+ All documents
Home > Documents > Laporan Praktikum Kimia Dasar 2

Laporan Praktikum Kimia Dasar 2

Date post: 10-Nov-2023
Category:
Upload: unmul
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
195
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA DASAR II DISUSUN OLEH: KELOMPOK VI Cita Tri Murni Andayanti 1407035013 Jeffrey Yosua Sitinjak 1407035056 Reka Oktaviani 1407035008 Rike Dominta Aprianti Manik 1407035021 LABORATORIUM KIMIA DASAR FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2015
Transcript

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA DASAR II

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK VI

Cita Tri Murni Andayanti 1407035013

Jeffrey Yosua Sitinjak 1407035056

Reka Oktaviani 1407035008

Rike Dominta Aprianti Manik 1407035021

LABORATORIUM KIMIA DASAR

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2015

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asidi-Alkalimetri merupakan titrasi yang berhubungan dengan asam basa. Secara

sederhana, asam merupakan larutan yang memiliki pH di atas7, sedangkan basa

merupakan larutan yang memiliki pH kurang dari 7. Apabila kedua larutan tersebut

memiliki kekuatan yang sama, maka bila dicampurkan dengan volume yang sama, akan

didapatkan larutan yang memiliki pH netral.

Titrasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui konsentrasi dari lautan standar

sekunder, yaitu larutan yang dimana konsentrasinya didapat dengan cara pembakuan.

Yang dibantu dengan larutan standar sekunder atau larutan yang konsentrasinya dapat

diketahui secara langsung dari hasil penimbangan, yang ditambahkan indikator pH

sebagai penentu tingkat keasaman suatu larutan.

Pereaksi atau larutan yang selalu dijumpai di laboratorium dimana pembakuannya

dapat ditetapkan berdasarkan pada prinsip netralisasi asam-basa (melalui asisi-alkalimetri)

diantaranya adalah HCl, H2SO4, NaOH, KOH dan sebagainya. Asam dan basa tersebut

memiliki sifat-sifat yang menyebabkan konsentrasi larutannya sukar bahkan tidak

mungkin dipastikan langsung dari proses hasil pembuatan atau pengencerannya. Larutan

ini disebut larutan standar sekunder yang konsentrasinya ditentukan melalui pembakuan

dengan suatu standar primer.

Percobaan ini dilakukan agar dapat mengetahui volume rata-rata titran setelah

dilakukan titrasi secara duplo pada percobaan asidimetri, mengetahui volume rata-rata

titran setelah dilakukan titrasi secara duplo pada percobaan alkalimetri dan mengetahui

volume titran yang didapatkan ketika cuka dagang dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Sehingga

dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan Percobaan

Mengetahui volume rata-rata titran setelah dilakukan titrasi secara duplo pada

percobaan asidimetri.

Mengetahui volume rata-rata titran setelah dilakukan titrasi secara duplo pada

percobaan alkalimetri.

Mengetahui volume titran yang didapatkan ketika cuka dagang dititrasi dengan

NaOH 0,1 N

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Makna pH telah cukup luas dibahas, meliputi cara perhitungan dan cara

pengaturannya, tetapi belum diulas cara pengukurannnya dalam percobaan. Suatu cara

sederhana melibatkan penggunaan indikator. Indikator asam-basa adalah asam lemah,

yang asam tak terion-nya (HIn) mempunyai warna yang berbeda. Jika sedikit indikator

dimasukkan dalam larutan, larutan akan berubah warna tergantung pada apakah

kesetimbangan bergeser kea rah bentuk asam atau anion. Arah kesetimbangan reaksi

tergantung pada pH (Petrucci, 1987).

Dua indikator asam-basa yang khas adalah jingga metil dan fenolftalein. Jingga metil

berwarna merah dalam larutan asam dengan pH kurang dari 3,1. Dalam larutan dengan

pH diatas 4,4 zat ini brwarna kuning. Sebaliknya, fenolftalein tak berwarna. Pada pH = 10

zat ini berwarna merah. Dalam larutan basa kuat, zat ini kembali tak berwarna (Fessenden,

1986).

Indikator berubah warna karena sistem kromotornya diubah oleh reaksi asam-basa.

Dalam larutan asam jingga metil terdapat sebagai hibrida resonansi dari suatu struktur azo

terprotonkan; hibrida resonansi berwarna merah. Nitrogen azo tidak bersifat basa kuat,

dan gugus azo terprotonkan melepas ion hidrogen pada pH sekitar 4,4. Kehilangan proton

ini mengubah struktur elektronik senyawa itu, yang mengakibatkan perubahan warnam

dari merah ke kuning (Fessenden, 1986).

Nilai komersial fenolftalein adalah sebagai komponen aktif dalam obat urus-urus

atau pencuci perut (laxative) berbentuk permen. Namun, fenolftalein juga merupakan

salah satu indikator titrasi yang paling terkenal. Dalam larutan asam, fenolftalein

berbentuk suatu lakton yang tak berearna. Dalam lakton, karbon pusat berada dalam

keadaan hibrida –sp3, oleh karena itu ketigs cincin benzena terpencil, tidak berkonjugasi

(Fessenden, 1986).

Pada pH lebih dari 8,3 (larutan basa), suatu hidrogen fenol disebut dari dalam

fenolftalein, cincin lakton terbuka, dna karbon pusat mwnjadi terhibridisasi –sp2. Dalam

bentuk ini, cincin-cincin benzena berada dalam konjugasi, dan sistem pi yang ekstensif itu

menimbulkan warna merah, yang tampak dalam larutan asa lembut/tidak sangat kuat

(Fessenden, 1986).

Dalam larutan basa kuat, karbon pusat fenolftalein terhidroksikan dan berubah

keadaan sp3. Reaksi ini memencilkan ketiga sistem pi lagi. Pada harga pH tinggi,

fenolftalein tak berwarna (Fesseden, 1986).

Salah satu teknik yang paling penting dlam kimia analitik adalah titrasi, yaitu

penambaha secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang

konsentrasinya diketahui, kepada larutan kedua yang mengandunga zat B yang

konsentrasinya tidak diketahui, yang akan mgnakibatkanreaksi antara keduanya secara

kuantitatif. Selesainya reaksi, yaitu pada akhir, ditandai dengan semacam perubahan sifat

fisis, misalnya warna campuran yang bereaksi. Titik akhir dapat dideteksi dalam campuran

reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat yang disebut dengan indikator, yang

megnubah warna pada titik akhir. Pada titik akhir jumlah zat A yang telah ditambahkan

secara unik berkaitan dengan bahan B yang tidak diketahui yang semula ada, berdasarkan

persamaan reaksi titrasi. Titrasi memungkinkan kimiawan menentukan jumlah zat yang

ada dalam sample. Dua penetapan titrasi yang paling lazim melibatkan reaksi netralisasi

asam-basa dan reaksi oksidasi-reduksi (redoks) (Oxtoby, 2001).

Dalam reaksi oksidasi-reduksi (redoks), elektron berpindah diantara spesi-spesi

yang bereaksi sewaktu mereka bekombinasi membentuk produk. Pertukaran ini sebagai

perubahan bilangan oksidasi reaktan. Bilangan oksidasi spesi yang memberitakan elektron

meningkat, sdangkan spesi yang menerima elektron menurun. Titrasi redoks memiliki

keuntungan khusus karena tajamnya spesi berwarna apda titik akhir titrasi. Misalnya

MnO4- berwarna ungu tua, sedangkan Mn2+ tidak berwarna. Jadi, bila MnO4- ditambahkan

pada Fe2+ dengan sedikit berlebih maka, warna larutan berubah menjadi ungu secar

permanen (Oxtoby, 2001).

Titrasi dimulai dengan membuka cerat buret dan membiarkan sedikit volume larutan

permanganate mengalir ke dalam labu ukur yang mengandung Fe2+. Timbulah secercah

warna ungu larutan yang cepat memudar sewaktu ion permanganate bereaksi dengan ion

Fe2+ menghasilkan produk hampir tak berwarna Mn2+ dan Fe2+. Volume larutan

permanganat ditambahkan sedikit demi sedikit sampai Fe2+ hampir semua terkonversi

menjadi Fe3+. Pda tahap ini penambahan setetes saja KMnO4 akan memberikan warna

ungu pucat pada campuran reaksi dan menandakan selesainya reaksi. Volume titran

larutan KMnO4 dihitung dari selisih pembacaan awal pada meniskus larutan dalam buret

dengan pembacaan volume akhir (Oxtoby, 2001).

Titrasi langsung ini merupakan dasar dari prosedur analisis yang lebih rumit.

Banyak prosedur analitis yang tidak langsung dan meibatkan reaksi awal tambahan,

sebelum titrasi sample dilarutkan. Misalnya, garam kalium yang larut tidak kaam

mengambil bagian dalam reaksi redoks dengan kalium permanganat. Akan teapi,

penambahan ammonium oksalat pada larutan yang mengandung Ca2+ akan menyrbabkan

pengendapan kalsium oksalat secara kuantitatif (Oxtoby, 2001).

Asam dan basa terlah diketahui dan diuraikan sejak jaman dahulu. Deskripsi kimia

dan penjelasannya setaperilaku kimianya telah dikembangkan melalui beberapa langkah

yang canggih dan umum. Swedia Svante Arrhenius, yang mendefinisikan asam dan basa

dari segi perilakunya ketika dilarutkan dalam air. Dalam air murni terdapat ion hidrogen

(H+) dan ion hidroksida (OH-) yang jumlahnya sama. Hal tersebut timbul dari hasil ionisasi

parsial dari air (Oxtoby, 2001).

Dalam kebanyakan reaksi asam-basa, tidak ada perubahan warna yang tajam paa

titik akhirnya. Dalam hal ini perlu ditambahkan sedikit indikator, yaitu zat warna yang

berubah warna bila reaksi selesai. Fenolftalein merupakan salah satu indikator yang

mengubah warna menjadi merah muda bila larutan berubah dari asam ke basa.

Konsentrasi asam asetat di dalam larutan berair dapat ditentukan dengan larutan natrium

hidroksida yang konsentrasinya diketahui secara cermat (Oxtoby, 2001).

Titrasi asam kuat oleh basa kuat. Untuk titrasi 25,00 mL 0,1 M HCl ( asam kuat)

oleh 0,1 NaOH (basa kuat), kita dapat menghitung pH larutan pada bermacam-macam titik

selama berlangsungnya titrasi. Dari data ini dapat dipetakan dalam sedikit hubungan pH

dengan volume basa yang ditambahnkan; berikut ini dinamakan kurva titrasi ( titration

curve). Dalam kurva ini, kita dapat menentukan pH pada titik setara, dan dengan demikian

indikator yang cocok untuk titrasi dapat dipilih (Petrucci, 1987).

Titrasi asam lemah oleh basa kuat. Penetralan asam lemah oleh basa kuat agar

berbeda dengan penetralan asam kuat oleh basa kuat. Mula-mula sebagian besa r asama

lemah dalam larutan berbentuk molekul tak mengion, HA, bukan sebagai H3O+ dan A-.

Dengan adanya basa kuatl proton dialihkan langsung dari molekul HA yang tak mengion

H+ (Petrucci, 1987).

Sifat penting yang perlu diingat dalam kurva titrasi asam lemah oleh basa kuat yang

diilustrasikan adalah:

1. pH awal kebih tinggi dalam kurva titrasi asam kuat oleh bas akut ( karena asam lemah

hanya mengion sebagian).

2. Terdapat peningkatan pH yang agak tajam pada awal titrasi [ ion asetat yang dihasilkan

dalam reaksi penetralan bertindak sebagai ion senama dan menekan pengionan asam

asetat].

3. Sebelum titik setara tercapai, perubahan pH terjadi secara bertahap 9larutan yang

digambarkan dalam bagian kurva ini mengandung HC2H3O2 dan C2H3O2 yang cukup

banyak. Larutan nin adalah larutan penahan).

4. pH pada titik dimana asam lemah setengah dinetralkan ialah pH pKa.

5. pH pada titik setar lebih besar dari 7.

6. Setelah titik setara, kurva titrasi utntuk asam lemah oelh basa kuat identic dengan pada

kurva titrasi asam kuat oleh bsa kuat.

7. Bagian terjal dari kirva titrasi pada titik akhir setara terjadi dalam selang pH yang

sempit.

8. Pemilihan indikator yang cocok untuk titrasi asam lemah oleh basa kuat lebih terbatas

dibandingkan indikator untuk titrasi asam kuat oleh basa kuat (Petrucci, 1987).

Salah satu golongan utama empat penggolongan analitis titrimetric adalah reaksi

penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri dna alkalimetri ini melibatkan titrasi

dari asam lebah ( basa bebas) dengan suatu asam standar ( asidimetri). Dan titrasi asam

yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan

suatu standar (alkalimetri). Bersenyawa ion hidrogen dan ion hidroksida untuk

membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut) (Basset, 1994).

Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu

volume tertentu dalam suatu larutan disebut lrutan standar, sedangkan larutan standar

primer adalah suatu larutan yang konsenntrasinya dapat langsung ditentukan dari berat

bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primet

harus memenuhi syarat seperti dibawah ini :

Zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, mudah dikeringkan ( sebaiknya suhu 110 -

120℃ ).

Zat harus mempunyai ekuivalen ya g tinggi sehingga sesatan penimbangan dapat

diabaikan.

Zat harus mudah larut dari kondisi-kondisi dalam ia gunakan.

Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji

lainnya yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak

boleh melebihi 0,01 – 0,02 %).

Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap, sesatan

titrasi harus dapat diabaikan atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan

eksperimen.

Zat harus diubah dalam udara selama penimbangan. Kondisi-kondisi ini

megnisyaratkan bahwa zat telah boleh higroskopis, tak pula dioksidasi oleh udara

ataudipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisiny tidak

berubah selama penyimpanan (Basset, 1994).

Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk

standarisasi yang kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap

suatu standar primer (Basset, 1994).

Proses penambahan larutan standar sampai reaksi ini tapat lengkap disebut titrasi.

Titik saat dimana reaksi itu tepat bereaksi lengkap disebut titik ekuivalen (setara) atau titik

akhir teoritis. Lengkapnya titrasi lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan yang tak

dapat disalah lihat oleh mata yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya ditambahkan

dari dalam sebuah buret) itu sendiri atau lebih lazim lagi oleh penambahan suatu reagensia

pembantu yang dikenal sebagai indikator (Basset, 1994).

Analisis kimia yang diketahui terhdap sample yaitu analisis kualitatif dan analisis

kuantitatif. Analisis kuantitatif yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri.

Analisis titrimetrik dilakukan dengan menitrasi suatu sample tertentu denan larutan

standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Reaksi akan pasti perhitungan

didasarkan pada volume titran yang yang diperlukan hingga mencapai titik ekuivalen

titrasi. Analisis titrimetrk yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam dan basa antara

sample dengan suatu larutan standar disebut analisis-alkalimetri. Apabila suatu larutan

bersifat asam maka suatu analisis yang dilakukan adalah atau biasa disebut analisis

asidimetri. Sebaliknya jika pada larutan digunakan suatu larutan basa sebagi larutan

standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis-alkalimetri (Keenan, 1984).

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Pipet tetes

Corong kaca

Buret

Gelas kimia

Klem

Gelas ukur

Erlenmeyer

Botol semprot

Labu ukur

Tiang statif

Botol reagen

Sikat tabung

3.1.2 Bahan

Larutan NaOH 0,1 N

Larutan H2C2O4 0,1 N

Aquades

Cuka perdagangan

Indikator pp

Sabun cair

Tissue

Kertas label

Larutan CH3COOH

3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Asidimetri

Dimasukkan 10 mL larutan NaOH ke dalam Erlenmeyer

Ditambahkan 3 tetes indikator pp

Dimasukkan larutan H2C2O4 0,1 N ke dalam buret

Dititrasi

Dilakukan secara duplo

Dicatat volume rata-rata titrat

3.2.2 Alkalimetri

Dimasukkan 10 mL larutan H2C2O4 ke dalam Erlenmeyer

Ditambahkan 3 tetes indikator pp

Dimasukkan larutan NaOH 0,1 N ke dalam burwt

Dititrasi

Dilakukan secara duplo

Dicatat volume rata-rata titran

3.2.3 Penetapan kadar asam asetat dalam cuka perdagangan

Dimasukkan 1 mL larutan cuka ke dalam labu ukur 100 mL

Diencerkan 1% cuka perdagangan

Diambil 10 mL cuka dagang yang telah diencerkan

Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

Ditambahkan 3 tetes indikator PP

Dititrasi dengan NaOH 0,1 N

Diamati TAT sampai menjadi merah lembayung

Dicatat V titrasi

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

No. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan

1. Asidimetri

Dimasukkan 10 mL larutan NaOH ke

dalam erlenmeyer

Ditambahkan 3 tetes indikator pp

Dimasukkan larutan H2C2O4 0,1 N ke

dalam buret

Dititrasi

Diamati

Dilakukan secara duplo

C

C

Dicatat V rata-rata titran

NaOH berwarna bening

Indikator pp berwarna bening

Setelah diteteskan ke dalam

NaOH, indikator pp menjadi

merah lembayung

H2C2O4 berwarna bening

Setelah dititrasi, larutan berubah

warna dari merah lembayung

menjadi kuning

Volume simplo = 4,750 mL

Volume duplo = 5,000 mL

Volume rata-rata = 4,875 mL

2. Alkalimetri

Dimasukkan 10 mL larutan H2C2O4

ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan 3 tetes indikator pp

H2C2O4 berwarna bening

Indikator pp berwarna bening

Setelah ditambahkan 3 tetes

indikator pp, H2C2O4 berwarna

bening.

Dimasukkan larutan NaOH 0,1 N ke

dalam buret

Dititrasi

Diamati

Dilakukan secara duplo

C

C

Dicatat V rata-rata titran

NaOH berwarna bening

Setelah dititrasi, larutan berubah

warna dari bening menjadi merah

lembayung

Warna larutan duplo setelah

dititrasi lebih pekat dibanding

simplo

Volume simplo = 20,950 mL

Volume duplo = 21,200 mL

Volume rata-rata = 21,075 mL

3. Penetapan kadar asam asetat dalam cuka

perdagangan

Dimasukkan mL larutan cuka

perdagangan kedalam labu ukur 100

mL

Diencerkan 1% cuka perdagangan

Diambil 10 mL cuka perdagangan

yang telah diencerkan

Diencerkan kembali kedalam labu

ukur 100 mL

Diambil 10 mL cuka dagang yang

telah diencerkan

Dimasukkan kedalam erlenmeyer

Cuka perdagangan berwarna

bening

Cuka tetap bening

Cuka tetap bening

Ditambahkan 3 tetes indikato pp

Dititrasi dengan NaOH 0,1 N

Diamati TAT sampai menjadi merah

lembayung

Dicatat V titrasi

Setelah diberi 3 tetes indikator pp,

tetap berwarna bening

Setelah dititrasi, larutan berubah

warna dari bening menjadi merah

lembayung

Volume titrasi 1,20 mL

4.2 Reaksi

4.2.1 Indikator PP + NaOH

C

C

O

O

OHOH

2NaOH+ C

C ONa

O

OONa

+ 2H2O

4.2.2 Indikator PP + H2C2O4

C

C

O

O

OHOH

+ H2C2O4

4.2.3 Indikator PP + CH3COOH

C

C

O

O

OHOH

H2C2O4+

4.2.4 NaOH dan H2C2O4

2 NaOH + H2C2O4 Na2C2O4 + 2H2O

4.2.5 NaOH dan CH3COOH

NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O

4.3 Perhitungan

4.3.1 Asidimetri

V1 (V H2C2O4) = 4,857 mL

V2 (V NaOH) = 10 mL

N1 (N H2C2O4) = 0,1 N

N2 (N NaOH) = ?

V1 x N1 = V2 x N2

4,875 x 0,1 = 10 x N2

0,4875 = 10 x N2

N2 = 0,0487 N

4.3.2 Alkalimetri

V1 (V NaoH) = 21,075 mL

V2 (V H2C2O4) = 10 mL

N1 (N NaOH) = 0,1 N

N2 (N H2C2O4) = ?

V1 x N1 = V2 x N2

21,075 x 0,1 = 10 x N2

+ CH3COOH

2,1075 = 10 x N2

N2 = 0,2107 N

4.3.3 Penetapan Kadar CH3COOH dalam Cuka Perdagangan

V NaOH = 1,20 mL

N NaOH = 0,1 N

V CH3COOH = 10 mL

FP = 100

10 = 10

BE = BM

Valensi =

60

1 = 60

Kadar CH3COOH = V NaOH x N NaOH x BE CH3COOH x FP

V CH3COOH x 1000 x 100%

= 1,20 x 0,1 x 60 x 10

10 x 1000 x 100%

= 72

10000 x 100%

= 0,0072 x 100%

= 0,72 %

4.4 Pembahasan

Pada praktikum ini, dilaksanakan praktikum tentang Asidi-Alkalimetri. Asidimetri

adalah metode pengukuran konsentrasi larutan dalam titrasi dengan mengukur berapa mL

larutan asam bertitar tertentu yang diperlukan untuk menetralkan larutan basa yang kadar

atau titernya belum diketahui. Sedangkan alkalimetri adalah metode pengukuran

konsentrasi larutan dalam titrasi dengan mengukur berapa mL larutan basa berkepekatan

tertentu yang diperlukan untuk menetralkan larutan asam yang kadar atau titernya belum

diketahui. Reaksi penetralan, atau asidi dan alkalimetri melibatkan titrasi vasa bebas, atau

basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dengan suatu

asam yang standar (asidimetri) dan titrasi asam bebas, atau asam yang terbentuk dari

hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkalimetri).

Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida

untukmembentuk air. Titrasi asam-basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam

dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen 4-10.

Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa lemah jika

penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetap disosiasi asam lebih

besar dari 104.

Prinsip percobaan ini adalah menentukan kadar atau konsentrasi suatu larutan dengan

menggunakan larutan yang konsentrasinya diketahui dengan cara titrasi Asidi dan

Alkalimetri yang melibatkan asam dan basa dengan reaksi penetralan.

Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan di

laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Titrasi merupakan cara analisis

jumlah berdasarkan pengukuran volume larutan pereaksi berkepekatan tertentu

(Peniter/titran/larutan baku) yang direaksikan dengan larutan contoh yang sedang

ditetapkan kadarnya. Larutan peniter diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam larutan

contoh sampai tercapai titik akhir. Dalam titrasi, dikenal istilah titrasn dan titrat. Titran

adalah reagensia atau larutan yang pada titrasi konsentrasinya telah diketahui secara pasti.

Titran biasanya dimasukkan ke dalam buret dan diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam

titrat. Titrat adalah bahan atau larutan yang akan dititrasi atau ditentukan kadarnya

menggunakan titran. Dalam menentukan titik dimana titrasi harus dihentikan dikenal 2

titik, yaitu titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik (saat) pada

mana reaksi itu tepat lengkap. Artinya, titik kesetaraan yang merupakan suatu akhir reaksi

secara teoritis dimana reaksi berjalan secara stoikiometri. Dalam titik ekuivalen terjadi

suatu kondisi dimana terjadi kesetaraan mol antara mol titran dan juga mol titrat.

Penentuan titik ekuivalen biasanya sukar untuk ditentukan oleh mata untuk larutan yang

tidak berwarna, padahal kesempurnaan reaksi harus dapat diamati dan dideteksi setiap

perubahannya. Untuk menentukan perubahan ini maka kita dapat menggunakan bantuan

penolong yang dapat membantu untuk mengamati perubahan tersebut. Bahan yang

membantu pengamatan ini disebut sebagai indikator. Indikator dapat mengalami

perubahan warna saat tercapainya titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi adalah suatu titik

dimana terjadi perubahan visual yang jelas dalam cairan yang sedang dititrasi karena

terjadinya kelebihan 1 tetes titran. Titik akhir titrasi terjadi setelah terjadinya titik

ekuivalen. Kondisi kelebihan titran akan menyebabkan terjadinya lonjakan perubahan pH

sehingga merubah warna indikator (biasanya karena indikator terkonjugasi karena

kelebihan titran, karna indikator merupakan senyawa organik yang memiliki struktur yang

bisa terjadi delokalisasi elektron/resonansi).

Larutan standar dalam titrasi memegang peranan yang amat penting, hal ini

disebabkan larutan ini telhah diketahui konsentrasinya secara pasti. Terdapat dua macam

larutan standar, yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar

primer yaitu larutan dimana dapat diketahui kadarnya dan stabil pada proses penimbangan

pelarutan, dan penyimpanan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai larutan

baku primer, antar lain :

Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan dan mudah

dipertahankan dalam keadaan murni.

Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi ini mengisyaratkan

bahwa zat tak boleh higroskopis, tak pula dioksidasi oleh udara, atau dapat

dipengaruhi oleh karbon dioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak

berubah selama penyimpanan.

Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji –uji kualitatif atau uji-uji

lain yang kepekaannya diketahui.

Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat

diabaikan.

Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi pada mana ia digunakan.

Reaksi larutan standar ini harus stoikiometrik dan praktis lengkap. Sesatan harus

dapat diabaikan atu mudah ditetapkan dengan cermat secara eksperimen.

Contoh-contoh larutan baku :

Bahan baku asam : KHC8H4O8, C6H8COOH, NH2SO3H, H2C2O4

Bahan baku basa : Na2C2O3, Na2B4O7.10H2O

Bahan baku pengoksidasi :K2Cr2O7

Bahan baku pereduksi : Na2C2O4, As2O3, Fe

Bahan baku lainnya : CaCO3, NaCl

Larutan baku sekunder yaitu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan

pembakuan dengan larutan baku primer. Syarat-syarat larutan baku sekunder adalah :

Derajat kemurnian lebih rendah daripada baku primer

Berat ekuivalennya tinggi

Larutan ralatif stabil dalam penyimpanan

Contoh larutan baku sekunder diantaranya : NaOH, HCl, KMnO4, Na2S2O3, AgNO3,

I2, KSCN, EDTA, NH4OH, KOH.

Fenolftalein adalah asam ringan yang biasa digunakan untuk tujuan medis dan ilmiah.

Di dalam laboratorium, fenolftalein biasanya digunakan untuk menguji keasaman zat

lainnya. Fnolftalein adalah bubuk kristal berwarna putih, tapi kadang memiliki semburat

kuning. Fenolftalein sering digunakan untuk titrasi. Fenolftalein umumnya tidak larut

dalam air tetapi dapat larut dalam beberapa jenis alkohol seperti etanol dan eter. Indikator

PP tidak berwarna dalam bentuk HIn (asam) dan berwarna merah jambu dalam bentuk In-

(basa).

Perhatikan reaksi berikut :

HIn + H2O ↔ H2O- + In-

Jika suatu asam ditambahkan, maka nilai [H+] akan bertambah, menyebabkan

kesetimbangan bergeser ke kiri. Ketika kesetimbangan bergeser ke kiri maka HIn- pun

meningkat. Hal ini menyebabkan indikator PP tidak berubah warna. Ketika [OH-]

meningkat, maka nilai kesetimbangan bergeser ke kanan, menyebabkan In- meningkat.

Hal ini menyebabkan warna larutan berubah merah lembayung. Trayek pH pada indikator

PP adalah antara 8,2 – 10.

Pada praktikum ”Asidi-Alkalimetri” dilakukan 3 percbaan. Percobaan pertama adalah

Asidimetri. Pada percobaan ini, dilakukan penetapan kenormalan NaOH dengan

menggunakan larutan H2C2O4 0,1 N. H2C2O4 adalah sebagai titran dala percobaan ini dan

NaOH adalah sebagai titrat yang akan ditetapkan kadarnya. Pada awal percobaan, larutan

NaOH dimasukkan sebanyak 10 mL ke dala m Erlenmeyer. Erlenmeyer berfungsi sebagai

wadah titrat yang akan dititrasi. Setelah itu, ditambahkan dengan indikator PP.

Penambahan indikator pp bertujuan untuk memberi indikator yang dapat mendeteksi

perubahan warna saat titik akhir titrasi. Indikator PP merupakan indikator asam-basa yang

menjadi berwarna merah lembayung saat suasana larutan bsa dan tak berwarna saat

suasana larutan asam. Saat dibubuhi indikator PP, larutan NaOH menjadi merah

lembayung. Hal ii terjadi karena NaOH merupakan basa yang dapat mengubah warna

indikator PP. setelah itu, buret diisi dengan larutan H2C2O4 0,1 N. pada saat akan mengisi

buret, buret terlebih dahulu dibilas bagian dalamnya dengan larutan H2C2O4 yang akan

digunakan. Ini bertujuan untuk membersihkan bagian dalam buret dan untuk membuat

kondisi di dalam buret homogen dan tidak terkontaminasi zat lain. Pada saat pengisian

buret harus diperiksa dan dipastikan tidak ada gelembung udara dalam buret, sebab

gelembung udara akan mempengaruhi volume larutan. Karena, ruang yang seharusnya

berisi larutan H2C2O4 justru berisi gelembung udara sehingga volume larutan tersebut

berkurang. Saat buret telah siap, maka titrasi dimulai. Peniteran harus dilakukan setetes

demi stetes. Sebab dalam titrasi asam-basa saat mendekati titik akhir titrasi warna larutan

akan berubah dengan tajam saat penambahan tetes terakhir larutan peniter. Oleh sebab itu,

peniteran harus dilakukan setetes demi setetes agar TAT terdeteksi dengan tepat. Saat

titrasi, Erlenmeyer harus terus digoyangkan perlahan-lahan secara konstan dan searah. Hal

ini bertujuan untuk menyempurnakan dan meratakan reaksi antara titran dan titrat di

seluruh bagian larutan yang ada di dalam Erlenmeyer. Peniteran dilakukan secara duplo

untuk memastikan kebenaran hasil titrasi. Dari hasil titrasi diperoleh volume akhir titrasi

simplo sebesar 4,75 mL dan volume akhir titrasi duplo sebesar 5,00 mL. dari kedua data

diambil rata-rata nilai sehingga diperoleh rata-rata sebesar 4,875 mL. Hasil dari dua kali

titrasi hendaknya tidak berbeda lebih dari 0,05 mL. Sehingga dapat dikatakan hasil dari

simplo dan duplo mendekati kebenaran nilai yang sebenarnya. Namun, pada praktikum

perbedaan simplo dan duplo lebih dari 0,05 mL, yaitu mengalami perbedaan sebesar 0,25

mL. hal ini dapat disebabkan beberapa faktor, seperti penetesan titran yang berlebihan

sehingga TAT tidak terdeteksi dengan tepat, pengocokan pada Erlenmeyer tidak dilakukan

secara konstan sehingga reaksi dalam Erlenmeyer tidak merata, dan masih banyak lagi hal

yang menyebabkan nilai antara simplo dan duplo berbeda cukup jauh. Setelah didapatkan

volume rata-rata, maka kenormalan zat/larutan NaOH dapat dihitung dengan

menggunakan rumus titrasi V1 x N1 = V2 x N2. Setelah setiap data dimasukkan dan

dihitung, diperoleh normalitas larutan NaOH sebesar 0,0487 N.

Pada percobaan kedua, dilakukan titrasi alkalimetri. Pada percobaan ini, dilakukan

penetapan kenormalan H2C2O4 dengan larutan baku NaOH 0,1 N. Perlakuan pada

percobaan ini sama dengan pada percobaan asidimetri. Hanya saja terdapat perbedaan

yaitu larutan standar dalam prcobaan ini adalah NaOH. Berarti, NaOH adalah sebagai

titran untuk menetapkan kenormalan H2C2O4 yang merupakan titrat. 10 mL H2C2O4 dalam

Erlenmeyer yang kemudian dtambahkan dengan 3 tetes indikator pp tetap berwarna

bening. Hal ini berbeda dengan saat percobaan asidimetri dimana NaOH menjadi merah

lembayung saat dibubuhi indikator pp. Hal ini terjadi Karena saat indikator pp diteteskan

ke dalam larutan asam maka terjadi penambahan [H+] dan [OH-] berkurang. Ini

menyebabkan kesetimbangan bergeser kearah kiri, perubahan ini menjadi HIn sehingga

larutan tidak berwarna. Berbeda dengan saat NaOH dibubuhi indikator pp, maka [OH-]

bertambah dan [H+] berkurang sehingga kesetimbangan bergeser ke kanan kearah In yang

menyebabkan perubahan warna. Saat menuju TAT, maka kesetimbangan bergerak

kembali dan menuju arah berlawanan yang menghasilkan peribahan warna.

HIn + H2O ↔ H2O- + In-

Larutan dalam Erlenmeyer kemudian dititrasi hingga terjadi perubahan warna, yaitu

munculnya warna merah lembayung yang tipis. Semakin warna larutan pudar dan hampir

tak terlihat maka nilai volume titrasi semakin mendekati kebenaran. Sebab TAT erjadi

saat larutan pada TE kelebihan 1 tetes titran. Setelah dilakukan duplo, ternyata warna

larutan pada duplo lebih pekat dibandingkan pada simplo. Ini disebabkan pada duplo, titrat

mengalami terlalu banyak kelebihan titran sehingga warnanya menjadi lebih pekat.

Volume duplo yang diperoleh adalah 21,2 mL dan volume simplo sebesar 20,95 mL. Dari

hasil, didapat perbedaan antara simplo dan duplo sebesar 0,25. Rata-rata volume yang

diperoleh adalah sebesar nilai 21,075 mL. dari hasil tersebt diperoleh kenormalan H2C2O4

sebesar 0,2107 N.

Pada percobaan ketiga dilakukan penetapan kadar asam asetat dalam cuka

perdagangan. Pada awalnya, dilakukan pengenceran cuka perdagangan menjadi 1%, lalu

diencerkan dengan mengambil 10 mL larutan yang telah diencerkan, kemudian diencerkan

lagi menjadi 100 mL. pengenceran dilakukan sebanyak 2 kali. Pengenceren bertujuan

untuk mengurangi kepekatan larutan sample, agar saat titrasi volume titran yang

digunakan tidak terlalu banyak dan TAT dapat lebih cepat tercapai. Cuka perdagangan

yang telah diencerkan diambil sebanyak 10 mL ke dalam Erlenmeyer. Erlenmeyer

berfungsi sebagai wadah titrat saat dilakukan titrasi. Ke dalam Erlenmeyer berisi cuka

perdagangan ditambahkan 3 tetes indikator PP. tidak terjadi perubahan warna, sebab cuka

merupakan asam dan indikato PP tidak berubah warna dalam suasana asam. Lalu

dilakukan peniteran dengan larutan standar NaOH 0,1 N hingga TAT berupa perubahan

warna larutan menjadi merah lembayung terlihat. TAT tercapai pada volume 1,20 mL.

volume NaOH yang dibutuhkan sedikit sebab kepekatan dari sample juga tidak telalu

pekat. Hal ini menyebabkan TAT lebih cepat dicapai. Setelah dilakukan perhitungan,

diperoleh kadar CH3COOH dalam cuka perdagangan memang rendah. Pada saat titrasi

dilakukan, di bagian bawah permukaan dari tiang statif diletakkan kertas putih. Hal ini

dilakukan agar wana dan dan perubahan warna pada larutan menjadi lebih jelas terlihat.

Dalam perhitungan konsentrasi dan juga penetapan konsentrasi, digunakan Normalitas

dalam titrasi. Hal ini digunakan sebab dengan penggunaan satuan konsentrasi normalitas

maka perhitungannya tidak mengabaikan jumlah elektron, H+, OH-, dan juga bst (bobot

setara) suatu larutan. Berbeda dengan molaritas yang tidak memperhitungkan jumlah

elektron, H+dan OH- yang ikut bereaksi. Sehingga, hasil titrasi dengan penggunaan satuan

Normalitas mejadi lebih akurat. Ketika menghitung kadar CH3COOH dalam cuka

perdgangan digunakan faktor pengenceran. Faktor pengenceran dalam hal ini ikut

diperhitungkan, sebab dari larutan sample yang telah dibuat hanya beberapa mL yang

digunakan untuk titrasi. Dalam percobaan ini faktor pengencerannya adalah 100

10,

maksudnya dari 100 mL larutan yang dibuat diambil 10 mL untuk titrasi. Tujuan dari

pegnenceran cuk perdagangan sebelum titrasi adalah untuk mengencerkan cuka.

Sehingga, saat dititrasi NaOH standar yang merupakan titran yang digunakan dalam

menetapkan kadar CH3COOH digunakan lebih sedikit. Selain itu, hal ini menyebabkan

TAT lebih cepat tercapai dan proses titrasi lebih cepat.

Dari percobaan ini, ada beberapa hal yang dipahami oleh praktikan. Salah satunya

adalah bahwa pada proses titrasi adalah proses penentuan kadar atau konsentrasi larutan

dengan meneteskan larutan yang sudah diketahui konsetrasinya hingga dicapai titik

dimana nilai mol zat setara. Salah satu jenis dari titrasi tersebut adalah titrasi penetralan

(asidi-alkalimetri). Asidimetri adalah titrasi dimana konsentrasi suatu basa ditetapkan

dengan menggunakan asam yang telah diketahui konsentrasinya. Sebaliknya, alkalimetri

menetapkan konsentrasi asam dengan larutan baku yang sudah diketahui konsentrasinya.

Ada istilah-istilah yang dikenal dalam titrasi. Titran adalah larutan yang sudah diketahui

konsentrasinya dan digunakan untuk menentukan konsentrasi zat lain. Titrat adalah

larutan yang akan dicari konsentrasinya melalui titrasi. Titik Ekuivalen (TE) adalah titik

dimana jumlah mol titrat dan titran adalah setara, titik ini juga dikenal sebagai titik akhir

stoikiometri. Lalu ada pula Titik Akhir Titrasi (TAT) dimana terjadi saat TE kelebihan 1

tetes titran sehingga indikator mengalami perubahan visual. Dalam praktikum ini ada

beberapa hal yang dapat dipahami. Pada praktikum asidimetri, dilakukan penetapan

NaOH oleh standar H2C2O4. Indikator PP yang digunakan mengubah warna larutan NaOH

yang akan ditetapkan kadarnya menjadi merah lembayung. Ini terjadi sebab indikator PP

yang bertemu larutan basa akan mengubah warna larutan menjadi merah lembayung. Saat

dititrasi, TAT tercapai ketika warna larutan menjadi bening kembali sebab suasana larutan

di Erlenmeyer menjadi kelebihan asam dan membuat warna indikator bening. Pada

percobaan alkalimetri, dilakukan penetapan kadar H2C2O4 dengan standar NaOH.

Indikator PP tidak mengubah warna titrat saat diteteskan, sebab dalam suasana asam

indikator PP tidak mengubah warna larutan. Saat dititrasi dan TAT tercapai, warna larutan

menjadi merah lembayung sebab larutan dalam erlenmeyer menjadi kelebihan basa dan

perubahan warna dari indikator menjadi merah lembayung. Pada penetapan kadar

CH3COOH dalam cuka perdagangan dilakukan metode alkalimetri dimana digunakan

larutan standar bas untuk menetapkan kadar asam yang belum diketahui kadarnya. Dalam

titrasi ada beberapa hal yang dipahami. Sebelum melakukan titrasi, buret harus dibilas

dengan larutan titran yang akan diisikan ke dalam erlenmeyer untuk megnhilangkan

kontaminasi dari zat lain. Saat mengisi buret, harus dipastikan tidak ada gelembung udara

yang dapat mengurangi volume larutan titran. Saat melakukan titrasi, sebaiknya ditaruh

alas dibawah erlenmeyer, yang berwarna putih sehingga perubahan warna saat titrasi

menjadi jelas terlihat. Saat titrasi berlangsung, erlenmeyer harus digoyang secara konstan

dan searah, agar reaksi antara titran dan titrat merata dan sempurna. Penetesan titrn

haruslah setetes demi setetes, sebab dalam titrasi warna dan perubahan warna dari

indikator dapat berubah secara tajam di sekitaran TAT, dan perubahan tersebut dapat

terjadi dengan 1 tetes titran. Dalam pengambilan data tirasi, sebaiknya dilakukan secara

duplo untuk meyakinkan kebenaran hasil titrasi. Dan perbedaan antara simplo dan duplo

hendaknya tidak lebih dari 0,05 mL agar data dapat diyakini kebenarannya. Saat

menetapkan kadar suatu zat, dimana zat tersebut diencerkan sebelum ditirasi maka saat

perhitungan kadar harus dilibatkan faktor pengenceran. Faktor pengenceran dilibatkan

agar dapat diketahui kadar asli zat sebelum diencerkan. Sehingga hanya membutuhkan

sedikit larutan titran untuk mencapai TAT. Dan juga saat menghitung dan menetapkan

konsentrasi suatu zat sebaiknya digunakan satuan normalitas, sebab normalitas lebih

akurat. Dimana nilai valensi, bobot setara, dan juga H+ dan OH- yang ikut terlibat dalam

reaksi turut diperhitungkan.

Sifat fisik dari NaOH :

Berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran, ataupun

larutan jenuh 50%

Bersifat lembab air

Sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan

Titik leleh 318℃

Titik didih 1390℃

Senyawa ini densitasnya 2,1 g/mol

Sifat kimia NaOH :

Larutannya merupakan basa kuat saat terlarut sempurna dalam air

Bisa didapat dengan larutan HCl akan dinetralkan dimana terbentuk garam dan air

dengan reaksi :

NaOH + HCl NaCl + H2O

Senyawa ini sangat mudah membentuk ion Natrium dan Hidroksida

Sifat fisik dari H2C2O4 :

Berwarna putih, Kristal, dan tidak berbau

Melting point : 101,5 ℃

Densitas1,653 g/cm3

∆ Hf (18℃) : -1422 Kj/mol

pH (0,1 M) : 1,3

Sifat kimia H2C2O4 :

Didapatkan dari reaksi pemanasan gula (sukrosa) dengan oksigen

Memiliki afinitas yang besar terhadap air

Dapat menggantikan hidrogen dalam reaksinya dengan logam aktif, dan

membentuk garam sulfat

Dapat digunakan sebagai pembersih logam

Sifat fisis CH3COOH :

Berbentuk cairan tidak berwarna dan berbau tajam

pH (20 ℃) adalah 2,5

kekentalan dinamik (20 ℃) 1,22 mm2/s

kekentalan kinematic (20 ℃) 1,77

Titik didih 116-118 ℃

Titik lebut 17℃

Sifat kimia CH3COOH :

Bereaksi dengan alcohol menghasilkan ester

Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol

Struktur Kristal asetat menunjukkan molekul-molekul asam asetat berpasangan

membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen

Dari praktikum Asidi-Alkalimetri terdapat beberapa faktor kesalahan, diantaranya :

Pada saat titrasi, pengocokan tidak dilakukan secara konstan sehingga reaksi dalam

erlenmeyer tidak merata

Pada saat titrasi, banyak larutan titran yang menempel di dinding bagian dalam

erlenmeyer dan tidak ikut bereaksi dengan titrat. Hal ini menyebabkan kesalahan

mendeteksi TAT. Sebab, dalam titrasi 1 tetes dapat mengidentifikasi perubahan

warna yang tajam

Kelebihan saat meneteskan titran, sehingga TAT yang terdeteksi tidak sesuai

dengan TAT yang sebenarnya

Kesalahan dalam meimbaca skala buret saat TAT terjadi

Perbedaan yang jauh antara nilai simplo dan duplo. hal ini terjadi karena penetesan

titran yang berlebihan sehingga tidak mendeteksi TAT secara benar

Pada penetapan kadar CH3COOH dalam cuka perdagangan, hanya dilakukan

secara simplo. Hal ini menyebabkan tidak ada data pembanding untuk memastikan

kebenaran dari hasil titrasi

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada percobaan asidimetri, volume rata-rata titran yang dihasilkan setelah dititrasi

secara duplo sebesar 4,875 mL

Pada percobaan alkalimetri, volume rata-rata titran yang dihasilkan setelah dititrasi

secara duplo sebesar 21,075 mL

Volume titran yang dihasilkan setelah cuka dagang diencerkan sebanyak 2 kali dan

dititrasi dengan NaOH 0,1 N adalah sebesar 1,20 N

5.2 Saran

Sebaiknya, untuk praktikum selanjutnya dilakukan titrasi menggunakan asam atau

basa yang lain, misalnya HCL dan KOH.

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J.,dkk. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : EGC.

Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.

Keenan, dkk. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Oxtoby, David W. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta : Erlangga.

Petrucci, Ralph. 1987. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pentingnya reaksi oksidasi reduksi dikenal sejak awal kimia. Reaksi oksidasi

reduksilah reaksi kimia yang disertai dengan perubahan bilangan oksidasi, reaksi redoks

ada yang berlangsung spontan dan tidak spontan. Reaksi redoks yang berlangsung spontan

digunakan sebagai sumber arus, yaitu dalam sel volta seperti aki dan baterai. Reaksi

redoks yang berlangsung non spontan dapat berlangsung dengan menggunakan arus

listrik, yaitu dalam elektrolisis.

Di dalam tanah proses pembentukan-pembentukan oksidasi dan reduksi sangat

berhubungan erat. Oksidasi tanpa oksigen maka proses oksidasi tidak dapat berlangsung.

Hal ini dikarenakan pada proses oksidasi dan reduksi, oksigen berperan sebagai unsur

yang menjalankan reaksi pada proses oksidasi dan reduksi. Reaksi oksidasi dan reduksi

dalam tanah biasanya digunakandalam kompleks pada pembentukan lapisan tanah. Reaksi

ini bertindak sebagai sumber ion-ion penyusun unsur dalam lapisan oksidasi dan reduksi

dalam tanah.

Reaksi ini digunakan untuk membedakan antara reaksi pembentukan lapisan

oksidasi atau lapisan reduksi yang terjadi pada tanah. Keadaan pada proses pembentukan

lapisan reduksi ditandai oleh terbentuknya lapisan perak pada wadah atau tabung reaksi.

Reaksi ini pula digunakan dalam proses pembentukan perak. Demikian pula dengan

kondensasi lapisan oksidasi tanah yang reaksinya membentuk senyawa karboksilat

sehingga adisi terhadap ikatan rangkap karbon oksigen melibatkan serangan suatu

nukleofil pada karbonil, sehingga pH meningkat diatas 5,0 akibatnya aktivitas bakteri

pengoksidasi terhambat. Dalam oksidasi reduksi suatu densitas di ambil dari dua zat yang

bereaksi. Perkembangan sel elektrolit juga sangat penting. Sel dan elektrolisis adalah dua

contoh penting dalam kehidupan sehari-hari dan dalam industri kimia. Reaksi oksidasi

yaitu suatu proses menerima atau memperoleh satu elektron atau lebih.

Oleh karena tiu, melalui percobaan ini dilakukan untuk mengetahui dan dapat

memahami konsep reaksi oksidasi-reduksi, reaksi-reaksi yang tergolong reaksi reduksi

maupun oksidasi. Percobaan ini dilakukan juga untuk dapat mamahami konsep reaksi

redoks serta zat-zat yang terlibat dalam reaksi reduksi-oksidasi seperti zat pengoksidasi

atau oksidator dan zat reduksi atau reduktor. Percobaan ini juga dilakukan untuk

mengetahui perbandingan you c 1000 mg dengan larutan buavita setelah ditambahkan

KmnO4 dan ditambahkan dengan I2 dan juga mengetahui volume penitrasi pada percobaan

analisa kuantitatif standarisasi KmnO4. Sehingga dapat mengaplikasikannya di dalam

kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan Percobaan

Mengetahui hasil reaksi antara Vitamin C ditetesi KMnO4 dan I2.

Mengetahui perbandingan larutan You C 1000 mg dengan larutan buavita setelah

ditambahkan KMnO4.

Mengetahui volume penitrasi pada percobaan analisa kuantitatif standarisasi KMnO4.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Reaksi setengah sel yang melibatkan hilangnya elektron disebut reaksi oksidasi.

Istilah “Oksidasi” pada awalnya berarti kombinasi unsur dengan oksigen. Namun, istilah

itu sekarang memiliki arti yang lebih luas. Reaksi setengah sel yang melibatkan

penengkapan elektron disebut reaksi reduksi. Dalam contoh diatas, kalsium bertindak

sebagai zat pereduksi karena memberikan elektron pada oksigen dan menyebabkan

oksigen tereduksi. Oksigen tereduksi bertindak sebagai zat pengoksida Karena menerima

elektron dari kalsium dan menyebabkan kalsium teroksidasi. Dalam persamaan reaksi

redoks tingkat oksidasi harus sama dengan tingkat reduksi yaitu jumlah elektron yang

hilang oleh zat pereduksi harus sama dengan jumlah elektron yang diterima oleh suatu zat

pengoksida (Chang, 2005).

Reaksi reduksi oksidasi atau reaksi redoks berperan dalam banyak hal dalam

kehidupan sehari-hari. Reaksi redoks dapat berguna bagi pembakaran bahan bakar minyak

bumi, dan digunakan juga sebagai cairan pemutih. Selain itu, sebagai unsure logam dan

nonlogam diperoleh dari bijihnya melalui proses oksidasi atau reduksi. Contohnya dalam

reaksi pembentukan kalsium oksida (Cao) dari kalsium dan oksigen.

2Ca(s) + O2(g) 2CaO(s)

Kalsium oksida (CaO) adalah senyawa ionik yang tersusun atas ion Ca2+ dan O2-. Dalam

reaksi pertama, dua atom Ca memberikan atau memindahkan empat electron pada dua

atom O (dalam O2). Agar lebih mudah dipahami, proses ini dibuat sebagai dua tahap

terpisah, tahap yang satu melibatkan hilangnya empat electron dari dua atom Ca dan tahap

lain melibatkan penangkapan empat electron oleh molekul O2,

2Ca 2Ca2+ + 4e-

4ē + O2 2O2-

Setiap tahap diatas dapat disebut sebagai reaksi setengah sel ( half-reaction), yang secara

eksplisit menunjukkan banyaknya electron yant terlibat dalam reaksi (Chang, 2005).

Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mereduksi senyawa.

Senyawa lain dikatakan sebagai reduktif dan dikenal sebagai reduktor atau agen reduksi.

Reduktor melepaskan elektronnya kee senyawa lain sehinggga ia sendiri teroksidasi. Oleh

karena itu is “mendonorkan” elektrodanya ia juga di sebut sebagai penderma elektron.

Senyawa-senyawa yang berupa sebagai reduktor sangat bervariasi. Unsur-unsur logam

seperti Li, Na, Mg, Fe, Zn dan Al dapat digunakan sebagai reduktor logam-logam ini dapat

memberikan elektrodannya dengan mudah. Reduktor jenis lainnya adalah reagen transfer

hibrida, misalnya NaBH4 dan lainnya, reagen ini digunakan dengan luas dalam kimia

organik, terutama dalam reduksi senyawa-senyawa karbonil menjadi alcohol. Metode

reduksi lainnya yang juga berguna melibatkan gas hidrogen (H2) dengan katalis paladium,

platinum, atau riak reduksi katalitik ini utamanya di gunakan pada reduksi ikatan rangkap

dua atau tiga karbon-karbon cara yang mudah unutk melihat proses redoks adalah redactor

mentransfer elektronya ke teroksidasisehingga dalam reaksi, reduktor melepaskan

elektrondan teroksidasi dan oksidator mendapatkan electron dan tereduksi. Pasangan

oksidator dan reduktor yang terlibat dalam sebuah reaksi di sebut sebagai pasangan redoks

(Petrucci, 1987).

Definisi tentang oksidasi dan reduksi dapat juga dikembangkan menjadi

pengertian yang lebih luas dan jelas Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan

hilangnya satu electron atau lebih dari dalam zat ( atom, ion atau molekul ). Bila suatu

unsur dioksida, keadaan oksidasinya berubah ke harga lebih positif. Suatu zat

pengoksidasi diartikan sebagai zat yang memperoleh electron, dan dalam proses itu zat itu

direduksi. Reduksi, sebaliknya adalah suatu proses yang melibatkan diperolehnya satu

electron atau lebih dari suatu zat ( atom, ion atau molekul ). Bila suatu unsure direduksi,

keadaaan oksidasi berubah menjadi lebih negative ( kurang positif ). Jadi zat pereduksi

merupakan zat yag kehilangan electron, dalam proses itu zat ini dioksidasi. Definisi

reduksi juga sangat umum dan berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan, maupun

gas. Sejumlah besar reaksi oksidasi dan reduksi akan dicantumkan diantara reaksi yang

digunakan untuk identifikasi ion. Beberapa contoh zat pengoksidasi kuat adalah KMnO4.

1. Kalium permanganat (KMnO4), merupakan zat padat cokelat tua yang merupakan

pengoksidasi kuat, yang bekerja berlainan menurut pH dari medium. Dalam suasana asam,

ion pemanganat direduksi menurut proses 5 elektron, Mn berubah dari +7 ke +2,

MnO4- + 8H+ + 5ē Mn2+ + 4H2O

dalam suasana netral atau setengah basa permanangat direduksi jadi mangan dioksida.

MnO4- + 4H+ + 3ē MnO2 + 2H2O

2. Logam seperti zink, besi, dan aluminium, seringkali logam ini digunakan sebagai

bahan pereduksi. Kerja logam ini disebabkan oleh pembentukan ion, biasanya ion itu ada

dalam keadaan oksidasi terendah, Contohnya :

Zn Zn2+ + 2ē

Fe Fe2+ + 2ē

AI AI3+ + 3ē ( G. Svehla, 1990 ).

Suatu unsur dapat bergabung dengan unsure lain membentuk senyawa dengan

valensi tertentu. Istilah valensi dikemukakan oleh Wichelhaus yang artinya jumlah ikatan

suatu unsur terhadap yang lainnya. Dalam menentukan valensi unsur, kita harus

menuliskan struktur molekul senyawa terlebih dahulu. Oleh karena itu, cara ini kurang

praktis dan sebagai gantinya ditemukan cara bilangan oksidasi. Bilangan oksidasi suatu

unsur adalah muatan suatu atom dalam senyawa, seandainya semua elektron yang dipakai

bersama menjadi milik atom yang lebih elektronegatif. Contohnya molekul H2O, karena

O2 lebih elektronegatif maka ia kelebihan dua electron dari dua hydrogen. Akibatnya

bilangan oksidasi oksigen = -2 dan hydrogen = +1. Bilangan oksidasi dapat positif atau

negative. Nilai itu bukan merupakan hasil percobaan melainkan merupakan perjanjian.

Perjanjian atau atau aturan dalam menentukan bilangan oksidasi adalah sebagai berikut :

1. Setiap unsur bebas mempunyai bilangan oksidasi = 0, Contohnya H2,Fe, He, S8, dan P4.

2. Hidrogen dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +1, Contohnya HCI,

H2SO4 dan HCIO4.

3. Oksigen dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi -2 Contohnya H2O, HIVO3 dan

NOH.

4. Unsur-unsur golongan alkali ( IA ) dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +1,

Contohnya NaCI, KOH, dan Li2SO4.

5. Unsur-unsur golongan dikali tanah ( II A ) dalam senyawa mempunyai bilangan

oksidasi +2 contohnya CaO, BaCO, dan SrSO4.

6. Ion Fluar ( F ) dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi -1, Contohnya HF, LIF,

dan CaF2.

7. Sebuah ion mempunyai bilangan oksidasi sama dengan muatannya Contohnya C1-= -1,

SO42- = -2, dan Ca+2 = 2.

8. Senyawa netral mempunyai bilangan oksidasi 0 contohnya HCI = 0, KBr = 0, dan

Na2SO4 = 0.

Dari aturan diatas dapat ditentukan bilangan oksidasi suatu unsur dalam senyawa

tanpa menuliskan struktur molekulnya. Bilangan oksidasi berguna dalam menuliskan

rumus senyawa antara ion positif dan ion negatif. Rumus harus sedemikian rupa sehingga

bilangan oksidasi senyawa adalah 0 atau jumlah muatan negatif dan positifnya sama

(Syukri, 1999).

Dalam reaksi redoks, ada beberapa perbedaan dalam bidang oksidasi atau keadaan

oksidasi atau keadaan oksidasi ( istilah ini digunakan untuk memperlihatkan sesuatu yang

saling mengubah ) dari dua atau lebih suatu unsur. Perhatikan suatu reaksi yang

melibatkan magnesium dan oksigen.

2Mg + O2 2MgO

0 0 +2 -2

Dimana ditulis bilangan oksidasinya dibawah nama senyawa tesebut, terlihat bahwa

bilangan oksidasi Mg berubah dari 0 menjadi +2 dan bilangan oksidasi 0 berubah dari 0

menjadi -2. Dengan demikian, oksidasi Mg diikuti oleh bertambahnya bilangan oksidasi (

bertambah maksudnya disini adalah bilangan oksidasi Mg menjadi lebih positif ). Reduksi

O2 sebaliknya diikuti oleh berkurangnya bilangan oksidasi 0 menjadi kurang positif atau

kurang negatif. Dengan demikian, hal ini memberikan kita cara yang lebiih umum untuk

mendefinisikan oksidasi dan reduksi yang berkaitan dengan perubahaan bilangan oksidasi.

Berdasarkan perubahan bilangan oksidasinya, oksidasi adalah bertambahnya bilangan

oksidasi dan reduksi adalah berkurangnya bilangan oksidasi. Untuk tetap konsisten

dengan definisi sebelumnya, senyawa Pengoksidasi adalah zat yang direduksi, dan

senyawa pereduksi adalah zat yang dioksidasi (Brady, 1987).

Prinsip yang terlibat dalam titrasi oksidasi reduksi secara prinsip identik dengan

dalam titrasi asam basa. Dalam titrasi reduksi oksidasi pilihan indikatornya untuk

menunjukan titik akhir terbatas kadang hantar larutan di gunakan sebagai indicator

berbagai maam senyawa aromatik di reduksi oleh enzim untuk membentuk senyawa

redikal bebas. Secara umum penderma elektrodanya adalah berbagai jenis Havoenzim dan

koenzimnya. Seketika terbentuk radikal-radikal bebas anion ini akan mereduksi oksigen

menjadi super oksida. Rekasi bersihnya adalah oksidasi koenzim Havoenzim dan reduksi

oksigen menjadi super oksida. Tingkah laku katalitik ini di jelaskan sebagai siklus redoks.

Redoks sering di hubungkan dengan terjadinya perubahan warna lebih sering dari pada

yang di amati dalam reaksi asam basa reaksi redoks melibatkan pertukaran elektron dan

selalu terjadi perubahan bilangan oksidasi dari dua atau lebih unsur dari reaksi kimia.

Penerjemaan reaksi redoks agak lebih sulit di tulis dan di kembangkan dari persamaan

reaksi biasa lainya. Karena, jumlah zat yang di pertukarkan dalam reaksi redoks sering

kali lebih dari satu sama lainya dengan persamaan reaksi lain. Persamaan reaksi redoks

harus di seimbangkan dari segi muatan dan materi pengembangan materi biasanya dapat

di lakukan dengan mudah sedangkan penyeimbangan muatan agak sulit karena itu

perhatian harus di curahkan pada penyeimbangan muatan (Petrucci, 1987).

Redoks (reduksi/oksidasi) adalah istilah yang menjelaskan hambatannya bilangan

oksidasi ( keadaan oksidasi ) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia. Hal ini dapat berupa

proses redoks yang sederhana seperti oksidasi karbon yang menghasilkan karbon

dioksida, ataureduksi karbon oleh hydrogen yang menghasilka metana (CH4) ataupun ia

dapat berupa proses yang kompleks seperti oksidasi gula pada tubuh manusia melalui

rentetan transfer elektron yang rumit.

a. Penemu oksigen

Karena udara mengandung oksigen dalam jumlah yang besar kombinasi antara zat dan

oksigen yakni oksidasi paling sering berlangsung di alam. Pembakaran dan perkataran

logam pasti telah menarik perhatian orang sejak dulu.

Reaksi perkaratan :

4Fe + 3O2 2Fe2O3

Namun, baru di akhir abad ke-18 kimiawan dapat memahami pembakaran dengan

sebenarnya. Pembakaran dapat di pahami hanya ketika oksigen di pahami.

Oksidasi : reduksi dan hidrogen

Oksidasi : mendorong hidrogen

Reduksi : menerima hidrogen

b. Peran hydrogen

Ternyata tidak semua reaksi oksidasi dengan senyawa organic dapat di jelaskan dengan

pemberian dan penerimaan oksigen. Misalnya walaupun reaksi untuk mensintesis

aniline dengan mereaksikan nitro benzene dan besi dengan kehadiran HCl adalah reaksi

oksidasi reduksi dalam kerangka pemberian dan penerimaan oksigen pembentuk

CH3CH3 dengan penambahan hydrogen pada CH2 = CH2, tidak melibatkan

pemberian dan penerimaan oksigen. Namun 1 penambahan hydrogen berefek sama

dengan pemberiaan oksigen. Jadi, etana di reduksi dalam reaksi ini :

Oksidasi : reduksi dan hidrogen

Oksidasi : mendonorkan hidrogen

Reduksi : menerima hidrogen

c. Peran electron

Pembakaran magnesium jelas reaksi oksidasi reduksi yang melibatkan pemberian dan

penerimaan oksigen

2Ng + O2 2MgO

Reaksi antara magnesium dan klorin tidak di ikuti dengan pemberian dan penerimaan

oksigen

Mg + Cl2 MgCl2

Namun, mempertimbangkan valensi magnesium merupakan hal yang logis untuk

mengangap ke dua reaksi dalam kategori yang sama memang, perubahan magnesium

Mg Mg3

Umum untuk kedua reaksi dan dalam kedua reaksi magnesium dioksida dalam

kerangka ini keberlakuan yang lebih umum akan dicapai bila oksidasi-reduksi

didefinisikan dalam rangka pemberian dan penerimaan elektron.

Oksidasi : reaksi elektron

Oksidasi : mendorong elektron

Reduksi : menerima elektron

Oksidasi reduksi seperti dua sisi dari selembaran kertas, jadi tidak mungkin oksidasi

atau reduksi berlangsung tanpa disertai lawannya, bila zat menerima elektron maka

harus ada yang mendonorkan elektron tersebut. Dalam oksidasi reduksi, senyawa yang

menerima elektron dari lawannya disebut oksidasi (bahan pengoksidasi) sebab

lawannya akan teroksidasi. Lawan oksidan yang medonorkan elektron pada oksidan

disebut dengan redukton (bahan pereduksi) karena lawannya oksidan tadi tereduksi

suatu senyawa dapat berlaku sebagai oksidan dan juga redukton. Suatu senyawa dapat

berlaku sebagai oksidan dan juga redukton. Bila senyawa itu mendonorkan electron

pada lawannya, senyawa ini dapat menjadi redukton. Sebaiknya bila senyawa ini muda

menerima elektron senyawa itu adalah oksidan.

d. Bilangan oksidasi

Bilangan oksidasi suatu unsure menyatakan banyaknya electron yang dapat dilepas di

terima maupun digunakan bersama dalam membentuk ikatan dengan unsure lain

bilangan oksidasi dapat berupa positif nol atau negatif. Senyawa-senyawa yang

memiliki kemampuan unutk mengoksidasi senyawa lain di katakan sebagai oksidatif

dan dikenal sebagai oksidator atau agen oksidasi. Oksidator melepaskan electron dari

senyawa lain sehingga dirinnya sendiri tereduksi oleh karena ia “menerima” elktron ia

juga di sebut sebagai penerima electron. Oksidator biasannya adalah senyawa-senyawa

yang memiliki unsure. Unsure dengan bilangan oksidasi yang tinggi seperti H2O2,

MNO4, CrO3, Cr2O, O5Ou) atau senyawa, senyawa yang sangat elektronegatif sehingga

dapat mendapatkan satu atau dua elektron yang lebih dengan mengoksidasi sebuah

senyawa (misalnya oksigen ). Fluorin, klorin, dan bromine (Petrucci, 1987).

Pengertian oksidasi untuk menyatakan setiap perubahan kimia yang memeberikan

arti adanya kenaikan dalam bilangan oksidasi sebagai contoh: bila hidrogen, H2, bereaksi

dengan oksigen untuk membentuk air, H2O, maka atom-atom hidrogen bilangan

oksidasinya berubah dari 0 menjadi +1 dikatakan H2 mengalami oksidasi. Bila sukrosa,

C12H22O11, dibakar hingga menjadi karbon dioksida, CO24 maka atom-atom karbon naik

dalam bilangan oksidasinya dari 0 menjadi +4, dikatakan juga sukrosa dioksidasi.

Pengertian reduksi digunakan untuk menyatakan setiap penurunan dalam bilangan

oksidasi (Underwood, 1999).

Dalam kimia organik, reaksi oksidasi biasanya diartikan sebagai penambahan

oksigen kedalam molekul atau lepasnya hidrogen dari molekul, sedangkan reaksi reduksi

diartikan sebagai masuknya hidrogen kedalam molekul organik atau keluarnya oksigen

dari dalam molekul organik. Batasan yang lebih umum dari reaksi oksidasi-reduksi adalah

berdasarkan pemakaian bilangan oksidasi pada atom karbon dengan cara memasukkan

bilangan oksidasi pada keempat ikatannya. Contohnya, atom H yang berikatan dengan C

mempunyai bilangan oksidasi 0, dan atom C mempunyai bilangan oksidasi +1. Jika

berikatan tunggal pada heteroatom seperti oksigen, nitrogen, atau sulfur (Riswiyanto,

2009).

Redoks (singkatan dari raksi reduksi-oksidasi) adalah istilah yang menjelaskan

berubahnya bilangan oksidasi (keadaan ooksidasi) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia.

Hal ini dapat berupa proses redoks yang sederhana seperti oksidasi karbon yang

menghasilkan metana (CH4). Ataupun ia dapat berupa proses yang kompleks seperti

oksidasi gula pada tubuh manusia melalui rentetan transfer elektron yang rumit. Istilah

redoks berasal dari dua konsep,, yaitu reduksi dan oksidasi. Ia dapat dijelaskan dengan

mudah sebagai berikut :

Reduksi menjelaskan pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion

Oksidasi menjelaskan penambahan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion

Walaupun cukup tepat untuk digunakan dalam berbagai tujuan, penjelasan diatas tidaklah

persis benar. Oksidasi dan reduksi tepatnya merujuk pada perubahan bilangan oksidasi

karena transfer elektron yang sebenarnya tidak akan terjadi. Sehingga oksidasi lebih baik

didefinisikan sebagai pengikatan bilangan oksidasi dan reduksi sebagai penurunan

bilangan oksidasi. Dalam prakteknya, transfer elektron akan selalu mengubah bilangan

oksidasi, namun terdapat banyak reaksi yang diklasifikasikan sebagai “redoks” walaupun

tidak ada transfer elektron dalam reaksi tersebut (Keenan, 1984).

Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mereduksi sanyawa lain

dikatakan sebagai reduktif dan dikenal sebagai reduktor atau agen reduksi. Reduktor

melepaskan elektronnya ke senyawa lain sehingga ia sendiri teroksidasi. Oleh karena ia

mendonorkan elektronnya, ia juga disebut sebagai penderma elektron senyawa-senyawa

yang berupa reduktor sangat bervariasi. Cara yang mudah untuk melihat proses redoks

adalah reduktor mentransfer elektronnya ke oksidator. Sehingga dalam reaksi reduktor

melepaskan elektron dan teroksidasi dan oksidator mendapatkan elektron dan tereduksi.

Pasangan oksidator dan reduktor yang terlibat dalam sebuah reaksi disebut sebagai

pasangan redoks. Salah satu contoh reaksi redoks adalah antara hidrogen & fluorin.

H2 + F2 2FH

Kita dapat menulis keseluruhan reaksi ini sebagai dua reaksi setengah, reaksi oksidasi,

H2 2H+ + 2e-

Dan reaksi reduksi,

F2 + 2e- 2F-

Penulisan reaksi masing-masing reaksi setengah akan menjadikan keseluruhan proses

kimia lebih jelas, karena tidak terdapat perubahan total muatan selama reaksi redoks,

jumlah elektron yang berlebihan pada reaksi oksidasi haruslah sama dengan jumlah yang

dikonsumsi dengan reaksi reduksi. Unsur-unsur bahkan dalam bentuk molekul, sering kali

memiliki bilangan oksidasi nol. Pada reaksi diatas, hidorgen teroksidasi dari bilangan

oksidasi 0 menjadi +1, sedangkan fluorin tereduksi dari bilangan 0 menjadi -1

H2 2H+ + 2e-

Fe + 2e- 2F-

H2 + F2 2H+ + 2F- (Underwood, 1999).

Biji besi adalah mineral dengan kadar besi yang tinggi, salah satunya, Hemafit,

Fe2O3, secara kimia sangat serupa dengan karet besi yang biasa. Dengan cara yang

disederhanakan, reaski yang menghasilkan besi logam dari hemafit dalam tungku sembur.

Pada reaksi ini, dapat kita bayangkan CO(s) mengambil atom O dari Fe2O3 menghasilkan

CO2(s) dan unsur besi bebas. Istilah yang lazim digunakan untuk mendeskripsikan reaksi

yang zatnya memperoleh atom adalah reduksi. CO(s) teroksidasi dan Fe2O3(s) tereduksi.

Oksidasi dan reduksi harus selalu terjadi bersamaan dan reaksi seperti ini disebut reaksi

oksidasi-reduksi, atau reaksi redoks (Petrucci, 1987).

Elektrokimia adalah cabang ilmu kimia yang berkenaan dengan interkovensienergi

listrik dan energi kimia. Proses elekrokimia adalah reaksi redoks( oksidasi-reduksi)

dimana dalam reaksi ini energi yang dilepas oleh reaksi spontan diubah menjadi listrik

atau dimana energi listrik digunakan agar reaksi yang non spontan bisa terjadi. Dalam

reaksi redoks, elektron-elektron ditransfer dari satu zat ke zat lain. Reaksi antara logam

magnesium dan asam klorida merupakan satu contoh reaksi redoks

Mg(s) + 2HCl (aq) MgCl2(aq) + H2(s)

Ingat bahwa angka yang ditulis diatas unsur adalah bilangan oksidasi dari unsur tersebut.

Dilepasnya elektron oleh suatu unsur selama oksidasi ditandai dengan meningkatnya

bilangan oksidasi unsur itu. Dalam reduksi, terjadi penurunan bilangan oksidasi karena

diperolehnya elektron oleh unsur tersebut. Dalam reaksi yang ditunjukkan disini, logam

Mg dioksidasi dan ion H+ direduksi, ion Cl- adalah ion pengamat (Chang, 2005).

Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan

dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat,

yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan

ditetapkan. Larutan dengan kekuatan (kosentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan

standar. Bobot zat yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume larutan standar yang

digunakan dan hukum-hukum stoikiometri yang diketahui (Basset, 1994).

Larutan standar biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret. Proses

penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi, dan zat yang akan

ditetapkan, dihitung dari volume larutan standar yang digunakan, dititrasi. Titik (saat)

pada mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis

(atau titik akhir stoikiometri). Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu

perubahan, yang tak dapat disalah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar itu

sendiri (misalnya kalium permanganat), atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu

regensia pembantu yang dikenal sebagai indikator. Setelah reaksi antara zat dan larutan

standar praktis lengkap, indikator harus memberi perubahan visual yang jelas (entah suatu

perubahan warna atau pembentukan kekeruhan), dalam cairan yang sedang dititrasi. Pada

titik (saat) pada mana ini terjadi, disebut titik akhir titrasi. Pada titrasi yang ideal, titik

akhir yang terlihat, akan terjadi berbarengan dengan titik akhir stoikiometri atau teoritis.

Namun, dalam praktek, biasanya akan terjadi perbedaan yang sangat sedikit; ini

merupakan sesatan (error) titrasi. Indikator dan kondisi-kondisi eksperimen harus dipilih

sedemikian, sehingga perbedaan antara titik akhir terlihat dan titik ekuivalen adalah

sekecil mungkin (Bassett, 1994).

Regensia dengan konsentrasi yang diketahui, disebut titran (titrant) dan zat yang

sedang dititrasi disebut titrat. Untuk digunakan dalam analisis titrimetri, suatu reaksi harus

memenuhi kondisi-kondisi berikut:

1. Harus ada suatu reaksi yang sederhana, yang dapat dinyatakan dengan suatu persamaan

kimia, zat yang akan ditetapkan harus bereaksi lengkap dengan regensia dalam proporsi

yang stoikiometri atau ekuivalen.

2. Reaksi harus praktis berlangsung dalam sekejap atau berjalan dengan sangat cepat

sekali.

3. Harus ada perubahan yang menyolok dalam energi bebas, yang menimbulkan

perubahan dalam beberapa sifat fisik dan sifat kimia larutan pada titik ekuivalen.

4. Harus tersedia suatu indikator, yang oleh perubahan sifat-sifat kimia dan terlihat secara

fisika (warna atau pembentukan endapan), harus dengan tajam menetapkan titik akhir

titrasi (Bassett, 1994).

Metode titrasi lazimnya dapat dipakai untuk ketelitian yang tinggi dan memiliki

beberapa keuntungan, dimana ia dapat diterapkan, melebihi metode-metode gravimetri.

Metode-metode ini memerlukan peralatan yang lebih sederhana, dan umumnya cepat

dikerjakan; pemisahan dan sukar, sering dapat dihindari. Yang berikut ini diperlukan

untuk analisis titrimetri (1) bejana-bejana pengukur yang dikalibrasi, termasuk buret,

pipet, dan lalu labu volumetri. (2) zat-zat dengan kemurnian yang diketahui untuk

penyiapan larutan-larutan standar. (3) indikator visual atau metode instrumental untuk

mendeteksi lengkapnya reaksi (Bassett, 1994).

Ekuivalen dari suatu zat pengoksit atau pereduksi, paling sederhana didefinisikan

sebagai masa reagensia, yang bereaksi dengan atau mengandung 1.008 g hidrogen

tersedia, atau 8.000 g oksigen tersedia. Dengan “tersedia” dimaksudkan dapat digunakan

dalam oksidasi atau reduksi. Banyaknya oksigen tersedia dapat ditunjukkan dengan

menganalisis persamaan hipotesis, misalnya:

2KMnO4 K2O + 2MnO + 5O

Yang berarti bahwa dalam larutan asam, 2KmnO4 menyerahkan 5 atom oksigen tersedia

yang diambil oleh zat pereduksi, maka ekuivalennya adalah 2KmnO4. Untuk kalium

dikromat dalam larutan asam, persamaan hipotesis itu adalah:

K2Cr2O7 K2O + Cr2O3 + 3O

Ekuivalennya adalah K2Cr2O7 /6 . Penanganan secara elementer ini hanya terbatas

penerapannya, tetapi bermanfaat bagi pemula (Bassett, 1994).

Suatu pandangan yang lebih umum dan mendasar, diperoleh dengan meninjau; (a)

jumlah elektron yang terlibat dalam persamaan ion parsial, yang mewakili reaksi dan (b)

perubahan “bilangan oksidasi” dari suatu unsur yang bermakna dalam oksidasi atau

reduktan. Kedua metode akan ditinjau dengan agak terperinci. Dalam analisis kuantitatif

kita terutama berkepentingan dengan reaksi-reaksi yang berlangsung dalam larutan, yaitu

reaksi ion. Maka kita akan membatasi pembahasan tentang oksidasi-reduksi, pada reaksi-

reaksi demikian. Oksidasi besi (II) klorida oleh klor dalam larutan air dapat ditulis:

2FeCl2 + Cl2 2FeCl3

Atau dapat dinyatakan secara ionik:

2Fe2+ + Cl2 2Fe3+ + 2Cl-

Ion Fe2+ diubah menjadi ion Fe3+ (oksidasi), dan molekul klor netral menjadi ion klorida

Cl- yang bermuatan negatif (reduksi); pengubahan Fe2+ menjadi ion Fe3+ membutuhkan

kehilangan satu elektron, dan transformasi molekul klor netral itu menjadi ion klorida

memerlukan perolehan 2 elektron. Ini menimbulkan pendapat, bahwa untuk reaksi dalam

larutan, oksidasi adalah suatu proses yang melibatkan kehilangan elektron, seperti dalam

Fe2+ + e- Fe3+

Dan reduksi adalah proses oksidasi-reduksi yang sesungguhnya, elektron-elektron

dipindahkan dari zat pereduksi ke zat pengoksidasi. Ini menimbulkan definisi-definisi

berikut. Oksidasi adalah proses, yang mengakibatkan kehilangan satu atau lebih elektron

dari dalam atom atau ion. Reduksi adalah proses, yang mengakibatkan diperolehnya satu

atau lebih elektron oleh ataom atau ion. Zat pengoksid adalah zat yang memperoleh

elektron dan tereduksi; zat pereduksi adalah zat yang kehilangan elektron dan teroksidasi

(Bassett, 1994).

Dalam semua proses oksidasi-reduksi (atau redoks) ada suatu pereaksi (reaktan)

yang mengalami oksidasi , dan satu pereaksi mengalami reduksi, karena kedua reaksi ini

saling melengkapi (komplementer), dan terjadinya berbarengan (serempak) yang satu tak

dapat berlangsung tanpa yang lainnya. Reagensia yang mengalami oksidasi, dinamakan

zat pereduksi atau reduktor. Dan reagensia yang mengalami reduksi disebut pengoksid

atau oksidan. Pengkajian perubahan elektron dalam oksidan dan reduktan merupakan

dasar dari metode elektron ion untuk membuat seimbang persamaan-persamaan ion.

Karenanya, persamaan itu mula-mula diibaratkan menjadi dua persamaan parsial yang

seimbang yang masing-masing menggambarkan oksidasi dan reduksi itu. Haruslah

diingat, bahwa reaksi terjadi dalam larutan-larutan air, sehingga selain ion-ion yang

diberikan oleh oksidan dan reduktan, terdapat pada molekul air H2O, ion hidrogen H+, dan

ion hidroksida OH- yang dapat digunakan untuk memberimbangkan persamaan ion parsial

itu. Perubahan satuan dalam oksidasi atau reduksi adalah muatan dari satu elektron, yang

akan dinyatakan oleh e. Untuk memahami prinsip-prinsip yang telibat, mari kita tinjau

mula-mula reaksi antara besi (III) klorida dan timah (II) klorida dalam larutan air.

Persamaan ion parsial untuk reduksi adalah :

Fe3+ Fe2+

Dan untuk oksidasi adalah :

Sn2+ Sn4+

Dalam golongan-golongan ini termasuk peniteran-peniteran dengan kalium

permanganat KMnO4. Kadang-kadang dipergunakan pengoksidasi-pengoksidasilain,

misalnya kalium dikromat K2Cr2O7, seriom sulfat (Ce(SO4)2) dan sebagainya. Umumnya

cara-cara tersebut digolongkan pada oksidimetri (Chon, 1986).

Dalam lingkungan asam, dua molekul permanganat dapat melepas 5 atom oksigen

(bila ada zat yang dapat dioksidasi oleh oksigen itu)

2KMnO4 + 3H2SO4 K2SO4 + 2MnSO4 + 3H2O + 5O

Karena larutan KMnO4 mempunyai warna tersendiri maka tidak diperlukan penunjuk.

Satu tetes larutan KmnO4 0,1 N dalam 200 mL air akan menghasilkan warna merah jambu

muda yang nyata (Chon, 1986).

Supaya larutan KMnO4 yang baru dibuat tidak berurutan titarnya, harus dibiarkan

dalam dahulu selama 1 minggu. Selama itu zat-zat organik yang masih terkandung dalam

larutan itu akan dioksidasikan, sehingga terbentuk MnO2 (pengoksidasian berlangsung

dalam lingkungan netral) (Chon, 1986).

2KMnO2 + H2O 2MnO2 + 2KOH + 3O

MnO2 yang terbentuk ini merupakan katalis bagi penguraian lebih lanjut. Setelah

dibiarkan selama satu minggu, larutan disaring melalui penyaring agbes atau

penyaring kaca masir. Kemudian larutan KMnO4 disimpan dalam botol berwarna coklat

dan larutan menjadi cukup mantap (Chon, 1986).

Supaya reaksi dengan larutan KmnO4 berlangsung cepat, biasanya peniteran

dilakukan dalam keadaan panas (kurang lebih 60°C). Untuk mengasamkan larutan,

hendaknya dipergunakan larutan H2SO4. Dari persamaan larutan H2SO4. Dari persamaan

reaksi diatas ternyata:

2KMnO4 = 5O = 10 H

Hingga 1 gst KMnO4 = 1/5 gmol = 150/5 = 31, 61 g (Chon, 1986).

Dalam banyak prosedur analitis, analitnya memiliki lebih dari satu kondisi

oksidasi sehingga harus dikonversi menjadi satu kondisi oksidasi tunggal sebelum titrasi.

Sebuah contoh yang sering kita jumpai adalah penentuan besi dalam suatu bijih besi.

Begitu bijih besi tersebut dilarutkan, besi akan hadir baik dalam keadaan oksidasi sebelum

penitrasian dengan sebuah larutan standar dari sebuah agen pengoksidasi. Reagen redoks

yang dipergunakan dalam langkah pendahuluan ini harus dapat mengkonversi analit

dengan cepat dan sempurna ke dalam kondisi oksidasi yang diinginkan. Kelebihan dari

reagen ini biasanya ditambahkan, dan bereaksi dengan titrannya dalam titrasi selanjutnya

(Underwood, 1999).

Berikut ini adalah beberapa jenis reagen yang biasa dipergunakan dalam langkah-

langkah pendahuluan:

-Natrium dan Hidrogen Peroksida

H2O2 + 2H+ + 2e_ 2H2O E = +1,77

-Kalium dan Amonium Peraksodisulfat

S2O82- + 2e- 2SO4

2- E = +2,01

Kalium permanganat telah banyak dipergunakan sebagai agen pengoksidasi

selama lebih dari 100 tahun. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal dan

tidak membutuhkan indikator terkecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes 0,1 N

permanganat memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan yang

biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini dipergunakan untuk mengindikasi

kelebihan reagen tersebut. Permanganat menjalani beragam reaksi kimia, karena dapat

hadir dalam kondisi-kondisi oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7. Reaksi yang paling umum

ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang terjadi dalam larutan yang bersifat amat

asam 0,1 N atau lebih besar (Underwood, 1999).

Reaksi reduksi oksidasi atau reaksi redoks berperan dalam banyak hal dalam

kehidupan sehari-hari. Reaksi redoks dapat berguna bagi pembakaran bahan bakar minyak

bumi, dan digunakan juga sebagai cairan pemutih. Selain itu, sebagai unsur logam dan

non logam diperoleh dari bijihnya melalui proses oksidasi atau reduksi. Contohnya dalam

reaksi pembentukan Kalsium Oksida dari kalsium dan oksigen.

2Ca(s) + O2 2C4O

Kalium oksida adalah senyawa ionik yang tersusun atas Ca2+ dan O2-. Dalam reaksi

pertama dua atom Ca memberikan atau memindahkan empat elektron pada dua atom O

(dalam O2). Agar lebih mudah dipahami, proses ini dibuat sebagai dua tahap terpisah,

tahap yang satu melibatkan hilangnya elektron dari dua atom Ca dan tahap lain melibatkan

penagkapan empat elektron oleh molekul O2. Setiap tahap dapat disebut sebagai reaksi

setengah sel yang secara eksplisit menunjukkan banyaknya elektron yang terlibat dalam

reaksi. Reaksi setengah sel yang melibatkan hilangnya elektron disebut reaksi oksidasi.

Istilah oksidasi pada awalnya berarti kombinasi unsur dengan oksigen. Namun, istilah itu

sekarang memiliki arti yang lebih luas. Reaksi setengah sel yang melibatkan penagkapan

elektron disebut reaksi reduksi. Dalam contoh diatas, kalsium bertindak sebagai zat

pereduksi karena memberikan elektron pada oksigen dan menyebabkan oksigen tereduksi.

Oksigen tereduksi bertindak sebagai zat pengoksida karena menerima elektron dari

kalsium dan menyebabakan kalium teroksidasi. Dalam persamaan reaksi redoks tingkat

oksidasi harus sama dengan tingkat reduksi yaitu jumlah elektron yang diterima oleh suatu

zat pengoksida (Chang, 2005).

Definisi tentang oksidasi dan reduksi dapat juga dikembangkan menjadi

pengertian yang lebih luas dan jelas. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan

hilangnya satu elektron atau lebih dari dalam zat. Bila suatu unsur dioksida, keadaan

oksidasinya berubah ke harga lebih positif. Suatu zat pengokidasi diartikan sebagai zat

yang memperoleh elektron dan dalam proses itu zat itu direduksi (Svehla, 1990).

Reduksi sebaliknya adalah suatu proses yang melibatkan diperolehnya satu

elektron atau lebih dari suatu zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur direduksi,

keadaan dioksidasi berubah menjadi lebih negatif (kurang positif). Jadi zat pereduksi

merupakan zat yang kehilangan elektron, dalam proses ini zat ini dioksidasi. Definisi

reduksi juga sangat umum dan berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan maupun

gas (Svehla, 1990).

Sejumlah besar reaksi oksidasi dan reduksi akan dicantumkan di antara reaksi yang

digunakan untuk identifikasi ion. Beberapa contoh zat pengoksidasi kuat adalah KmnO4.

1. Kalium Permanganat (KmnO4) zat padat coklat tua yang merupakan pengoksidasi kuat,

yang bekerja berlainan menurut pH dari medium. Dalam suasana asam, ion

permanganat direduksi menurut proses 5 elektron dan berubah dari +7

2. Logam seperti zink, besi dan aluminium seringkali logam ini digunakan sebagai bahan

pereduksi kerja logam ini disebabkan oleh pembentukan ion, biasanya ion itu adalah

dalam keadaan oksidasi terendah (Svehla, 1990).

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Pipet tetes

Tabung reaksi

Hot plate

Termometer

Lemari asam

Pipet volume

Klem

Buret

Erlenmeyer

Gelas kimia

Tiang statif

Botol reagen

Botol semprot

Bulp

3.1.2 Bahan

Larutan I2

Larutan KMnO4

Larutan H2C2O4

Larutan H2SO4

Aquades

You C 1000 mg

Jus buavita

Tisu

Kertas label

3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Percobaan Analisa Kualitatif

3.2.1.1 You C 1000 mg

Ditambahkan larutan You C 1 mL

Ditambahkan KMnO4 4 tetes

Diamati

3.2.1.2 Jus Buavita

Ditambahkan jus buavita 1 mL

Ditambahkan KMnO4

Diamati dan dibandingkan dengan You C 1000 mg

3.2.1.3 You C 1000 mg

Ditambahkan You C 1 mL

Ditambahkan I2 2 tetes

Diamati

3.2.1.4 Jus Buavita

Ditambahkan jus buavita 1 mL

Ditambahkan I2 2 tetes

Diamati dan dibandingkan dengan larutan You C 1000 mg

3.2.2 Secara Kuantitatif (Standarisasi KMnO4)

Dimasukkan 10 mL H2C2O4 ke dalam gelas kimia

Ditambahkan 3 mL H2SO4 menggunakan pipet volume

Dipanaskan dengan hot plate dan diukur suhunya dengan menggunakan

termometer dengan suhu 60-70 C

Dititrasi dengan KMnO4 sampai terjadi perubahan warna

Dicatat volume penitrasi yang digunakan

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

No. Perlakuan Hasil Pengamatan

1. Percobaan analisa kualitatif You C

1000 mg

You C 1000 mg

Ditambahkan larutan You C

1000 1 mL

Ditambah KMnO4 4 tetes

Diamati

Jus buavita

Ditambahkan buavita 1 mL

Ditambahkan KMnO4 4

tetes

Diamati dan dibandingkan

dengan larutan You C 1000

You C 1000 mg

Ditambahkan You C 1000

mg 1 mL

Ditambahkan I2 2 tetes

Diamati

Jus buavita

Ditambahkan buavita 1 mL

Ditambahkan I2 2 tetes

Diamati dan dibandingkan

dengan larutan You C 1000

mg

You C 1000 mg berwarna kuning

Pertama terlihat berwarna ungu,

kemudian menjadi berwarna

kuning

Buavita berwarna kuning

Berwarna ungu

Buavita terlihat berwarna kuning

;ebih keruh dari You C 1000

Berwarna kuning

Berwarna merah kecoklatan dan

lama kelamaan terlihat berwarna

kuning

Berwarna kuning

I2 berwarna merah kecoklatan

Larutan menjadi berwarna hijau

lumut

2. Secara Kuantitatif (Standarisasi

KMnO4)

Dimasukkan 10 mL H2C2O4

ke dalam gelas kimia

Ditambahkan 3 mL H2SO4

menggunakan pipet volume

Dipanaskan dengan hot

plate dan diukur suhunya

dengan menggunakan

termometer dengan suhu 60-

70 C

Dititrasi dengan KMnO4

sampai terjadi perubahan

warna

Dicatat volume penetrasi

yang digunakan

H2C2O4 bening

Berwarna bening, pada saat

pengambilan, H2SO4 menguap

Larutannya menguap karena

dipanaskan

Pada saat dititrasi dan

dihomogenkan, larutannya tidak

berubah warna, tetapi saat

penetesan larutannya berwarna

ungu muda

19,8 mL

4.2 Reaksi

4.2.1 Vitamin C + KMnO4

4.2.2 Vitamin C + I2

4.2.3 H2C2O4 dengan KMnO4

Reduksi : MnO4- Mn2+

MnO4- + 8H+ Mn2+

MnO4- Mn2+ + 4H2O

MnO4- + 8H+ Mn2+ + 4H2O

MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O

Oksidasi : C2O42- CO2

C2O42- 2CO2

C2O42- 2CO2 + 2e-

Reduksi : MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O x2

Oksidasi : C2O42- 2CO2 + 2e- x5

Reduksi : 2MnO4- + 16H+ + 10e- 2Mn2+ + 8H2O

Oksidasi : 5C2O42- 10CO2 + 10e-

2MnO4- + 5C2O4

2- + 16H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

Rx lengkap : 2KMnO4 + 5H2C2O4 + 2H2SO4 MnSO4 + K2SO4 +

10CO2 + 8H2O

4.3 Perhitungan

Diketahui V1 (H2C2O4) = 10 mL

V2 (KMnO4) = 19,8 mL

N1 (H2C2O4) = 0,1 N

Ditanya N2 (KMnO4) = ........?

Jawab V1 . N1 = V2 . N2

10 . 0,1 = 19,8 . N2

1 = 19,8 . N2

N2 = 1

19,8

= 0,0505 N

4.4 Pembahasan

Redoks ialah singkatan dari reaksi oksidasi. Reaksi reduksi adalah aksi kimia yang

disertai perubahan bilangan oksidasi atau reaksi didalamnya terdapat serah terima

electron. Pengertian oksidasi dan reduksi disini dapat dilihat dari segi perubahan bilangan

oksidasi, transfer hidrogen, transfer oksigen dan juga transfer dari electron. Dalam hal

transfer oksigen, oksidasi berarti mendapatkan oksigen, sedangkan reduksi adalah

kehilangan oksigen. Sebagai contoh reaksi dalam ekstraksi besi dari biji besi :

reduksi

Fe2O3 + 3CO 2Fe + 3CO2

oksidasi

Karena reduksi dan oksidasi terjadi pada saat yang bersamaan, reaksi diatas disebut reaksi

redoks. Definisi oksidasi dan reduksi dalam hal transfer hidrogen adalah zat pengoksidasi

(oksidator) memberi oksigen kepada zat lain, atau memindahkan oksigen dari zat lain.

Sedangkan zat pereduksi (reduktor) memindahkan oksigen dari zat lain atau member

hidrogen kepada zat lain. Dalam hal transfer elektron, oksidasi berarti kehilangan elektron,

reduksi bearti mendapatkan elektron. Dalam hal perubahan bilangan oksidasi, reduksi

adalah zat yang mengalami kenaikan bilangan oksidasi.

Dalam reaksi-reaksi redoks, dikenal istilah reduktor dan oksidator. Oksidator

(pengoksidasi) adalah zat yang mengoksidasi zat lain, atau dengan kata lain zat yang

mengalami reduksi dalam suatu reaksi redoks. Contoh dari zat oksidator adalah natrium

nitrat, asam nitrat dan halogen. Sedangkan reduktor atau pereduksi adalah zat yang

mereduksi zat lain atau dengan kata lain merupakan zat yang mengalami oksidasi dalam

suatu reaksi redoks. Contoh-contoh zat pereduksi termasuk alkali tanah, asam format dan

senyawa sulfit. Contoh-contoh lain dari zat oksidator adalah KMnO4, Na2Cr2O7, K2Cr2O7,

Na2CrO4, K2CrO4, CrCl3, Cr(NO3)3, (NH4)2Cr2O3. autokatalisator adalah katalis yang

dihasilkan oleh suatu pereaksi atau hasil reaksinya. Autokatalisator terbentuk dengan

sendirinya dalam suatu reaksi. Autokatalisator merupakan zat hasil reaksi yang bertindak

sebagai suatu katalis, contoh dari autokatalisator adalah CH3COOH yang direaksikan dan

merupakan hasil reaksi dari metil asetat dengan air merupakan autokatalisator dari reaksi

tersebut:

CH3COOCH(aq) + H2O(l) → CH3COOH(aq) + CH3OH(aq)

Dengan terbentuknya CH3COOH reaksi menjadi bertambah cepat. Comtoh lain dari

autokatalisator adalah H2SO4. Selain itu contohnya adalah reaksi kalium permanganat dan

asam oksalat dalam suasana asam akan menghasilkan ion Mn2+. ion Mn2+ yang dihasilkan

akan mempercepat reaksi tersebut, maka ion Mn2+ disebut autokatalisator. Autoindikator

adalah pereaksi yang digunakan dalam titrasi dan juga dapat menunjukkan perubahan

visual pada saat terjadinya titik akhir titrasi. Salah satu contoh dari autoindikator adalah

pereaksi KMnO4.

Percobaan kali ini adalah tentang reaksi reduksi-oksidasi; prinsip dari percobaan

redoks adalah pemberian dan penerimaan elektron maupun ion. Dengan kata lain senyawa

yang memiliki elektron lebih maka akan di donorkan kepada senyawa yang kekurangan

elektron begitupun sebaliknya. Prinsip percobaan pada titrasi dalam analisa kualitatif

dalam standarisasi KMnO4 adalah permanganometri, yaitu peniteran dengan melibatkan

KMnO4 dalam suatu reaksi redoks.

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan reaksi reduksi-oksidasi. Di percobaan

pertama dilakukan analisa secara kualitatif untuk mengidentifikasi kandungan vitamin c

pada sampel You C 1000 mg dengan menggunakan KMnO4. Pada awal percobaan,

dimasukkan 1 mL sampel You C 1000 mg. Pengambilan larutan sampel dilakukan dengan

menggunakan pipet tetes, dengan meneteskan larutan sampai sebanyak 20 tetes yang

setara dengan 1 mL. Pipet tetes berfungsi sebagai alat untuk mengambil dan memindahkan

larutan sedikit demi sedikit. Larutan sample dimasukkan kedalam tabung reaksi. Di dalam

praktikum ini, tabung reaksi berfungsi sebagai wadah untuk tempat terjadinya reaksi. Lalu

ditambahkan KMnO4 sebanyak 4 tetes. Penambahan KMnO4 adalah sebagai cara untuk

mengidentifikasi keberadaan dari vitamin C. Uji yang dilakukan disini adalah secara

kualitatif, artinya uji yang dilakukan untuk mengetahui kandungan zat yang ada di dalam

suatu sampel, dalam hal ini adalah uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan vitamin C

dalam sampel. Setelah ditetesi dengan KMnO4, larutan berubah menjadi ungu lalu berubah

dengan cepat menjadi kuning dengan warna yang lebih muda dari warna asli sampel. Dari

sini dapat dilihat bahwa KMnO4 mengidentifikasi adanya vitamin C dengan bereaksi

secara reduksi-oksidasi dimana vitamin C dalam sampel berfungsi sebagai reduktor.

Artinya vitamin C dalam reaksi adalah zat yang mengalami oksidasi. Sedangkan KMnO4

dalah zat yang mengalami reduksi, artinya KMnO4 dalam reaksi ini berfungsi sebagai

oksidator. Selain menggunakan sampel vitamin C dari You C 1000 mg, digunakan juga

jus buavita untuk dilakukan analisa kualitatif untuk mengidentifikasi keberadaan vitamin

C dengan menggunakan KMnO4. Proses dan perlakuan untuk sampel dilakukan sama,

hanya saja sampel yang digunakan adalah jus buavita. Setelah dilakukan penetesan

KMnO4, larutan berubah menjadi ungu, lalu setelah beberapa lama larutan sampel berubah

warna menjadi kuning dengan warna yang lebih muda jika dibandingkan dengan warna

asli dari sampel buavita. Disini, terlihat bahwa KMnO4 mendeteksi adanya vitamin C

melalui reaksi redoks dimana sampel jus buavita berperan sebagai reduktor. Artinya

sampel vitamin C dalam jus buavita adalah sebagai zat yang mengalami oksidasi.

Sedangkan KMnO4 adalah zat yang mengalami reduksi, artinya KMnO4 dalam reaksi ini

berfungsi sebagai oksidator. Jika dibandingkan hasil reaksi antara sampel vitamin C dari

You C 1000 mg dan vitamin C dari jus buavita, terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut

terletak pada waktu berlangsung reaksi antara sample dengan larutan KMnO4. Dimana

pada sampel You C 1000 reaksi berlangsung sangat cepat. Hal ini ditandai dengan

cepatnya warna ungu dari KMnO4 yang diteteskan ke dalam sampel lenyap. Sebagian

pada sampel vitamin C dari jus buavita, reaksinya berlangsung agak lama. Sehingga warna

ungu dari KMnO4 dalam larutan sampel membutuhkan waktu yang agak lama untuk

lenyap. Hail ini terjadi karena dipengaruhi konsentrasi dari vitamin C dalam sampel.

Semakin besar konsentrasi suatu zat, maka semakin banyak jumlah partikel di dalam

larutannya. Semakin banyak jumlah partikel didalam larutan maka semakin sering terjadi

tumbukan antar partikel dari zat-zat yang bereaksi. Hal ini akan mempercapat reaksi yang

terjadi. Itulah sebabnya mengapa terjadi perbedaan kecepatan reaksi antara sampel You C

dan sampel jus buavita. Dari sini dapat dilihat bahwa, konsentrasi/kadar vitamin C dalam

You C 1000 lebih besar dibanding dengan kadar vitamin C pad jus buavita. Sebab, reaksi

dengan KMnO4 lebih cepat terjadi pada sample You C 1000 jika dibandingkan dengan jus

buavita.

Pada percobaan kedua, dilakukan uji kualitatif untuk identifikasi vitamin C pada

sampel You C dan juga sampel jus buavita dengan menggunakan larutan I2. Proses dan

perlakuan serta fungsi dari setiap alatsama dengan percobaan pertama. Pada awalnya

diambil 1 mL larutan You C 1000 dengan menggunakan pipet tetes. Setelah itu

dimasukkan sempel vitamin C yaitu You C 1000 ke dalam tabung reaksi yang berfungsi

sebagai wadah untuk mereaksikan dan mengamati reaksi antara sampel dari vitamin C dan

juga I2. Sampel yang ada didalam tabung reaksi ditambahkan denga larutan I2 sebanyak 2

tetes, dan ternyata terbentuk warna kecoklatan yang lama-kelamaan menghilang dan

berubah menjadi kuning. Hal ini terjadi karena I2 bereaksi dengan vitamin C yang ada

didalam You C 1000. Pada reaksi antar You C dengan I2, yang berfungsi sebagai reduktor

adalah vitamin C dalam sampel You C 1000. Sedangkan yang berfungsi sebagai oksidator

adalah larutan I2. Selanjutnya, dilakukan analisa yang serupa dengan menggantikan

sampel You C dengan jus buavita. Sampel dari jus buavita mendapat perlakuan yang sama

dengan sampe You C 1000. Dimasukkan 1 mL jus buavita dan ditambahkan dengan 2

tetes larutan I2. Larutan sampel yang awalnya berwarna kuning berubah menjadi

kecoklatan lalu berubah menjadi hijau lumut. Hal ini terjadi karena adanya reaksi redoks

antara I2 dan sampel vitamin C dalam jus buavita. Dimana, vitamin C dalam sampel

buavita berperan sebagai reduktor, sedangkan larutan I2 berperan sebagai zat yang

mengalami reduksi, artinya I2 dalam reaksi ini berfungsi sebagai oksidator. Dengan

membandingkan hasil reaksi antara You C 1000 dan sampel jus buavita setelah

direaksikan dengan I2 dapat dilihat sampel mana yang memiliki kandungan vitamin C

yang lebih tinggi. Dalam reaksi antara sampel vitamin C dengan I2 dalam sampel You C

1000 berlangsung lebih cepat daripada dalam sampel jus buavita. Ini menunjukkan

kandungan vitamin C pada sampel You C 1000 lebih besar dibanding dalam jus buavita.

Pada percobaan ketiga, dilakukan standarisasi KMnO4 dengan menggunakan

H2C2O4. Pertama, diambil 10 mL larutan H2C2O4 dengan menggunakan gelas ukur. Gelas

ukur berfungsi sebagai alat untuk mengukur volume dari H2C2O4 pekat sebanyak 3 mL.

Pengambilan H2SO4 pekat dilakukan di dalam lemari asam, sebab H2SO4 merupakan suatu

asam kuat yang berbahaya, dan juga menghasilkan uap sulfur yang sangat berbahaya buat

kesehatan. Untuk itu digunakan lemari asam yang memiliki kemampuan memfilter uap

dari zat berbahaya dan diubah menjadi gas yang tidak berbahaya. Dalam mengambil

H2SO4 digunakan pipet ukur 10 mL dengan bantuan bulp. Pipet ukur berguna untuk

mengambil dan memindahkan larutan dengan volume yang sudah diketahui dengan pasti.

Dalam pengambilan larutan menggunakanpipet ukur digunakan bulp yang berfungsi

untuk menyedot larutan. Pada bulp terdapat 3 buah huruf, yaitu A, S, dan E. Saat akan

memipet larutan, bulp dikempeskan terlebih dahulu dengan menekan huruf A sambil

ditekan pada bulp hingga mengempis. Lalu, untuk mengambil larutan ditekan huruf S dan

untuk mengeluarkan larutan ditekan huruf E. H2SO4 ditambahkan kedalam H2C2O4

sebelum dititrasi karena H2SO4 memiliki sifat autokatalisator. Artinya H2SO4 dapat

mempercepat reaksi tanpa memerlukan bantuan dair katalis lainnya. Dalam larutan asam,

KMnO4 bereaksi dengan asam :

MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2- + 4H2O

Sehingga ekuivalennya adalah setengah mol, yaitu 158,03/5 atau setara dengan 31,606.

Potensial standar dalam larutan asam menurut perhitungan adalah sebesar 1,51 volt, maka

ion permanganat dalam larutan asam adalah zat pengoksid yang kuat. Asam sulfat adalah

asam yang paling sesuai, karna tak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan yang

encer. Jika digunakan asam klorida ada kemungkinan terjadi :

2MnO4- + 10Cl- + 16H+ 2Mn+ + 5Cl2 + 8H2O

Terbentuknya Cl2 yang merupakan wujud gas, dapat membahayakan kesehatan, setelah

itu, campuran H2C2O4 dengan H2SO4 dipanaskan diatas hotplate. Suhu larutan diukur

dengan menggunakan termometer hingga tercapai suhu 70 C. Suhu 70 C dipilih karena

pada suhu sekitar 60-70 C adalah suhu maksimum KMnO4 dalam bereaksi. Artinya

bahwa larutan KMnO4 bereaksi dengan cepat pada sekitar suhu tersebut. Jika suhu lebih

dari 70 C maka H2C2O4 akan terurai dan menghasilkan CO2 menurut reaksi :

H2C2O4 CO2 + H2O

Sedangkan jika dibawah 60 C maka akan terbentuk endapan saat titrasi, yaitu endapan

yang berasal dari MnO2. Setelah suhu mencapai 70 C maka penitrasi dilakukan. Pada

saat peniteran, tidak dibutuhkan indikator. Sebab KMnO4 merupakan zat autokatalisator,

dimana KMnO4 dapat mengubah warnanya sendiri pada saat TAT tanpa memerlukan

indikator lainnya. Titik akhir titrasi tercapai pada volume larutan KMnO4 sebesar 19,8

mL. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan yang dititrasi dari warna

bening menjadi merah lembayung. Dari hasil yang diperoleh, didapatkan konsentrasi

KMnO4 yang dititrasi adalah sebesar 0,0505 N. Dalam praktikum ini, KMnO4 adalah

sebagai oksidator, dan H2C2O4 adalah sebagai reduktor. Dalam praktikum ini, terutama

dalam titrasi digunakan satuan konsentrasi Normalitas. Konsentrasi ini dipilih karena

dalam perhitungannya turut memperhitungkan bobot setara dan juga tidak mengabaikan

valensi dari suatu zat, tidak seperti satuan konsentrasi yang lain.

Dalam praktikum ini terdapat beberapa faktor kesalahan, misalnya :

Kesalahan dalam membaca skala buret saat titrasi, sehingga hasil yang diperoleh tidak

tepat dan mempengaruhi hasil perhitungan konsentrasi yang dilakukan.

Pada saat melakukan titrasi, larutan KMnO4 dari buret ada yang menetes ke dinding

erlenmeyer dan tidak jatuh tepat dalam larutan. Hal ini menyebabkan larutan yang

keluar dari buret tidak semuanya bereaksi dengan larutan erlenmeyer. Hal ini

mempengaruhi hasil perhitungan konsentrasi, sebab dalam 1 tetes dapat mengubah

warna larutan.

Adanya pengaruh paparan cahaya saat titrasi berlangsung. Larutan KMnO4 tidak stabil

pada cahaya. Larutannya dapat terurai jika terkena cahaya. Namun, saat titrasi

digunakan buret bening sehingga KMnO4 terkena paparan cahaya langsung. Hal ini

dapat menyebabkan penguraian KMnO4 sehingga mempengaruhi hasil titrasi.

Sifat fisik dan kimia KMnO4 :

Bau = tidak berbau

Rasa = manis, astrigen

Berat molekul = 158,039 / mol

Warna = ungu

Spesifik gravinya 2,7 @ 15 C (air = 1)

Kelarutan : mudah larut dalam metanol, aseton, sebagian larut dalam air dingin, air

panas, dan larut dalam H2SO4

Sangat reaktif dengan bahan organik, logam, asam

Merupakan agen pengoksidasi kuat

Sifat fisik dan kimia I2 :

Padatan

Berwarna kecoklatan

Memilki pelarut organik CCl4, CS2

Warna larutan kuning kecoklatan

Reaksi dengan logam menjadi 2M + nX2 2MXn

Reaksi dengan basa kuat menjadi X2 + 2MOH MX + MXO + H2O

Membentuk asam oksid

Bereaksi dengan H2O membentuk HI

Memiliki jari-jari atom ion adalah 2,05

Titik didih 184 C

Titik cair 214 C

Sifat fisik dan kimia H2SO4 :

Berat molekul = 98 gr/mol

Titik didih = 315,338 C

Titik beku = 10 C

Bentuk = cairan kental tak berwarna

Densitas = 1,8 kg/L pada 40 C

Merupakan asam kuat yang bersifat korosi

Memiliki afinitas sangat besar terhadap air

Bersifat sangat reaktif

Diperoleh dari reaksi SO3 + H2O H2SO4

Sifat fisik dan kimia H2C2O4 :

Berat molekul 90,03584 gr/mol

Berat jenis 2,408 gr/cm3

Berbentuk padatan kristal

Tak berwarna

Larut dalam air panas dan dingin

Beracun, merupakan pembersih logam, afinitasnya besar terhadap air

Sifat-sifat Vitamin C :

Memiliki gugus enadiol dan mempunyai 2 rumus bangun, yaitu asam askorbat dan

dehidro asam askorbat

Kristal putih

Tidak berbau

Larut dalam air tapi tidak larut dalam lemak

Adapun aplikasi redoks dalam kehidupan sehari-hari antara lain :

Pada peristiwa metabolisme tubuh dan respirasi pada tumbuhan

Proses perkaratan logam

Penggunaan baterai pada radio, kalkulator, dll.

Proses pemurnian logam

Proses penyepuhan logam / pelapisan logam

Proses penetapan kadar zat melalui reaksi oksidasi reduksi

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Vitamin C saat ditetesi KMnO4dan I2 berwarna kuning, sebab pada Vitamin C

mengandung banyak vitamin C, tanpa tercampur senyawa lain.

Pada percobaan pertama didapatkan perbandingan antara larutan You C 1000 mg dan

buavita setelah ditambahkan KMnO4 adalah pada larutan You C warna larutan lebih

kuning dan lebih bening daripada larutan buavita, sedangkan buavita lebih keruh

daripada You C.

Pada percobaan standarisasi KMnO4 didapatkan setelah larutan H2C2O4 ditambahkan

H2SO4 dan dititrasi dengan KMnO4 warna larutan H2C2O4 berubah warna menjadi

merah lembayung pada volume 19,8 mL.

5.2 Saran

Sebaiknya untuk praktikum selanjutnya dapat menggunakan jus buah lain agar

dapat membandingkan hasilnya.

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J, dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta :

EGC

Brady, James E. 1987. Kimia Universitas Asas dan Struktur Jilid 1 Edisi 5.

Jakarta : Binarupa Aksara

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Jilid 1. Jakarta :

Erlangga

Chon, Ahmad. 1986. Titrimetri II. Bogor : AKA Bogor

Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar Edisi 4 Jilid 3. Jakarta : Erlangga

Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga

Svehla, G. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif. Jakarta : PT. Kaman Media

Pustaka

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar I. Bandung : ITB Press

Underwood, A.L, Day. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakrta : PT. Gelora

Aksara Pratama

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai koloid dalam bentuk produk–

produk maupun dalam keadaan terlihat yang biasa dijumpai. Seperti produk sabun, dan

produk aerosol atau yang sering kali kita lihat seperti udara yang berdebu, kabut dan lain

sebagainya.

Pada dasarnya setiap konsep dan penerapan serta perlakuan melalui praktek kimia

membutuhkan larutan dan campuran. Disini akan dibahas mengenai campuran yang secara

khusus yakni campuran koloid. Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang

keadaannya terletak antara larutan dan suspensi ( larutan kasar). Sistem koloid ini

mempunyai sifat–sifat khas yang berbeda dengan sifat larutan dan suspensi. Keadaan

bukan ciri dari zat tertentu karena semua zat, baik padat, cair, maupun gas dan dapat dibuat

dalam keadaan koloid.

Melalui penjelasan diatas, menyampaikan betapa pentingnya mempelajari koloid,

baik dalam sifat-sifat koloid serta mengetahui cara pembuatan-pembuatan koloid.

Misalnya saja dalam industri cat, keramik, plastik, lem, tinta, mentega, keju, pelumas,

sabun, detergen, gel dan sejumlah besar produk lainnya. Maka daripada itu, inilah yang

mendasari mengapa perlu mempelajari sistem koloid, dan memang untuk mempelajari

cukup mudah namun, dibutuhkan ketelitian untuk mencapai hasil yang baik dan

dibutuhkan kinerja yang baik pula.

Oleh karena itu, sangat penting dilakukannya, praktikum mengenai sistem koloid

ini mengingat begitu banyak kegunaannya serta begitu erat dengan hidup dan kehidupan

sehari-hari dan amat berguna terutama dalam pengaplikasiannya. Sebagai contoh bahwa

koloid itu sangat penting dalam kehidupan sehari-hari ialah hampir semua bahan pangan

mengandung partikel dengan ukuran koloid, seperti protein, karbohidrat, dan lemak.

Dalam mempelajari dan melakukan percobaan ini, praktikan dapat memahami arti penting

dari kegunaan koloid yang amat sering dijumpai dalam kehidupan. Percobaan ini

dilakukan agar dapat megetahui reaksi yang terjadi antara minyak goreng dan air, reaksi

sabun ketika ditambahkan dengan campuran minyak dan air, reaksi yang terjadi pada

percobaan koloid pelindung, mengetahui proses yang terjadi, dapat mengetahui fungsi-

fungsi reagen yang digunakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi. Sehingga

dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan Percobaan

Mengetahui reaksi yang terjadi antara minyak goreng dan air dalam percobaan emulsi

Mengetahui hasil reaksi yang terjadi ketika sabun dicampurkan pada campuran minyak

goreng dan air

Mengetahui hasil reaksi pada percobaan koloid pelindung

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Koloid

Sistem koloid sebagai satu gejala dan bentuk fisik suatu materi, kadang-kadang

pembentukannya tidak dikehendaki atau harus dihindarkan pada suatu aspek kegiatan atau

pada pekerjaan tertentu. Namun, peda pekerjaan dan aspek kehidupan yang lain,

pembentukan koloid justru diperlukan untuk tujuan-tujuan tertentu. Zat yang terpecah

halus didalam suatu medium atau pelarut disebut zat terdispersi. Sedangkan pelarutnya

disebut dengan zat pendispersi, atau medium pendispersi. Sistem yang terbentuk dari dua

komponen ini disebut sistem dispersi (Mulyono, 2011).

Ada tiga sistem dispersi, yaitu sistem dispersi molekuler (atau disebut sistem

larutan); sistem dispersi halus (atau sistem koloid); dan sistem dispersi kasar (atau

suspensi) (Mulyono, 2011).

Salah satu parameter yang membedakan antara ketiga sistem di atas adalah pada

ukuran dari partikel terdispersinya. Ukuran partikel larutan mempunyai diameter partikel

kurang dari 1 nm; diameter partikel koloid antara 1-200 nm; sedangkan ukuran dari

partikel suspensi mempunyai diameter lebih dari 200 nm (1 nm = 10-9 m). Dapat

dinyatakan bahwa sistem koloid mempunyai sifat antara sistem larutan dan juga sistem

suspensi. Dapat juga dikatakan bahwa sistem koloid memeliki ciri-ciri yang merupakan

perpaduan antara kedua sistem lainnya (Mulyono, 2011).

Koloid ialah campuran dari duatau lebih zat yang salah satu fasanya tersuspensi

sebagai sejumlah besar partikel yang sangat kecil dalam fasa kedua. Zat yang tersipersi

dan medium penyangganya dapat berupa kombinasi gas, cairan, atau padatan. Contoh

koloid antara lain semprotan aerosol (cairan tersuspensi dalam gas), asap (partikel padatan

dalam udara), susu (tetesan kecil minyak dan padatan dalam air), mayonaise (tetesan kecil

air dalam minyak), dan cat (partikel pigmen padat dalam minyak untuk zat berdasar-

minyak, atau pigmen dari minyak yang terdispersi dalam air untuk cat lateks). Partikel

koloid lebih besar daripada 1 molekul tetapi terlalu kecil untuk dilihat oleh mata; dimensi

diameter diantara larutan dan suspensi. Keberadaannya dapat dilihat paling dramatis dari

caranya membaurkan cahaya sinar; contohnya yang kita kenal ialah lewatnya cahaya pada

proyektor bioskop melalui suspensi partikel-partikel debu kecil di udara. Batu mulia opal

menunjukan sifat optis yang muncul dari air koloid yang tersuspensi dalam silikon

dioksida padat (Oxtoby, 1999).

Meskipun beberapa koloid memisah menjadi dua fasa terpisah jika didiamkan

cukup lama, campuran lain bertahan sangat lama; suspensi partikel emas yang disiapkan

oleh Michael Faraday pada tahun 1857 tidak menunjukan pemisahan nyata sampai

sekarang. Pada banyak koloid, partikel mempunyai muatan bersih positif atau negatif pada

permukaannya, diimbangi oleh muatan ion lawannya dalam larutan. Pemisahan koloid

semacam ini dapat dipercepat dengan pelarutan garam dalam larutan itu. Proses ini

dinamakan flokulasi. Garam mengurangi daya tolak elektrostatik di antara partikel yang

tersuspensi, menyebabkan agregasi dan juga pengendapan. Flokulasi terjadi di delta

sungai; sewaktu air sungai yang mengandung partikel lempung tersuspensi bertemu

dengan air garam dan air laut, maka lempung memisah sebagai sedimen terbuka dengan

rapatan rendah (Oxtoby, 1999).

Suatu akibat penting dari begitu penting dari begitu kecilnya ukuran partikel dalam

larutan koloid adalah, bahwa rasio permukaan terhadap volume sangat besar sekali. Maka

fenomena yang tergantung pada ukuran permukaan, seperti adsorpsi akan memegang

peranan yang penting. Efek ukuran partikel atas luas permukaan akan nampak jelas dari

contoh berikut. Luas permukaan total dari 1 mL bahan yang berbentuk kubus dengan sisi

1 cm adalah 6 cm2. Bila ini dibagi-bagi menjadi kubus-kubus dengan ukuran 10-6 cm (10-

8 m) (yang mendekati banyak sekali ukuran koloid), luas total permukaan bahan dengan

volume yang sama, adalah 6 × 106 cm2 (Svehla, 1990).

Meskipun partikel-partikel koloid tak dapat dipisahkan dari partikel-partikel yang

berdimensi molekul dengan memakai kertas saring biasa -kertas saring kuantitatif yang

terbaik menahan partikel-partikel yang berdiameter lebih besar dan kira-kira 1 µm-

pemisahan dapat dihasilkan dengan memakai alat-alat khusus. Prosedur yang dikenal

sebagai dialisis memanfaatkan fakta bahwa zat-zat yang ada dalam larutan sejati, asalkan

molekulnya tidal terlalu besar dapat lolos dan juga menembus selaput (membran) dari

perkamen atau kolodion, sedangkan partikel-partikel koloid tertahan. Pemisahan juga

dapat dihasilkan engan penyaringan ultra. Kertas saring dijenuhi dengan kolodion, atau

dengan gelatin yang seterusnya dikeraskan dengan formaldehida, sehingga pori-pori

menjadi cukup kecil untuk menahan partikel-partikel dengan dimensi koloid. Ukuran

terakhir dari pori-pori tergantung pada kertas yang dipakai dan pada dimensi konsentrasi

larutan yang dipakai untuk menjenuhinya. Larutan dituang di atas saringan dan aliran

cairan dipercepat dengan hisapan atau tekanan. Disini dapat disebutkan bahwa faktor-

faktor lain (misalnya laju difusi dan adsorpsi) disamoing ukuran pori, menentukan apakah

partikel ukuran tertentu akan lolos atau tidak melalui suatu saringan ultra (Svehla, 1990).

Sistem koloid dimana suatu cairan merupakan medium terdispersinya sering

dinamakan sol, untuk membedakannya dari larutan sejati: sifat cairan itu ditunjukkan

dengan menggunakan awalan, misalnya akuasol, alkosol, dan seterusnya. Zat padat yang

dihasilkan pada koagulasi atau flokulasi suatu sol disebut dengan gel, tetapi sekarang

nama ini umumnya terbatas untuk kasus dimana seluruh sistem mengeras menjadi sesuatu

keadaan semi-padat, tanpa adanya sedikitpun cairan supernatan pada mulanya. Beberapa

pengarang memakai kata gel untuk meliputi endapan-endapan yang mirip gelatin, seperti

alumunium hidroksida dan besi (III) hidroksida yang terbentuk dari sol, sementara yang

lainnya menyebutnya koagel. Proses mendispersinya zat padat yang telah berflokuasi atau

gel (atau koagel) dengan membentuk larutan koloid, disebut peptisas (Svehla, 1990).

Ciri-ciri sistem koloid antara lain :

Bidang batas antar zat terdispersi dan medium pendispersi hanya dapat di deteksi

dengan bantuan mikroskop ultra

Bersifat 2 fasa tetapi sukar memisah (cukup stabil)

Dapat disaring dengan kertas saring ultra, namun tidak dengan kertas saring biasa.

Koloid jika dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan fasanya :

No. Fasa Nama Contoh

Terdispersi Pendispersi

1. Gas Cair Busa cair Busa sabun, hair spray

2. Gas Padat Busa padat Karet busa, batu apung

3. Cair Gas Aerosol cair Kabut, awan

4. Cair Cair Emulsi cair Susu, odol

5. Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega, mutiara

6. Padat Gas Aerosol padat Asap

7. Padat Cair Sol cair Gelatin, jelly

8. Padat Padat Sol padat Kaca warna, paduan

logam

Tabel 2.1 Tipe koloid berdasarkan fasanya

(Mulyono, 2011).

Larutan koloid dapat dibagi secara kasar dalam dua golongan utama, yang dinamai

liofob (bahasa Yunani = benci pelarut) dan liofil (bahasa Yunani = suka pelarut). Bila air

merupakan medium pendispersinya, istilah yang dipakai adalah hidrofob dan hidrofil.

Sifat-sifat utama dari setiap golongan diikhtisarkan salam tabel 2.2, tetapi perlu

ditekankan bahwa pembedaan-pembedaan ini tidaklah mutlak, karena sebagian koloid,

terutama sol-sol hidroksida-hidroksida logam, menunjukkan sifat-sifat pertengahan

(Svehla, 1990).

No. Sol Hidrofob Sol Hidrofil

1. Viskositas sol hampir sama dengan

viskositas medium. Misalnya: sol

dari logam, perak halida, hidroksida

logam, barium sulfat.

Viskositasnya jauh lebih tinggi daripada

viskositas medium; sol mengeras menjadi

massa yang menyerupai selai; sering

dinamakan gel (atau koagel). Contoh: sol

dari asam silikat, timah (IV), gelatin,

kanji, dan protein.

2. Elektrolit dalam jumlah yang relatif

sedikit sekali, menimbulkan

flokulasi. Perubahan-perubahan

umumnya adalah tak reversibel, air

tak mempunyai efek atas flokulan.

Elektrolit dalam jumlah kecil mempunyai

efek sedikit sekali: dalam jumlah banyak

menyebabkan pengendapan,

penggaraman. Perubahan umumnya

reversibel dengan penambahan air

3. Biasanya, partikel-partikel

mempunyai muatan listrik dengan

tanda muatan tertentu, yang hanya

bisa diubah dengan metode-metode

khusus. Partikel-partikel bermigrasi

ke satu arah dalam medan listrik

(kataforesis atau elektroforesis).

Partikel-partikel dengan mudah dapat

berubah muatannya, misalnya mereka

bermuatan positif dalam medium asam

dan bermuatan negatif dalam medium

basa. Partikel-partikel bisa bermigrasi ke

salah satu arah atau tidak sama sekali

dalam medan listrik.

4. Ultra-mikroskop memperlihatkan

partikel-partikel terang dalam

gerakan-gerakan yang kuat (gerakan

Brown).

Hanya cahaya difus yang terlihat dalam

ultra-mikroskop.

5. Tegangan permukaanya hampir sama

dengan tegangan permukaan air.

Tegangan permukaannya sering lebih

rendah daripada tegangan permukaan air;

busa-busa sering mudah terjadi.

Tabel 2.2 Beberapa perbedaan hidrofob dan hidrofil

(Svehla, 1990).

2.2 Sifat-Sifat Koloid

2.2.1 Efek Tyndall

Jika suatu cahaya yang kuat dilewatkan pada larutan dan larutan ini diamati dengan

mikroskop yang tegak lurus terhadap cahaya masuk, akan terlihat pembauran cahaya(titik-

titik terang dengan latar belakang gelap). Pembauran cahaya ini ternyata disebabkan oleh

terpantulnya cahaya oleh partikel-partikel yang tersuspensi dalam larutan. Pembauran

cahaya ini disebut efek tyndall, sedang alat yang cocok untuk melihat berkas cahaya

tyndall adalah mikroskop ultramikroskop (Svehla, 1990).

Bila cahaya biasa dijatuhkan pada suatu larutan koloid, tergantung dari konsentrasi

zat terdispersi maka larutan dapat terlihat keruh seperti suspensi atau jernih seperti larutan

biasa. Tetapi bila suatu cahaya yang kuat dan sempit dijatuhkan pada suatu larutan koloid,

bila dilihat tegak lurus dari arah sinar maka jalan yang dilalui akan terlihat kabur,

meskipun larutan koloid kelihatannya jernih. Hal ini disebut efek tyndall dan jalan kabur

dari sinar tersebut disebut kerucut tyndall. Efek timbul karena tersebarnya cahaya oleh

partikel-partikel kecil dari koloid (Sukmatiah, 1999).

2.2.2 Gerak Brown

Selain menunjukkkan efek tyndall, partikel koloid bila diamati dibawah mikroskop

ultra tampak sebagai bintik-bintik cahaya yang selalu bergerak secara acak dengan jalan

berliku-liku. Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersiini disebut

gerakan Brown, sesuai nama penemunya Robert Brown (1773-1858), seorang ahli botani

Inggris (Yazid, 2005).

Fenomena gerakan Brown ini dijelaskan oleh Albert Einstein pada tahun 1905.

Menurut Einstein, suatu partikel mikroskopik yang melayang-layang dalam medium

pendispersi akan menunjukkan suatu gerak acak (Zig-Zag). Terjadinya gerakan ini

disebabkan oleh banyaknya tabrakan molekul-molekul medium pendispersi pada sisi-sisi

partikel terdispersi tidak sama (tidak setimbang). Fakta adanya gerakan Brown

menegaskan terhadap kebenaran teori kinetika materi bahwa gas atau cairan terdiri dari

molekul-molekul yang terus bergerak (Yazid, 2005).

2.2.3 Adsorpsi

Partikel koloid mempunyai permukaan luas, sehingga mempunyai daya adsorpsi

yang besar. Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu zat, ion, atau molekul yang

melekat pada permukaan. Sedangkan bila penyerapan sampai ke bawah permukaan

disebut dengan absorbsi (Yazid, 2005).

Selama pengkoagulasian koloid dengan suatu elektrolit, ion yang bermuatan

berlawanan dengan muatan kabel diadsorpsi dengan tingkat yang berbeda-beda di atas

permukaan; makin tinggi valensi ion, makin kuat ia teradsorpsi. Dalam semua hal,

endapan akan tercemar oleh adsorpsi permukaan. Sifat-sifat adsorpsi koloid mempunyai

beberapa penerapan dalam analisis, misalnya dalam menghilangkan fosfat-fosfat dengan

timah (IV) hidroksida oksida dengan hadirnya asam nitrat (Svehla, 1990).

2.2.4 Koagulasi

Dispersi koloid dapat mengalami peristiwa penggumpalan atau koagulasi.

Terjadinya peristiwa koagulasi pada koloid dapat diakibatkan oleh peristiwa mekanik atau

juga peristiwa kimia. Peristiwa mekanik misalnya pemanasan atau pendinginan. Darah

merupakan sol butir-butir darah merah yang terdispersi dalam plasma darah. Bila darah

dipanaskan akan menggumpal. Sebaliknya, agar-agar akan menggumpal bila didinginkan.

Peristiwa kimia yang dapat menyebabkan koagulasi, misalnya :

1. Pencampuran Koloid dengan Beberapa Muatan

Bila sistem koloid yang berbeda muatan dicampurkan, akan menyebabkan terjadinya

koagulasi dan akhirnya mengendap. Misalnya, sol Fe(OH)3 yang bermuatan positif

akan mengalami koagulasi bila dicampur sol As2S3. Dengan adanya peristiwa tersebut,

maka bila tinta dengan merk berbeda, yang satu merupakan koloid negatif dan yang

lain merupakan koloid positif, jangan sampai dicampurkan karena akan dapat

terkoagulasi (Yazid, 2005).

2. Adanya Elektrolit

Bila koloid yang bermuatan positif dicampurkan dengan suatu larutan elektrolit, maka

ion-ion negatif dari larutan elektrolit tersebut akan segera ditarik oleh partikel-partikel

koloid tersebut, dan akibatnya ukuran koloid menjadi sangat besar dan akan mengalami

koagulasi (Yazid, 2005).

Selain itu, ada beberapa sifat lain koloid, antara lain :

Dialisis

Koloid pelindung

Elektroforesis (Yazid, 2005).

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Gelas ukur

Tabung reaksi

Erlenmeyer

Pipet tetes

Batang pengaduk

Corong pisah

Corong kaca

Lumpang dan alu

Beaker glass

Hot plate

Rak tabung

Botol reagen

Botol semprot

3.1.2 Bahan

Norit

Gelatin

Sirup

Kertas saring

Aquades

Sunlight

Minyak goreng

Tissue

Kertas label

Amilum

Larutan FeCl3

Larutan Fe(OH)3

Larutan CaCl2

Larutan NaCl2

Larutan I2

Larutan BaCl2

Larutan AgNO3

3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Pembuatan Koloid Fe(OH)3

Diukur 25 mL aquades

Dimasukkan hingga mendidih

Ditambahkan setetes demi setetes FeCl3 sambil diaduk hingga warna menjadi

merah coklat

Disimpan untuk percobaan selanjutnya

3.2.2 Koagulasi

Dimasukkan masing-masing 15 tetes CaCl2 0,1 M dan NaCl 0,1 M dalam

masing-masing tabung reaksi

Ditambahkan masing-masing 10 tetes Fe(OH)3

Diamati

3.2.3 Dispersi

Dimasukkan 1 sendok amilum yang telah digerus kedalam gelas kimia

Ditambahkan 10 mL aquades dan disaring

Ditambahkan 2 tetes I2 pada nitrat

3.2.4 Emulsi

Dimasukkan 10 mL minyak goreng ke dalam corong pisah

Ditambahkan 40 mL aquades

Dikocok

Diamati

Ditambahkan 2 mL sabun cair

Dikocok

Diamati

3.2.5 Adsorpsi

Diambil 1 sendok norit dan diletakkan di atas corong kaca yang telah diberikan

kertas saring

Dilewatkan 10 mL sirup kedalam corong kaca tersebut

Diamati

3.2.6 Koloid Pelindung

Dimasukkan 10 tetes BaCl2 0,1 M kedalam tabung reaksi

Ditambahkan 10 tetes gelatin yang telah diencerkan

Diamati

Ditambahkan 10 tetes AgNO3

Diamati

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

No. Perlakuan Hasil Pengamatan

1. Pembuatan Koloid Fe(OH)3

- Diukur 25 mL aquadest

- Dimasukkan dalam gelas

beaker

- Disimpan hingga mendidih

- Ditambahkan setetes demi

setetes FeCl3 sambil diaduk

hingga warna menjadi

merah coklat

- Disimpan untuk percobaan

selanjutnya

- Aquadest tampak bening

- Suhu aquadest masih normal

- Aquadest menguap

- Warna larutan berubah menjadi merah

kecoklatan

- Warna larutan tetap berwarna merah

kecoklatan

2. Koagulasi

- Dimasukkan masing-

masing 15 tetes CaCl2 0,1 M

dan NaCl 0,1 M dalam

masing-masing tabung

reaksi

- Ditambahkan masing-

masing 10 tetes Fe(OH)3 ke

dalam tabung reaksi

- Diamati

- CaCl2 dan NaCl berwarna bening

- Warna NaCl dan CaCl2 berwarna kuning

keemasan. Awalnya saat dicampurkan

terasa panas, namun setelah didiamkan

larutan menjadi hangat

3. Dispersi

- Dimasukkan 1 sendok

amilum tanpa digerus ke

dalam gelas kimia

- Amilum tampak berwarna putih dan

berbentuk serbuk

- Ditambahkan 10 mL lalu

disaring

- Ditambahkan 2 tetes I2 pada

kedua filtrat

- Diamati

- Larutan amilum berwarna putih susu dan

filtrat bening

- Larutan menjadi sedikit lebih keruh dan

kental

4. Emulsi

- Dimasukkan 10 mL minyak

goreng ke dalam corong

pisah

- Ditambahkan 40 mL

aquadest

- Dikocok

- Diamati

- Ditambahkan 2 mL sabun

cair

- Dikocok

- Diamati

- Minyak berwarna kuning keemasan

- Air dan minyak tidak menyatu. Air berada

dibawah dan minyak berada diatas

- Air dan minyak tetap tidak menyatu

- Campuran menyatu dan warnanya menjadi

hijau muda

5. Adsorpsi

- Diambil 1 sendok norit dan

diletakkan diatas corong

kaca yang telah diberikan

kertas saring

- Dilewatkan 10 mL sirup

kedalam corong kaca

tersebut

- Diamati

- Norit berbentuk serbuk berwarna hitam

- Sirup berwarna oren, setelah disaring filtrat

berwarna kuning muda dan lebih encer.

Juga terlihat sedikit serbuk hitam

6. Koloid Pelindung

- Dimasukkan 10 tetes BaCl2

0,1 M ke dalam tabung

reaksi

- Larutan BaCl2 tampak berwarna bening

- Ditambahkan 10 tetes

gelatin yang telah

diencerkan

- Diamati

- Ditambahkan 10 tetes

AgNO3

- Diamati

- Warna menjadi lebih keruh dan larutan

lebih kental

- Warnanya menjadi putih keruh, dan tidak

mengendap karena ditambahkan gelatin

yang berfungsi sebagai koloid pelindung

4.2 Reaksi

4.2.1 Pembuatan Koloid Fe(OH)3

FeCl3 + 3H2O Fe(OH)3 + 3HCl

4.2.2 Koagulasi

2Fe(OH)3 + 3CaCl2 2FeCl3 + 3Ca(OH)2

Fe(OH)3 + 3NaCl FeCl3 + 3NaOH

4.2.3 Dispersi

O

OH

OH

OH

H

O

H HO

O

H

H

OH

OH

H

H

+

O

OH

OH

OH

H

O

H HO

O

H

H

OH

OH

H

H

n I2

CH2OH

H

CH2OH

H

CH2I

H

CH2I

H

n

n

+ nHIO

4.2.4 Koloid Pelindung

2AgNO3 + BaCl2 2AgCl +Ba(NO3)2

4.2.5 Struktur Sabun

CH3 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2

CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 COONa

Polar Non Polar

4.2.6 Struktur Minyak Goreng

4.3 Pembahasan

Koloid merupakan campuran dari dispersi kasar dengan dispersi halus dengan ukuran

partikel-partikelnya berkisar antara 10-7 dan 10-5 cm. Dalam sistem koloid, terdapat dua

fase, yaitu fase terdispersi dan fase pendispersi. Walaupun nampak sebagai dispersi

homogeny, namun koloid merupakan disperse heterogen. Dan dispersi bukan terdiri dari

ion atau molekul yang larut. Campuran ini dinamakan campuran koloid. Sistem koloid

terdiri dari fase terdispersi dengan ukuran tertentu dalam medium pendispersi. Dispersi

adalah pencampuran secara merata anatara dua zat atau lebih. Koloid merupakan sistem

dispersi. Koloid dapat disaring dengan penyaring ultra dan pada umumnya stabil. Suspensi

atau dispersi kasar, merupakan sistem dispersi dengan ukuran relatif besar (10-5cm) yang

tersebar merata dalam medium pendispersinya. Suspensi yaitu campuran heterogen antara

fasa terdispersi dengan medium pendispersinya. Fasa terdispersi biasanya berupa zat padat

yang ukurannya lebih besar sehingga akan membentuk endapan jika disatukan didiamkan

dalam beberapa saat. Suspensi dapat disaring dengan penyaring biasa dan larutannya tidak

stabil. Larutan merupakan sistem dispersi halus yang ukuran partikel-partikelnya sangat

kecil (10-7cm), sehingga tidak dapat diamati (dibedakan) antara partikel pendispersi dan

partikel terdispersi meskipun dengan menggunakan mikroskop ultra. Larutan adalah

campuran anatar fase terdispersi berupa zat padat, gas maupun cair dengan fase

pendispersinya yaitu zat cair. Larutan merupakan campuran yang homogen. Larutan

bersifat stabil atau tidak dapat memisah.

Zat yang didispersikan ke dalam zat lain disebut fase terdispersi. Sedangkan fase yang

digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi. Fase terdispersi umumnya

memiliki jumlah yang lebih kecil atau mirip pelarut pada suatu larutan. Larutan sejati tidak

termasuk sistem dispersi karena terdiri dari satu fasa.

Perbedaan antara larutan, koloid dan suspensi yaitu:

No Jenis Perbedaan Larutan Koloid Suspensi

1. Diameter partikel < 1nm 1nm – 100nm >100nm

2. Fasa Satu fasa Dua fasa Dua fasa

3. Penyaringan:

- Biasa

- Membran

- Ultra

Lewat

Lewat

Lewat

Lewat

Tertahan

Tertahan

Tertahan

Tertahan

Tertahan

4. Bentuk campuran Homogen Tampak

homogen

Heterogen

5. Bentuk dispersi Dispersi

molekuler

Dispersi

padatan

Dispersi

padatan

6. Kestabilan Stabil/tidak

memisah

Pada

umumnya

stabil

Tidak stabil

7. Kejernihan Jernih Tidak jernih Tidak jernih

8. Contoh Larutan gula,

alkohol,

garam, udara

bersih

Sabun, santan,

susu, mentega

dan jeli

Air dengan

pasir, air

dengan kopi

Baik fasa terdispersi maupun fasa pendispersi dapat berupa gas, cair atau padat.

Dengan demikian terdapat 8 macam sistem koloid dari 9 macam kombinasi-kombinasi

keadaaan yang mungkin. Sistem gas-gas bukan termasuk sistem koloid karena kedunya

dapat bercampur homogen (satu fasa). Macam-macam koloid dapat dilihat sebagai berikut

:

Fasa Terdispersi Fasa Pendispersi Nama Koloid Contoh

Gas Cair Busa/buih Busa sabun, putih

telur, ombak, krim

kocok

Gas Padat Busa padat Batu apung, karet

busa, lava

Cair Gas Aerosol cair Kabut, awan,

spray/obat semprot

Cair Cair Emulsi Susu, santan,

minyak ikan

Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega,

agar-agar, lateks

Padat Gas Aerosol padat Debu, asap

Padat Cair Sol Sol emas, sol

belerang, tinta, cat

Padat Padat Sol padat Kaca berwarna,

paduan logam

Koloid mempunyai beberapa sifat yang berbeda dengan larutan. Sifat khusus koloid

timbul akibat ukuran partikelnyalebih besar daripada larutan. Sifat-sifat tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Efek Tyndall

Jika seberkas cahaya dilewatkan pada suatu sistem koloid, maka cahaya tersebut akan

dihamburkan sehingga berkas cahaya tersebut akan kelihatan. Sedangkan jika cahaya

dilewatkan pada larutan sejati maka cahaya tersebut akan diteruskannya. Sifat koloid

yang seperti inilah yang dikenal dengan efek tyndall dan sifat ini dapat digunakan untuk

membedakan koloid dengan larutan sejati. Gejala ini pertama kali ditemukan oelh

Michael Faraday, kemudian diselidiki lebih lanjut oelh John Tyndall (1820-1893),

seorang ahli Fisika bangsa Inggris. Efek tyndall juga dapat menjelaskan mengapa langit

pada siang hari berwarna biru sedangkan pada saat matahari terbenam, langit diufuk

barat berwarna jingga atau mera. Hal itu disebabkan oleh penghamburan cahaya

matahari oleh partikel koloid diangkasa dan tidak semua frekuensi dari sinar matahari

dihamburkan dengan intensitas sama. Jika intensitas cahaya yang dihamburkan

berbanding lurus dengan frekuensi, maka pada waktu siang hari ketika matahari

melintas diatas kita frekuensi paling tinggi (warna biru) yang banyak dihamburkan,

sehingga kita melihat langit berwarna biru. Sedangkan ketika matahari terbenam,

hamburan frekuensi rendah (warna merah) lebih banyak dihamburkan, sehingga kita

melihat langit berwarna jingga atau merah. Gejala efek tyndall yang dapat diamati

dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

- Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut

- Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap dan berdebu

- Berkas sinar matahari melalui celah pohon-pohon pada pagi yang berkabut

b. Gerak Brown

Gerak brown merupakan gerak patah-patah (zig-zag) partikel koloid yang terus

menerus dan hanya dapat diamati dengan mikroskop ultra. Gerak brown terjadi sebagai

akibat tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel

koloid. Dalam suspensi tidak terjadi gerak brown karena ukuran partikel cukup besar.

Sehingga tumbukan yang dialaminya setimbang. Partikel zat terlarut juga mengalami

gerak brown, tetapi tidak dapat diamati. Semakin tinggi suhu, maka gerak brown yang

terjadi juga semakin cepat, karena energi molekul medium meningkat sehingga

menghasilkan tumbukan yang lebih kuat. Gerak brown merupakan faktor penyebab

stabilnya partikel koloid dalam medium dispersinya. Gerak brown yang terus menerus

dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga partikel koloid tidak mengalami

sedimentasi (pengendapan).

c. Elektrolisis

Partikel koloid dapat bergerak dalam madan listrik karena partikel koloid bermuatan

listrik. Pergerakkan partikel koloid dalam medan listrik ini disebut elektrolisis. Jika dua

batang elektrode dimasukkan ke dalam sistem koloid dan kemudian dihubungkan

dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak kesalah satu elektrode

tergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke anode

(elektrode positif) sedang koloid bermuatan positif akan bergerak ke katode (elektrode

negatif). Elektroforesis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid. Jika

partikel koloid berkumpul di elektrode negatif berarti koloid bermuatan positif. Jika

partikel koloid berkumpul di elektrode positif berarti koloid bermuatan negatif.

Peristiwa elektroforesis ini sering dimanfaatkan kepolisian dalam identifikasi atau tes

DNA pada jenazah korban pembunuhan atau jenazah tidak dikenal.

d. Adsorpsi

Adsorpsi adalah peristiwa dimana suatu zat menempel pada permukaan zat lain. Seperti

H+ dan OH- dari medium pendispersi. Untuk berlangsungnya adsorpsi, minimum harus

ada dua macam zat, yaitu zat yang tertarik disebut adsorbat, dan zat yang menarik

disebut adsorben. Apabila terjadi penyerapan ion pada permukaan partikel koloid maka

partikel-partikel koloid dapat bermuatan listrik yang muatannya ditentukan oleh

muatan ion-ion yang mengelilinginya. Partikel koloid mempunyai kemampuan

menyerap ion atau muatan listrik pada permukannya. Oleh karena itu, partikel koloid

bermuatan listrik. Penyerapan pada permukaan ini disebut dengan adsorpsi.

Pemanfaatan sifat adsorpsi koloid dalam kehidupan antara lain dalam proses pemutihan

gula tebu, dalam pembuatan norit dan dalam proses penjernihan air dengan

penambahan tawas.

e. Koagulasi

Koagulasi adalah peristiwa pengendapan atau penggumpalan koloid. Koloid

distabilkan oleh muatannya. Jika muatan koloid dilucuti atau dihilangkan, maka

kestabilannya akan berkurang sehingga dapat menyebabkan koagulasi atau

penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektrolisis atau jika

elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup

lama ke dalam sel elektrolisis, maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai

elektrode. Koagulasi koloid karena penambahan elektrolit terjadi karena koloid

bermuatan positif menarik ion negatif dan koloid bermuatan negatif menarik ion

positif. Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Jika selubung terlalu

dekat, maka selubung itu akan menetralkan koloid sehingga terjadi koagulasi. Sistem

koloid dapat dibuat dengan menggabungkan ukuran partikel-partikel larutan sejati

menjadi berukuran partikel koloid atau dinamakan kondensasi. Selain itu juga dapat

dibuat dengan cara menghaluskan ukuran partikel suspensi kasar menjadi berukuran

partikel koloid, cara ini dinamakan dispersi.

1. Cara Kondendasi

Dengan cara kondensasi, partikel-partikel fase terdispersi dalam larutan sejati yang

berupa molekul atom atau ion diubah menjadi partikel-partikel berukuran koloid.

Pembuatan koloid dengan cara kondensasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

cara kimia dan cara fisika. Cara ini juga dapat dilakukan melalui reaksi-reaksi

kimia, seperti reaksi redoks, hidrolisis dan dekomposisi rangkap atau dengan

pergantian pelarut.

2. Cara Dispersi

Dengan cara dispersi, partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara dispersi

dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi atau dengan loncatan bunga listrik (cara

busur bredig)

a. Cara Mekanik

Menurut cara ini butir-butir kasar digerus dengan lumpang atau penggiling

koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan

medium dispersi.

b. Cara Peptisasi

Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu

endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pememptisasi

memecahkan butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid.

c. Cara Busur Bredig

Cara busur bredig digunakan untuk membuat sel-sel logam

Adapun prinsip-prinsipnya antara lain:

a. Efek Tyndall menggunakan prinsip penghamburan cahaya atau partikel koloid.

b. Gerak brown menggunkan prinsip tumbukan yang tidak seimbang antara molekul-

molekul medium terhadap partikel koloid.

c. Elektroforesis menggunakan prinsip bahwa setiap partikel koloid harus memiliki

muatan.

d. Adsorpsi menggunkan prinsip besar kecilnya ukuran partikel.

e. Koagulasi menggunkan prinsip gaya gravitasi, dimana partikel yang lebih berat berada

pada lapisan paling bawah.

f. Koloid pelindung menggunakan prinsip bentuk lapisan di sekeliling partikel koloid lain

sehingga melindungi muatan koloid tersebut.

g. Dialisis menggunakan prinsip mengurangi ion-ion penganggu.

Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu:

- Beaker glass untuk menghomogenkan larutan dan memanaskan larutan

- Pipet tetes untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit

- Hot plate digunakan untuk memanaskan larutan

- Corong kaca digunakan bersamaan dengan kertas saring untuk proses penyaringan

- Botol semprot yang berisi aquades digunakan untuk mensterilkan atau mencuci terlebih

dahulu alat saat akan digunakan dan dapat sebagai pelarut pada larutan

- Botol reagen digunakan untuk menyimpan beberapa larutan yang akan digunakan

- Tabung reaksi digunakan untuk mereaksikan larutan yang sedang diamati

- Batang pengaduk digunakan untuk mengaduk larutan yang ditempatkan pada hot plate

- Corong pisah digunakan untuk mencampurkan larutan dalam jumlah banyak

- Lumpang dan alu digunakan untuk menghaluskan bahan berbentuk padatan

- Spatula digunakan untuk mengambil bahan berbentuk serbuk dalam jumlah sedikit

Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu:

- Sirup digunakan pada proses adsorpsi, digunakan bersamaan dengan norit pada proses

adsorpsi

- Aquades digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan larutan

- Norit digunakan pada percobaan adsorpsi untuk menyerap zat warna sirup

- Gelatin digunakan setelah diencerkan untuk sebagai koloid pelimdung

- Minyak goreng digunakan pada percobaan emulsi, dicampur dengan sabun cair

- Sabun cair digunakan bersamaan dengan minyak goreng. Sabun berfungsi sebagai

emulgator

- Tisu digunakan untuk mengeringkan alat percobaan yang telah dicuci

- Kertas saring digunakan untuk menyaring serbuk pada percobaan

- Kertas label digunakan untuk menandai nama larutannya

- Larutan NaCl dan CaCl2 digunakan untuk melihat endapan mana yang terbentuk.

Karena anatara CaCl2 dan NaCl, yang paling banyak terbentuk endapan yaitu CaCl2,

sebab jika dilihat dari sistem periodik unsur, semakin ke kiri maka semakin reaktifdan

semakin ke kanan, semakin banyak terbentuk endapan.

- Larutan I2 digunakan mendeteksi adanya amilum pada larutan

- Larutan BaCl2 dan AgNO3 digunakan pada percobaan koloid pelindung, dicampurkan

dengan campuran gelatin yang telah diencerkan

Adapun faktor kesalahan dalam praktikum ini, yaitu:

- Penggerusan norit yang terlalu halus, sehingga saat disaring dengan sirup, norit ikut

tercampur pada filtratnya dan terlihat warna kehitaman

- Larutan amilum yang dicampur I2 seharusnya berwarna biru, buka berwarna putih. Hal

ini disebabkan oleh bubuk amilum yang telah tercampur bahan lain

Pada percobaan pertama adalah cara pembuatan koloid Fe(OH)3. Percobaan ini

dilakukan dengan cara mengukur 25 mL aquades yang berwarna bening kedalam

beaker glass yang telah dibersihkan kemudian dipanaskan hingga mendidih, hal ini

dilakukan agar proses yang terjadi nantinya akan cepat atau tidak memerlukan waktu

yang lama karena salah satu faktor laju reaksi adalah suhu larutan. Setelah mendidih

ditambahkan setetes demi setetes FeCl3 sambil diaduk hingga warnanya menjadi

merah coklat, kemudian larutan yang telah berubah menjadi merah coklat disimpan

untuk percobaan selanjutnya. Fungsi pemanasan yaitu untuk mempercepat terjadinya

reaksi.

Pada percobaan kedua yaitu mengetahui cara pembuatan koagulasi. Mula-mula

dimasukkan 15 tetes CaCl2 dan NaCl kedalam masing-masing tabung reaksi kemudian

tambahkan Fe(OH)3 yang didapat dari percobaan pertama berwarna merah coklat,

setelah ditambahkan Fe(OH)3 warna CaCl2 dan NaCl berubah menjadi kuning

keemasan. Pada percobaan ini seharusnya CaCl2 lebih menggumpal dibanding NaCl,

karena jika dilihat dari Sistem Periodik Unsur, jika semakin kekanan, maka semakin

banyak terbentuk endapan dan bersifat kurang reaktif.

Pada percobaan ketiga adalah dispersi dengan menggunakan amilum yang

dimasukkan ke dalam gelas kimia sebanyak 1 sendok tanpa digerus, lalu disaring

kemudian ditambahkan 2 tetes I2 kedalam gelas kimia, larutan tersebut berubah warna

dari yang bening karena bubuk amilum yang telah disaring. Kemudian untuk menguji

adanya kandungan amilum didalam aquades yang telah disaring dengan menggunakan

I2. Seharusnya jika terdapat kandungan amilum didalamnya warnaya akan berubah

menjadi biru. Ini menunjukkan bahawa didalamnya hanya terdapat amilum dalam

jumlah kecil, sehingga perubahan warnaya hanya menjadi putih susu keruh.

Pada percobaan keempat yaitu emulsi ysng muls-mula dilakukakan adalah

memasukkan 10mL minyak goreng berwarna kuning keemsan kedalam corong pisah,

kemudian ditambahkan 40mL aquades berkarakteristik bening, lalu dikocok dan

terlihat dua fase karena minyak goreng bersifat non polar dan aquadest bersifat polar,

sehingga tidak dapat menyat. Disini minyak goreng sebagai terdispersi dan aquadest

sebagai pendispersi. Kemudian setelah diamati ditambahkan 2 mL sabun cair

berwarna hijau lalu dikocok dan terlihat satu fase antara sabun ,aquadest dan minyak

goreng. Karena sabun sebagai emulgator, dimana sabun memiliki kemampuan

mengikat senyawa polar dan non polar.

Pada percobaan kelima yaitu adsorpsi dilakukan dengan mengambil satu sendok

norit yang telah digerus lalu diletakkan diatas corong kaca yang telah diberi kertas

saring. Norit berwarna serbuk hitam. Lalu diletakkan 10 mL sirup kedalam corong

kaca yang telah berisi norit. Sirup yang berwarna oren pekat setelah melewati kertas

saring, warna sirup berubah menjadi oren tetpi warnanya tidak pekat lagi. Hal ini

dikarenakan zat warna dari sirup telah diserap oleh norit.

Pada percobaan keenam yaitu koloid pelindung dilakukan dengan cara

memasukkan 10 tetes BaCl2 0,1 M ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 tetes

gelatin yang telah diencerkan, lalu ditambahkan 10 tetes AgNO3. Disini gelatin

berfungsi sebagai koloid pelindung untuk melindungi BaCl2 agar tidak bereaksi cepat

dengan AgNO3. Gelatin juga menghambat terjadinya endapan karena pada BaCl2 dan

AgNO3 terjadi reaksi penggaraman. Jadi akhirnya campuran ini berwarna putih susu

dan tidak terjadi reaksidan tidak terdapat endapan.

Fungsi perlakuan dalam percobaan ini yaitu:

- Digerus untuk memperluas permukaan norit pada percobaan adsorpsi

- Dihomogenkan untuk mencampurkan dua zat

- Dipanaskan untuk mempercepat reaksi

- Disaring untuk memisah antara residu dan filter

- Diaduk untuk menghomogenkan campuran

- Diukur untuk mendapatkan larutan pda batas tera yang diinginkan

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Minyak goreng dan air tidak menyatu karena perbedaan sifat kepolaran, yaitu minyak

goreng non polar sedangkan air polar.

Minyak goreng dan air dapat menyatu karena ditambahkan sabun yang bersifat

emulgator.

Endapan yang terjadi terhambat karena adanya gelatin yang menjadi koloid pelindung.

5.2 Saran

Sebaiknya pada percobaan selanjutnya digunakan larutan CCl4 untuk

menggantikan minyak goreng pada percobaan emulsi, karena sifat kepolaran CCl4 dan

minyak goreng sama yaitu non polar.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyono. 2011. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta : Bumi Aksara

Oxtoby, D. dkk. 1999. Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta : Gelora

Aksara Pratama

Sukmatimah dan Kimianti. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Jakarta : Binarupa

Aksara

Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro.

Jakarta : Kalman Media Pustaka

Yazid, E. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta : Penerbit ANDI

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aldehid dan keton adalah keluarga besar dari senyawa organik yang termasuk dalam

kehidupan sehari-hari kita. Senyawa-senyawa ini menimbulkan bau wangi pada banyak

buah-buahan dan parfum mahal. Contohnya, sinamaldehida (suatu aldehida)

menyebabkan bau kayu manis (sinamon) dan siveton (suatu keton) yang digunakan untuk

bau musky (menyengat, sumber asli dari semacam rusa) pada banyak parfum.

Formaldehida merupakan komponen material dalam berbagai material dalam bangunan

rumah. Keton testoteron dan estron banyak dikenal sebagai hormon yang menimbulkan

ciri seksual. Selain itu, kimia aldehida dan keton berperan dalam cara kita mencerna

makanan dan cara kita melihat.

Aldehid dan keton memiliki gugus karbonil, C═O yang merupakan gugus fungsi

paling penting dalam kimia organik. Seperti yang telah dibahas di atas, senyawa ini

penting dalam banyak proses biologi dan sering merupakan mata niaga yang penting.

Aseton adalah keton yang paling penting. Ia merupakan cairan volatil (titik didih

50oC) dan mudah terbakar. Aseton adalah pelarut yang baik untuk macam-macam

senyawa organik, banyak digunakan sebagai pelarut plastik. Tidak seperti kebanyakan

pelarut organik lain, aseton bercampur dengan air dalam segala perbandingan. Sifat ini

digabungkan dengan volatilitasnya, membuat aseton sering digunakan sebagai pengering

alat-alat laboratorium. Alat-alat gelas laboratorium yang masih basah dibilas dengan

aseton, dan lapisan aseton yang menempel kemudian menguap dengan mudah. Salah satu

metode pembuatannya adalah dehidrogenisasi.

Karena aldehid dan keton tidak mengandung hidrogen yang terikat pada oksigen,

maka tidak dapat terjadi ikatan hidrogen seperti pada alkohol. Namun, senyawa ini dapat

membentuk ikatan hidrogen dengan atom hidrogen dari air dan alkohol, karena adanya ini

kelarutan aldehid dan keton dalam air sejajar dengan alkohol.

Oleh karena itu, praktikum ini dilakuakan. Yang melatar belakangi percobaan ini

untuk mengetahui bagaimana cara dan perbedaan dari aldehid dan keton. Serta untuk

mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi pada sampel jika ditambahkan dengan pereaksi

fehling dan tollens dan agar mengetahui aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip

yang digunakan pada percobaan ini adalah membedakan senyawa aldehid dan keton

dengan mengujinya menggunakan pereaksi fehling dan tollens, aldehid bereaksi positif

dengan kedua reaksi itu, dengan fehling menghasilkan endapan merah bata, sedangkan

tollens menghasilkan cermin perak.

1.2 Tujuan Percobaan

Mengetahui sampel yang mengandung aldehid dan keton pada uji fehling AB

Mengetahui reaksi yang terjadi pada aseton, formaldehid, ekstrak papaya, ekstrak

alpukat, ekstrak buah naga, ekstrak tebu dan madu pada uji fehling AB

Mengetahui sampel yang mengandung keton dan aldehid pada uji tollens

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Aldehid dan keton barulah dua dari sekitar sekian banyak kelompok senyawa

organik yang mengandung gugus karbonil. Suatu keton mempunyai dua gugus alkil (aril)

yang terikat pada karbonil, sedangkan aldehid mempunyai sekurangnya satu atau hidrogen

yang terikat pada karbon karbonilnya. Gugus lain dalam suatu aldehid adalah (R dalam

rumus) dapat berupa alkil, aril atau H. Aldehid dan keton lazim terdapat dalam sistem

makhluk hidup. Gula ribosa dan hormon betina progesteron merupakan dua contoh

aldehid dan keton yang penting secara biologis. Banyak aldehid dan keton mempunyai

bau khas yang membedakannya umumnya aldehid berbau merangsang dan keton berbau

harum (Fessenden, 1982).

Aldehid merupakan senyawa organik yang mengandung gugus –Co namanya

diturunkan dari asam yang terbentuk bila senyawa dioksidasi lebih lanjut. Aldehid

diperoleh pada pengoksidasi sebagian alkohol primer. Misalnya etil alkohol bila dioksidan

menjadi asetaldehid yang bila dioksidan menjadi asam asetat. Sedangkan keton senyawa

dengan gugus karboksil terikat pada dua radikal hidrokarbon; keton yang paling

sederhana adalah aseton. Aseton (dimetil keton) CH3COOH3 merupakan zat cair tanpa

warna yang mudah terbakar mempunyai bau dan rasa yang khas, digunakan sebagai

pelarut dalam industri dan dalam laboratorium (Stanley, 1998).

Aldehida dan keton dicirikan oleh adanya gugus karbonil, yang barangkali

merupakan gugus fungsi paling penting dalam kimia organik. Aldehida memiliki

sedikitnya satu atom hidrogen melekat pada atom karbon karbonil. Gugus sisanya dapat

berupa atom hidrogen lain atau gugus organik alifatik atau aromatik. Gugus –CH=O yang

merupakan ciri dari aldehida sering disebut gugus formil. Pada keton, atom karbon

karbonilnya terhubung dengan dua atom atau karbon lain.

O

C

gugus karbonil

O

C

R H

O

C

aldehida

Formil

Atau –CH=O Atau –CHO

O

C

R R

(Petrucci, 1987).

Dalam sistem IUPAC, akhiran untuk keton adalah –on (dari suku kata terakhir

keton). Rantai dinomori sehingga karbonil memiliki nomor terendah. Nama umum keton

dibentuk dengan menambahkan kata keton pada nama gugus alkil atau aril yang melekat

pada karbonil (Hart, 2003).

Formaldehida, yaitu aldehida yang sederhana, dibuat secara besar-besaran melalui

oksidasi metanal.

CH3OHKatalis Ag

600-700oCCH2=O + H2

Formaldehida berwujud gas (Td -21oC), tetapi gas ini tidak disimpan dalam keadaan bebas

karena akan mudah berpolimerisasi. Biasanya formaldehida dipasok sebagai larutan berair

37% yang disebut formalin. Dalam bentuk ini formalin digunakan sebagai disinfektan dan

pengawet, namun sebagian besar formaldehida digunakan dalam pembuatan plastik,

insulasi bangunan, papan partikel, dan kayu lapis (Hart, 2003).

Aldehid dan keton mengandung gugus karbonil C=O, jika dua gugus ini menempel

pada gugus ini menempel pada gugus karbonil adalah gugus karbon. Maka senyawa itu

dinamakan keton. Jika salah satu dari kedua gugus tersebut adalah hidrogen, maka

senyawa tersebut adalah golongan aldehid. Oksida parsial dari alkohol menghasilkan

keton. Oksidasi bertahap dari etanol menjadi asetaldehida kemudian menjadi asam asetat

yang diilustrasikan dengan model molekul (Petrucci, 1987).

Reaksi-reaksi yang terdapat pada aldehida antara lain adalah :

1. Oksidasi

Aldehida adalah reduktor kuat, sehingga dapat mereduksi oksidator-oksidator lemah.

Pereduksi tollens dan fehling merupakan pereaksi khusus untuk mengenali aldehida.

Oksidasi aldehida menghasilkan asam karboksilat.

C H

O

H

+Ag2O(Aq)C OH

O

H

+ 2Ag(s)

2. Reduksi (adisi hidrogen)

Ikatan rangkap –C=O dari gugus fungsi aldehida dapat diadisi gas hidrogen alkohol

primer. Adisi hidrogen menyebabkan penurunan bilangan oksidasi atom karbon gugus

fungsi oleh karena itu adisi hidrogen tergolong reduksi (Fessenden, 1982).

Keton terlibat dalam berbagai macam reaksi organik seperti contoh adalah adisi

nukleofil menghasilkan senyawa adisi karbonil tetrahedral. Reaksi dengan reagen

Grignard menghasilkan magnesium alkoksida dan setelahnya alkohol tersier reaksi

dengan alkohol, asam atau basa menghasilkan hemiketal dan air, reaksi lebih jauh

menghasilkan ketal dan air, ini adalah bagian dari reaksi pelindung karbonil. Reaksi

RCOR dengan Natrium amida menghasilkan pembelahan dengan pembentukan amida

RCONH2 dan alkana RH, reaksi ini dikenal sebagai reaksi Haller Bauer (1909). Reaksi

keton juga merupakan adisi elektrofilik yaitu reaksi dengan sebuah elektrofil

menghasilkan kation yang distabilisasi oleh resonansi. Reaksi enol dengan halogen

menghasilkan haloketon-x, misalnya yang paling umum digunakan sebagai sumber anti

oksidan adalah x-tocopherol bermanfaat untuk mencegah atau menghambat auto oksidasi

dari lemak dan minyak. Reaksi pada karbon-x keton dengan air berat menghasilkan keton-

d berdeuterium fragmentasi pada foto kimia reaksi Norrish (Mulyono, 2006).

Aseton merupakan keton yang paling sederhana, juga diproduksi secara besar-

besaran, sekitar 2 milyar setiap tahun. Metode yang paling sering digunakan untuk sintesis

komersialnya ialah dioksidasi propena, oksidasi isopropil alkohol, dan oksidasi isopropil

benzena.

C

H

CH3CH3O2

C

OOH

CH3CH3 H2SO4 encer

H2O

OH

+ CH3 C CH3

O

Sekitar 30% aseton digunakan secara langsung, sebab aseton tidak saja bercampur

sempurna dengan air tetapi juga merupakan pelarut yang baik untuk banyak zat organic

(resin, cat, zat warna dan cat kuku). Sisanya digunakan untuk pembuatan bahan kimia

komersial lain, termasuk befenol 1-A untuk resin epoksi (Mulyono, 2006).

Aldehid dan keton adalah keluarga besar dari senyawa organik yang merasuk

kedalam kehidupan sehari-hari. Senyawa-senyawa ini menimbulkan bau wangi pada

banyak buah-buahan dan parfum. Contohnya sinamaldehida (suatu aldehida)

menyebabkan bau kayu manis (sinamon) dan siveton (suatu keton) yang digunakan untuk

bau wisky (menyengat, sumber asli dari semacam rusa) pada banyak parfum,

formaldehida merupakan komponen dari berbagai material dalam bangunan rumah. Keton

testoteron dan eston banya dikenal sebagai hormon yang menimbulkan ciri seksual. Selain

itu, kimiawi aldehida dan keton berperanan penting dalam cara kita mencerna makanan

dan bahkan dalam cara kita dapat melihat melisan di halaman ini (kimiawi penglihatan)

(Fessenden, 1982).

Suatu hidrofilik dapat bermuatan negatif atau netral. Jika netral biasanya

mempunyai atom hidrogen dan dapat terjadi reaksi eliminasi. Nukleofil yang bermuatan

listrik negatif biasanya lebih reaktif dari pada nukleofil yang bermuatan netral. Adisi

nukleofilik pada aldehid dan keton dapat menghasilkan dua kemungkinan, yaitu :

1) Intermediet tetrahedral yang dapat diprotanasi dengan asam atau air menghasilkan

alkohol.

2) Atom oksigen karbonil dapat dieliminasi sebagai OH- atau H2O menghasilkan

ikatan rangkap C=Na

(Stanley, 1998).

Keton yang banyak digunakan adalah propanon atau yang sering dikenal aseton. Aseton

digunakan sebagai pelarut selulosa asetal dalam memproduksi crayon. Dalam kehidupan

sehari-hari kaum wanita menggunkan aseton sebagai pembersih kutek. Beberapa keton

siklik merupakan bahan untuk parfum karena berbau harum (Fesennden, 1982).

Sifat – sifat dari aldehida dan keton :

1) Sifat fisika

Sifat–sifat untuk gugus karbonil mempengaruhi sifat aldehid dan keton karena senyawa

ini polar dan karena itu melakukan tarik–menarik dipol–dipol antar molekul. Aldehid dan

keton mendidih pada temperatur yang lebih tinggi dari senyawa non polar dan bobot

molekulnya.

2) Sifat spektral inframerah

Spektrum inframerah berguna untuk mendeteksi gugus karbonil dalam suatu keton dan

aldehid. Untuk aldehid bukti yang saling menunjang dapat dicari dengan inframerah atau

MNR karena yang unik dari hidrogen aldehid. Keton tidak dapat diidentifikasi secara

positif oleh metode spektral.

3) Sifat spektral MNR

Resapan Mnr untuk proton alfa ( 2,1 sampai 2,66 ppm) minimal sedikit dibawah medan

dibandingkan dengan resapan OH basa (t 1,5 ppm) karena tertariknya elektron oleh atom

oksigen elektron negatif.

4) Titik didih aldehid dan keton

5) Aldehid dan keton dapat membentuk ikatan hidrogen antar molekul karena tidak

adanya gugus hidroksil OH. Dengan demikian titik didihnya lebih rendah

dibandingkan alkohol padanya. Tetapi aldehid dan keton dapat saling tarik–

menarik antar molekul polar–polar sehingga titik didihnya lebih tinggi

dibandingkan alkana padanya. Aldehid dan keton merupakan beberapa dari

senyawa organik didalam kehidupan sehari–hari (Fessenden, 1982).

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan bahan

3.1.1 Alat

Tabung reaksi

Gelas sampel

Pipet tetes

Rak tabung reaksi

Sikat tabung reaksi

Botol reagen

Hot plate

Beaker glas

3.1.2 Bahan

Aquades

Tissue

Kertas label

Sabun cair

Larutan NH4OH 1 %

Larutan AgNO3 1 %

Larutan fehling A (CuSO4)

Larutan fehling B (NaOH + kalium natrium tartrat)

Aseton

Formaldehid

Sampel ekstrak pepaya

Ekstrak buah naga

Ekstrak alpukat

Ekstrak tebu

Madu

3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Uji fehling AB

3.2.1.1 Uji fehling AB pada sampel ekstrak pepaya

Dibuat fehling AB dengan mencampurkan fehling A 5 tetes dan fehling B

5 tetes

Ditambahkan 10 tetes sampel ekstrak pepaya

Dipanaskan 5 menit

Diamati

3.2.1.2 Uji fehling AB pada sampel estrak alpukat

Dibuat fehling AB dengan mencampurkan fehling A 5 tetes dan

fehling B 5 tetes

Ditambahkan 10 tetes sampel ekstrak alpukat

Dipanaskan 5 menit

Diamati

3.2.1.3 Uji fehling AB pada estrak buah naga

Dibuat fehling AB dengan mencampurkan fehling A 5 tetes dan fehling B

5 tetes

Ditambahkan 10 tetes sampel estrak buah naga

Dipanaskan 5 menit

Diamati

3.2.1.4 Uji fehling AB pada sampel aseton

Dibuat fehling AB dengan mencampurkan fehling A 5 tetes dan fehling B

5 tetes

Ditambahkan 10 tetes sampel aseton

Dipanaskan 5 menit

Diamati

3.2.1.5 Uji fehling AB pada estrak tebu

Dibuat fehling AB dengan mencampurkan fehling A 5 tetes dan fehling B

5 tetes

Ditambahkan 10 tetes sampel ekstrak tebu

Dipanaskan 5 menit

Diamati

3.2.1.6 Uji fehling AB pada formaldehid

Dibuat fehling AB dengan mencampurkan fehling A 5 tetes dan fehling B

5 tetes

Ditambahkan 10 tetes sampel formaldehid

Dipanaskan 5 menit

Diamati

3.2.1.7 Uji fehling AB pada madu

Dibuat fehling AB dengan mencampurkan fehling A 5 tetes dan fehling B

5 tetes

Ditambahkan 10 tetes sampel madu

Dipanaskan 5 menit

Diamati

3.2.2 Uji Tollens

3.2.2.1 Uji tollens pada sampel estrak papaya

Dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5 tetes

AgNO3

Ditambahkan 10 tetes sampel ekstrak papaya

Dipanaskan 5 menit

Diamati

3.2.2.2 Uji tollens pada sampel ekstrak alpukat

Dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5 tetes

AgNO3

Ditambahkan 10 tetes sampel ekstrak alpukat

Dipanaskan 5 menit

Diamati

3.2.2.3 Uji tollens pada sampel estrak buah naga

Dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5 tetes

AgNO3

Ditambahkan 10 tetes sampel ekstrak buah naga

Dipanaskan 5 menit

Diamati

3.2.2.4 Uji tollens pada sampel aseton

Dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5 tetes

AgNO3

Ditambahkan 10 tetes sampel aseton

Dipanaskan 5 menit

Diamati

3.2.2.5 Uji tollens pada sampel formaldehid

Dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5 tetes AgNO3

Ditambahkan 10 tetes sampel formaldehid

Dipanaskan 5 menit

Diamati

3.2.2.6 Uji tollens pada sampel ekstrak tebu

Dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5 tetes AgNO3

Ditambahkan 10 tetes sampel estrak tebu

Dipanaskan 5 menit

Diamati

3.2.2.7 Uji tollens pada sampel madu

Dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5 tetes AgNO3

Ditambahkan 10 tetes sampel madu

Dipanaskan 5 menit

Diamati

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

Prosedur percobaan Hasil pengamatan

Uji fehling AB

- Dibuat fehling AB dengan

mencampurkan fehling A 5 tetes

dan fehling B 5 tetes

- Ditambahkan 10 tetes masing –

masing sampel

- Dipanaskan 5 menit

- Diamati

- Larutan fehling A berwarna biru

muda

- Larutan fehling B tidak berwarna

(bening)

- Sampel aseton bening

- Sampel formaldehid bening

- Sampel ekstrak papaya berwarna

orange pekat

- Sampel ekstrak alpukat berwarna

hijau keruh

- Sampel ekstrak buah naga

berwarna ungu pekat

- Sampel ekstrak tebu berwarna

kuning keruh

- Sampel madu berwarna coklat

kemerahan, pekat

- Sampel aseton menjadi berwarna

biru tua terdapat gumpalan

- Sampel formaldehid menjadi

berwarna cermin perak

- Sampel ekstrak papaya menjadi

berwarna orange kecoklatan,

homogen

- Sampel ekstrak alpukat menjadi

terdapat 2 fase, fase atas berwarna

kuning kunyit, fase bawah terdapat

endapan merah bata

- Sampel ekstrak buah naga menjadi

endapan berwarna merah

- Sampel ekstrak tebu menjadi

berwarna merah bata, endapan

- Sampel madu menjadi berwarna

kuning

Uji Tollens

- Dibuat tollens dengan

mencampurkan 5 tetes NH4OH dan

5 tetes AgNO3

- Ditambahkan 10 tetes masing –

masing sampel

- Dipanaskan 5 menit

- Diamati

- Larutan NH4OH bening

- Larutan AgNO3 bening

- Sampel aseton bening

- Sampel formaldehid bening

- Sampel estrak papaya berwarna

orange pekat

- Sampel ekstrak alpukat berwarna

hijau keruh

- Sampel ekstrak buah naga

berwarna ungu pekat

- Sampel ekstrak tebu berwarna

kuning keruh

- Sampel madu berwarna coklat

kemerahan, pekat

- Sampel aseton tidak ada endapan

larutan keruh

- Sampel formaldehid terbentuk

endapan cermin perak

- Pada ekstrak pepaya sedikit

endapan cermin perak, warna

larutan cokelat

- Pada tebu warna cokelat tua

- Ekstrak alpukat warna cokelat tua

- Ekstrak buah naga warna menjadi

coklat tua

- Madu warnanya menjadi coklat

tua. Semuanya tidak terdapat

endapan cermin perak.

4.2 Reaksi

4.2.1 Reaksi Fehling A + Fehling B

Cu(OH)2 +

O

C

C

C

C

O

ONa

OHH

OHH

OK

O

C

C

C

C

O

ONa

OH

OH

OK

Cu + 2H2O

4.2.2 Reaksi Fehlling AB + Formaldehid

4.2.3 Reaksi Fehling AB + Aseton

C ONa

C

C

H O

C

H O

OK

O

O

Cu + H C

H

H

C C H

H

HO

4.2.4 Reaksi Fehling AB + Glukosa

C H

C

C

H OH

C

OH H

H OH

C OHH

C HH

OH

O

+

C ONa

C

C

H O

C

H O

OK

O

O

Cu

C H

C

C

H OH

C

OH H

H OH

C OHH

C HH

OH

O

C ONa

C

C

H OH

C

H OH

OK

O

O

+2 + Cu2O

4.2.5 Reaksi Fehling AB + Fruktosa

CH2OH

C

C

C

HO

C

H OH

H OH

CH2OH

H

O

C

C

HO H

C

H

H OH

CH2OH

CHOH

CHOH

OH

CHO H

C

C

HO

C

H OH

H OH

CH2OH

CHO

H + 2

C ONa

C

C

H

C

H O

OK

O

O

O

Cu2H2O

(D-Fruktosa)(Transenaldiol) (D-glukosa)

(fehling AB)

C OH

C

C

HO H

C

HO H

H OH

C

CH2OH

O

OHH

+ 2

C ONa

C

C

H

C

H OH

OK

O

O

OH + Cu2O

4.2.6 Reaksi Tollens + aseton

H C

H

H

C C H

H

HO

+ Ag(NH3)2OH

4.2.7 Reaksi Tollens + glukosa

CH

C

C

H OH

C

HO H

H OH

C OHH

CH2OH

O

+ Ag(NH3)2OH

O

C OH

C

C

H OH

C

HO H

H OH

C OHH

CH2OH

2Ag + 4NH3+ H2O

4.2.8 Reaksi Tollens + fruktosa

CH2O

C

C

C

HO H

C

H

H

CH2OH

O

OH

OH

CHOH

CHO

C

C

HO H

C

H OH

H OH

CH2OH

CHO

C H

C

C

HO H

H OH

H OH

CH2OH

C

HO

+ 2Ag(NH3)2OH

C OH

C

C

HO H

C

HO H

H OH

C OHH

CH2OH

O

+ 2Ag +NH3 H2O

4.2.9 Reaksi Tollens + Sukrosa

OH

H

H

H

OHH

CH2OH

H

OHO

CH2OH

CH2OH

OH H

OH

H OH

O

HC H

C

C

H OH

C

HO H

H OH

C OHH

CH2OH

+

C

CH OH

C

C

HO H

C

H OH

H OH

CH2OH

H

H

OH

H

H

H

OHH

CH2OH

H

OHO

CH2OH

CH2OH

OH H

OH

H OH + 2Ag ( NH3)2OH

CH

HC OH

C

C

H H

C

HO OH

H OH

C

O

CH2OH

OHH

+ 2Ag + 4NH3+ H2O

4.2.10 Reaksi Tollens + formaldehid

Ag2O + R-CHO R-COOH + Ag ( Cermin perak)

4.2.11 Reaksi Tollens

2 AgNO3 + 2NH4 Ag2O + 2NH4NO3 + H2O

Ag2O + NH3 + H2O 2 Ag(NH3)2OH

4.3 Pembahasan

Aldehid Keton

- Aldehid adalah suatu senyawa

yang mengandung sebuah gugus

karbonil yang terikat pada

sebuah atau dua buah atom

Hidrogen

- Contoh : Formaldehid

- Keton adalah suatu senyawa organik

yang mempunyai sebuah gugus

karbonil yang terikat pada dua gugus

alkil

- Contoh : Propanon atau aseton

Nama IUPAC dari aldehida merupakan penurunan dari alkana dengan menggantikan

akhiran “ana” dengan “di”, nama umumnya didasarkan nama asam karboksilat

ditambahkan dengan akhiran dehida. Keton juga dapat dikatakan senyawa organik yang

karbon karbonilnya dihubungkan dengan dua karbon lainnya. Keton tidak mengandung

atom hidrogen yang terikat atom pada gugus karbonilnya. Pembuatan keton yang paling

utama adalah dengan oksidasi dari alkohol sekunder. Hampir semua oksidator dapat

digunakan. Pereaksi khas antara lain chromium oksida (CrO3), phiridinium klor kromat

natrium bikromat (Na2CrO7) dan kalium permanganat (KmnO4). Aldehid dan keton

merupakan dua dari sekian banyak kelompok senyawa organik yang mengandung gugus

karbonil. Suatu keton mempunyai dua gugus alkil yang terikat pada karbon karbonilnya,

sedangkan aldehida mempunyai sekurang-kurangnya satu atom hidrogen yang terikat

pada karbon karbonilnya. Gugus lain dalam aldehida dapat berupa alkil, aril atau hidrogen.

Pereaksi Fehling terdiri dari dua bagian, Fehling A dan Fehling B. Fehling A adalah

larutan CuSO4, sedangkan Fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan kalium

natrium tartat. Pereaksi ini dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, dicampur

dengan NaOH , membentuk suatu larutan berwarna biru tua. Dalam pereaksi fehling, ion

Cu2+ terdapat sebagian ion kompleks. Pereaksi fehling dianggap sebagai larutan CuO.

Reaksi aldehid dengan fehling menghasilkan endapan merah bata dari Cu2O. Pereaksi

Tollens yaitu pengoksidasi yang ringan dan yang digunakan dalam uji ini adalah larutan

basa dan perak nitrat larutan jernih tak berwarna, untuk mencegah pengendapan ion perak

sebagai oksida (Ag2O) pada suhu tinggi ditambahkan beberapa tetes amonia. Amonia

membentuk Tollens kompleks larut air dengan ion perak.

Gula reduksi adalah golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa

penerima elektron. Contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu pereduksi

adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas.Semua monosakarida

(glukosa, fruktosa dan galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa) kecuali sukrosa dan

pati (polisakarida) termasuk sebagai gula pereduksi.

Tautomerisasi atau tautomeri adalah isomer-isomer yang berbeda satu dengan lainnya

hanya pada posisi ikatan rangkap dan sebuah atom hidrogen yang berhubungan.Tautomeri

dapat mempengaruhi kereaktifan suatu senyawa. Pada fruktosa mengalami suatu proses

yang disebut penataan ulang, sehingga membentuk struktur aldosa (dalam suasana basa).

Prinsip yang digunakan pada percobaan ini ialah membedakan senyawa aldehid dan keton

dengan mengujinya menggunakan pereaksi Fehling dan Tollens. Aldehid bereaksi positif

dengan kedua pereaksi itu, dengan fehling menghasilkan endapan merah bata, sedangkan

dengan Tollens menghasilkan cermin perak. Keton dapat dioksidasi, berarti reaksi negatif.

Pembuatan aldehid:

- Oksidasi alkohol primer

Alkohol primer dapat teroksidasi menghasilkan suatu aldehida dengan katalis kalium

bikarbonat dan asam sulfat.

- Mengalirkan uap alkohol primer diatas tembaga panas

Uap alkohol primer teroksidasi menghasilkan suatu aldehid dengan katalis tembaga panas.

- Memanaskan garam kalsium suatu asam monokarboksilat jenuh dengan kalium

format

Pemanasan campuran garam kalsium asam monokarbok sifat jenuh dengan kalsium

format akan menghasilkan aldehida.

Pembuatan keton:

Oksidasi alkohol sekunder

Oksidasi alkohol sekunder dengan katalis natrium bikromat dari asam sulfat akan

menghasilkan keton dan air

Mengalirkan uap alkohol diatas tembaga panas

Oksidasi uap alkohol sekunder dengan katalis tembaga panas akan menghasilkan keton

dan gas hidrogen

Memanaskan garam kalsium asam monokarboksilat

Keton dapat diperoleh dari pemanasan garam kalsium asam monokarboksilat

Sifat fisik aldehida:

Aldehida dengan 1-2 atom karbon (formaldehida dan asetaldehida) berwujud gas

pada suhu kamar dengan bau tidak enak

Aldehida dengan 3-12 atom karbon berwujud cair pada suhu kamar dengan bau

sedap

Aldehida dengan atom karbon lebih dari 12 berwujud padat pada suhu kamar

Aldehida suhu rendah (formaldehida dan asetaldehida) dapat larut dalam air

Aldehida suhu tinggi tidak larut dalam air

Sifat kimia aldehida:

Aldehida lebih reduktif daripada alkohol dari alkana

Dapat mengalami reaksi adisi

Dapat mengalami reaksi oksidasi menjadi asam

Dapat mengalami reaksi polimerisasi

Dapat mereduksi larutan Tollens menghasilkan cermin perak

Dapat mereduksi larutan fehling menghasilkan endapan merah bata dari senyawa

tembaga (II) oksida

Sifat fisik keton:

Keton dengan 3-13 atom karbon berupa cairan dengan bau sedap

Keton dengan atom karbon lebih dari 13 berupa padatan

Suhu rendah golongan keton dapat larut dalam air

Suhu tinggi golongan keton tidak larut dalam air

Sifat kimia keton:

Bila keton tereduksi akan menghasilkan alkohol sekunder

Keton tidak dapat dioksidasi oleh pereaksi fehling dan Tollens

Oksidasi keton dengan campuran natrium bikarbonat dan asam sulfat akan

menghasilkan asam karboksilat air dan karbondioksida

Oksidasi dengan campuran larutan tertentu

Reduksi dengan katalis

Reaksi dengan halogen

Aldehida dan keton mempunyai banyak kegunaan yang penting, yaitu aldehida aromatik

sering digunakan sebagai penyedap. Aldehida dan keton ialah keluarga besar dari senyawa

organik yang merasuk dalam kehidupan sehari-hari kita. Senyawa ini menimbulkan bau

wangi pada banyak buah-buahan dan parfum mahal. Contohnya Sinamaklehida (suatu

aldehida) menyebabkan bau kayu manis (Sinamon) dan Siveton (suatu keton) yang

digunakan untuk bau musky pada parfum. Formaldehid merupakan komponan dari

berbagai material dalam bangunan rumah.

Pada praktikum kali ini dilakukan 2 kali percobaan dengan beberapa sampel. Pada

percobaan pertama uji fehling AB. Alpukat yang berwarna hijau dan merupakan sampel

direaktifkan dengan fehling AB. Tetapi sebelumnya direaksikan terlebih dahulu fehling A

dan fehling B. Fehling A berwarna biru direaksikan dengan fehling B yang tidak berwarna.

Didapatkan larutan berubah warna menjadi biru tua. Saat ditambahkan alpukat, warna

alpukat betubah menjadi kuning kunyit dan terdapat endapan. Alpukat dapat bereaksi

dengan fehling AB karena alpukat merupakan fruktosa. Kemudian fehling AB dibuat

kembali pada tabung reaksi yang berbeda dimana fehling A dan fehling B direaksikan dan

didapatkan larutan berwarna biru tua. Kemudian ditambahkan 10 tetes madu, madu yang

awalnya berwarna coklat kemerahan saat dimasukkan ke larutan fehling AB warna madu

tersebut berubah menjadi berwarna kuning. Kemudian direaksikan kembali Fehling A dan

Fehlinf B, dimana terbentuk larutan fehling AB. Ditambahkan dengan ekstrak tebu,

dimana tebu awalnya berwarna kuning keruh menjadi merah bata. Fehling A dan Fehling

B direaksikan dan terbentuk larutan Fehling AB, dimana berfungsi untuk mendeteksi

adanya aldehid dalam suatu senyawa. Ditambahkan ekstrak buah naga dan didapatkan

warna ekstrak buah naga berwarna merah. Fehling A dan Fehling B direaksikan kembali

dan didapatkan Fehling AB yang berwarna biru tua. Ditambahkan formaldehida, dimana

formaldehida berubah warna dan terdapat cermin perak. Fehling AB yang terbentuk dari

warna biru tua. Lalu dimasukkan ekstrak pepaya, dan diperoleh warna pepaya yang

semula orange berubah orange kecoklatan, fehling A dan Fehling B direaksikan kembali

dan didapatkan hasil bahwa Fehling A dan Fehling B berwarna biru tua. Lalu ditambahkan

larutan aseton, dan didapatkan warna aseton berubah menjadi biru tua dan terdapat

gumpalan. Lalu semua reaksi dipanaskan yang berfungsi untuk mempercepat

berlangsungnya reaksi. Pada alpukat, alpukat terdapat endapan. Hal ini membuktikan pada

alpukat terdapat aldehid dan alpukat juga mengandung fruktosa. Pada pepaya, pepaya

menjadi berwarna merah, buah naga mengandung aldehid. Pada ekstrak tebu, tebu

berwarna merah bata dan terdapat endapan, tebu mengandung glukosa. Pada aseton,

aseton berwarna biru tua dan terdapat endapan. Hal ini terjadi karena aseton merupakan

keton dan keton tidak dapat bereaksi dengan Fehling AB. Pada formaldehid, formaldehid

berwarna cermin perak. Pada madu berwarna kuning kecoklatan.

Pada percobaan kedua yaitu uji tollens. Pada larutan NH4OH dan larutan AgNO3 juga

tampak bening. Sebelumnya dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5

tetes AgNO3. Kemudian ditambahkan 10 tetes dari tujuh sampel. Sampel aseton berwarna

bening. Juga formaldehid berwarna bening. Sampel ekstrak pepaya berwarna orange

pekat. Sampel ekstrak alpukat berwarna hijau keruh. Sampel ekstrak buah naga berwarna

ungu pekat. Sampel tebu berwarna kuning keruh. Dan madu coklat kemerahan. Setelah

dipanaskan 5 menit kemudian diamati. Hasil yang didapatkan dari reaksi ini adalah

pereakis tollens yang berfungsi untuk mendeteksi adanya keton dengan membentuk

cermin perak. Sampel formaldehid terbentuk endapan cermin perak, ini membuktikan

formaldehid mengandung keton. Pada sampel aseton tidak terdapat endapan cermin perak.

Ekstrak pepaya terbentuk sedikit endapan cermin perak, dan warna larutannya coklat, hal

ini membuktikan pada ekstrak pepaya mengandung keton dalam jumlah sedikit. Pada

sampel ekstrak tebu, ekstrak alpukat, ekstrak buah naga dan madu tampak berwarna coklat

tua, karena terlalu lama dipanaskan dan sampel belum bereaksi.

Jadi kesimpulannya pada uji Fehling AB mengalami perubahan warna menjadi merah bata

pada sampel ekstrak pepaya, ekstrak alpukat, ekstrak buah naga, dan ekstrak tebu. Hal ini

menandakan adanya gugus aldehid. Pada uji tollens mengalami perubahan warna menjadi

cermin perak pada sampel formaldehid dan ekstrak pepaya. Hal ini menandakan adanya

gugus keton.

Tautomerisasi pada madu, yaitu seharusnya saat direaksikan dengan Fehling AB

membentuk merah bata sebab madu mengandung fruktosa yang memiliki gugus aldehid,

madu mengalami tautomerisasi yaitu penyusunan ulang gugus fungsi dari keton menjadi

aldehid. Namun pada praktikum ini madu yang digunakan bukan madu asli, sehingga tidak

terjadi perubahan warna.

Kandungan sampel yang digunakan pada percobaan ini yaitu:

Buah naga : kadar gula 13-18, air 90%, karbohidrat 11.5%, protein 0.53 g, asam 0.139

g, serat 0.71g, kalsium 134.5 mg, fosfor 8.7 mg, magnesium 60.4 mg dan vitamin C

9.4 mg.

Buah pepaya: setiap 100 gram buah pepaya, 86.8 g air, 0.5 g protein, 0.3 g lemak, 12.1

g karbohidrat, 0.7 g serat, 0.5 g air, 34 mg kalsium, 8 mg fosfor, 1 mg besi, 3 mg kalium,

450 mg vitamin A, 74 mg vitamin C, o.03 tiamina, 0.5 mg niasina, 0.04 mg riboflavin.

Madu: fruktosa, glukosa, protein, asam amino, vitamin, mineral deksfron.

Buah alpukat: air 84 g, kalori 85 kal, protein 0.9 g, lemak 6.5 g, karbon 7.7 g, kalsium

10 mg, vitamin C 13 mg, besi 0.9 mg, vitamin B 0.05 mg.

Tebu: 91 g air, kalori 25 kal, protein 4.6 g, lemak 0.4 g, karbon 30 g, kalsium 40 mg,

besi 2 mg, vitamin B 0.08 mg, dan vitamin C 50 mg.

Adapun faktor kesalahan dari praktikum ini adalah:

Kurang teliti saat mengambil larutan atau sampel sehingga larutan atau sampel yang

dibutuhkan tidak sesuai dan mengakibatkan hasil reaksi kurang maksimal.

Pada saat pemanasan, pemansan yang dilakukan terlalu lama sehingga ada larutan yang

gosong.

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada percobaan Fehling AB sampel yang mengandung aldehid adalah sampel

ekstak alpukat, ekstrak buah naga, dan ekstrak tebu, karena pada sample tersebut

terdapat endapan merah bata.

Pada Formaldehid menghasilkan cermin perak, pada ekstrak papaya menjadi

orange kecoklatan, pada ekstrak alpukat terdapat 2 fase, pada ekstrak buah naga

terdapat endapan merah bata, pada ekstrak tebu terdapat endapan merah bata, dan

pada madu menjadi berwarna kuning.

Pada percobaan uji Tollens, sample yang mengandung keton adalah Formaldehid

dan ekstrak papaya karena terbentuk cermin perak.

5.2 Saran

Sebaiknya, untuk praktikum selanjutnya dilakukan uji yang lain untuk aldehid dan

keton, misalnya Uji Benedict agar dapat dibandingkan hasilnya.

DAFTAR PUSTAKA

Feseenden, Ralph J. 1982. Kimia Organik. Jakarta:Erlangga.

Hart, Harold. 2003. Kimia Organik . Jakarta:Erlangga.

Mulyono, HAM. 2006. Kamus Kimia. Jakarta:Erlangga.

Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar Jilid 3. Jakarta:Erlangga.

Stanley, Pine. 1998. Kimia Organik. Bandung:ITB press.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Protein (asal kata Protos dari bahasa Yunani yang berarti (“yang paling utama”) adalah

senyawa organik kompleks yang bermolekul tinggi yang merupakan polimer dari

monomer-monomer asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul

protein mengandung Karbon, Hidrogen, Oksigen, Nitrogen dan kadar Sulfur dan Fosfor.

Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.

Protein merupakan salah satu biomolekul raksasa selain porisakarida, lipid dan

polinukleotida, yang merupakan penyusunan utama makhluk hidup. Selain itu, protein

merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia.

Protein banyak terkandung di dalam makanan yang sering dikonsumsi oleh manusia

seperti tempe, ayam, daging sapi, ikan, tahu, susu, telur dan lain-lain. Protein ini juga

berfungsi untuk memperbaiki sel-sel di dalam tubuh yang rusak dan juga sebagai suplai

nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita.

Hampir setiap fungsi dinamik dalam makhluk hidup bergantung pada protein. Faktanya

nilai penting protein digaris bawahi oleh namanya, yang berasal dari kata Yunani Proteios

yang berarti “tempat pertama”. Protein menyusun lebih dari 50% massa kering sebagian

besar sel, dan protein teramat penting bagi hampir semua hal yang dilakukan organisme.

Beberapa protein mempercepat reaksi kimia, sedangkan yang lain berperan dalam

penyokongan struktural, penyimpanan, transpor, komunikasi seluler, dalam pergerakan,

serta pertahanan melawan zat asing.

Protein terdiri dari asam-asam amino yang dihubungkan melalui ikatan peptida pada

ujung-ujungnya. Protein dapat tidak stabil terhadap beberapa faktor yaitu pH, radiasi,

suhu, medium pelarut organik dan detergen. Protein tersusun dari atom C, H, O dan H,

serta kadang-kadang P dan S. Dari keseluruhan asam amino yang terdapat di alam hanya

20 asam amino yang biasa dijumpai pada protein. Protein banyak terkandung di dalam

makanan yang sering dikonsumsi oleh manusia seperti tempe, ayam, daging sapi, ikan,

tahu, susu, telur dan lain-lain. Protein juga berfungsi untuk memperbaiki sel-sel di dalam

tubuh yang rusak dan juga sebagai suplai nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita.

Oleh karena itu percobaaan mengenai ikatan peptida ini dilaksanakan agar dapat

mengetahui adanya protein dan asam amino di dalam suatu sampel susu dan yogurt. Selain

itu, percobaan mengenai ikatan peptida ini juga dilakukan mengingat pentingnya protein,

peptida dan asam amino. Dalam senyawa organik yang digunakan dalam kehidupan

sehari-hari dan juga mengetahui hasil yang diperoleh dari penambahan uji biuret dengan

alanin, dan juga mengetahui hasil yang diperoleh dari penambahan uji ninhidrin dengan

serin, dan juga mengetahui hasil yang diperoleh dari penambahan uji biuret dengan telur

ayam kampung. Sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan Percobaan

- Mengetahui hasil yang diperoleh dari penambahan uji biuret dengan alanin.

- Mengetahui hasil yang diperoleh dari penambahan uji ninhidrin dengan

serin.

- Mengetahui hasil yang diperoleh dari penambahan uji biuret dengan telur

ayam kampung.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Senyawa asam amino, peptida dan protein merupakan metabolit tingkat pertama yang

sangat diperlukan untuk kehidupan semua tingkatan. Mereka merupakan bahan awal

untuk penyusunan hasil kedua seperti amina sederhana, alkaloid, aromatik N-heterosiklis,

juga seperti halnya fenil propanoid, yaitu senyawa C6C3, dimana gugus amino lepas

(Sastrohamidjojo, 2005).

Peptida dan protein merupakan polimer kondensasi asam amino dengan penghilangan

unsur air dari gugus karboksil. Jika bobot molekul senyawa lebih kecil dari 6.000,

biasanya digolongkan sebagai polipeptida. Semua bukti yang ada membuktikan bahwa

asam amino pada protein mempunyai konfigurasi –L dan ikatan amida hanya terbentuk

antar gugus amino alfa dan gugus karboksil –alfa dari asam amino yang bersangkutan.

Oleh karena sifat umum peptida dan protein secara menyeluruh diuraikan dalam buku

ajaran umum biokimia dan bahkan dibahas lebih luas dan mendalam dalam beberapa buku

acuan atom yang terdekat pada akhir, maka pembahasan ini akan dibatasi pada sifat yang

lebih khusus dari peptida dan protein (Fessenden, 1982).

Begitu kita mengetahui urusan asam amino dalam peptide atau protein. Kita berada dalam

posisi untuk mensintesisnya dari asam amino penyusunnya. Mengapa kita ingin

melakukan hal ini ? Ada beberapa ulasan. Contohnya, kita mungkin berharap untuk

memodifikasi struktur peptide tentu dengan membandingkan sifat dari zat sintetik dan zat

alami, atau kita mungkin ingin mengkaji efek substitusi satu atom terhadap sifat biologis.

Suatu peptide atau protein, protein termodifikasi seperti ini dapat sangat berharga untuk

mengobati penyakit atau untuk memahami bagaimana protein berfungsi. Banyak metode

yang telah dikembangkan untuk menautkan asam amino dengan cara terkendali. Caranya

memerlukan strategi yang cermat. Asam amino memiliki fungsi, untuk menentukan gugus

karboksil dari suatu asam amino dengan gugus amino dari asam amino kedua. Pertama-

tama kita harus membuat setiap senyawa dengan melindungi gugus amino dari asam

amino pertama dan gugus karboksil dari asam amino kedua.

NH2C CO2H

aa1

R2

R1

P1 NH CH CO2H H2Nmelindungi

gugus amino

Dengan cara ii, kita dapat mengendalikan penautan kedua asam amino sehingga gugus

karboksil dari aa1 bergabung dengan gugus amino dari aa2.

NHCH CH

R1

P1 NH CH

P1 C NH C P2

O R2 O

R1

COOH HC C P2H2N

R2

O

H2O

ikatan peptida

Sesudah ikatan polipeptida terbentuk, kita harus mampu melepas gugus pelindung

dibawah kondisi yang tidak menghidrolisis ikatan peptide atau jika ada asam amino lagi

yang akan ditambah pada rantai, kita harus mampu secara selektif mengambil satu dari

dua gugus pelindung dari peptide yang berpelindung ganda sebelum menggabungkan

asam amino berikutnya. Semua ini akan sangat rumit dan merupakan proses yang

membosankan. Namun demikian, metode ini telah digunakan oleh Vincent de Vigneard

dan Sesacwatnya untuk mensintesis Oksitosin dan Vasopresin. Yaitu polipeptida alami

pertama yang disintesis di laboratorium (Abdul, 2001).

Rentetan asam-asam amino suatu molekul protein disebut struktur primer protein. Namun

terdapat banyak hal pada hanya struktur primer. Banyak sifat suatu protein ditentukan oleh

orientasi molekul sebagau suatu keseluruhan. Bentuk (seperti suatu spiral) yang padanya

suatu molekul protein kerangkanya, disebut struktur sekunder. Antraksi lebih lanjut

seperti terlipatnya kerangka untuk membentuk suatu bulatan, disebut struktur tersier.

Antaraksi antara sub unit protein tertentu, seperti antar globulin-globulin dalam

hemoglobin, disebut struktur kuartener. Struktur sekunder, tersier dan kuartener secara

kolektif dirujuk sebagai struktur lebih tinggi (Fessenden, 1982).

Untuk setiap protein tertentu, urutan dan jenis-jenis asam amino yang menyusunnya

sangat spesifik. Suatu protein yang hanya tersusun atas asam amino dan tidak mengandung

gugus kimia yang lain disebut protein sederhana. Contohnya: enzim ribonuklease dan

khimotripsinogen. Namun, banyak protein yang mengandung bahan lain selain asam

amino seperti derivat vitamin, lipid atau karbohidrat-protein disebut juga konjugasi.

Bagian yang bukan asam amino dari jenis protein ini disebut gugus prostetik. Contohnya,

lipoprotein mengandung lipid dan glikoprotein mengandung gula. Berdasarkan struktur

molekulnya, protein dapat dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu:

1. Protein Globuler, yaitu protein berbentuk bulat atau elips dengan rantai polipetida yang

berlipat. Umumnya, protein globuler larut dalam air, asam, basa atau etanol.

Contohnya: albumin

2. Protein Fiber, yaitu protein berbentuk serat atau serat dengan rantai polipeptida

memanjang pada satu sumbu. Hampir semua protein fiber memberikan peran struktural

atau pelindung. Protein fiber tidak larut dalam air, asam, basa, maupun etanol.

Contohnya, kolagen dan tulang rawan (Yazid, 2006).

Protein adalah makromolekul dari asam amino. Asam amino penyusun protein jumlahnya

ratusan sampai ribuan bahkan ada yang sampai jutaan. Asam amino saling berikatan

dengan ikatan peptida. Oleh karena itulah protein disebut juga sebagai polipeptida.

Bangun molekul pokok atau kerangka dasar protein adalah sebagai berikut:

O H H R O H R

C N C C N H C

N C C N C C H N

H H R O H H R O H (Syukri, 1999)

Sifat protein ditentukan oleh jenis asam amino penyusunnya karena sifat asam amino

ditentukan oleh gugus amino dan gugus alkilnya, maka sifat protein pun sama pula. Oleh

karena itu dikenal bermacam-macam protein dengan sifat dan fungsinya yang berbeda-

beda pula. Berdasarkan fungsinya protein dibedakan atas:

a. Protein sebagai katalis (enzim)

Contoh: amilase, hidrolase, urease dan seterusnya

b. Protein sebagai pembangun

Contoh: keratin (pada kulit/kuku)

c. Protein sebagai alat transfer

Contoh: hemoglobin (pengangkut O2 ke seluruh tubuh)

d. Protein sebagai pelindung

Contoh: zat antibodi untuk melawan kuman/virus/benda asing lain yang masuk ke dalam

tubuh

e. Protein sebagai cadangan makanan

Contoh: casein pada susu

Selain protein berfungsi sebagai katalis (enzim) maka ada juga hormon. Hormon adalah

protein yang merupakan hasil sekresi kelenjar endokrin seperti kelenjar tiroid, sebagian

dari pankreas, juga sebagian tester dan indung telur. Hormon berfungsi mengendalikan

reaksi-reaksi biologis dalam tubuh (Syukri, 1999).

Denaturasi protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh terkacaunya

ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang megutuhkan molekul itu. Akibat suatu

denaturasi adalah hilangnya banyak sifat biologis protein itu, salah satu faktor yang

menyebabkan denaturasi suatu protein ialah perubahan temperatur. Memasak putih telur

merupakan contoh denaturasi yang tak reversibel, perubahan pH juga dapat

mengakibatkan denaturasi. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan denaturasi adalah

detergen, radiasi, zat pengoksidasi atau pereduksi dan perubahan tipe pelarut (Fessenden,

1982).

Asam amino bertautan dalam peptida dan protein lewat ikatan amida diantara gugus

karbonil dari satu asam amino dan gugus amino α dari asam amino lainnya. Emil Fischer,

yang pertama kali menganjurkan struktur ini, menyebut ikatan amida ini sebagai ikatan

peptida (peptide bond). Suatu molekul yang mengandung hanya dua asam amino yang

bertautan (singkatan digunakan untuk asam amino) dengan cara ini ialah suatu dipeptida

Berdasarkan konversi ikatan peptida ditulis dengan asam amino yang mempunyai gugus

+NH3 bebas disebelah kiri dan asam amino dengan gugus CO2- bebas disebelah kanan

asam amino ini masing-masing dinamakan asam amino ujung –N dan asam amino diujung

C (Hart, 2003).

Kerumitan dan keragaman protein telah mendorong diciptakannya berbagai bahan

penggolongan walaupun hanya berhasil sebagian, protein tumbukan telah dikelompokan

berdasarkan sumber jadi ada protein biji atau protein daun. Ini dibagi lebih lanjut menjadi

protein embrio dan protein endosperm pada protein biji dan dan protein kloroplas untuk

protein daun. Protein biji ditinjau ulang dalam protein dan sebagai sumber makanan

potensial dalam bagan penggolongan lain didasarkan pada pengelompokan menjadi

protein sederhana, yaitu protein yang pada hidrolisis hanya menghasilkan asam amino dan

senyawa lain. Anak golongan utama protein disenaraikan dibawah (‘Penggolongan

Osborn’). Akan tetapi harus diingat bahwa beberapa protein tidak dapat dimasukkan

kedalam salah satu anak golongan dengan pas. Misalnya, mungkin saja terdapat rentang

kelarutan yang sinambung antara albumin dan globulin, begitu juga antara glutelin dan

prolamin.

- Albumin

Protein yang tidak larut dalam air dan dalam larutan garam encer serat dapat terkonjugasi

jika dipanaskan

- Globulin

Protein yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan garam encer

- Glutelin

Protein yang tidak larut dalam semua pelarut yang netral tetapi larut dalam basa dan asam

yang sangat encer (Hart, 2003).

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

- Botol reagen

- Pipet tetes

- Hot plate

- Gelas kimia

- Beaker glass

- Cawan porselin

- Spatula

- Tabung reaksi

- Rak tabung reaksi

- Penjepit tabung reaksi

- Gelas ukur

- Tabung erlenmeyer

- Lemari asam

- Sikat tabung reaksi

- Botol semprot

- Baskom

3.1.2 Bahan

- Aquadest

- Tissue

- Kertas label

- Susu beruang

- Susu kedelai

- Susu Ultra

- Yogurt

- Putih telur ayam

- Putih telur ayam kampung

- Putih telur bebek

- Telur bekicot

- Larutan biuret

- Larutan ninhidrin

- Larutan H2SO4 (p)

- Larutan serin

- Larutan alanin

- Ekstrak jahe

- Garam

- Es batu

- Sabun cair

3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Uji Nin hidrin

- Dimasukkan 1 pipet dari 10 sampel ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan 10 tetes nin hidrin

- Dipanaskan

- Diamati

3.2.2 Uji Biuret

- Dimasukkan 1 pipet dari 10 sampel ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan 10 tetes biuret

- Dipanaskan

- Diamati

3.2.3 Denaturasi Protein dengan Metode Pemanasan

- Dimasukkan 1 pipet dari 10 sampel ke dalam tabung reaksi

- Dipanaskan

- Diamati

3.2.4 Denaturasi Protein dengan Asam Kuat

- Dimasukkan 1 pipet dari 10 sampel ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan larutan H2SO4

- Diamati

3.2.5 Hidrolisis Protein

3.2.5.1 Suhu Ruang

- Dimasukkan sampel susu 1 pipet ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan ekstrak jahe 1 pipet

- Diamati

- Ditambahkan 10 tetes larutan ninhidrin

- Diulangi perlakuan dengan 10 tetes larutan biuret

3.2.5.2 Pemanasan

- Dimasukkan sampel susu 1 pipet ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan ekstrak jahe yang telah dipanaskan 1 pipet

- Diamati

- Ditambahkan 10 tetes larutan ninhidrin

- Diulangi perlakuan dengan 10 tetes larutan biuret

3.2.5.3 Pendinginan

- Dimasukkan sampel susu 1 pipet ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan ekstrak jahe yang telah didinginkan

- Diamati

- Ditambahkan 10 tetes larutan ninhidrin

- Diulangi perlakuan dengan 10 tetes larutan biuret

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

4.1.1 Percobaan 1 dan 2

No.

Sampel Ninhidrin Biuret

1. Alanin (keruh,

bening)

Ungu tua kebiru-

biruan (+ + + + +)

Bening kebiruan (+ + +)

2. Serin (bening) Ungu tua kebiru-

biruan (+ + + + +)

Bening keunguan

3. Susu biasa (putih

pekat)

Putih keungu-

unguan (ungu

muda) ( + + +)

Putih keunguan lebih kental

(+ + +)

4. Susu beruang

(putih kekuning-

kuningan) pekat

Putih keungu-

unguan (abu-abu)

( + + )

Pink pudar, lebih kental (+)

5. Susu kedelai (putih

encer) keruh

Pink keruh (-) Abu-abu (+ +)

6. Yogurt (pink

keputih-putihan)

Pink keputih-

putihan (-)

Pink keunguan terdapat endapan

(+ +)

7. Telur bekicot

(gumpalan, oren,

kental)

Ungu, endapan

putih ( + + + +)

Coklat (-)

8. Putih telur bebek

(bening, keruh)

Merah keungu-

unguan (+ + +)

Ungu, terdapat endapan lebih

kental (+ + + + +)

9. Putih telur ayam

biasa (bening,

kekuning-

kuningan)

Pink keruh, padat

(+)

Ungu, terdapat endapan sangat

kental (+ + + + +)

10. Putih telur ayam

kampung (bening,

keruh)

Pink keunguan (+) Ungu, terdapat endapan sangat

kental (+ + + +)

4.1.2 Percobaan 3 dan 4

No.

Sampel

Denaturasi

Pemanasan Asam Kuat

1. Alanin (bening) Bening dan ada endapan Warna tetap bening dan

(+ + +) tidak terdapat gumpalan

2. Serin (bening)

Bening (+) Tetap bening

3. Susu biasa (putih

susu)

Putih (+ +) Warna tetap putih susu

dan terdapat gumpalan

berwarna putih (+ + +)

4. Susu beruang

(putih)

Putih kecoklatan (+ +) Warna coklat muda dan

terdapat gumpalan (+ ++)

5. Susu kedelai (putih

susu)

Putih tulang (+ +) Berwarna putih

kekuningan dan terdapat

gumpalan (+ +)

6. Yogurt (pink

muda)

Merah muda (+ +) Warna lebih memudar

dari awal dan tidak

terdapat gumpalan (+)

7. Telur bekicot

(merah muda,

kental)

Jingga ( + + + +) Berwarna putih ke oren-

orenan, lebih kental

( + + + + +)

8. Telur bebek ( putih

keruh dan agak

kental)

Putih susu (+ + + +) Berwarna putih keruh,

endapan ungu dan

gumpalan putih keunguan

( + + + +)

9 Putih telur ayam

biasa (bening)

Putih tulang Menjadi putih susu dan

(+ + + +) sedikit gumpalan ( + + +)

10. Putih telur ayam

kampung (bening)

Putih tulang Putih keruh dan terdapat

( + + + +) warna ungu di dasar

tabung serta terdapat

gumpalan putih

keunguan, lebih kental

dari telur bebek

( + + + + + )

4.1.3 Percobaan 5 dan 6

No. Sampel Hidrolisis

Suhu Ruang Pemanasan Pendinginan

1. Susu Kedelai

(putih pekat)

- Hijau keruh - Warna kehijauan - Warna menjadi

lebih cair dan lebih encer krem kehijauan

kekentalan - Larutan terasa

dingin

- Tidak ada - Tidak ada - Lebih encer,

endapan endapan tidak ada endapan

(Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe)

- Warna - Putih pekat - Tetap

kehijauan kehijauan

- Kekentalan - Encer - Tidak berubah

lebih encer kelarutannya

- Tidak ada - Tidak ada

endapan endapan

(Ninhidrin) (Ninhidrin) (Ninhidrin)

2. Susu Ultra (krem

muda)

- Putih pekat - Putih pekat - Warna menjadi

kehijauan kehijauan krem kehijauan

- Mengendap - Lebih encer - Larutan terasa

dingin

- Lebih cair - Tidak ada - Larutan lebih

endapan encer dan ada

endapan

(Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe)

- Warna agak - Putih pekat - Tetap

kehijauan kehijauan

- Kekentalan - Lebih encer

lebih encer

- Tidak ada - Tidak ada - Tidak ada

endapan endapan endapan

(Ninhidrin) (Ninhidrin) (Ninhidrin)

3. Susu Beruang

(krem pekat)

- Krem - Krem - Krem

kecoklatan kehijauan

- Kekentalan - Lebih encer - Larutan terasa

sama dengan dingin

sebelumnya

- Banyak endapan - Larutan lebih

encer

( Ekstrak Jahe) ( Ekstrak Jahe) ( Ekstrak Jahe)

- Warna krem - Krem pekat - Lebih pekat dari

kehijauan sebelumnya

- Kekentalan

sama

- Ada sedikit - Ada sedikit

endapan endapan

(Ninhidrin) (Ninhidrin) (Ninhidrin)

4. Yogurt ( pink

muda)

- Warna oren - Warna krem - Warna menjadi

Oren

- Lebih cair - Kekentalan encer - Larutan terasa

kekentalan dingin

- Larutan lebih

cair dari

sebelumnya

(Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe)

- Warna oren - Krem - Tetap

- Lebih encer - Sama kekentalan - Lebih pekat dari

dengan sampel sebelumnya

- Ada sedikit - Tidak ada

endapan endapan

(Ninhidrin) (Ninhidrin) (Ninhidrin)

No. Sampel Hidrolisis

Suhu Ruang Pemanasan Pendinginan

1. Susu beruang

(putih tulang,

lebih pekat)

- Putih - Warnanya - Lebih putih dari

kehijauan putih semula

(Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe)

- Hijau - Hijau - Hijau

kecoklatan kecoklatan kecoklatan

(+ + +) ( + + + +) ( + + + +)

(Biuret) (Biuret) (Biuret)

2. Susu ultra (putih) - Putih - Warnanya sedikit - Warna berubah

kehijauan pudar kehijauan sedikit putih

kehijauan

(Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe)

- Hijau - Hijau - Hijau

kecoklatan kecoklatan kecoklatan

(+ + + +) (+ + +) (+ + +)

(Biuret) (Biuret) (Biuret)

3. Yogurt ( pink

keputih-putihan)

- Menjadi - Warna menjadi - Warna lebih

warna krem krem putih daripada

Sampel

( Ekstrak Jahe ) ( Ekstrak Jahe ) ( Ekstrak Jahe )

- Hijau - Hijau - Hijau

kecoklatan kecoklatan kecoklatan

( + + + + ) ( + + + +) (+ + + +)

(Biuret) (Biuret) (Biuret)

4. Susu Kedelai - Menjadi warna - Putih kehijauan - Lebih putih

(putih encer) hijau kehijauan

- Tetap encer

( Ekstrak Jahe ) ( Ekstrak Jahe ) ( Ekstrak Jahe )

- Hijau - Hijau kecoklatan - Hijau kecoklatan

kecoklatan

(+ + + +) ( + + + +) ( + + + +)

(Biuret) (Biuret) (Biuret)

4.2 Reaksi

4.2.1 Uji ninhidrin

4.2.1.1 Ninhidrin + alanin

2

C

C

C

OH

OH

O

O

H3C C COOH

H

NH3

HO

C

C

C

H3C CH3

O

NH3 CO2

H

Ninhidrin Alanin

Ninhidrin

4.2.1.2 Ninhidrin + serin

2

C

C

C

OH

OH

O

O

H2O CH2 COOH

NH2

HO

H

C

C

C

HO CH

O

CH2 CO2NH3

Ninhidrin Serin

Ninhidrin

4.2.1.3 Ninhidrin + Yogurt

2

C

C

C

OH

OH

O

O

N C C N C C

Ninhidrin

H H O H H O

R1 R2

4.2.1.4 Ninhidrin + telur bekicot

2

C

C

C

OH

OH

O

O

N C C N C C

Ninhidrin

H H O H H O

R1 R2

4.2.1.5 Ninhidrin + putih telur ayam biasa

2

C

C

C

OH

OH

O

O

N C C N C C

Ninhidrin

H H O H H O

R1 R2

4.2.1.6 Ninhidrin + putih telur ayam kampung

2

C

C

C

OH

OH

O

O

N C C N C C

Ninhidrin

H H O H H O

R1 R2

4.2.1.7 Ninhidrin + putih telur bebek

2

C

C

C

OH

OH

O

O

N C C N C C

Ninhidrin

H H O H H O

R1 R2

4.2.1.8 Ninhidrin + susu beruang

2

C

C

C

OH

OH

O

O

N C C N C C

Ninhidrin

H H O H H O

R1 R2

4.2.1.9 Ninhidrin + susu beruang

2

C

C

C

OH

OH

O

O

N C C N C C

Ninhidrin

H H O H H O

R1 R2

4.2.1.10 Ninhidrin + susu putih

2

C

C

C

OH

OH

O

O

N C C N C C

Ninhidrin

H H O H H O

R1 R2

4.2.2 Uji Biuret

4.2.2.1 Biuret + Alanin

nCu OH 2+H2N C C OH

H

H

H

CH3

4.2.2.2 Biuret + serin

nCu OH 2+H2N C C OH

H

H

H

CH3

4.2.2.3 Putih telur bebek + Biuret

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

2 + Cu2+N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

Cu2+

4.

2.2.4 Putih telur ayam biasa + Biuret

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

2 + Cu2+N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

Cu2+

4.2.2.5 Putih telur ayam kampung + Biuret

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

2 + Cu2+N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

Cu2+

4.2.2.6 Telur bekicot + Biuret

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

2 + Cu2+N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

Cu2+

4.2.2.7 Susu kedelai + Biuret

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

2 + Cu2+N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

Cu2+

4.2.2.8 Susu beruang + biuret

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

2 + Cu2+N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

Cu2+

4.2.2.9 Susu ultra dengan Biuret

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

2 + Cu2+N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

Cu2+

4.2.2.10 Yogurt + Biuret

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

2 + Cu2+N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

Cu2+

4.2.3 Denaturasi protein + Asam kuat (H2SO4)

4.2.3.1 Putih telur bebek + H2SO4

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

+ H2SO4 H C CN OH

R1

H H O

H C CN OH

R2

H H O

4.2.3.2 Putih telur ayam + H2SO4

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

+ H2SO4 H C CN OH

R1

H H O

H C CN OH

R2

H H O

4.2.3.3 Putih telur ayam kampung + H2SO4

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

+ H2SO4 H C CN OH

R1

H H O

H C CN OH

R2

H H O

4.2.3.4 Telur bekicot + H2SO4

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

+ H2SO4 H C CN OH

R1

H H O

H C CN OH

R2

H H O

4.2.3.5 Susu kedelai+ H2SO4

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

+ H2SO4 H C CN OH

R1

H H O

H C CN OH

R2

H H O

4.2.3.6 Susu beruang + H2SO4

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

+ H2SO4 H C CN OH

R1

H H O

H C CN OH

R2

H H O

4.2.3.7 Susu ultra + H2SO4

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

+ H2SO4 H C CN OH

R1

H H O

H C CN OH

R2

H H O

4.2.3.8 yogurt + H2SO4

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

+ H2SO4 H C CN OH

R1

H H O

H C CN OH

R2

H H O

4.2.3.8 yogurt + H2SO4

N

H

C N

R2

C C C

O

R1

HH HO

n

+ H2SO4 H C CN OH

R1

H H O

H C CN OH

R2

H H O

4.3 Pembahasan

Protein termasuk dalam kelompok senyawa yang terpenting dalam organisme hewan.

Sesuai dengan peranan ini, kata protein berasal dari kata Yunani proteios, yang artinya

“pertama”. Protein adalah poliamida, dan hidrolisis protein menghasilkan asam-asam

amino. Secara kimiawi, protein merupakan senyawa polimer yang tersusun atas satuan

asam amino, sebagai monomernya. Asam amino merupakan sembarang senyawa organik

yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (-NH2). Dalam biokimia

seringkali pengertiannya dipersempit : kedua terikat pada satu atom karbon C yang sama

atau disebut atom (alfa atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina

memberikan sifat basa. Ikatan peptida, yaitu ikatan antara gugus karboksil (-COOH) asam

amino yang satu dengan gugus amina (-NH2) dari asam amino yang lain dengan

melepaskan satu molekul air. Struktur dari asam amino, protein dan ikatan peptida adalah

sebagai berikut :

a. Asam amino

H C C

OH

R OH b. Ikatan peptida

CH CR

NH2

O

NH CH C OH

OR

c. Protein

CN

H H O H H O H

R R'

C C N C N

Tidak semua asam amino dapat diperoleh dengan antar pengubahan (interkonversi) dari

asam amino lain atau dengan sintesis dari senyawa lain dalam sintesis binatang. Asam

amino yang diperlukan untuk sintesis protein dan ini tidak disintesis sendiri oleh

organisme itu tetapi harus terdapat dalam makanannya. Senyawa semacam ini dirujuk

sebagai asam amino esensial. Asam amino esensial bergantung pada spesi hewan itu dan

bahkan bergantung pada perbedaan individu. Sedangkan untuk asam amino non esensial

itu sendiri adalah asam amino yang bisa diproduksi sendiri oleh tubuh, sehingga memiliki

prioritas konsumsi yang lebih rendah dibandingkan dengan asam amino esensial dan bisa

berasal dari makanan maupun dibentuk sendiri oleh tubuh bila tubuh membutuhkannya

melalui proses metabolisme yang dilakukan oleh tubuh.

Denaturasi suatu protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh terkacaunya

ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang mengutuhkan molekul itu. Akibat suatu

denaturasi adalah hilangnya banyak sifat biologis protein itu. Faktor-faktor yang

menyebabkan denaturasi protein, yaitu :

- Perubahan temperatur. Memasak putih telur merupakan contoh denaturasi yang tidak

reversibel. Suatu putih telur adalah cairan tak berwarna yang mengandung albumin,

yakni protein globular yang larut. Pemanasan putih telur akan mengakibatkan albumin

itu membuka lipatan dan mengendap; dihasilkan suatu zat padat putih.

- Perubahan pH. Juga dapat mengakibatkan denaturasi. Bila susu menjadi asam,

perubahan pH yang disebabkan oleh pembentukan asam laktat akan menyebabkan

penggumpalan susu, atau pengendapan protein yang semula larut.

Kandungan dari masing-masing sampel dapat dilihat pada tabel berikut:

Nama

bahan

makanan

Air

(aq)

Kalori

(kal)

Protein

(g)

Lemak

(g)

Karbo

(g)

Ca

(mg)

P

(mg)

Fe

(mg)

Telur

ayam

74,0

162

12,8

11,5

0,7

54

180

2,7

Telur

ayam

bagian

kuning

49,4

361

16,3

31,9

0,7

147

586

7,2

Telur

ayam

bagian

putih

87,8 50 10,8 0 0,8 -6 17 0,2

Telur

bebek

70,8

189

13,1

14,3

0,8

56

175

2,8

Telur

bebek

bagian

putih

88,0

54

11,0

0

0,8

150

400

7,0

Susu

kedelai

87

41

3,5

2,5

5,0

50

45

1,9

Susu

sapi

88

61

3,2

3,5

4,3

141

60

1,7

Yogurt

39 52 3,2 4,0 4,6 120 90 0,1

Nama bahan

makanan

A (SI) B1 (mg) C (mg) Byold (g)

Telur ayam

900 0,10 0 90

Telur ayam

bagian kuning

2000

0,27

0 100

Telur ayam

bagian putih

0 0 0 100

Telur bebek

1230 0,18 0 90

Telur bebek

bagian putih

0 0,01 0 100

Susu kedelai

0 0,02 2 100

Susu sapi

130 0,03 0,03 100

Yogurt

73 0,04 0,04 100

Jahe memiliki enzim protease 2,26 % yang dapat memecah protein menjadi asam amino

dan enzim lipase yang dapat memecah lemak. Kandungan kimia jahe itu sendiri antara

lain : minyak atsiri, dumar, mineral sineol, kallendren, kumker, borneol, zinggiberin,

zingiberol, gigerol (pada bagian-bagian merah), zingeron, lipidas, asam aminos (enzim

protease), vitamin A,B,C, protein minyak jahe berwarna kuning kental. Minyak ini benyak

mengandung terpen, fallandren, dextro kamfer, bahan sesquiterfen, dumar dan pati.

Protein-protein menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam reaksi kimia. Meskipun

demikian proton kebanyakan menunjukkan sifat-sifat dari senyawa amfoter, yaitu

membentuk garam-garam baik dengan larutan-larutan asam atau basa atau dengan enzim-

enzim. Ternyata bahwa hidrolisis protein didahului dengan pecahnya molekul-molekul

menjadi zat-zat yang lebih sederhana (pepton). Hidrolisis yang sempurna dari protein

sederhana memberikan campuran dari asam-asam amino. Semua protein dapat dihidrolisis

oleh larutan-larutan berair dari asam-asam amino yang mempunyai struktur RCH (NH2)

COOH.

Asam-asam amino merupakan senyawa-senyawa kristalin yang tak berwarna, larutan

dlam air (kecuali sistein dan tirosin) mereka pada umumnya larut dalam alkohol encer,

tidak larut dalam alkohol absolute, asam-asam amino bersifat Zwitterion yang 50 % asam-

asam amino lebih berada dalam bentuk dipolar dimedium listrik asam-asam amino

bergerak ke katoda dalam larutan-larutan asam dan ke arah anoda dalam larutan basa.

Uji ninhidrin digunakan untuk menunjukkan adanya asam amino dalam zat yang di uji.

Uji ninhidrin berlaku untuk semua asam amino. Ninhidrin (2,2-Dihydroxyindane-1,3-

dione) merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mendeteksi gugus amina dalam

molekul asam amino. Asam amino bereaksi dengan ninhidrin membentuk aldehida

dengan satu atom C lebih rendah dan melepaskan molekul NH3 dan CO2. Ninhidrin yang

telah bereaksi akan membentuk hidrindantin. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya

kompleks berwarna biru/keunguan yang disebabkan oleh molekul ninhidrin + hidrindantin

yang bereaksi dengan NH3 setelah asam amino tersebut dioksidasi.

Uji biuret adalah uji umum untuk protein (ikatan peptida), tetapi tidak dapat menunjukkan

asam amino bebas. Zat yang akan diselidiki mula-mula ditetesi larutan NaOH, kemudian

ditetesi larutan tembaga (II) sulfat yang encer. Jika terbentuk warna ungu berarti zat itu

mengandung protein.

Proses hidrolisis adalah proses pemecahan suatu molekul menjadi senyawa-senyawa yang

lebih sederhana dengan bantuan molekul air. Hidrolisis protein adalah proses pecahnya

atau terputusnya ikatan peptida dari protein menjadi molekul yang lebih sederhana.

Hidrolisis ikatan peptida akan menyebabakan beberapa perubahan pada protein, yaitu

meningkatnya kelarutan karena bertambahnya kandungan NH3+ dan COO- dan

berkurangnya berat molekul protein atau polipetida, rusaknya struktur globular protein.

Hidrolisis lain yang dapat dilakukan yaitu hidrolisis enzimatik, dilakukan dengan satu

enzim saja, atau beberapa enzim yang berbeda. Penambahan enzim perlu dilakukan

pengaturan pada kondisi pH dan dengan suhu optimum. Dibandingkan dengan hidrolisis

secara kimia (menggunakan asam atau basa), hidrolisis enzimatik lebih menguntungkan

karena tidak mengakibatkan kerusakan asam amino dan asam-asam amino bebas serta

peptida dengan rantai pendek yang dihasilkan lebih bervariasi, reaksi dipercepat kira-kira

1.012 sampai 1.020, tingkat kehilangan asam amino esensial lebih rendah, biaya produktif

relatif lebih murah dan menghasilkan komposisi asam amino tertentu terutama peptida

rantai pendek yang mudah diadsorpsi oleh tubuh.

Pada percobaan ini digunakan 10 sampel dengan larutan biuret, larutan nin hidrin dan

larutan H2SO4. Pada percobaan uji ninhidrin, jika ditinjau dari endapan atau kekentalan

yang dihasilkan jika diurutkan dari yang paling besar ke yang paling kecil atau sedikit

yaitu alanin, serin, telur bekicot, telur bebek, susu biasa, susu beruang, putih telur ayam

biasa, putih telur ayam kampung, susu kedelai dan yogurt. Pada alanin dan serin memiliki

lebih banyak atau lebih besar kepekatannya dari sampel yang lain, karena uji ninhidrin

untuk menguji asam amino, jadi melalui percobaan ini dapat diketahui bahwa alanin dan

serin memiliki lebih banyak kandungan asam amino. Sedangkan pada susu kedelai dan

yogurt tidak menghasilkan suatu reaksi, karena susu kedelai dan yogurt mengandung

protein, bukan mengandung asam amino. Fungsi H2SO4 yaitu sebagai larutan asam kuat

yang ditambahkan untuk mempercepat reaksi. Fungsi alanin yaitu sebagai sampel bahan

yang akan diuji dan mengandung asam amino. Fungsi dari serin yaitu sebagai sampel

bahan yang akan diuji dan mengandung asam amino.

Pada percobaan biuret, jika ditinjau dari endapan atau kekentalan yang dihasilkan jika

diurutkan dari yang paling besar ke yang paling kecil atau sedikit yaitu telur bebek, putih

telur ayam biasa, putih telur ayam kampung, alanin, serin, susu biasa, yogurt, susu kedelai,

susu beruang dan telur bekicot. Pada uji biuret dilakukan untuk menguji protein yang

tekandung dalam sampel. Protein yang paling banyak ditemukan ada pada telur bebek,

putih telur ayam biasa dan putih telur ayam kampung. Sebab pada telur banyak diperoleh

protein didalamnya. Sebab pada semua sampel telur banyak mengandung protein pada

bagian putih telurnya setelah dilakukan pengujian pada percobaan ini.

Pada percobaan denaturasi protein dengan metode pemanasan dan dengan menggunakan

asam kuat. Pada metode pemanasan digunakan 10 sampel, dan jika diurutkan dari endapan

yang dihasilkan dari yang terbesar ke yang terkecil yaitu telur bekicot, telur bebek, putih

telur ayam biasa, putih telur ayam kampung, alanin, susu biasa, susu beruang, susu

kedelai, yogurt, susu biasa dan serin. Pada proses pemanasan ini yang paling banyak pada

putih telur ayam biasa, putih telur ayam kampung, telur bekicot, telur bebek. Karena,

protein paling banyak pada telur bekicot, putih telur ayam biasa, putih telur ayam

kampung, telur bebek dan telur bekicot, sehingga dengan cara pemanasan, maka protein

mengalami denaturasi, yaitu struktur proteinnya rusak atau pecah. Pada serin tidak

terdapat endapan, karena serin tidak mengandung protein. Pada percobaan denaturasi

dengan asam kuat, jika diurutkan endapan yang terbentuk dari yang terbesar ke yang

paling terkecil yaitu telur bekicot, putih telur bebek, putih telur ayam biasa, putih telur

ayam kampung, susu beruang, susu biasa, susu kedelai dan yogurt. Sedangkan pada alanin

dan serin tidak menghasilkan warna atau tidak bereaksi, sebab alanin dan serin tidak

mengandung protein. Pada sampel alanin dan serin tidak terbentuk perubahan warna,

dengan kata lain tidak mengalami reaksi. Pada alanin dan serin tidak mengandung protein,

melainkan mengandung asam amino.

Pada percobaan hidrolisis, terdiri dari suhu ruang, pemanasan dan pendinginan. Pada suhu

ruang digunakan uji nin hidrin dan dengan ekstrak jahe. Pada susu kedelai tidak terdapat

endapan dengan penambahan ekstrak jahe, begitu juga dengan penambahan nin hidrin

tidak dapat melakukan hidrolisis. Pada susu ultra terjadi endapan pada penambahan ekstak

jahe, sedangkan pada nin hidrin kekentalannya lebih encer dan ada endapan. Pada susu

beruang, kekentalannya sama dengan sebelumnya dengan menambahkan ekstrak jahe.

Pada penambahan nin hidrin terdapat sedikit endapan. Sedangkan proses pemanasan pada

susu kedelai tidak terdapat endapan dengan menambahkan ekstrak jahe. Pada penambahan

nin hidrin tidak terdapat endapan. Pada susu ultra tidak terdapat endapan dengan

menambahkan ekstrak jahe. Pada penambahan nin hidrin tidak ada endapan. Pada susu

beruang terdapat banyak endapan pada penambahan ekstrak jahe. Pada penambahan nin

hidrin terdapat sedikit endapan. Pada yogurt lebih cair kekentalannya dengan

menambahkan ekstrak jahe dan tidak ada endapan. Sedangkan pada penambahan nin

hidrin tidak ada endapan. Pada percobaan dengan pendinginan, pada susu kedelai tidak

terdapat endapan pada penambahan ekstrak jahe. Ekstrak jahe dilakukan untuk menguji

suatu larutan, karena ekstrak jahe mengandung enzim lipase dan protease untuk

menghidrolisis protein. Sedangkan pada penambahan ninhidrin larutannya tetap dan tak

berubah. Pada susu ultra terdapat endapan dengan penambahan ekstrak jahe. Pada

penambahan ninhidrin tidak terdapat endapan. Pada susu beruang larutannya lebih encer

pada penambahan ekstrak jahe. Penambahan nin hidrin larutannya lebih pekat dari

sebelumnya. Sedangkan pada sampel yogurt larutannya lebih cair dari sebelumnya untuk

penambahan ekstrak jahe. Penambahan nin hidrin lebih pekat dari sebelumnya.

Pada percobaan hidrolisis dengan sampel lain, melalui suhu ruang, pemanasan dan

pendinginan. Dari 4 sampel yang digunakan dengan menggunakan uji biuret pada suhu

ruang jika diurutkan kepekatannya dan kekentalannya yaitu kedelai, yogurt, susu ultra dan

susu beruang. Sedangkan pada ekstrak jahe, seluruh sampel berwarna kehijauan. Pada

proses pemanasan dengan uji biuret jika diurutkan kepekatannya yaitu susu beruang, susu

ultra, yogurt, susu kedelai memiliki kepekatan dan kekentalan yang sama. Pada ekstrak

jahe, susu beruang berwarna putih keruh. Pada susu ultra, warnanya pudar kehijauan, pada

yogurt warnanya krem, pada susu kedelai warnanya putih kehijauan. Pada proses

pendinginan dengan uji biuret jika diurutkan kepekatan dan kekentalannya yaitu yogurt,

susu beruang, susu ultra dan susu kedelai. Pada ekstrak jahe, susu beruang berwarna lebih

putih dari semula, pada susu ultra berwarna putih kehijauan, pada yogurt berwarna lebih

putih, pada susu kedelai berwarna putih kehijauan.

Adapun faktor-faktor kesalahan, yaitu:

- Kurang tepat saat pengambilan larutan dan sampel sehingga hasil yang didapat

kurang tepat

- Kurang bersih saat mencuci alat sehingga mempengaruhi reaksi

- Kurang hati-hati dalam memegang tabung reaksi

- Saat pemanasan, sampel yang dipanaskan kurang lama sehingga hasil yang

diperoleh kurang maksimal

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

-Warna awal dari alanin adalah bening, setelah ditambahkan larutan biuret,

warnanya menjadi bening kebiruan, hal ini terjadi karena uji biuret untuk

menguji adanya ikatan peptida atau protein.

-Warna awal serin adalah bening, setelah ditambahkan larutan ninhidrin, warna larutan

berubah menjadi ungu tua kebiruan. Uji ninhidrin dilakukan untuk menguji adanya asam

amino.

-Warna awal putih telur ayam kampung yaitu bening dan tampak keruh, setelah

ditambahkan larutan biuret, larutannya terdapat endapan. Uji biuret menunjukkan adanya

kandungan protein dalam putih telur ayam kampung.

5.2 Saran

Sebaiknya pada percobaan selanjutnya tidak menggunkan sampel alanin dan serin saja,

tetapi juga dapat menggunakan asam amino lain seperti volin, glisin dan prolin agar hasil

yang dapat lebih bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid, A. Toha. 2001. Biokimia Metabolisme. Manokwari : Alfabeta.

Fessenden, John R. 1982. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.

Hart, Harold. 2003. Kimia Organik Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.

Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta : UGM Press.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Bandung : ITB Press.

Yazid, Estein. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Yogyakarta : ANDI.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reaksi kimia dapat ditimbulkan oleh arus listrik, dan sebaliknya reaksi kimia dapat

dipakai untuk menghasilkan arus listrik. Elektrolisis merupakan proses dengan mana

reaksi redoks yang tidak bisa berlangsung sponstan. Untuk lebih memahami apakah

sebenarnya elektrolisis itu dapat dilihat pada proses pengisian aki tersebut dapat

disimpulkan bahwa apabila ke daam suatu larutan elektrolit dialiiri arus listrik searah

maka akan terjadi reaksi kimia, yaitu penguraian atas elektrolit tadi. Peristiwa penguraian

(reaksi kimia) oleh arus searah itulah yang disebut elektrolisis.Sel elektrolisis terdiri dari

larutan yang dapat menghantarkan listrik disebut elektrolit, dan dua buah elektroda yang

berfungsi sebagai katoda dan anoda.

Elektrolisis mempunyai banyak kegunaan diantaranya yaitu dapat memperoleh

unsur-unsur logam,halogen, gas hidrogen, dan gas oksigen. Kemudian dapat menghitung

konsentrasi ion logam daam suatu larutan, digunakan dalam pemuaian suatu logam, serta

salah satu proses elektrolisis yang popular adalah penyerpuhan, yaitu pelapisan

permukaan sutu logam dengan logam lain.

Elektrokimia merupakan bagian dari ilmu kimia yang mempelajari hubungan

antara perubahan zat dan arus listrik yang berlangsung dalam sel elektrokimia.Seperti

yang telah diketahui diatas elektrolisis mempunyai banyak manfaat dlam kehidupan

sehari-hari. Sehingga penting agar lebih mengetahui dan dapat mempelajari proses dari

elektrolisis.

Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan agar dapat memahami dan mempelajari

proses dan konsep-konsep elektrolisis. Dan juga, percobaan ini dilakukan agar dapat

mengetahui reaksi-reaksi yang dapat terjadi pada percobaan elektrolisis, sehingga kita

dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan Percobaan

Mengetahui proses elektrolisis pada larutan CuSO4 dengan elektroda karbon.

Mengetahui perubahan yang terjadi pada katoda dan anoda dari proses

elektrolisis.

Mengetahui proses elektrolisis pada larutan KI dengan katoda dan anoda karbon.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Elektrolisis

Berlawanan dengan reaksi redoks spontan, yang menghasilkan perubahan energi

kimia menjadi energi listrik, elektrolisis ialah proses yang menggunakan energi listrik agar

reaksi kimia nonspontan dapat terjadi. Sel elektrolisis dan proses yang berlangsung dalam

sel galvanik. Disini kita membahas tiga contoh elektrolisis berdasarkan asas tersebut.

Kemudian kita akan melihat aspek-aspek kuantitatif dari elektrolisis (Chang, 2005).

Ukuran laju pengeluaran elektron dari elektroda, adalah rapatan arus j, yaitu arus

listrik per satuan luas(flusk muatan). Dalam sel elektrolisa, yaitu sel elektrokimia dengan

reaksi kimia yang tak spontan dijalankan oleh pemberian listrik dari luar, pengendapan

dan evolusi gas yang cukup besar, hanya terjadi jika potensil yang diberikan, melebihi

potensial sel arus-nol, dengan kuantitas yang disebut potensial lebih. Kita akan

menentukan hubungan antara potensial lebih dengan arus, dan melihat apakah yang

menentukan nilai tersebut (Irma, 1993).

2.2 Elektrolisis Lelehan Natrium Klorida

Dalam keadaan meleleh, Natrium Klorida, suatu senyawa ionik, dapat di

elektrolisis agar membentuk logam Natrium dan Klorin. Dalam lelehan NaCl, kation dan

anionnya masing-masing adalah ion Na+ dan Cl- (Chang, 2005).

Anoda e- katoda e-

Oksidasi reduksi

2ClCl2(g)+2e- 2Na++2e2Na(l)

Gambar 2.1 Rangkaian Elektrolisis

Gambar 2.1 adalah diagram sederhana yang menunjukan reaksi yang terjadi pada

elektroda. Sel elektrolitik mempunyai sepasang elektroda yang dihubungkan kebaterai.

Baterai berfungsi sebagai “pompa elektron”,menggerakan elektron ke katoda(tempat

terjadinya reduksi), dan menarik elektron dari anoda (tempat terjadinya oksidasi). Raksi

pada elektroda adalah :

Anoda (oksidasi): 2Cl(e)Cl2(g)+2e-

Kadoda (reduksi): 2Na+(e) +2e 2Na(l)

Keseluruhan : 2Na+(l) +2Cl 2Na(l)+Cl(g)

Proses ini merupakan sumber utama logam natrium murni dan gas klorin (Chang, 2005).

Perkiraan teoritis menunjukan bahwa nilai Eo untuk keseluruhan proses adalah

sekitar 4V, yang berarti bahwa ini termasuk proses nonspontan. Jadi, minimum 4 V harus

dipasok oleh baterai untuk melaksanakan reaksi. Pada praktiknya, diperlukan voltase yang

lebih tingggi akibat ketidak-efisienan dalam proses elektrolitik dan akibat over-voltase

(Chang, 2005).

2.3 Elektrolisis Air

Air yang murni, praktis tak menghantar listrik, tetapi jika asam, basa atau garam

dilarutkan didalamnya, larutan yang dihasikan bukan saja menghantarkan arus listrik,

melainkan juga mengalami perubahan-perubahan kimia. Seluruh proses ini disebut

elektrolisis (Shelve, 1990).

Air dalam beaker pada kondisi atmosfer (1 atm dan 25oC) tidak akan terurai

secara spontan membentuk gas hidrogen dan oksigen sebab perubahan energi-bebas,

standar untuk reaksi ini positif dan besar:

2H2O(l) 2H2(g)+O2(g) ∆Go=474,4KJ

Namun demikian, reaksi ini dapat dibuat terjadi di dalam suatu sel seperti yang

ditunjukan.Sel elektrolitik ini terdiri atas sepasang elektroda yang terbuat dari logam

nonreaktif, seperti platina, yang direndam di dalam air.Ketika elektroda-elektrodanya

membawa arus listrik. (ingat bahwa 25oC, air murni hanya memiliki 1 x 10-7 M ion H+ dan

1 x 10-7 M ion OH-) (Chang, 2005).

Sebaliknya reaksi dengan mudah terjadi dalam larutan H2SO4 0,1M sebab

terdapat cukup ion untuk menghantarkan listrik.Dengan segera gas mulai keluar pada

kedua elektroda.Proses pada anodanya adalah :

2H2O O2(g) + 4H+(aq) + 4e-

Sementara pada katoda terjadi :

H+(aq) + e-

½ H2(g)

Reaksi keseluruhan diberikan oleh :

Anoda (oksidasi) : 2H2O O2(g) + 4H+(aq) + 4e-

Katoda (reduksi) : 4H+(aq) + e-

½ H2(g)

Keseluruhan :2H2O(l)2H2(g) +O2(g) (Chang,2005).

2.4 Elektrolisis Larutan Berair Natrium Klorida

Ini merupakan contoh yang paling rumit di antara ketiga contoh elektrolisis yang

dibahas disini karena larutan natrium klorida mengandung beberapa spesi yang dapat di

oksidasi dan direduksi. Reaksi oksidasi yang mungkin terjadi pada anoda ialah :

(1) 2Cl-(aq)Cl2(g) + 2e-

(2) 2H2O(l) O2(g) + 4H+(aq) + 4e-

Potensial reduksi standar untuk (1) dan (2) tidak berbeda jauh, tetapi nilainya menyiratkan

bahwa yang cenderung terjadi adalah H2O teroksidasi pada anoda.Namun, dari percobaan

ternyata gas yang dibebaskan pada anoda ialah Cl, bukan O2. Dalam mengkaji proses

elektrolitik, kita terkadang menemukan bahwa voltase yang diperlukan untuk suatu reaksi

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditunjukan oleh potensial elektroda.

Overvoltase ialah selisih antara potensial elektroda dan voltase sebenarnya yang

diperlukan untuk menyebabkan elektrolisis. Overvoltase untuk pembentukan O2 cukup

tinggi. Jadi, pada kondisi kerja normal, adalah gas Cl2 yang ternyata terbentuk O2 (Chang,

2005).

Reduksi yang mungkin terjadi pada katoda ialah :

(3) 2H+(aq) +2e-

H2(g)

(4) 2H2O(l) + 2e- H2(g) + 2OH-

(aq)

(5) Na+(aq) + e-

Na(s) (Chang, 2005)

2.5 Potensial Sel

Potensial sel dalam keadaan standar dapat dihitung dari potensial elektroda

standar.Setiap elektroda cenderung menarik elektron ke arahnya, dan yang menang adalah

poensial reduksinya lebih besar. Elektroda kuat akan menerima elektron dan menjadi

katoda, sedangkan yang lain terpaksa memberikan elektron menjadi anoda. Potensial sel

merupakan selisih dari daya tarik yang kuat dan yang lemah.Yaitu selisih potensial reduksi

katoda dan anoda.

E sel = E katoda – E anoda

Cara menentukan katoda dan anoda serta sel adalah sebagai berikut.Tuliskan reaksi

reduksi kedua elektroda. Pemberian nilai potensialnya sebagai katoda adalah yang besar

potensial reduksinya, dan tuliskan reaksi oksidasi(dengan membalik reaksi reduksi) serta

oksidasinya. Kalikan reaksi dengan bilangan bulat agar jumlah elektron yang diterima

sama dengan yang dilepaskan, sedangkan nilai potensial elektroda tetap (tidak dapat

dikalikan). Lalu tuliskan reaksi redoks dari sel dengan rumus :

EO sel = EO reduksi – Eo oksidasi

Beberapa istilah yang dipakai dalam elektrokimia adalah sel volta (galvani) dan

sel elektrolisis. Suatu sel terdiri dari dua elektroda dan satu atau lebih larutan dalam wadah

yang sesuai. Jika sel itu dapat memberi energi listrik kepada suatu sistem-luar (eksternal),

jadi disebut sel volta (atau galvani). Energi kimia diubah sedikit banyak dengan lengkap

menjadi energi listrik, tetapi sebagian dari energi itu terbuang sebagian kalor (panas). Jika

energi listrik itu diberikan dari sumber luar, sel melalui mana yang mengalir dinamakan

sel elektrolisis, dan hukum-hukum Faraday menjelaskan perubahan utama pada elektroda-

elektroda. Jika arus dimatikan, produk-produk ini cenderung menghasilkan suatu arus

dengan arah yang berlawanan dengan arah dalam mana arus elektrolisis dilakukan. Katoda

adalah elektroda pada mana reduksi terjadi. Dalam sebuah sel elektrolisis, itu adalah

elektroda yang melekat pada terminal negatif dari sumber, karena elektron-elektron

meninggalkan sumber dan masuk ke dalam sel elektrolisis pada terminal tersebut. Katoda

adalah terminal positif dari sebuah sel galvani, Karena sel demikian menerima elektron-

elektron pada terminal ini (Bassett, 1994).

Anoda adalah elektroda dimana oksidasi terjadi. Ini adalah terminal positif dari

suatu sel elektrolisis atau terminal negatif dari suatu sel volta. Sedangkan elektroda

terpolarisasi adalah suatu elektroda yang terpolarisasi jika potensialnya menyimpang dari

nilai reversibelnya atau nilai keseimbangannya. Suatu elektroda dikatakan didepolarisasi

oleh suatu zat, jika zat ini menurunkan banyaknya polarisasi (Bassett, 1994).

Potensial penguraian, jika dikatakan voltase rendah, katakanlah 0,5 volt, maka

sebuah amperemeter yang ditaruh dalam sirkuit itu, mula-mula akan menunjukkan bahwa

suatu arus yang cukup berarti sedang mengalir, tetapi kekuatannya berkurang dengan

cepat dan setelah sebentar menjadi boleh dikatakan sama dengan nol. Jika voltase yang

dikenakan berangsur-angsur dinaikan, ada sedikit kenaikan arus sampai, bila voltase yang

diberikan mencapai suatu nilai tertentu, arus tiba-tiba naik cepat dan naiknya e.m.f. Pada

umunya, akan dapat diamati, bahwa pada titik bila mana ada kenaikan arus yang

mendadak, gelembung-gelembung gas mulai dilepaskan dengan bebas pada elektroda-

elektroda. Eksperimen ini dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana. Sebuah

baterai aki dihubungkan pada ujung-ujung kawat tahanan AB yang seragam, sebagai mana

sebuah pembuat kontak D dapat digerakan : penurunan potensial antara A dan D jadi dapat

diubah-ubah berangsur-angsur. Dua elektroda platinum yang harus dibenamkan dalam

asam sulfat 1M dalam sel E. Sebuah voltmeter yang sesuai ditaruh di antara kedua

elektroda sel (Bassett, 1994).

Telah diamati, bahwa sementara potensial penguraian larutan-larutan garam

saling berbeda-beda jauh sekali, potensial penguraian untuk asam-asam dan alkali-alkali

(basa), dengan kekecualian asam-asam halogen, semua adalah kira-kira 1,7 Volt. Karena

itu disimpulkan bahwa proses elektrolitik yang sama, terjadi dengan asam-asam dan basa-

basa ini, ini hanyalah bisa berubah pelepasan hidrogen pada katoda dan oksigen pada

anoda :

2H++ 2e-H2 (medium basa)

2H2O + 2e-H2 +2OH- (medium asam)

2H2O 4H+ + 4e (medium asam)

4OH-O2 + 2H2O+4e (medium basa)

Sedangkan reaksi netto adalah penguraian air :

2H2O 2H2 + O2

Dengan asam-asam halogen dalam larutan 1 M, halogen dan bukan oksigen, dibebaskan

pada anoda, karena discas (pelucuran muatan) ion halogen dapat terjadi lebih mudah

ketimbang discas ion hidroksida, potensial discas berbeda-beda tergantung pada

halogennya (Bassett, 1994).

Untuk suatu elektrolisis serupa dari larutan zink sulfat 1 M, reaksi-reaksi pada

katoda dan anoda masing-masing adalah :

Zn2+ + 2eZn

2H2O 4H+ + 4e

Dimana suatu elektrode oksigen dihasilkan pada anoda (Bassett, 1994).

2.6 Elektrolit

Fakta eksperimen yang seakan-akan berdiri sendiri-sendiri, telah diuraikan.

Bahwa arus listrik dihantarkan oleh migrasi partikel-partikel bermuatan dalam elektrolit,

dan bahwa dalam larutan zat-zat elektrolit jumlah partikelnya adalah 2,3….. dan

sebagainya, kali lipat lebih banyak dari pada jumlah molekul yang larut. Untuk

menjelaskan fakta-fakta ini, Arrbenius mengemukakan teorinya tentanf disosiasi elektrolit

(1887). Menurut teori ini molekul-molekul elektrolit, bila dilarutkan dalam air berdisosiasi

menjadi atom-atom atau gugus-gugus atom yang bermuaatan, yag sesungguhnya adalah

ion-ion yang menghantarkan arus dalam elektrolit dengan migrasi. Disosiasi ini

merupakan suatu proses dapat-balik(reversibel); derajat disosiasinya berbeda-beda

menurut derajat pengenceran. Pada larutan yang sangat encer, disosiasi praktis sempurna

untuk semua elektrolit. Karena itu, disosiasi elektrolit(ionisasi)senyawa-senyawa boleh

dinyatakan dengan persamaan :

NaCl Na+ + Cl-

MgSO4 Mg2+ + SO42-

CaCl2 Ca2+ + 2Cl-

Na2SO42Na+ + SO42-

Ion-ion membawa muatan positif atau negatif. Karena larutan adalah

elektrisnetral, jumlah total muatan-muatan positif harus sama dengan jumlah total muatan-

muatan negatif dalam suatu larutan. Jumlah muatan yang dibawa oleh sebuah ion adalah

sama dengan valensi atom atau radikal itu. Penjelasan tentang hasil-hasil normal yang

diperoleh ketika mengukur penurunan titik beku atau kenaikan titik didih, sangatlah

gambling berdasarkan teori disosiasi elektrolisis (Svehla, 1990).

Fenomena elektrolisis juga dapat diterangkan dengan sederhana atas dasar teori

disosiasi elektrolisis. Konduktan (daya-hantar) larutan-larutan elektrolit disebabkan oleh

adanya ion (partikel bermuatan) dalam larutan yang bila arus listrik dialirkan, akan mulai

bermigrasi ke arah elektrode yang muatannya berlawanan, karena gaya-gaya

elektrostastik. Dalam hal asam klorida, kita mempunyai ion-ion hidrogen dan klorida di

dalam larutan :

HCl H+ + Cl-

Dan jelaslah, bahwa ion hidrogen akan bermigrasi ke arah katoda, sedangkan ion-ion

klorida akan bergerak ke arah anoda. Dalam larutan, seperti disebut tadi, yang

mengandung tembaga sulfat dan kalium dikromat, mendapat ion-ion dari tembaga (II)

yang biru (Svehla, 1990).

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Power supply

Tabung U

Penjepit buaya

Gelas kimia

Pipet tetes

Tabung reaksi

Rak tabung reaksi

Sikat tabung

Kabel penghubung

Botol reagen

Corong kaca

3.1.2 Bahan

Elektroda karbon

Kawat tembaga

Larutan CuSO4

Larutan KI

Larutan FeCl3

Amilum

Tisu

Kertas lebel

Aquades

Sabun cair

Indikator pp

3.2 Prosedur percobaan

3.2.1 Elektrolisis larutan CuSO4

Dimasukan larutan CuSO4 kedalam tabung U

Dicelupkan kedua elektroda pada tabung U

Dialiri listrik 36 Volt

diamati

3.2.2 Katoda C dan anoda C

Dimasukan larutan CuSO4 kedalam tabung U

Dicelupkan kedua elektroda pada tabung U

Dialiri listrik 36 Volt

Diamati

3.2.3 Elektroda larutan KI 0,5 M

Dimasukan larutan KI 15% ke dalam tabung U

Dimasukan kedua elektroda ke masing-masing permukaan tabung U

( Katoda dan Anoda C )

Dialiri arus listrik sebesar 36 Volt pada kedua pada kedua elektroda tersebut

Diamati

Diambil 1 pipet larutan dari katoda, ditambahkan beberapa tetes indikator pp

Diamati

Diambil 1 pipet larutan anoda

Ditambahkan beberapa tetes amilum

Diamati

Diambil 1 pipet larutan dari katoda

Ditambahkan beberapa tetes FeCl3

Diamati

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

No. Perlakuan Pengamatan

1 Elektrolisis Larutan

CuSo4dengan Elektroda C

- Dimasukkan larutan CuSO4

ke dalam tabung U

- Dicelupkan kedua elektroda

pada tabung U

- Dialirkan listrik 36 volt

- Diamati.

- Larutan CuSO4 terasa dingin

- Larutan dalam keadaan suhu normal

- Pada batang karbon terlihat gelembung yang

banyak tetapi ukurannya kecil. Sedangkan

pada kawat embaga tidak ada gelembung

2 Katoda C dan Anoda C

- Dimasukkan larutan CuSO4

ke alam tabung U

- Dicelupkan kedua elektroda

pada tabung U

- Dialirkan listrik 36 volt

- Diamati.

- Larutan CuSO4 terasa dingin

- Larutan dalam keadaan suhu normal

- Terdapat gelembung dikedua batang karbon.

Dianoda terdapat gelembung yang lebih

banyak. Pada katoda batang karbon terlihat

berwarna merah bata, dan terlihat kikisan

batang karbon

3 Elektrolisis Larutan KI

dengan Elektroda C

- Dimasukkan lerutan KI 15%

ke dalam tabung U

- Larutan KI bening

- Katoda dan anoda C mengalami perubahan

- Dimasukkan kedua elektroda

ke masing-masing tabung U

(Katoda dan Anoda C)

- Dialirkan arus listrik sebesar

36 volt pada kedua elektroda

tersebut

- Diamati

- Diambil 1 pipet larutan dari

ketoda dan ditambahkan

beberapa tetes Indikator pp

- Diamati.

- Diambil 1 pipet larutan dari

ketoda dan ditambahkan

beberapa tetes FeCl3

- Diamati.

-Diambil 1 pipet larutan dari

anoda dan ditambahkan

beberapa tetes amilum

- Diamati.

- Pada anoda terdapat banyak gelembung pada

katoda terjadi pengikisan, dan keduanya ada

gelmbung

- Larutan pada katoda lebih bening dari pada

anoda lebih keruh

-FeCl3 bening

- Larutan berubah warna menjadi kuning

kecoklatan

-Amilum bening

-Campuran homogen dan tidak terjadi reaksi

4.2 Reaksi

4.2.1 Reaksi Elektrolisis CuSO4 dengan Elektroda C

CuSO4→ Cu2++SO42-

Katoda : Cu2++ 2e → Cu × 2

Anoda : 2H2O + 2e → 4H+ + 4e + O2 × 1

Katoda :2Cu2+ + 4e → 2Cu

Anoda :2H2O → 4H+ + 4e + O2

1

2Reaksi :2Cu2+ + 2H2O → 2Cu + 4H+ + O2

Reaksi lengkap: 2CuSO4 + 2H2O → 2Cu + 2H2SO4+ O2

4.2.2 Reaksi Elektrolisis CuSO4 dengan Katoda C dan Anoda Cu

CuSO4→ Cu2++ SO42-

Katoda : Cu2++ 2e → Cu

Anoda : Cu → Cu2++ 2e

1

2Reaksi : Cu2+ + Cu → Cu + Cu2+

4.2.3 Reaksi Elektrolisis KI dengan Elektroda C

KI → K+ + I-

Katoda : 2H2O + 2e → 2OH- + H2

Anoda : 2I- → I2 + 2e .

1

2Reaksi: 2I- + 2H2O → I2+2OH

- + H2

Reaksi lengkap: 2H2O + 2KI → 2KOH +I2 + H2O

4.2.4 Reaksi Larutan FeCl3 dengan OH-

FeCl3- + 3OH

- → Fe(OH)3

+ 3Cl-

4.2.4 Indikator pp + KOH OH OH

C

CH2

OH

+2KOH

OK O

C

C OK

O

+ 2H2O

4.2.6 Amilum dengan I2

O

O H

OH

CH2OH

H

H

H

H

OH

OH H

OH

CH2OH

H

H

H

OH

O

O

O H

OH

CH2OI

H

H

H

H

OH

OH H

OH

CH2OI

H

H

H

OH

O

n

+ nI2

n

+ nHI

4.3 Pembahasan

Elektrolisis adalah suatu peristiwa penguraian (reaksi kimia) atas larutan

elektrolit akibat dialiri oleh arus listrik searah. Dalam reaksi elektrolisis, energi listrik

digunakan untuk menghasilkan suatu perubahan kimia yang tidak akan terjadi secara

spontan. Dalam reaksi elektrolisis, pada anoda terjadi reaksi oksidasi yakni reaksi

pelepasan elektron. Sedangkan pada katoda terjadi reaksi reduksi yaitu reaksi

penangkapan elektron. Pada elektrolisis anoda bermuatan positif dan katoda bermuatan

negatif.

Elektrokimia adalah suatu peristiwa terjadinya reaksi oksidasi-reduksi dalam

bentuk setengah reaksi yang terpisah dalam oksidasi dan reduksi atau bisa disebut sebagai

gabungan antara dua setengah sel yaitu anoda dan katoda. Dalam sel elektrokimia terjadi

reaksi redoks spontan yaitu reaksi yang berlangsung serta merta. Sel elektrokimia

mengubah energi dari suatu reaksi redoks spontan menjadi energi listrik berupa aliran

elektron yang bergerak dari anoda menjadi katoda. Pada elektrokimia anoda bermuatan

negatif dan katoda bermuatan positif.

Elektrolisis merupakan proses kimia yang mengubah energi listik menjadi energi

kimia. Komponen yang terpenting dari proses elektrolisis ini adalah elektroda dan

elektrolit. Elektroda yang digunakan dalam proses elektrolisis dapat digunakan menjadi

dua yaitu elektroda inert seperti kalsium (ca), potassium, grafit (c), platina (pt) dan emas

(Au). Elektroda aktif seperti seng (Zn) tembaga (Cu) dan perak (Ag).

Suatu ion yang padat tidak dapat di elektrolisis karena tidak mengandung ion

bebas, akan tetapi, jika di panaskan sampai meleleh akan terurai. Jadi ion-ion positif akan

tertarik padaanoda. Untuk elektrolisis larutan elektrolit dalam air akan terurai menjadi ion

positif dan ion negatif. Reaksi elektrolisis larutan tidak sama dengan karena larutan

terdapat pelarut (air). Air kadang bereaksi baik pada katoda maupun anoda pada larutan

memiliki beberapa ketentuan yaitu :

A. Reaksi pada katoda

Katoda yang tergolong dalam golongan utama Al dan Mn yang direduksi adalah

H2O dan golongan Alkali

2H2O + 2e 2OH- + H2

Ion-ion logam selain di atas dapat direduksi

M2+ + 2e- M

Ion H+ dari asam direduksi menjadi gas hidrogen

2H+ + 2e- H2

Jika yang dielektrolisis adalah larutan elektrolit, maka ion-ion pada poin 1 dapat

mengalami reaksi pada poin 2.

B. Reaksi pada anoda

Ion-ion yang mengandung atom dengan biloks maksimum seperti SO42- dan NO2

-

, yang teroksidasi adalah pelarut air terbentuk gas oksigen

2H2O O2 + 4H+ + 4e

Ion-ion halida, F-, Cl-,Br- dan I- dioksidasi menjadi halogen

2X- X2 + 2e

Ion-ion dari basa dioksidasi menjadi gas oksigen

4OH- 2H2O + 4e + O2

Pada proses penyepuhan dan pemurnian logam, maka yang dipakai sebagai anoda

adalah suatu logam, sehingga anoda mengalami oksidasi menjadi ion yang larut

M M2+ + 2e-

No Elektrolisis Elektrokimia

1 Terjadi perubahan energi : listrik

kimia

Terjadi perubahan energi : kimia

listrik

2 Anoda = eleektroda positif Anoda = elektroda negatif

3 Katoda = elektroda negatif Katoda = elektroda positif

Deret volta adalah deretan unsur logam (ditambah hidrogen) yang disusun

berurutan berdasarkan potensial reduksi standarnya (EO), setiap logam itu mempunyai

sebuah nilai (potensial) tertentu yang selalu sama yang diberikan oleh alam. Namun

antara unsur logam yang satu dengan yang lain berbeda nilainya. Nilai yang dimaksud

adalah potensialnya, nilai logam tersebut harus dibandingkan dengan elektroda standar,

elektroda standar adalah elektroda yang potensialnya sudah diketahui sebelumnya, unsur

dalam deret volta adalah Li, K, Ba, Ca, Na, Mg, Al, Mn, Zn, Cr, Fe, Cd, Co, Ni, Sn, Pb,

(H), Sb, Bi, Cu, Hg, Ag, Pt, Au.

Sitaf deret volta :

Semakin kekiri kedudukannya suatu logam dalam deret tersebut, maka :

Logam semakin reaktif(semakin mudah melepas elektron)

Logam merupakan reduktor yang semakin kuat (semakin mudah mengalami

oksidasi)

Sebaliknya, semakin kekanan kdudukan suatu logam dalam deret tersebut maka :

Logam semakin kurang reaktif (semakin sulit melepas elektron)

Logam merupakan oksidator yang semakin kuat (semakin mudah mengalami

reduksi)

Pada deret volta ada lima buah unsur logam yang dikatakan sebagai unsur logam mulia

(inert metal), yaitu Cu, Hg, Ag, Pt dan Au.

Prinsip dari metode elektroisis didasarkan pada penetapan teori-teori elektrokimia

didalam sel elektrolisis akan terjadi perubahan kimia pada daerah sekitar elektroda, karena

adanya aliran listrik jika tidak terjadi reaksi kimia maka elektroda hanya akan terpolarisasi

akibat potensial listrik yang diberikan. Reaksi kimia hanya terjadi apabila ada perpindahan

elektron dari larutan menuju ke elektroda (proses oksidasi) sedangkan pada katoda akan

terjadi aliran elektron dari katoda menuju ke larutan (proses reduksi).

Reaksi yang terjadi pada percobaan pertama yaitu pada katoda, yang tereduksi

adalah Cu. Menurut aturan Cu adalah ion selain golongan IA, IIA, Al3+, Mn2+atau H+.

Maka terjadi reduksi pada zat itu sendiri dan mengendap dikatoda sedangkan pada anoda

merupakan ion sisa asam yang mengandung oksigen. Karena Eo oksigen lebih kecil dari

H2O maka yang yang teroksidasi adalah H2O.

Reaksi yang terjadi pada percobaan kedua, katodanya adalah C dan anodanya C

yang tereduksi adalah katoda dan anoda mengalami oksidasi. Pada anoda, karena SO42-

merupakan sisa asam yang mengandung oksigen dan Eonya lebih kecil dari H2O.

Reaksi yang terjadi pada percobaan ketiga ialah pada reaksi dikatoda, yang

tereduksi adalah H2O. Sebab menurut aturan, jika golongan IA maka yang tereduksi

adalah H2O. Sehinggga terbentuk OH- yang nanti diidentifikasi dengan FeCl3 yang

menghasilkan endapan jika direaksikan dengan basa.

Pada percobaan pertama, elektrolisis larutan CuSO4 dengan katoda (C) dan anoda

(Cu). Pertama dimasukkan larutan CuSO4 kedalam tabung U, kemudian dicelupkan kedua

elektroda (kadoda C dan anoda Cu) pada tabung U, pada anoda terjadi reaksi Cu Cu2+

+ 2e-. Pada katoda terjadi reaksi Cu2+ + 2e- Cu. Setelah dialiri arus listrik 36 volt pada

katoda terbentuk endapan Cu. Sedangkan pada anoda Cu secara perlahan–lahan terkikis

menjadi ion Cu2+ yang larut. Berarti kedua elektroda yang digunakan merupakan elektroda

inert pada larutan CuSO4,ion Cu2+ mengalami reduksi dikatoda menjadi Cu, dan dianoda

terbentuk gelembung gas O2, arus listrik digunakan mengubah energi listrik suatu

voltmeter menjadi reaksi reduksi.

Pada percobaan kedua, elektrolisis larutan CuSO4 dengan katoda (karbon) dan

anoda (karbon), pada anoda terjadi reaksi 2H2O 4H+ + 4e + O2 pada katoda terjadi

reaksi Cu2+ +2e Cu setelah dialiri arus listrik 36 volt pada katoda terbentuk endapan

Cu, sedangkan pada anoda terdapat gelembung O2 yang banyak, karbon yang awalnya

berwarna hitam mengalami pengikisan, sehingga berubah menjadi merah bata. Ion–ion

mengalami reduksi Cu2+ menjadi Cu, karena Cu memiliki potensial reduksi lebih rendah

daripada H2O, dan Cu termasuk golongan transisi sehingga yang direduksi adalah kation

itu sendiri. Dikatoda terdapat logam Cu yg lebih banyak, karena logam Cu tersebut berasal

dari 2 sumber, yaitu berasal dari elektrolit Cu. Yang terbentuk pada anoda yg dioksodasi

adalah Cu, karena Cu merupakan elektrolit noninert yang hanya terjadi pada anoda,

sehingga anion yang dioksidasi adalah elektroda nya.

Pada percobaan ketiga, elektrolisis larutan KI dengan elektroda Cu. Pada anoda

terjadi reaksi 2 I- I2 + 2 e- pada katoda terjadi reaksi 2H2O + 2e 2OH- + H2 . Setelah

dialiri arus listrik 36 volt pada anoda, larutan yang semula bening menjadi putih

kekuningan (I2 mengalami oksidasi). Sedangkan pada katoda H2O tereduksi menghasilkan

basa OH-, selain itu elektroda yg digunakan bukan inert, sehingga elektroda itu dapat

diabaikan, 1 pipet larutan dari katoda ditambahkan FeCl3, yang semula berwarna bening

menjadi putih kekuningan dengan adanya endapan. Fungsi penambahan FeCl3, yaitu

untuk mengetahui senyawa basa yang ada dikatoda, senyawa logam yang ada dikatoda

dan mengikat OH- sehingga membentuk Fe(OH)3 1 pipet dari larutan anoda ditambahkan

amilum, yang semula warnanya bening menjadi keruh.Fungsi penambahan amilum adalah

untuk mengetahui adanya I2 dalam anoda. Diambil 1 pipet dari katoda ditambahkan

indicator pp , dan larutan berubah menjadi merah lembayung, hal ini menunjukan

terdapatnya OH- pada larutan tersebut.

Aplikasi elektrolisis dalam kehidupan sehari–hari adalah sebagai berikut:

1. Pereduksi zat

Banyak zat kimia dibuat melalui elektrolisis misalnya logam – logam alkali, magnesium,

almunium, florin, natrium hidroksida, natrium hipoklorit, dan hidrogen peroksida, klorin

dan natrium hidroksida dibuat dari elektrolisis larutan natrium klorida. Proses ini disebut

proses klor-alkali dan merupakan proses industri yang sangat penting.

2. Kemurnian logam

Contoh terpenting dalam bidang ini adalah pemurnian tembaga, untuk membuat kabel

listrik diperlukan tembaga murni sebab adanya pengotor dapatmengurangi konduktivitas

tembaga, akibatnya akan timbul banyak panas dan akan membahayakan penggunaannya

tembaga dimurnikan secara elektrolisis.

3. Penyepuhan

Penyepuhan (elektroplatini) dimaksudkan untuk melindungi logam terhadap korosi atau

untuk memperbaiki penampilan. Pada penyepuhan, logam yang akan disepuh dijadikan

katoda sedangkan logam penyepuhan sebagai anoda. Kedua elektroda itu dicelupkan

dalam larutan garam dari logam penyerpuhan.

Pada percobaan kali ini faktor kesalahan yang terjadi adalah :

Kurang bersihnya pencucian alat yang digunakan

Kurang prosedur percobaan yang dilakukan

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada proses elektrolisis larutan CuSO4 dengan elektroda karbon terjadi

reduksi Cu2+ menjadi Cu pada katoda dan anoda terjadi oksidasi H2O.

Perubahan yang terjadi pada katoda dan anoda ialah pada CuSO4 dengan

katoda C dan anoda C , tidak terjadi apa – apa. Pada anoda terdapat warna

kekuningan tetapi tidak dominan pada katoda, sedangkan pada larutan Cu

dengan katoda Cu dan anoda C tidak terdapat gelembung dan menghasilkan

OH pada katoda dan pada anoda terdapat gelembung serta menghasilkan I2

Pada proses elektrolisis larutan KI dengan katoda Cu dan anoda C terjadi

reduksi air pada katoda dan okisidasi I- menjadi I2 pada anoda.

5.2 Saran

Sebaiknya pada percobaan selanjutnya, elektroda karbon dapat diganti dengan elektroda

Pt dan Au yang sama–sama tergolong sebagai elektroda inert.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reaksi adisi substitusi adalah penggantian suatu gugus atau atom dengan gugus

atau atom lain. Pada reaksi substitusi atom atau gugus atom yang terdapat dalam suatu

molekul digantikan oleh atom atau gugus atom lain umumnya pada senyawa jenuh.

Tetapi pada kondisi tertentu dapat juga terjadi pada senyawa tak jenuh.

Reaksi adisi adalah penambahan masing-masing satu gugus kepada dua atom

karbon yang mempunyai ikatan rangkap sehingga menghilangkan ikatan atau

rangkapnya. Pada reaksi adisi, molekul senyawa yang memiliki ikatan rangkap

menyerap atom atau gugus atom. Sehingga ikatan rangkap berubah menjadi ikatan

tunggal seperti reaksi antara heksana dan Iodin (I2).

Berdasarkan prinsip di atas, maka reaksi-reaksi hidrokarbon diatas banyak

digunakan untuk kepentingan industri antara lain untuk memproduksi bahan-bahan

kimia organik, seperti industri bahan pengawet makanan agar tidak mudah berbau tengik

pada minyak cair. Contoh yaitu asetilena. Asetilena merupakan zat berupa gas, tidak

berwarna, tidak berbau. Campuran gas-gas asetilena dan oksigen digunakan untuk

memperoleh suhu tinggi yang diperlukan untuk memotong dan mengelas logam.

Reaksi senyawa karbon pada umumnya merupakan pemutusan dan pembentukan

ikatan kovalen. Percobaan kali ini akan dibahas mengenai beberapa jenis reaksi senyawa

karbon, yaitu reaksi substitusi dan reaksi adisi. Dalam percobaan akan diperlihatkan

perubahan yang terlihat ketika suatu senyawa karbon akan direaksikan dengan senyawa

lain. Seperti contohnya yaitu reaksi benzena dengan larutan KMnO4 (Kalium

Permanganat) akan terjadi reaksi substitusi, dimana benzena bersifat jenuh, atom atau

gugus atomnya akan digantikan oleh atom atau gugus atom dari KMnO4.

Oleh karena itu percobaan ini dilakukan agar dapat mengerti dan memahami reaksi

adisi dan reaksi substitusi dan mengetahui perubahan reagen apabila reaksi dari masing-

masing pereaksi terjadi. Percobaan ini juga dilakukan agar dapat mengetahui reaksi yang

terjadi antara minyak goreng dengan pereaksi I2 dan KMnO4. Percobaan ini juga

dilakukan agar mengetahui reaksi dan perubahan warna yang terjadi pada n-heksana

ketika ditetesi dengan larutan I2, mengetahui reaksi dan perubahan warna yang terjadi

pada heksena ketika ditetesi dengan larutan I2, dan mengetahui reaksi dan perubahan

warna yang terjadi pada benzena ketika ditetesi larutan I2 dan larutan KMnO4. Sehingga

dapat mengaplikasikannya dengan benar di dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan Percobaan

Mengetahui reaksi dan perubahan warna yang terjadi pada larutan n-heksana ketika

ditetesi dengan larutan I2

Mengetahui reaksi dan perubahan warna yang terjadi pada larutan heksena ketika

ditetesi dengan larutan I2

Mengetahui reaksi dan perubahan warna yang terjadi pada benzena ketika ditetesi

larutan I2 dan ketika ditetesi larutan KMnO4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Sebagian besar reaksi senyawa organik adalah perubahan dari sutu gugus fungsi

menjadi gugus fungsi yang lain akibat serangan reagen. Senyawa organik yang diserang

oleh reagen disebut substrat atau reaktan. Bagan reaksi dalam senyawa organik adalah

sebagai berikut. Substrat diserang oleh reagen [intermediet] produk. Ada empat

macam jenis reaksi yang dikenal, yaitu reaksi substitusi, reaksi adisi, reaksi eliminasi, dan

penataan ulang. Persyaratan dari prinsip umum dalam reaski kimia adalah bahwa senyawa

dengan struktur molekul yang sama memperlihatkan kecenderungan melakukan reaksi

yang sama. Dengan kata lain, reaktivitas substrat bergantung pada sifat-sifat reagennya.

Contohnya, senyawa alkana merupakan senyawa non polar sehingga cenderung bereaksi

melalui radikal bebas (makanisme). Senyawa kaya elektron nukleofil akan mudah

diserang oleh reagen yang miskin elektron (elektrofil). Sebaliknya, senyawa yang

kekurangan elektron akan mudah diserang oleh reagen nukleofilik (kaya elektron) atau

mencari muatan positif. Pusat reaktif pada substrat kaya elektron, reaksi akan berlangsung

melalui dua cara, yaitu substitusi pada senyawa alifatik jenuh dan substitusi pada ikatan

tak jenuh atau pada atom karbon atomatik. Reaksi substitusi elektrofilik dapat terjadi

secara unimolekuler (SEI) atau bimolekuler (SEZ) (Siswoyo, 2009).

Reaksi adisi dapat terjadi pada ikatan rangkap dua atau rangkap tiga, dimana

terdapat elektron n. elektron ini akan melindungi molekul dari senyawa nukleofil, tetapi

akan mudah diserang oleh elektrofil. Adisi juga dapat terjadi pada atau R-CN.

Dalam hal ini kerapatan elektron akan berada pada atom yang elektronegatif seperti O dan

N, sehingga atom karbon akan bermuatan positif dan mengalami serangan oleh reagen

nukleofilik. Akibatnya adisi pada atau –CN adalah adisi nukleofilik. Apabila

reagen telah menjadi kutub positif dan negatif, salah satunya akan menyerang ikatan

rangkap. Mengapa reaksi ini disebut adisi elektrofilik meskipun kedua reagen nukleofilik

dan elektrofilik akan menyerang ikatan rangkap yang sama? Alasannya adalah karena

reaksi adisi diawali oleh serangan elektrofil pada ikatan rangkap dengan lambat yang

merupakan tahapan yang menentukan kecepatan reaksi (rate determining step), dan diikuti

dengan serangan nukleofil dengan cepat. Kompleks n atau kation lingkar-tiga seperti juga

ikatan rangkap, mengakibatkan arah serangan berasal dari bagian belakang, sehingga

adisinya juga dari sisi yang berlawanan. Adisi ini dikenal dengan nama trans adisi.

Sebaliknya bila adisi dari sisi yang saama maka adisinya adalah cis-trans (Siswoyo,

2009).

Adisi halogen pada ikatan rangkap, molekul H-X terpolarisasi dan melepas X-.

Kombinasi proton dan elektron n menghasilkan kompleks n yang mempolarisasikan

elektron n pada ikatan rangkap, kemudian akan menghasilkan 𝜎 dan adisi halogen

menyempurnakan reaksi adisi. Jika ikatan rangkapnya tidak simetris, maka adisi HX atau

HOX secara teoritis menghasilkan produk. Reaksi ini berlangsung sesuai dengan hukum

Markovnikov (Siswoyo, 2009).

Dalam banyak cara, dasar-dasar substitusi, eliminasi, dan adisi yang terjadi pada

sistem aromatik, secara umum disebut sebagai bonkation, penggantian nuklofilik, dan

juga eliminasi gugus fungsi, semuanya merupakan beberapa ciri reaksi substitusi

aromatik. Pendekatan yang tepat untuk memmahami mekanisme reaksi adisi adalah

dengan mengetahui ikatan-ikatan n pada cincin aromatik yang berperan sebagai basa

lewis, dengan adanya asam lewis yang cocok akan dihasilkan intermediet kationik yang

kemudian dapat bereaksi dengan nukleofil yang tepat. Tipe proses ini ditunjukkan pada

reaksi benzena dengan spesi elektrofilik (X-). Pengikatan cincin aromatik akan

membentuk ikatan C – X dan pusat sp3. Kation ini mengalami stabilitas resonansi.

Lepasnya proton bersamaan dengan pembentukan kembali senyawa aromatis berlangsung

sangat cepat. Kation intermediet kadang-kadang dinyatakan sebagai ion benzenonium,

namun lebih umum disebut intermediet Wheland, yang digambarkan sebagai kation yang

terdelokalisasi (Sastrohamidjodjo, 2009).

Senyawa organik yang hanya mengandung atom karbon dan juga atom hidrogen

dikenal dengan nama hidrokarbon. Hidrokarbon dapat dibagi dalam tiga kelas :

Hidrokarbon alifatik. Dalam hidrokarbon ini, atom-atom karbon berikatan satu dengan

yang lain membentuk rantai dan merupakan seri homolog dari molekul CH2. Senyawa

jenis ini dapa tberupa senyawa alkana, alkena, dan juga alkuna.

Hidrokarbon alisiklik. Dalam hidrokarbon ini atom-atom akan berikatan dengan

membentuk cincin.

Hidrokarbon aromatik. Senyawa lingkar dalam senyawa ini mempunyai struktur

benzena, atau senyawa yang berhubungan dengan benzena (Siswoyo, 2009).

Alkana adalah suatu hidrokarbon jenuh yang mempunyai jumlah atom hidrogen

maksimum. Alkana mempunyai rumus umum CnH2n+2. Sikloalkana merupakan alkana

berstruktur lingkar. Meskipun sikloalkana merupakan hidrokarbon jenuh, namun rumus

umumnya adalah CnH2n. Hal ini disebabkan sikloalkana kehilangan satu atom

hidrogennya jika atom C – C membentuk cincin. Alkena adalah senyawa hidrokarbon

yang mempunyai ikatan rangkap dua. Dua senyawa alkena yang paling sederhana adalah

etena dan propena, merupakan bahan kimia yang penting dalam industri polimer.

Hidrokarbon yang mempunyai ikatan rangkap tiga disebut alkuna. Alkuna yang paling

sederhana adalah etuna, yang banyak dipakai dalam industri sebagai bahan baku

intermediet untuk membuat bahan kimia lain yang lebih bermanfaat dan sebagai bahan

bakar dalam proses untuk pengelasan (Siswoyo, 2009).

Dalam penamaan alkena terdapat beberapa aturan yaitu :

Akhiran –ena digunakan untuk menunjukkan ikatan rangkap karbon-karbon. Bila

terapat lebih dari satu ikatan rangkap, gunakan akhiran –diena, triena, dan seterusnya.

Pilihlah rantai terpanjang yang mengandung baik karbon dengan ikatan angkap

maupun ikatan rangkap tiga.

Nomor rantai dan ujung yang terdekat dengan ikatan majemuk, sehingga tom karbon

pada ikatan itu memperoleh nomor terkecil.

Nyatakan posisi ikatan majemuk menggunakan atom karbon dengan nomor terendah

dari ikatan tersebut.

Jika terdapat lebih dari satu ikatan majemuk, nomori dari yang terdekat dengan ikatan

majemuk (Keenan, 1986).

Atom karbon ujung suatu alkil halida mempunyai muatan positif parsial. Karbon ini

rentan terhadap serangan oleh anion dan spesi lain yang mempunyai sepasang elektron

menyendiri dalam kulit terluarnya. Dihasilkan reaksi substitusi suatu reaksi dalam mana

satu atom ion atau gugus disubstitusikan untuk (menggantikan) atom, ion, atau gugus lain.

Contoh :

HO- + CH3CH2–Br CH3CH2–OH + Br –

Dalam reaksi substitusi alkil halida, halida itu disebut gugus pergi. Suatu istilah yang

berarti gugus apa saja yang dapat digeser dari ikatannya dengan suatu atom karbon, ion

halida merupakan gugus pergi yang baik karena ion-ion ini merupakan basa yang sangat

lemah. Basa kuat, bukan suatu gugus pergi yang baik. Bila suatu alkil halida diolah dengan

suatu basa kuat, dapat terjadi suatu reaksi eliminasi. Dalam reaksi ini, sebuah molekul

kehilangan atom-atom atau ion-ion dari dalam strukturnya. Produk organik dari suatu

reaksi eliminasi suatu alkil halida adalah suatu alkena. Dalam tipe reaksi eliminasi ini,

unsur H dan X keluar dari dalam alkil halida. Oleh karena itu, reaksi ini juga disebut

dehidrohalogenisasi (awalan de- berarti minus atau hilangnya) (Fessenden, 1997).

Spesi yang menyerang suatu alkil halida dalam suatu reaksi substitusi disebut

nukleofil, sering dilambangkan dengan Nu-. Umumnya, sebuah nukleofil ialah spesi apa

saja yang tertarik ke suatu pusat positif. Jadi,s ebuah nukleofil adalah suatu basa lewis.

Kebanyakan nukleofil adalah anion, namun beberapa molekul polar yang netral seperti

H2O, CH3OH, dan CH3NH2 dapat juga bertindak sebagai nukleofil. Molekul netral ini

memiliki pasangan elektron menyendiri, yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan

sigma (Syukri,1999).

Lawan nukleofil adalah elektrofil yang sering dilambangkan dengan E+. Suatu

elektrofil ialah suatu spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat negatif. Jika suatu

elektrofil ialah suatu asam Lewis seperti H+ atau ZnCl2. Beberapa reaksi yang merupakan

substitusi :

Reaksi alkil halida dengan basa kuat

Reaksi alkohol dengan PCl3

Reaksi alkohol dengan Natrium

Reaksi klorinasi

Reaksi esterifikasi

Reaksi saponifikasi

Jika leaching group merupakan gugus lepas yang kurang baik pada umumnya

menggunakan katalis, misalnya alkohol, dimana gugus hidroksi OH merupakan gugus

lepas yang jelek kaena OH- merupakan basa yang sangat kuat yang dapat bereaksi dengan

produk reaksi. Gugus hidroksi OH- dapat menjadi gugus lepas yang baik, terlebih dahulu

direaksikan dengan asam sehingga gugus OH- menjadi R – OH2+ dan air menjadi gugus

lepas yang baik. Pada suasana yang sesuai, semua basa dapat berfungsi sebagai nukleofil,

sebaliknya semua nukleofil dapat bertindak sebagai basa. Dalam reaksi kimia, nukleofil

basa (pereaksi atau reaktan) bereaksi dengan menyumbang sepasang elektron untuk

membentuk ikatan sigma yang baru (Syukri,1999).

Alkena mengandung sedikitnya satu ikatan rangkap dua karbon-karbon. Alkena

mempunyai rumus umum (CnH2n) dengan n=3,3… Alkena yang paling sederhana C2H4,

etilena dimana kedua atom karbonnya tergradasi sp2 dan ikatan rangkap duanya terdiri dari

satu ikatan sigma dan satu ikatan P1 (Chang,2005).

Dalam suatu reaksi adisi, suatu alkena ikatan P1 terputus dan pasangan elektronnya

digunakan untuk membentuk dua ikatan sigma senyawa yang mengandung ikatan P1,

biasanya berenergi lebih tinggi daripada senyawa yang sepadan yang mengandung hanya

ikatan sigma. Oleh karena itu, suatu reaksi adisi biasanya eksoterm. Hidrogen halida

mengadisi ikatan P1 alkena dan menghasilkan alkil halida jika sebuah alkena tak simetris

(yakni gugus-gugus yang terikat pada kedua karbon sp2 tidak sama), akan terdapat

kemungkinan diperoleh dua produk yang berlawanan dari adisi HX. Dalam suatu adisi

elektrofilik, yang dapat menghasilkan dua produk, biasanya satu produk lebih melimpah

daripada produk yang lain. Pada tahun 1869, seorang ahli kimia Rusia, dalam adisi HX

kepada alkena tak simetris, H+ dan HX menuju ke karbon berikatan rangkap yang lebih

banyak memiliki hidrogen. Adis HBr kepada alkena kadang-kadang berjalan mematuhi

aturan Markovnikov (Keenan, 1986).

Benzena merupakan senyawa aromatik tersederhana dan senyawa yang telah

seringkali dijumpai. Banyak senyawa benzena biasa mempunyai nama diri, yakni nama

yang tidak perlu bersistem. Benzena bersubstitusi diberi nama dengan awalan oto, eta, dan

para dan tidak dengan nomor-nomor parsial satu sama lain, dalam suatu cincin benzena.

Meta menandai hubungan 1,2, dan para berarti hubungan 1,4. Penggunaan orto, meta, dan

para sebagai ganti dari nomor-nomor posisi hanya dipertahankan khusus untuk benzena

tersubstitusi (Keenan, 1986).

Hidrokarbon dapat diklarifikasikan menurut macam-macam ikatan karbon yang

dikandungnya. Hidrokarbon dengan karbon-karbon yang mempunyai satu ikatan

dinamakan hidrokarbon jenuh. Hidrokarbon dengan dua atau lebih ikatan karbon yang

mempunyai ikatan rangkap dua dan yang mempunyai ikatan rangkap tiga dinamakan

sebagai hidrokarbon tidak jenuh (Fessenden, 1997).

Alkana yang paling sederhana adalah metana. Semua alkana amempunyai rumus

umum CnH2n+2 dengan n ialah banyaknya atom karbon. Alkana dengan rantai karbon yang

tidak bercabang disebut alkana normal. Setiap anggota deret ini berbeda dengan yang

berada diatasnya dan yang berada dibawahnya, karena adanya gugus –CH2- disebut gugus

metana. Sederet senyawa yang anggotanya dibangun dengan mengulangi cara yang

beraturan sepeti ini dinamakan deret homolog (Homologous series). Anggota-anggota

deret seperti ini memiliki sifat kimia dan sifat fisika yang serupa, yang berubah berangsur-

angsur juga ditambahkan atom karbon pada rantai (Hart, 2003).

Suatu metil halida ialah suatu struktur dalam nama satu hidrogen dari metana telah

digantikan oleh sebuah halogen. Metil halida CH3F (fluorometana) CH3Cl (Klorometana).

Karbon ujung sebuah alkil halida ialah atom karbon yang terikat pada halogen. Suatu alkil

halida primer (RCH2X) mempunyai suatu gugus alkil terikat pada karbon ujung. Contoh

CH3 – CH2BR (Hart, 2003).

Atom karbon ujung suatu alkil halida mempunyai muatan positif parsial. Karbon ini

rentan terhadap serangan oleh anion dan spesi lain yang mempunyai sepasang elektron

menyendiri dalam kulit luarnya. Dihasilkan reaksi substitusi suatu reaksi dalam mana

suatu atom ion / gugus disubstitusikan untuk (menggantikan) atom, ion, atau gugus lain.

Contoh :

HO- + CH3–CH2Br CH3CH2–OH + Br –

dalam reaksi substitusi alkil halida, halida itu disebut gugus pergi suatu istilah yang berarti

gugus apa saja yang dapat bergeser, dari ikatannya dengan suatu atom karbon. Ion halida

merupakan gugus pergi yang baik karena ion-ion ini merupakan basa yang sangat lemah.

Basa kuat bukan gugus pergi yang baik (Fessenden, 1997).

Alkana tidak larut dalam air. Ini karena molekul air bersifat polar, sedangkan alkana

bersifat nonpolar ( semua ikatan C–C dan C–H nyaris kovalen yang murni). Ikatan O–H

dalam molekul air terpolarisasi dengan kuat berkat tingginya elektromagnetifitas oksigen.

Senyawa yang mengandung hanya karbon, hidrogen, dan suatu atom halogen dapat dibagi

tiga kategori : alkil halida, aru halida ( dalam mana sebuah halogen terikat pada sebuah

karbon dari suatu cincin aromatik) dan halida vinilik ( dalam mana halogen terikat pada

karbon bermuatan tetap) (Hart, 2003).

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Tabung reaksi

Sikat tabung

Botol reagen

Rak tabung

Pipet tetes

Gelas beaker

3.1.2 Bahan

Larutan benzena

Larutan I2

Larutan KMnO4

Minyak goreng

Aquades

Tisu

Sabun cair

Larutan n-heksana

Larutan heksena

Kertas label

3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Uji Reaksi pada Benzena

Dimasukkan 20 tetes benzena ke dalam 2 tabung reaksi

Dimasukkan dengan 5 tetes laurtan I2 pada tabung 1

Ditambahkan dengan 5 tetes larutan KMnO4 pada tabung 2

Diamati

3.2.2 Uji Reaksi pada Minyak Goreng

Dimasukkan 20 tetes minyak goreng ke dalam 2 tabung reaksi

Ditambahkan dengan 5 tetes laurtan I2 pada tabung 1

Ditambahkan dengan 5 tetes larutan KMnO4 pada tabung 2

Diamati

3.2.3 Uji Reaksi pada n-heksana

Dimasukkan 20 tetes larutan n-heksana ke dalam tabung reaksi

Ditambahkan dengan 5 tetes larutan I2

Diamati

3.2.4 Uji Reaksi pada n-heksana

Dimasukkan 20 tetes larutan heksena ke dalam tabung reaksi

Ditambahkan dengan5 tetes larutan I2

Diamati

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

No. Prosedur Hasil Pengamatan

I. Uji Reaksi Pada Benzena

1. Dimasukkan 20 tetes benzena ke

dalam 2 tabung reaksi

- Larutan benzena bening

2. Dimasukkan dengan 5 tetes

laurtan I2 pada tabung 1

- Larutan I2 berwarna

kecoklatan

- larutan I2 berubahn menjadi

coklat muda

3. Ditambahkan dengan 5 tetes

larutan KMnO4 pada tabung 2

- Larutan KMnO4 berwarna

ungu

4. Diamati - Larutan tetap menjadi ungu

II. Uji Reaksi Pada Minyak Goreng

1. Dimasukkan 20 tetes minyak

goreng ke dalam 2 tabung reaksi

- Minyak goreng berwarna

kuning

2. Ditambahkan dengan 5 tetes

larutan I2 pada tabung 1

- Larutan I2 berwarna

kecoklatan

- Larutan berubah menjadi

coklat kekuningan dan terdiri

dari 2 fase

3. Ditambahkan dengan 5 tetes

larutan KMnO4 pada tabung 2

- Larutan KMnO4 berwarna

ungu

4. Diamati - Larutan berubah menjadi

ungu kekuningan dan terdiri

dari dua fase

III. Uji Reaksi pada n-heksana

1. Dimasukkan 20 tetes larutan n-

heksana ke dalam tabung reaksi

- Larutan n-heksana berwarna

bening

2. Ditambahkan 5 tetes I2 - Larutan I2 kecoklatan

3. Diamati - Larutan berubah menjadi

ungu kecoklatan (merah

lembayung)

IV. Uji Reaksi pada Heksena

1. Dimasukkan 20 tetes larutan

heksena ke dalam tabung reaksi

- Larutan heksena berwarna

bening

2. Ditambahkan 5 tetes I2 - Larutan I2 kecoklatan

3. Diamati - Larutan berubah menjadi

ungu muda dan kekuningan

4.2 Reaksi

4.2.1 Uji Reaksi pada Benzena

4.2.1.1 Benzena + I2

4.2.1.2 Benzena + KMnO4

4.2.2 Uji Reaksi pada Minyak Goreng

H

+ I2

I

+ HI

4.2.2.1 Minyak goreng + I2

CH O C

O

(CH2)7 C C (CH2)7 CH3

H H

I I

CH2

CH

CH2

O

O

O

C

C

C

O

O

O

(CH2)7

(CH2)7

(CH2)7

CH

CH

CH

CH

CH

CH

(CH2)7

(CH2)7

(CH2)7

CH3

CH3

CH3

+ 3 I2

CH2 O C

O

(CH2)7 C C (CH2)7 CH3

H H

I I

CH2 O C

O

(CH2)7 C C (CH2)7 CH3

H H

I I

4.2.2.2 Minyak goreng + KMnO4

4.2.3 Uji Reaksi pada n-heksana

4.2.3.1 n-heksana + I2

4.2.4 Uji Reaksi pada heksena

4.2.3.1 Heksena + I2

4.3 Pembahasan

Reaksi adisi adalah reaksi penggabungan dua molekul atau lebih menjadi sebuah

molekul yang lebih besar dengan disertai berkurangnya ikatan rangkap dari salah satu

molekul yang bereaksi akibat adanya penggabungan. Biasanya satu molekul yang terlibat

mempunyai ikatan rangkap. Contoh reaksi adisi antara etena dengan gas klorin

membentuk 1,2 dikloroetena.

Reaksi adisi hanya terdapat pada molekul yang mempunyai ikatan rangkap, seperti

alkena dan alkuna. Molekul yang mempunyai ikatan rangkap karbon-hetero seperti gugus

karbonik (C = O) atau imins (C = N) dapat melangsungkan reaksi adisi karena juga

mempunyai ikatan rangkap. Ada 2 jenis adisi polar yaitu adisi nukleofilik dan adisi

elektrofilik. Adisi nonpolar terbagi dua juga yaitu sikloadisi 3 adisi radikal bebas.

Reaksi substitusi adalah suatu reaksi penggantian gugus fungsional pada senyawa

kimia tertentu dengan gugus fungsional yang lain. Dalam kimia organik, reaksi substitusi

elektrofilik dan nukleofilik merupakan yang paling penting dan banyak digunakan. Reaksi

substitusi organik dikategorikan menjadi beberapa tipe berdasarkan reagen. Contoh yang

paling sederhana untuk reaksi substitusi adalah klorinasi metana.

H – C – H + Cl – Cl H – C – H + HCl

Reaksi substitusi dapat dibagi menjadi substitusi nukleofilik, susbstitusi elektrofilik,

substitusi radikal, substitusi organilogam.

=

H

H

C C + Cl – Cl H C C H

H

H H

H

l

l

l

l

l

l

H

H

l

l

l

H

H

l

l

H

H

Dalam kimia oraganik hukum Markovnikov dirumusukan oleh ahli kimia Vladimir

Vasilevich Markovnikov pada tahun 1870. Vasilevich markovnikov mengemukakan

aturan tersebut berdasarkan aturan Zaytef, yang menyatakan bahwa alkena yang memiliki

gugus alkil yang terbanyak pada atom-atom kerbon ikatan rangkapnya, terdapat dalam

jumlah besar dalam campuran produk eliminasi (alkena yang tersubstitusi lebih

melimpah). Pada aturan Markonikov berbunyi “ Ketika sebuah alkena tidak simetris

bereaksi dengan hidrogen halida memberikan alkil halida, hidrogen menambah karbon

dari alkena yang memiliki sejumlah besar substituen hidrogen, dan halogen ke karbon yan

galkena dengan jumlah sedikit dari substituent hidrogen”.

(CH3)2 C = CHCH3 + H – Cl (CH3)2 CCl – CH2CH3

Pada reaksi di atas digunakan prinsip hukum Markovnikov yakni atom hidrogen akan

terikat pada atom karbon yang memiliki atom hidrogen lebih banyak. Pada contoh di atas

atom C di sebelah kiri ikatan rangkap mengikat H sedangkan atom C di sebelah kanan

ikatan rangkap mengikt 1 atom H sehingga atom J dari HCl akan diikat oleh atom C

disebelah kirinya. Aturan ini juga berlaku untuk reaksi dengan senyawa selain HCl.

Prinsip aturan Markovnikov adalah :

Ikatan rangkap merupakan ikatan elektron

Gugus alkil merupakan gugu pendorong elektron

Alkil makin besar, daya dorong makin kuat

Urutan kekuatan alkil : CH3 > C2H5 > C3H8

Minyak goreng dapat menjadi tengik. Secara ilmiah minyak goreng yang telah

digunakan berkali-kali, apalagi dengan pemanasan yang tinggi sangatlah tidak sehat,

karena minyak tersebut asam lemaknya telah terlepas dari trigliserida sehingga jika asam

lemak bebas mengandung ikatan rangkap mudah sekali teroksidasi menjadi aldehid

maupun keton yang menyebabkan bau tengik. Kerusakan karena oksidasi dapat terjadi

karena otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Otooksidasi ini dimulai

dari pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan karena faktor-faktor yang

mempercepat reaksi, misalnya : cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida.

Akibat dari kerusakan minyak Karena oksidasi dapat timbul bau tengik pada minyak

maupun degradasi rasa dan aroma.

Pada praktikum kali ini dilakukan praktikum dengan judul “Reaksi Adisi

Substitusi”. Pada percobaan petama, dilakukan uji reaksi pada benzena. Awalnya,

dimasukkan 20 tetes benzena ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 5 tetes

larutan I2. Disini, pipet tetes berfungsi sebagai alat untuk mengambil bahan dan reagen

yang digunakan. Sedangkan tabung reaksi berguna untuk wadah untuk mengamati reaksi

yang terjadi antara benzena dan I2. saat ditambahkan dengan I2 larutan benzena berubah

warna menjadi coklat muda. Hal ini dapat terjadi karena adanya reaksi substitusi antara I2

dan benzena. Prinsip percobaan reaksi substitusi adalah pergantian dimana satu atom

hidrogen dari gugus alkana diganti oleh atom lain. Pada percobaan ini benzena direaksikan

dengn Iodin (I2) dan larutan terbentuk menjadi 2 fase dan tidak ada endapan yang

terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa benzena dapat bereaksi dengan Iodin. Pada fase

atas (Benzena) larutan berwarna agak merah lembayung. Benzena merupakan senyawa

yang mempunyai rantai terhubung yang sangat kokoh, sehingga sangat sulit untuk

memutus ikatan rangkapnya, sehingga yang terjadi adalah reaksi substitusi. Lalu pada

percobaan ini dilakukan pula pencampuran antara KMnO4 dan benzena. Hasilnya adalah

KMnO4 tidak bereaksi dengan benzena. Ini ditandai dengan terbentuknya 2 fase di dalam

tabung reaksi. KMnO4 tidak bereaksi dengan benzena, sebab KMnO4 tidak mampu

memutuskan ikatan rangkap pada benzena yang merupakan senyawa hidrokarbon

aromatik, yang artinya muatan rangkap pada benzena berputar (berpindah) yang disebut

delokalisasi. Sehingga KMnO4 tidak mampu memutuskan ikatan rangkapyang berputar

dan bersifat stabil itu. Hal ini menyebabkan KMnO4 dan benzena tidak bereaksi. Tetapi

walaupun benzena dan KMnO4 tidak bereaksi, terbentuk dua fase. KMnO4 tidak dapat

bereaksi dengan benzena yang sifatnya stabil karena KMnO4 tidak dapat memutuskan

ikatan rangkap yang terdapat dalam benzena yang sering disebut cincin aromatik, yang

bersifat stabil. KMnO4 adalah oksidator kuat dan I2 adalah oksidator lemah yang keduanya

berfungsi untuk memutuskan ikatan rangkap dari benzena. Fungsi KMnO4 adalah sebagai

oksidator kuat, dimana saat bereaksi dengan benzena harusnya dapat memutus ikatan

rangkapnya namun, karena benzena beresonansi dan sangat maka KMnO4 tidak mampu

memutuskan ikatannya. I2 berfungsi sebagai oksidator lemah yang tidak dapat memutus

ikatan rangkap benzena, namun dapat melakukan substitusi yaitu pertukaran antara atom

H dengan atom I.

Pada praktikum kedua, uji reaksi pada minyak goreng. Pada awalnya 20 tetes

minyak goreng dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 5 tetes I2.

Lalu setelah diamati yang terjadi, ada 2 fase larutan yang berwarna kekuningan. Pada

reaksi ini terjadi oksidasi pada minyak, dimana I2 mengoksidasi minyak. Sehingga

terjadiah reaksi adisi yang menyebabkan ikatan rangkap pada minyak goreng berubah

menjadi ikatan tunggal. Pada percobaan ini, dilakukan juga reaksi Antara minyak goreng

dengan KMnO4. Hasil reaksi yang terjadi adalah tidak ada reaksi, ditandai adanya 2 fase

yaitu minyak goreng berada di bawah dan KMnO4 berada di atas. Seharusnya yang terjadi

tidaklah demikian. Saat minyak goreng ditambahkan dengan KMnO4 seharusnya terjadi

reaksi karena minyak goreng teroksidasi oleh KMnO4 sehingga terjadi pemutusan ikatn

rangkap menjadi ikatan tunggal yang disebut reaksi adisi. Minyak goreng berfungsi

sebagai bahan yang akan diuji dan direaksikan dengan I2 dan KMnO4 untuk diamati

reaskinya apakah adisi atau substitusi. Fungsi I2 dan KMnO4 adalah sebagai oksidator, I2

adalah oksidator lemah dan KMnO4 adalah oksidator lemah. Kedua bahan ini digunakan

untuk memutuskan ikatan rangkap minyak goreng. Perlakukan yang dilakukan dalam

percobaan ini adalah pereaksian I2 dengan minyak goreng serta KMnO4 dan minyak

goreng. Hal ini dilakukan untuk mencampurkan dan agar dapat diamati reaksi yang terjadi.

Adapun alat-alat yang digunakan adalah :

Tabung reaksi berfungsi untuk wadah dalam mengamati reaksi antara minyak goreng

dan I2. Serta reaksi minyak goreng dan KMnO4.

Pipet tetes digunakan untuk memindahkan larutan dan sample dalam skala kecil.

Pada percobaan ketiga dilakukan uji reaksi n-heksana. Pada percobaan ini,

dilakukan uji dengan memasukkn 20 tetes n-heksaan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 5 tetes I2. Ternyata hasilnya adalah larutan berubah menjadi ungu kecoklatan

dengan sedikit warna merah lembayung. N-heksana bereaksi dengan I2 dan terjadi reaksi

substitusi. Reaksi ini terjadi karena terjadi pergantian gugus fungsional :

CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – CH2 – CH3 + I2 CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – CH(I) – CH3 +

HI

hasil percobaan terdapat warna larutan yang tidak bercampur. Hal ini disebabkan karena

adanya perbedaan kepolaran larutan. N-heksana bersifat nonpolar sedangkan larutan I2

bersifat polar. Penambahan I2 dalam percobaan ini berfungsi menggantikan atom H dalam

n-heksana dan membentuk reaksi substitusi.

Pada percobaan keempat, dilakukan uji reaksi pada heksena. Awalnya, diambil 20

tetes larutan heksena ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 5 tetes larutan I2.

Hasilnya ternyata terbentuk warna ungu muda dan kekuningan dengan sedikit warna

merah muda. Di sini, terjadi sebuah reaksi. Reaksi tersebut adalah reaksi adisi dimana I2

masuk dan memutus ikatan rangkap yang ada pada heksena sehingga ikatan rangkap itu

berubahn menjadi ikatan tunggal.

Pada percobaan n-heksana dengan I2 terjadi reaksi substitusi, sebab n-heksana

merupakan alkana yang tidak mempunyai ikatan rangkap dan tidak dapat mengalami adisi.

Karena adisi adalah reaksi yang memutuskan ikatan rangkap. Sehingga reaksi yang terjadi

adalah adisi yaitu pemutusan ikatan rangkap dari heksena oleh I2.

Dalam percoban ke 3 yaitu antara I2 dan n-heksana terjadi reaksi berdasarkan aturan

Markovnikov. Reaksi tersebut :

CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – CH2 – CH3 + I2 CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – CH(I) – CH3 +

HI

Dari reaksi dilihat bahwa atom I masuk dan bereaksi pada karbon dengan ikatan hidrogen

yang lebih banyak, sesuai hukum Markovnikov.

Dari percobaan ke 4 yaitu antara I2 dan heksena terjadi reaksi dengan aturan Anti

Markovnikov. Aturan Anti Markovnikov adalah aturan dimana dalam reaksi suatu atom

masuk pada atom karbon yang mengikat atom hidrogen yang lebih sedikit. Dimana atom

I masuk dalam karbon yang mengikat atom H yang lebih sedikit dengan reaksi :

CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – CH = CH2 + I2 CH3 – CH2 – CH2 – CH2 –CH(I) – CH2(I)

Dalam praktikum ke 3 dan ke 4 digunakan I2. Larutan ini berfungsi sebagai oksidator

lemah yang bereaksi secara adisi dengan n-heksana dan beraksi secara substitusi dengan

heksena.

Prinsip percobaan adisi yaitu dimana suatu senyawa yang mempunyai ikatan

rangkap, baik itu ikatan rangkap dua ataukah ikatan rangkap tiga termasuk ikatan rangkap

karbon dengan adanya atom lain yang menyerap atau gugus atom lain sehingga ikatan

rangkap berubah bentuknya menjadi suatu ikatan yang disebut ikatan tunggal.reaksi ini

juga biasa disebut dengan reaksi penjenuhan karena reaksi ini terjadi dari suatu ikatan tak

jenuh menjadi ikatan jenuh. Pada percobaan kali ini yang berlangsung secara adisi yaitu

minyak goreng dengan KMnO4 dan juga I2 serta n-heksana dengan I2.

Prinsip percobaan substitusi adalah suatu atom atau gugus atom yang terdapat dalam

suatu atom atau gugus atom suatu molekul digantikan oleh suatu atom atau gugus atom

lain. Reaksi ini umumnya terjadi pada senyawa yang jenuh. Dalam percobaan ini yang

mengalaimi reaksi substitusi adalah hensena dengan I2 dan benzena dengan I2.

Prinsip daripada adisi-substitusi adalah dimana suatu senyawa hidrokarbon baru

terbentuk melalu proses atau reaksi pada senyawa karbon yang juga melibatkan

pembentukan atau pemutusan ikatan kovalennya.

Prinsip dasar dari suatu reaksi eliminasi adalah adanya perubahan ikatan dari

senyawa. Ikatan tersebut berubah dari ikatan jenuh menjadi ikatan yang tak jenuh. Contoh

: CH3 – CH2 – H CH2 = CH + H2

Sifat kimia benzena :

Bersifat karsinogenik

Merupakan senyawa nonpolar

Tidak begitu reaktif

Mudah terbakar

Mudah mengalami adisi dan substitusi

Menghasilkan banyak jelaga

Sifat fisik benzena :

Zat cair

Mudah menguap

Tidak larut dalam pelarut polar

Larut dalam pelarut semipolar dan nonpolar

Sifat fisik heksena :

Titik leleh hampir sama dengan alkana

Titik didh hampir sama dengan alkana

Berwujud cair pada suhu kamar

Sifat kimia dari heksena :

Lebih reaktif dari alkana

Mudah mengalami adisi

Mudah terbakar

Menghasilkan banyak jelaga

Sifat fisik dari n-heksana :

Rumus molekul C6H14

Masa molar 86,18 g/mol

Larutan cair’tak berwarna

Masa jenis 0,6548 g/mol

Titk leleh -95℃, 1,78 K, 139 ℉

Titk didih 69℃, 342 K, 156 ℉

Kelarutan dalam air : 13 mg/L pada 20℃

Kekentalan 0,294 cP

Dapat terbakar

Titik picu nyala : -23,3 ℃

Titik nyala otomatis : 233,9 ℃

Zat berbahaya

Sifat fisik dan kimia minyak goreng :

Berwarna kuning apabila minyak tak jenuh, berwarna kecoklatan adalah apabila

minyak telah mengalami kerusakan

Minyak tidak larut dengan air kecuali minyak jarak

Titk cair, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu

Titik didih akan semakin meningkat dengan bertambahnya panjang rantai karbon

asam kemah tersebut

Reaksi hidrolisa dapat menyebabkan bau tengik pada minyak

Senyawa aromatik sederhana merupakan senyaa organik aromatik yang terdiri dari

struktur cicncin planar berkonjungsi dengn awan elektron Pi yang berdelokalisasi. Banyak

senyawa cincin aromatik sederhana yang mempunyai nama trivial. Biasanya ia ditemukan

sebagai susbtruktural molekul-molekul yang lebih kompleks. Senyawa aromatik

sederhana yang umumnya ditemukan adalah benzena dan indola. Cincin aromatik

sederhana dapat berupa senyawa heterosiklik apabila ia mengandung atom bukan krbon.

Ia dapat berupa monosiklik seberti benzena, bisiklok seperti naftalena ataupun polisiklik

seperti antarasena.

Jika reaksi berjalan dengan substitusi maka reagen yang ditambahkan tidak hilang

atau masih dapat diamati. Tetapi jika reaksi itu adisi maka reagen tersebut akan bercampur

(homogen) atau akan terbentuk warna baru. Reaksi itu tidak akan tampak lgi ketika setelah

ditambahkan dengan zat lain.

Fungsi n-heksana dan heksena adalah sebagai sample yang akan digunakan sebagai

sample yang akan diuji dan dibandingkan hasil rekasinya jika direaksikan dengan I2.

Perbedaan adisi dan substitusi :

Substitusi Adisi

Reaksi dimana satu atom atau gugus

menggantikan sebuah atom lain

Reaksi penjenuhan, senyawa

hidrokarbon mengalami pengurangan

ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal

Contoh reaksi :

CH3CH2OH + HCl(pekat) CH3CH2Cl

+ H2O

Contoh reaksi :

CH8 ≡ CH2 + H2 CH2 = CH2

Adapun aplikasi adisi-substitusi dalam kehidupan :

Minyak goreng yang berbau tengik karena gugus atom atau senyawa minyak goreng

teroksidasi oleh udara

Campuran gas asetilena dan oksigen digunakan untuk memperoleh suhu tinggi yang

diperlukan untuk memotong dan mengelas logam.

Faktor kesalahan dalam praktikum ini :

Alat yang digunakan kurang bersih sehingga mempengaruhi hasil reaksi

Saat minyak goreng ditambahkan dengan KMnO4 seharusnya trjadi reaski adisi namun

dalam praktikum tidak.

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Reaksi yang terjadi pada saat n-heksana direkasikan dengan larutan I2 adalah reaksi

substitusi

Reaksi yang terjadi pada saat heksena direaksikan dengan I2 adalah reaksi adisi

Reaksi yang terjadi pada saat benzena direaksikan dengan I2 adalah reaksi substitusi.

Sedangkan saat direaksikan dengan KMnO4 tidak bereaksi.

5.2 Saran

Sebaiknya dalam percobaan selanjutnya dapat digunakan senyawa lain seperti

propuna, asetilena, metana, dan lain sebagainya agar didapatkan hasil yang bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.

Fessenden, J. 1997. Kimia Organik Edisi ke-3. Jakarta : Erlangga.

Hart, Harold. 2003. Kimia Organik Edisi II. Jakarta : Erlangga.

Keenan, W. 1996. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta : Erlangga.

Siswoyo, R. 2009. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar Jilid 3. Bandung : ITB.

l


Recommended