesimpulan umum terkait dengan persoalan yang telah dikaji berdasarkan sudut pandang penilaian moral Gereja Katolik. Kemudian, penulis menuliskan saran pastoral apa yang dapat dilakukan menyikapi persoalan tentang yang ada pada program KB Nasional tersebut.

BAB IIPENDALAMAN MATERI

1.Sejarah Program Keluarga Berencana2.Perkembangan Organisasi BKKBN3.Perkembangan Program KB di Indonesia

Saat ini

BAB IIIPENILAIAN MORAL MENGENAI KB

BERDASARKAN SUDUT PANDANGAN GEREJA DAN MORAL KATOLIK

1.Sejarah Program Keluarga Berencana2.Perkembangan Organisasi BKKBN3.Perkembangan Program KB di Indonesia

Saat ini

1. SEJARAH PROGRAM KELUARGA BERENCANA

Program KB yang kita kenal seperti sekarang ini adalah buah perjuangan yang cukup lama yang dilakukan oleh tokoh-tokoh atau pelopor di bidang itu, baik di dalam maupun di luar negeri.

Di luar negeri upaya keluarga berencana mula-mula timbul atas prakarsa kelompok orang-orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu, yaitu pada awal abad XIX di Inggris.

Sejalan dengan ditinggalkannya cara-cara mengatur kehamilan secara tradisional dan mulai digunakannya alat-alat kontrasepsi yang memenuhi syarat medis, maka dimulailah usaha-usaha keluarga berencana di abad modern, dengan tujuan dan sasaran yang lebih luas, tidak terbatas pada upaya mewujudkan kesehatan ibu dan anak dengan cara membatasi kehamilan/kelahiran saja.

Di Inggris dikenal Marie Stopes (1880-1950) yang menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan keluarga buruh. Di Amerika Serikat dikenal Margareth Sanger (1883-1966) yang dengan program abirth controlnya merupakan pelopor KB modern.

2. PERKEMBANGAN ORGANISASI BKKBN

Secara historis, organisasi BKKBN dimulai dari suatu organisasi yang murni berstatus swasta pada tahun 1957. Kemudian pada tahun 1970 menjadi organisasi resmi pemerintah sebagai pelaksana dan pengelola program KB nasional sampai dengan saat ini. Berikut ini digambarkan secara ringkas perkembangan organisasi BKKBN.

1. Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) LKBN dibentuk dengan tugas mencakup dua hal, yakni melembagakan KB dan

mengelola segala jenis bantuan untuk KB. Setahun LKBN berdiri, proses pengenalan KB kepada masyarakat berlangsung memuaskan dan tidak menghadapi tantangan yang berarti, sehingga pemerintah memutuskan mengambil alih menjadi program pemerintah dan menetapkan program KB nasional yang merupakan bagian integral dari program pembangunan nasional dan masuk dalam program pembangunan lima tahunan.

2. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 8 Tahun 1970 Untuk melaksanakan dan mengelola program KB nasional, pemerintah

membentuk BKKBN dengan pertimbangan bahwa program perlu ditingkatkan dengan cara lebih memanfaatkan dan memperluas kemampuan fasilitas dan sumber yang tersedia.

Pelaksanaan program perlu mengikutsertakan seluruh masyarakat dan pemerintah secara maksimal serta diselenggarakan secara teratur, terencana dan terarah demi terwujudnya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan tugasnya, BKKBN bertanggung jawab kepada presiden, yang sehari-hari didampingi oleh Musyawarah Pertimbangan KB Nasional.

3. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 33 Tahun 1972

Dalam Keppres ini BKKBN menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung di bawah presiden dengan fungsi membantu presiden dalam menetapkan kebijaksanaan pemerintah di bidang program KB nasional dan mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional.

Penanggung jawab umum penyelenggaraan program KB nasional berada di tangan presiden, sedangkan Ketua BKKBN bertanggung jawab langsung kepada presiden, sedangkan Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II adalah Penanggung Jawab Umum penyelenggaraan program KB nasional di daerahnya masing-masing.

4. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 64 Tahun 1983

Dalam GBHN 1983 dirumuskan bahwa program KB nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera, dengan cara mengendalikan kelahiran untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk Indonesia. Untuk dapat melaksanakan tugas yang telah dirumuskan di dalam GBHN 1983 dilakukan penyempurnaan kembali organisasi BKKBN dengan Keputusan Presiden RI Nomor 64 Tahun 1983. Keppres ini dilandasi dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan program KB nasional sebagai bagian pembangunan nasional, perlu ditingkatkan dengan jalan lebih memanfaatkan dan memperluas kemampuan fasilitas dan sumber daya yang tersedia serta untuk lebih menjamin tingkat kesejahteraan rakyat yang memadai, dengan mempercepat penurunan kelahiran.

5. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 109 Tahun 1993

Untuk mempercepat terwujudnya keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera dipandang perlu lebih meningkatkan peran serta semua pihak, pemerintah dan masyarakat secara terkoordinasi, dan terpadu dalam pelaksanaan gerakan KB nasional dan pembangunan keluarga sejahtera, menjadi dasar pertimbangan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 109 Tahun 1993.

6. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 20 Tahun 2000

Seiring dengan perkembangan program KB, pembangunan nasional, era reformasi dan globalisasi, diperlukan penyempurnaan kembali organisasi BKKBN dengan Keputusan Presiden RI Nomor 20 Tahun 2000 yang sudah menampung perubahan program dalam Era Baru Program KB Nasional.

Dasar Pertimbangan keluarnya Keppres ini adalah untuk mempercepat terwujudnya keluarga berkualitas, maju, mandiri dan sejahtera, dipandang perlu untuk meningkatkan peran serta semua pihak secara terkoordinasi dan terpadu dalam program KB nasional dan pembangunan KS serta pemberdayaan perempuan.

7. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 166 Tahun 2000 Sesuai dengan tuntutan reformasi dalam bidang pemerintahan, dikeluarkan Keppres RI Nomor 166 Tahun 2000 yang diperbaharui dengan Keppres RI Nomor 178 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Lembaga Pemerintah Non Departemen yang di dalamnya termasuk BKKBN.

Dalam Keppres ini BKKBN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah di bidang KB dan KS sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

8. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun 2001 yang diikuti dengan Keputusan Presiden RI Nomor 110 Tahun 2001.

Dalam Keppres ini dikukuhkan kembali bahwa BKKBN tetap mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Keppres ini, maka sebagian kewenangan BKKBN telah diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota. Demikian pula kelembagaan BKKBN kabupaten/kota telah diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota per-Januari 2004. Dengan diserahkannya kelembagaan ini, maka lembaga yang menangani program KB di kabupaten/kota.

3. PERKEMBANGAN PROGRAM KB DI INDONESIA SAAT INI

Pengalaman keberhasilan Indonesia dalam menekan pertumbuhan penduduk lewat program keluarga berencana (KB) masih menjadi acuan bagi negara berkembang lain untuk belajar. Akan tetapi, pencapaian tersebut masih perlu ditingkatkan lagi, mengingat saat ini indikator kependudukan yang dulu terus meningkat sekarang mulai menurun.

Demikian komentar yang disampaikan oleh Duff Gillespie, Director Project Advance Family Planning (AFP), sebuah inisiatif yang bertujuan merevitalisasi program KB. "Indonesia pernah memiliki program keluarga berencana yang terbaik di dunia. Tapi semua itu masih perlu di tingkatkan karena pencapaiannya masih statis," katanya di Jakarta (6/4).

Senada dengan Gillespie, Jose Rimon II dari Bill & Melinda Gates Foundation, yang termasuk dalam konsorsium AFP mengatakan kesuksesan Indonesia diakui oleh dunia sehingga lembaga-lembaga donor meluluskan dan memberi penghargaan.

Menurut Kepala BKKBN, Sugiri Syarief, sampai saat ini hampir 5.000 pejabat dan pengelola program kependudukan dan KB dari 94 negara telah datang ke Indonesia untuk bertukar pengalaman bagaimana Indonesia mengelola program KB.

Indonesia dianggap berhasil melakukan konsolidasi dan melibatkan tokoh keagamaan, tokoh masyarakat, serta swasta dalam program KB walau struktur sosial ekonomi masyarakat masih beragam dengan kondisi geografis yang terpencar.

Lebih dari sekadar upaya kuantitatif untuk menurunkan angka kelahiran dan kematian, peran Keluarga Berencana sebenarnya bersifat kualitatif dalam hal perbaikan penanganan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Ini yang dicapai lewat pengaturan saat kehamilan, jarak kelahiran, dan jumlah anak.

BAB IIIPENILAIAN MORAL MENGENAI KB

BERDASARKAN SUDUT PANDANGAN GEREJA DAN MORAL KATOLIK

1. Pengantar 2. Kitab Suci3. Magisterium4. Tradisi5. Ajaran Para Teolog

1. PENGANTAR

Gereja merasa mempunyai tanggung jawab untuk mendukung dan melaksanakan KB pada masa kini. Secara khusus, Gereja Indonesia melalui uskup-uskupnya menegaskan: “Bukan hanya pemerintah yang bertugas menyelesaikan persoalan ini. Gereja merasa terlibat juga dan ikut bertanggung jawab untuk mengusahakan pemecahan.”

Pemimpin Gereja di Indonesia menyatakan perlunya pengaturan kelahiran demi kesejahteraan keluarga dan karena itu merasa penting membina sikap bertanggung jawab di bidang ini (Presiden Pastoral Keluarga, 1976 no. 22-23).

Ada beberapa alasan mengapa KB sangat urgen dan penting, yakni alasan

kesejahteraan keluarga dan kepentingan masyarakat dan umat manusia. Asalan

pertama mengapa KB harus dipromosikan adalah kesejahteraan keluarga sebagai sel

yang paling kecil dari masyarakat. Dengan KB, “mutu kehidupan” dapat

diselamatkan dan ditingkatkan. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Hal itu dapat

terjadi karena beberapa alasan, yaitu: 1) kesehatan ibu bisa dijamin, baik

secara fisik maupun psikis; 2) relasi suami-isteri dapat semakin kaya; 3) taraf

hidup yang lebih pastas dapat dibangun; dan 4) pendidikan anak dapat lebih

terjamin.

Selain menjamin kesejahteraan keluarga, KB juga menjamin kesejahteraan

masyarakat dan hidup manusia. Melalui KB, ledakan jumlah penduduk dengan

berbagai persoalan yang menyertainya dapat dihambat. Menurut pendapat para ahli,

pelaksanaan KB merupakan salah satu sarana yang penting untuk mengantar suatu

bangsa dari keterbelakangan, kemiskinan, dan ketidakadilan kepada kesejahteraan.

2. KITAB SUCI

Kitab Suci memang merupakan sumber dan jiwa teologi moral, tetapi melalui Kitab Suci tidak diperbolehkan ditarik kesimpulan yang berlebihan. Kitab Suci sebagai sumber dapat menyumbangkan keyakinan-keyakinan yang relevan untuk norma-norma dan prinsip-prinsip moral seperti paham mengenai Allah, manusia dan dunia, khususnya nilai martabat pribadi manusia, nilai kehidupan, dan sebagainya. Tetapi Kitab Suci bukan komputer ilahi yang dapat memberi jawaban atas segala macam soal. Memang dalam Kitab Suci ada pelbagai norma perilaku, tetapi harus dibedakan norma mana yang mencerminkan lingkungan budaya atau adat tertentu yang terikat zaman, dan mana yang merupakan ungkapan kehendak Ilahi juga untuk masa kini.

Gereja Katolik tidak melarang suami istri untuk menyatakan kasih mereka, namun silakan menyatakannya dengan cara yang wajar dan tidak menentang kodrat. Juga, jika diperlukan, Gereja Katolik memperbolehkan pengaturan kelahiran, namun pelaksanaannya harus secara alamiah, dan tidak melanggar prinsip pemberian diri yang total antara suami dan istri. Dengan demikian, pasangan suami istri memperlakukan tubuh mereka sesuai dengan kehendak Tuhan, dan bukan atas kehendak mereka sendiri. Ini adalah bukti bahwa mereka memuliakan Tuhan dengan tubuh mereka (lih. 1 Kor 6:19-20), sebab setelah ditebus oleh Kristus maka tubuh kita bukan milik kita sendiri lagi, tetapi milik Tuhan, sehingga kita harus memperlakukan tubuh kita sesuai dengan kehendak Tuhan. Jika pasangan suami istri melaksanakan prinsip yang diajarkan oleh Gereja Katolik, yaitu menjaga kemurnian kasih di antara mereka, dengan tidak memisahkan kedua tujuan dalam hubungan suami istri (union dan procreation), maka buahnya adalah kasih kerukunan, kesetiaan, dan kebahagiaan sejati di dalam keluarga, walaupun jalannya mungkin sulit dan membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit dari pihak orang tua (suami dan istri tersebut). Melalui kasih dan pengorbanan itu, suami istri dibentuk menjadi semakin menyerupai Kristus, dan semakin menemukan makna hidup yang sesungguhnya.

Ada beberapa pengajaran Kitab Suci dalam hubungannya dengan kontrasepsi, yaitu: 1)

“janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk

sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa” (1Kor 7:5). Jadi

jika pasangan memang belum siap kalau dipercayakan seorang (tambahan seorang)

anak, maka mereka dapat ‘berpantang’ untuk sementara waktu dan berdoa; 2) dengan

demikian suami istri dapat hidup di dalam kekudusan dan menjaga kehormatan

perkawinan dan tidak mencemarkan tempat tidur (lih. Ibr 13:4). Sikap non-

kontraseptif artinya menerima karunia seksual kita dengan bertanggung jawab: kita

tunduk pada rencana Tuhan, yang menginginkan kasih persatuan yang terbuka pada

kemungkinan adanya kehidupan baru. Dengan demikian, kita tidak ‘mencemarkan tempat

tidur’, karena di tempat tidur sekalipun kita menunjukkan ketaatan kita kepada

kehendak Allah, dan bukannya menjadi ‘tuhan’ atas aktivitas seksual kita. Jangan

kita lupa, bahwa Tuhanlah yang memutuskan, apakah Ia akan memberikan kehidupan

baru sebagai buah kasih suami istri- atau tidak; dan 3) Tuhan tidak berkenan

terhadap sikap penolakan akan kemungkinan adanya kehidupan baru (procreation)

dalam hubungan suami istri, dan ini dapat dibaca pada kisah Onan (Kej 38:8-10).

Jadi, Ajaran Gereja Katolik tentang larangan penggunaan alat kontrasepsi mempunyai dasar yang kuat. Memang ada alat kontrasepsi yang sifatnya abortif, dan ada yang tidak, namun pada prinsipnya alat kontrasepsi yang arti harafiahnya adalah “anti konsepsi atau anti kehidupan” tidak pernah sesuai dengan pesan Injil yang merupakan Injil kehidupan (the Gospel of life) sebab Kristus sendiri adalah Sang Hidup (Yoh 14:6). Pilihlah kehidupan, maka kita akan hidup (lih. Ul 30:19), pilihlah berkat dan bukan kutuk. Ajaran ini adalah Sabda Tuhan, yang walaupun tertulis di Kitab Perjanjian Lama (Kitab Ulangan) namun masih berlaku bagi kita umat Kristen di jaman sekarang.

3. MAGISTERIUM

a. Humanae VitaePada tanggal 25 Juli 1968, Paus Paulus VI menerbitkan ensiklik Humanae Vitae yang

sebagian besar mengafirmasi apa yang telah diajarkan oleh Gereja selama ini mengenai

kontrasepsi yakni melarang segala macam bentuk kontrasepsi. Argumen pokoknya ialah

bahwa setiap persetubuhan harus tetap terbuka kepada adanya kehidupan baru. Ajaran ini

berdasarkan pada kehendak Allah yang menghendaki supaya makna hubungan seksual yang

unitif (menyatukan) dan prokreatif (terbuka pada keturunan) tidak dipisahkan. Manusia

dari inisiatifnya sendiri tidak bisa memisahkan kedua makna hubungan seksual itu sebab

hukum itu sudah terlukis di dalam diri setiap pria dan wanita. Kedua sifat hubungan

seksual itu tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena hubungan seksual adalah bahasa

tubuh untuk mengungkapkan cinta kasih antara suami istri. Cinta suami istri itu bukan

hanya cinta badan dan juga bukan hanya cinta rohani, tetapi cinta manusia seutuhnya

(total) yang melibatkan diri manusia di mana jiwa membadan dan badan menjiwa dalam

kesatuan utuh yang tak terpisahkan. Oleh karena itu pelanggaran terhadap hukum ini

tidak bisa dibenarkan. Kontrasepsi dengan sengaja memisahkan makna hubungan seksual

yang unitif dan prokreatif ini sebab oleh karena campur tangan manusia maka hubungan

seksual itu menjadi tidak prokreatif.

Lebih lanjut dikatakan bahwa aborsi, sterilisasi langsung dan perbuatan baik sebelum dan

sesudah hubungan seks yang menjadikan prokreasi tidak mungkin juga dilarang. “Penghentian

langsung proses generatif yang sudah dimulai dan lebih-lebih aborsi yang secara langsung

dikehendaki dan dijalankan, juga jika untuk alasan terapi, benar-benar tidak bisa digolongkan

sebagai alat yang sah untuk mengatur kelahiran. Demikian pula ....sterilisasi langsung, baik

sementara atau permanen, baik terhadap laki-laki atau perempuan. Demikan pula setiap perbuatan

baik sebelum atau dalam pelaksanaan hubungan seksual atau dalam perkembangan konsekuensi

naturalnya, yang menjadikan prokreasi tidak mungkin, entah sebagai tujuan maupun caranya.”

Akan tetapi alat-alat atau tindakan yang mempunyai tujuan terapi, meskipun bisa mengakibatkan

tidak bisa prokreasi, bisa dibenarkan. “Gereja, sebaliknya, sama sekali tidak memandang

sebagai illicit penggunaan sarana-sarana terapeutik yang benar-benar diperlukan untuk

menyembuhkan penyakit dari organisme (manusia) itu, juga jika seandainya hal itu merintangi

prokreasi yang sudah bisa dilihat sebelumnya yang diakibatkan oleh tindakan itu, sejauh bahwa

halangan itu tidaklah dimaksudkan secara langsung, entah dengan motif apapun juga."

Di Indonesia, ensiklik ini ditanggapi oleh MAWI yang mengeluarkan Surat Pastoral MAWI tahun

1972. Di dalamnya dikatakan bahwa penggunaan kontrasepsi diserahkan kepada masing-masing

pasangan sesuai dengan suara hatinya masing-masing.

b. Familiaris Consortio

Ensiklik Familiaris Consortio dikeluarkan pada 22 November 1981 oleh Paus Yohanes Paulus II. Dalam nomor 30 ensiklik itu, Bapa Paus menjelaskan tentang tendensi masyarakat modern yang punya kecenderungan bermental anti kehidupan serta menegaskan kembali martabat manusia yang luhur kendati secara badaniah ia miskin, cacat atau tak berdaya. Sedangkan dalam nomor 32 beliau menjelaskan bahwa martabat seksualitas manusia adalah sangat luhur dan tidak bisa dipisahkan dari kodratnya sebagai bagian integral pribadi manusia sesuai dengan sifat hubungan seksual yang unitif dan prokreatif.

Pada ulang tahun ke-30 pembukaan Konsili Vatikan II pada 11 Oktober 1992 diterbitkan Katekismus Gereja Katolik oleh Paus Yohanes Paulus II yang berisi pokok-pokok ajaran Gereja Katolik mengenai berbagai aspek kehidupan iman dan moral.

Masalah kontrasepsi dibahas di dalamnya ketika membicarakan masalah keluarga pada nomor 2366 – 2370. Di antaranya dapat dibaca di sini:

“ Persatuan seksual yang menurut kodratnya mengungkapkan penyerahan diri

secara timbal balik seutuhnya antara suami-istri itu dikaburkan dengan alat

kontrasepsi dan menjadikannya isyarat yang secara obyektif ambivalen, artinya tidak

menyerahkan diri seutuhnya. Tindakan itu tidak hanya membawa pada penolakan

positif untuk terbuka bagi kehidupan, tetapi juga pada pemalsuan kebenaran inti

cinta kasih suami-istri, yang diarahkan kepada penyerahan diri seutuhnya.

Perbedaan antropologis dan moral antara kontrasepsi dan pemanfatan irama siklus,

menyangkut dua paham pribadi manusia dan seksualitas manusiawi yang tidak

dapat diselaraskan.”

c. Evangelium Vitae

Ensiklik Evangelium Vitae dikeluarkan pada tanggal 25 Maret 1995 oleh Bapa Paus Yohanes Paulus II. Dalam nomor 13 dari ensiklik itu dikatakan antara lain:

“Hubungan yang erat yang secara mentalitas terjadi antara praktek kontrasepsi dan aborsi makin lama makin jelas. Hubungan itu bisa jelas

terlihat secara menakutkan dengan perkembangan produk-produk bahan-bahan kimia, IUD dan vaksin, yang disebarluaskan dengan kemudahan yang sama dengan kontrasepsi, yang ternyata bersifat menggugurkan kandungan

dalam tahap-tahap awal perkembangan hidup baru umat manusia.”

Ada beberapa pertimbangan sebagai dasar untuk penilaian moral KB, yakni pertimbangan umum dan pertimbangan khusus.

Pertimbangan umum:1.Ketaatan terhadap norma yang dianggap paling penting dalam hidup etis moral, yakni hati nurani;

2.Pengakuan mengenai bimbingan tertinggi dalam hidup agama seorang Katolik adalah Magisterium;

3.Penerimaan keadaan manusia dalam status sebagai makhluk yang mengalami jatuh-bangun;

4.Nilai tertinggi dalam hidup manusia dan khususnya dalam hidup perkawinan adalah cinta kasih;

5.Penghargaan daya seksualitas sebagai hadiah dari Sang Pencipta;

6.Tugas luhur yang khusus dalam hidup sebagai suami-isteri adalah pengadaan keturunan;

7.Keorangtuaan yang bertanggung jawab merupakan kekhasan seluruh hidup perkawinan; dan

8.Penafsiran hukum kodrat secara personalistis.

Pertimbangan khusus, yakni yang berhubungan dengan pilihan terhadap program KB adalah

sebagai berikut:

1. Melawan mentalitas “Anti Life”;

2. Mengutamakan metode KBA, khususnya “Metode Ovulusi Dr. Billings” (MOB) yang dilakukan

berdasarkan pengmatan terhadap lendir kelenjar serviks, “Metode Terperatur” dengan cara

mengukur suhu badan, atau “Metode de Simpto-termnal” yang merupakan kombinasi antara kedua

metode sebelumnya; dan

3. Mencari jalan keluar dalam “kasus terjepit”. Hal ini khusus untuk suami-isteri yang tidak

dapat menggunakan metode-metode KBA tersebut. Beberapa asalannya: 1) merasa pantang

terlalu berat;

2) tidak dapat hidup bersama secara teratur (misalnya, berbeda profesi), 3) salah satu

pasangan menolak sama sekali metode KBA dengan alasan yang kurang jelas, 4) salah satu

pasangan adalah seorang pemabuk; 5) dan sebagainya.

maka, dalam “kasus terjepit dan keadaan bingung”, suami-isteri Katolik boleh menggunakan

metode-metode lain dari KBA, asalkan metode itu sungguh-sungguh untuk mencegah kehamilan.

Misalnya: kondom, diafragma, spermisida, pil anti hamil biasa, suntikan Depo-Provera, dan

sebagainya.

4. TRADISITradisi sebagai teologi mencerminkan tentang sejarah refleksi

atas Sabda Tuhan pada suatu zaman tertentu yang tercampur

dengan gagasan-gagasan pada zaman tertentu pula. Sesuatu

adalah benar bukan hanya karena pernah diyakini , biarpun

Tradisi bernilai juga untuk memahami perkembangan teologis.

Tradisi sebagai ajaran Gereja yang dinyatakan oleh Magisterium

memang berbobot dan perlu diindahkan , karena kita percaya

bahwa Roh Kudus mendampingi Gereja agar tetap setia pada

ajaran Kristus. Kendatipun demikian, kita perlu juga membeda-

bedakan berdasarkan kedua pernyataan berikut: yang “tak dapat

sesat” (infallible) dan yang “tidak tak dapat sesat” (not

infallible).

Pada umumnya diakui bahwa dalam bidang moral tidak ada pernyataan

Gereja yang diajukan “tak dapat sesat”. Demikian pula perlu

diperhatikan “hierarchia veritatum” artinya: adanya kebenaran-kebenaran

yang sentral dan berbobot berat , tetapi ada juga kebenaran-

kebenaran yang lebih termasuk periferi dan kurang berbobot.

Misalnya kebenaran mengenai Allah Tritunggal atau Kristus sebagai

Allah termasuk kebenaran sentral, sedangkan soal metode KB tidak.

selain itu, perlu diteliti tentang timbulnya suatu tradisi.

Misalnya, larangan anti konsepsi sudah ada sebelum seluk-beluk

biologisnya diketahui.

5. AJARAN PARA TEOLOG

Para teolog adalah ahli-ahli Kitab Suci dan Teologi yang memperlajari isi dan maksud Wahyu Ilahi atas dasar ilmiah serta mengolah pengetahuan teologis dan norma-norma moral (susila) sesuai dengan daya tanggapan dan kebutuhan umat beriman pada masing-masing zaman.

Selain itu, mereka memilihi “status menengah antara iman Gereja dan Magisterium” (Paus Paulus VI) serta merasa dipanggil untuk mendampingi serta melayani Magisterium dalam tugasnya yang seringkali berat. Misalnya, membela iman melawan kritik yang destruktif (yang dapat berasal dari dalam maupun dari luar Gereja), selain menafsirkan iman sesuai dengan apa yang dianggap sebagai kehendak Yesus Kristus sendiri.

Salah satu telog yang terkenal adalah St. Thomas Aquinas (1225-

1274). Ia menolak kontrasepsi karena kontrasepsi adalah

perbuatan melawan hukum kodrat sebab menurut hukum kodrat

hubungan seksual sebagaimana ditetapkan Tuhan adalah untuk

memperoleh keturunan. Yang paling menarik di sini ialah bahwa

Thomas sudah membuat pembedaan yang jelas antara hubungan

seksual dengan memakai alat sehingga tidak ada pembuahan dan

hubungan seksual yang dilakukan dalam situasi yang tidak mungkin

ada pembuahan. Thomas mengatakan bahwa hubungan seksual dengan

orang yang sudah tua (sudah menopause), atau orang yang steril,

atau sedang mengandung, bukanlah dosa melawan kodrat meskipun

dengan cara itu tidak mungkin mendapatkan anak.

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN PASTORAL

1.Kesimpulan2.Saran Pastoral

KESIMPULAN KB adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal

melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan

bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan lembaga yang

berkualitas (Kamus BKKBN). Penggalakan program KB merupakan salah satu

upaya yang dianggap tepat oleh pemerintah Indonesia dalam rangka

menekat peningkatan jumlah penduduk yang tidak sesuai dengan tuntutan

lingkungan. Melalui program KB, masyarakat diharapkan dapat ambil

bagian secara aktif demi tercapainya usaha pemerintah untuk

menyeimbangkan antara jumlah penduduk dengan tuntutan lingkungan

dewasa ini. Dengan demikian, berbagai bentuk persoalan yang saat ini

seringkali terjadi di tengah masyarakat, seperti meningkatnya angka

kemiskinan, pangangguran karena kurang tersedianya lapangan kerja ,

kriminalitas,dan sebagainya.

Secara umum, penggalakan program KB di Indonesia hingga saat

ini sudah berlangsung cukup baik. Namun, ada beberapa

kendala sebagai berikut:

1.Selama berlangsungnya penggalakan program KB di

Indonesia, komitmen pemerintah daerah dalam

menjalankannya masih kurang. Padahal, pemerintah daerah

dimaksudkan untuk menjadi pelopor utama dalam

penggalakan program KB ini.

2.Selain itu, peran serta masyarakat pun masih kurang

mendukung, khususnya kurangnya kerjasama yang baik dari

pihak pria sehingga justru menimbulkan banyak persoalan

baru.

Sikap Gereja Katolik:

1. Di satu pihak, perlu dijelaskan bahwa Gereja Katolik membenarkan

program KB dalam arti disertai sikap yang bertanggung jawab dalam

prokreasi, khususnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban orang

tua dalam merencanakan jumlah anak dan pendampingannya.

2. Tetapi di sisi lain, perlu juga dijelaskan bahwa tidak sembarang

metode dapat dibenarkan oleh Gereja Katolik. Dalam hal ini, Gereja

Katolik mempunyai dasar hukum yang kuat, yakni GBHN1983 yang

menyatakan bahwa jumlah peserta KB perlu makin ditingkatkan atas

dasar kesadaran dan secara sukarela dengan mempertimbangkan nilai-

nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan. Maka, Gereja Katolik

memberikan satu solusi, yakni KBA sebagai sarana kesejahteraan

keluarga.

SARAN PASTORAL Saat ini, metode KBA belum dapat dilaksanakan secara maksimal sesuai dengan yang

telah diamanatkan oleh pimpinan Gereja Katolik. Oleh karena itu, kita diajak

untuk dapat tanggap terhadap situasi semacam ini. Ada banyak upaya pastoral yang

dapat kita lakukan sesuai dengan kadar kemampuan yang kita miliki. Salah satu

contohnya adalah menggalakan program KBA dimulai dari lingkup yang paling kecil,

yakni keluarga kita masing-masing.

Sebagai calon katekis, upaya yang harus kita lakukan tidak cukup hanya sampai di

situ, melainkan sedapat mungkin senantiasa mewujud-nyatakan program KBA itu

melalui berbagai strategi sebagai kontribusi bagi keluarga-keluarga Katolik

dewasa ini, mungkin juga bagi keluarga-keluarga non-Katolik. Misalnya:

meningkatkan peran serta melalui media massa atau media cetak (menulis),

menyelenggarakan seminar untuk keluarga-keluarga Katolik dengan tema tentang

program Keluarga Berencana, mengangkat topik katekese seputar program Keluarga

Berencana, dan sebagainya.

Dengan demikian, kita dapat turut berpartisipasi dalam usaha penggalakan program KBA oleh Gereja Katolik, secara tidak langsung juga mendukung program pemerintah dengan harapan bersama, yakni menuju keluarga yang sejahtera atas dasar iman kepada Allah.

DAFTAR PUSTAKABKKBN. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Perpustakaan

Nasional, 2011.

http://papuabarat.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?ID=27&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897

http://posyandu.org/kesuksesan-kb-di-indonesia-masih-jadi-acuan.html

http://katolisitas.org/313/humanae-vitae-itu-benar/comment-page-1

http://books.google.co.id/books?id=zsJpf0VDwHcC&pg=PA96&lpg=PA96&dq=penilaian+moral+katolik+tentang+KB

http://www.sayangihidup.org/content/kontrasepsi-dalam-perspektif-gereja-katolik

http://sayangihidup.org/content/ajaran-gereja-tentang-kontrasepsi-di-jaman-modern

Klein, P. Paul, Keluarga Berencana Alamiah. Ende: Percetakan Offset Arnoldus, 1989.


Recommended