LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM KIMIA DASAR II
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK VI
Cita Tri Murni Andayanti 1407035013
Jeffrey Yosua Sitinjak 1407035056
Reka Oktaviani 1407035008
Rike Dominta Aprianti Manik 1407035021
LABORATORIUM KIMIA DASAR
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asidi-Alkalimetri merupakan titrasi yang berhubungan dengan asam basa. Secara
sederhana, asam merupakan larutan yang memiliki pH di atas7, sedangkan basa
merupakan larutan yang memiliki pH kurang dari 7. Apabila kedua larutan tersebut
memiliki kekuatan yang sama, maka bila dicampurkan dengan volume yang sama, akan
didapatkan larutan yang memiliki pH netral.
Titrasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui konsentrasi dari lautan standar
sekunder, yaitu larutan yang dimana konsentrasinya didapat dengan cara pembakuan.
Yang dibantu dengan larutan standar sekunder atau larutan yang konsentrasinya dapat
diketahui secara langsung dari hasil penimbangan, yang ditambahkan indikator pH
sebagai penentu tingkat keasaman suatu larutan.
Pereaksi atau larutan yang selalu dijumpai di laboratorium dimana pembakuannya
dapat ditetapkan berdasarkan pada prinsip netralisasi asam-basa (melalui asisi-alkalimetri)
diantaranya adalah HCl, H2SO4, NaOH, KOH dan sebagainya. Asam dan basa tersebut
memiliki sifat-sifat yang menyebabkan konsentrasi larutannya sukar bahkan tidak
mungkin dipastikan langsung dari proses hasil pembuatan atau pengencerannya. Larutan
ini disebut larutan standar sekunder yang konsentrasinya ditentukan melalui pembakuan
dengan suatu standar primer.
Percobaan ini dilakukan agar dapat mengetahui volume rata-rata titran setelah
dilakukan titrasi secara duplo pada percobaan asidimetri, mengetahui volume rata-rata
titran setelah dilakukan titrasi secara duplo pada percobaan alkalimetri dan mengetahui
volume titran yang didapatkan ketika cuka dagang dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Sehingga
dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Percobaan
Mengetahui volume rata-rata titran setelah dilakukan titrasi secara duplo pada
percobaan asidimetri.
Mengetahui volume rata-rata titran setelah dilakukan titrasi secara duplo pada
percobaan alkalimetri.
Mengetahui volume titran yang didapatkan ketika cuka dagang dititrasi dengan
NaOH 0,1 N
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Makna pH telah cukup luas dibahas, meliputi cara perhitungan dan cara
pengaturannya, tetapi belum diulas cara pengukurannnya dalam percobaan. Suatu cara
sederhana melibatkan penggunaan indikator. Indikator asam-basa adalah asam lemah,
yang asam tak terion-nya (HIn) mempunyai warna yang berbeda. Jika sedikit indikator
dimasukkan dalam larutan, larutan akan berubah warna tergantung pada apakah
kesetimbangan bergeser kea rah bentuk asam atau anion. Arah kesetimbangan reaksi
tergantung pada pH (Petrucci, 1987).
Dua indikator asam-basa yang khas adalah jingga metil dan fenolftalein. Jingga metil
berwarna merah dalam larutan asam dengan pH kurang dari 3,1. Dalam larutan dengan
pH diatas 4,4 zat ini brwarna kuning. Sebaliknya, fenolftalein tak berwarna. Pada pH = 10
zat ini berwarna merah. Dalam larutan basa kuat, zat ini kembali tak berwarna (Fessenden,
1986).
Indikator berubah warna karena sistem kromotornya diubah oleh reaksi asam-basa.
Dalam larutan asam jingga metil terdapat sebagai hibrida resonansi dari suatu struktur azo
terprotonkan; hibrida resonansi berwarna merah. Nitrogen azo tidak bersifat basa kuat,
dan gugus azo terprotonkan melepas ion hidrogen pada pH sekitar 4,4. Kehilangan proton
ini mengubah struktur elektronik senyawa itu, yang mengakibatkan perubahan warnam
dari merah ke kuning (Fessenden, 1986).
Nilai komersial fenolftalein adalah sebagai komponen aktif dalam obat urus-urus
atau pencuci perut (laxative) berbentuk permen. Namun, fenolftalein juga merupakan
salah satu indikator titrasi yang paling terkenal. Dalam larutan asam, fenolftalein
berbentuk suatu lakton yang tak berearna. Dalam lakton, karbon pusat berada dalam
keadaan hibrida –sp3, oleh karena itu ketigs cincin benzena terpencil, tidak berkonjugasi
(Fessenden, 1986).
Pada pH lebih dari 8,3 (larutan basa), suatu hidrogen fenol disebut dari dalam
fenolftalein, cincin lakton terbuka, dna karbon pusat mwnjadi terhibridisasi –sp2. Dalam
bentuk ini, cincin-cincin benzena berada dalam konjugasi, dan sistem pi yang ekstensif itu
menimbulkan warna merah, yang tampak dalam larutan asa lembut/tidak sangat kuat
(Fessenden, 1986).
Dalam larutan basa kuat, karbon pusat fenolftalein terhidroksikan dan berubah
keadaan sp3. Reaksi ini memencilkan ketiga sistem pi lagi. Pada harga pH tinggi,
fenolftalein tak berwarna (Fesseden, 1986).
Salah satu teknik yang paling penting dlam kimia analitik adalah titrasi, yaitu
penambaha secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang
konsentrasinya diketahui, kepada larutan kedua yang mengandunga zat B yang
konsentrasinya tidak diketahui, yang akan mgnakibatkanreaksi antara keduanya secara
kuantitatif. Selesainya reaksi, yaitu pada akhir, ditandai dengan semacam perubahan sifat
fisis, misalnya warna campuran yang bereaksi. Titik akhir dapat dideteksi dalam campuran
reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat yang disebut dengan indikator, yang
megnubah warna pada titik akhir. Pada titik akhir jumlah zat A yang telah ditambahkan
secara unik berkaitan dengan bahan B yang tidak diketahui yang semula ada, berdasarkan
persamaan reaksi titrasi. Titrasi memungkinkan kimiawan menentukan jumlah zat yang
ada dalam sample. Dua penetapan titrasi yang paling lazim melibatkan reaksi netralisasi
asam-basa dan reaksi oksidasi-reduksi (redoks) (Oxtoby, 2001).
Dalam reaksi oksidasi-reduksi (redoks), elektron berpindah diantara spesi-spesi
yang bereaksi sewaktu mereka bekombinasi membentuk produk. Pertukaran ini sebagai
perubahan bilangan oksidasi reaktan. Bilangan oksidasi spesi yang memberitakan elektron
meningkat, sdangkan spesi yang menerima elektron menurun. Titrasi redoks memiliki
keuntungan khusus karena tajamnya spesi berwarna apda titik akhir titrasi. Misalnya
MnO4- berwarna ungu tua, sedangkan Mn2+ tidak berwarna. Jadi, bila MnO4- ditambahkan
pada Fe2+ dengan sedikit berlebih maka, warna larutan berubah menjadi ungu secar
permanen (Oxtoby, 2001).
Titrasi dimulai dengan membuka cerat buret dan membiarkan sedikit volume larutan
permanganate mengalir ke dalam labu ukur yang mengandung Fe2+. Timbulah secercah
warna ungu larutan yang cepat memudar sewaktu ion permanganate bereaksi dengan ion
Fe2+ menghasilkan produk hampir tak berwarna Mn2+ dan Fe2+. Volume larutan
permanganat ditambahkan sedikit demi sedikit sampai Fe2+ hampir semua terkonversi
menjadi Fe3+. Pda tahap ini penambahan setetes saja KMnO4 akan memberikan warna
ungu pucat pada campuran reaksi dan menandakan selesainya reaksi. Volume titran
larutan KMnO4 dihitung dari selisih pembacaan awal pada meniskus larutan dalam buret
dengan pembacaan volume akhir (Oxtoby, 2001).
Titrasi langsung ini merupakan dasar dari prosedur analisis yang lebih rumit.
Banyak prosedur analitis yang tidak langsung dan meibatkan reaksi awal tambahan,
sebelum titrasi sample dilarutkan. Misalnya, garam kalium yang larut tidak kaam
mengambil bagian dalam reaksi redoks dengan kalium permanganat. Akan teapi,
penambahan ammonium oksalat pada larutan yang mengandung Ca2+ akan menyrbabkan
pengendapan kalsium oksalat secara kuantitatif (Oxtoby, 2001).
Asam dan basa terlah diketahui dan diuraikan sejak jaman dahulu. Deskripsi kimia
dan penjelasannya setaperilaku kimianya telah dikembangkan melalui beberapa langkah
yang canggih dan umum. Swedia Svante Arrhenius, yang mendefinisikan asam dan basa
dari segi perilakunya ketika dilarutkan dalam air. Dalam air murni terdapat ion hidrogen
(H+) dan ion hidroksida (OH-) yang jumlahnya sama. Hal tersebut timbul dari hasil ionisasi
parsial dari air (Oxtoby, 2001).
Dalam kebanyakan reaksi asam-basa, tidak ada perubahan warna yang tajam paa
titik akhirnya. Dalam hal ini perlu ditambahkan sedikit indikator, yaitu zat warna yang
berubah warna bila reaksi selesai. Fenolftalein merupakan salah satu indikator yang
mengubah warna menjadi merah muda bila larutan berubah dari asam ke basa.
Konsentrasi asam asetat di dalam larutan berair dapat ditentukan dengan larutan natrium
hidroksida yang konsentrasinya diketahui secara cermat (Oxtoby, 2001).
Titrasi asam kuat oleh basa kuat. Untuk titrasi 25,00 mL 0,1 M HCl ( asam kuat)
oleh 0,1 NaOH (basa kuat), kita dapat menghitung pH larutan pada bermacam-macam titik
selama berlangsungnya titrasi. Dari data ini dapat dipetakan dalam sedikit hubungan pH
dengan volume basa yang ditambahnkan; berikut ini dinamakan kurva titrasi ( titration
curve). Dalam kurva ini, kita dapat menentukan pH pada titik setara, dan dengan demikian
indikator yang cocok untuk titrasi dapat dipilih (Petrucci, 1987).
Titrasi asam lemah oleh basa kuat. Penetralan asam lemah oleh basa kuat agar
berbeda dengan penetralan asam kuat oleh basa kuat. Mula-mula sebagian besa r asama
lemah dalam larutan berbentuk molekul tak mengion, HA, bukan sebagai H3O+ dan A-.
Dengan adanya basa kuatl proton dialihkan langsung dari molekul HA yang tak mengion
H+ (Petrucci, 1987).
Sifat penting yang perlu diingat dalam kurva titrasi asam lemah oleh basa kuat yang
diilustrasikan adalah:
1. pH awal kebih tinggi dalam kurva titrasi asam kuat oleh bas akut ( karena asam lemah
hanya mengion sebagian).
2. Terdapat peningkatan pH yang agak tajam pada awal titrasi [ ion asetat yang dihasilkan
dalam reaksi penetralan bertindak sebagai ion senama dan menekan pengionan asam
asetat].
3. Sebelum titik setara tercapai, perubahan pH terjadi secara bertahap 9larutan yang
digambarkan dalam bagian kurva ini mengandung HC2H3O2 dan C2H3O2 yang cukup
banyak. Larutan nin adalah larutan penahan).
4. pH pada titik dimana asam lemah setengah dinetralkan ialah pH pKa.
5. pH pada titik setar lebih besar dari 7.
6. Setelah titik setara, kurva titrasi utntuk asam lemah oelh basa kuat identic dengan pada
kurva titrasi asam kuat oleh bsa kuat.
7. Bagian terjal dari kirva titrasi pada titik akhir setara terjadi dalam selang pH yang
sempit.
8. Pemilihan indikator yang cocok untuk titrasi asam lemah oleh basa kuat lebih terbatas
dibandingkan indikator untuk titrasi asam kuat oleh basa kuat (Petrucci, 1987).
Salah satu golongan utama empat penggolongan analitis titrimetric adalah reaksi
penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri dna alkalimetri ini melibatkan titrasi
dari asam lebah ( basa bebas) dengan suatu asam standar ( asidimetri). Dan titrasi asam
yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan
suatu standar (alkalimetri). Bersenyawa ion hidrogen dan ion hidroksida untuk
membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut) (Basset, 1994).
Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu
volume tertentu dalam suatu larutan disebut lrutan standar, sedangkan larutan standar
primer adalah suatu larutan yang konsenntrasinya dapat langsung ditentukan dari berat
bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primet
harus memenuhi syarat seperti dibawah ini :
Zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, mudah dikeringkan ( sebaiknya suhu 110 -
120℃ ).
Zat harus mempunyai ekuivalen ya g tinggi sehingga sesatan penimbangan dapat
diabaikan.
Zat harus mudah larut dari kondisi-kondisi dalam ia gunakan.
Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji
lainnya yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak
boleh melebihi 0,01 – 0,02 %).
Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap, sesatan
titrasi harus dapat diabaikan atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan
eksperimen.
Zat harus diubah dalam udara selama penimbangan. Kondisi-kondisi ini
megnisyaratkan bahwa zat telah boleh higroskopis, tak pula dioksidasi oleh udara
ataudipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisiny tidak
berubah selama penyimpanan (Basset, 1994).
Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk
standarisasi yang kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap
suatu standar primer (Basset, 1994).
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi ini tapat lengkap disebut titrasi.
Titik saat dimana reaksi itu tepat bereaksi lengkap disebut titik ekuivalen (setara) atau titik
akhir teoritis. Lengkapnya titrasi lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan yang tak
dapat disalah lihat oleh mata yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya ditambahkan
dari dalam sebuah buret) itu sendiri atau lebih lazim lagi oleh penambahan suatu reagensia
pembantu yang dikenal sebagai indikator (Basset, 1994).
Analisis kimia yang diketahui terhdap sample yaitu analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis kuantitatif yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri.
Analisis titrimetrik dilakukan dengan menitrasi suatu sample tertentu denan larutan
standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Reaksi akan pasti perhitungan
didasarkan pada volume titran yang yang diperlukan hingga mencapai titik ekuivalen
titrasi. Analisis titrimetrk yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam dan basa antara
sample dengan suatu larutan standar disebut analisis-alkalimetri. Apabila suatu larutan
bersifat asam maka suatu analisis yang dilakukan adalah atau biasa disebut analisis
asidimetri. Sebaliknya jika pada larutan digunakan suatu larutan basa sebagi larutan
standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis-alkalimetri (Keenan, 1984).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Pipet tetes
Corong kaca
Buret
Gelas kimia
Klem
Gelas ukur
Erlenmeyer
Botol semprot
Labu ukur
Tiang statif
Botol reagen
Sikat tabung
3.1.2 Bahan
Larutan NaOH 0,1 N
Larutan H2C2O4 0,1 N
Aquades
Cuka perdagangan
Indikator pp
Sabun cair
Tissue
Kertas label
Larutan CH3COOH
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Asidimetri
Dimasukkan 10 mL larutan NaOH ke dalam Erlenmeyer
Ditambahkan 3 tetes indikator pp
Dimasukkan larutan H2C2O4 0,1 N ke dalam buret
Dititrasi
Dilakukan secara duplo
Dicatat volume rata-rata titrat
3.2.2 Alkalimetri
Dimasukkan 10 mL larutan H2C2O4 ke dalam Erlenmeyer
Ditambahkan 3 tetes indikator pp
Dimasukkan larutan NaOH 0,1 N ke dalam burwt
Dititrasi
Dilakukan secara duplo
Dicatat volume rata-rata titran
3.2.3 Penetapan kadar asam asetat dalam cuka perdagangan
Dimasukkan 1 mL larutan cuka ke dalam labu ukur 100 mL
Diencerkan 1% cuka perdagangan
Diambil 10 mL cuka dagang yang telah diencerkan
Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
Ditambahkan 3 tetes indikator PP
Dititrasi dengan NaOH 0,1 N
Diamati TAT sampai menjadi merah lembayung
Dicatat V titrasi
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
No. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan
1. Asidimetri
Dimasukkan 10 mL larutan NaOH ke
dalam erlenmeyer
Ditambahkan 3 tetes indikator pp
Dimasukkan larutan H2C2O4 0,1 N ke
dalam buret
Dititrasi
Diamati
Dilakukan secara duplo
C
C
Dicatat V rata-rata titran
NaOH berwarna bening
Indikator pp berwarna bening
Setelah diteteskan ke dalam
NaOH, indikator pp menjadi
merah lembayung
H2C2O4 berwarna bening
Setelah dititrasi, larutan berubah
warna dari merah lembayung
menjadi kuning
Volume simplo = 4,750 mL
Volume duplo = 5,000 mL
Volume rata-rata = 4,875 mL
2. Alkalimetri
Dimasukkan 10 mL larutan H2C2O4
ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan 3 tetes indikator pp
H2C2O4 berwarna bening
Indikator pp berwarna bening
Setelah ditambahkan 3 tetes
indikator pp, H2C2O4 berwarna
bening.
Dimasukkan larutan NaOH 0,1 N ke
dalam buret
Dititrasi
Diamati
Dilakukan secara duplo
C
C
Dicatat V rata-rata titran
NaOH berwarna bening
Setelah dititrasi, larutan berubah
warna dari bening menjadi merah
lembayung
Warna larutan duplo setelah
dititrasi lebih pekat dibanding
simplo
Volume simplo = 20,950 mL
Volume duplo = 21,200 mL
Volume rata-rata = 21,075 mL
3. Penetapan kadar asam asetat dalam cuka
perdagangan
Dimasukkan mL larutan cuka
perdagangan kedalam labu ukur 100
mL
Diencerkan 1% cuka perdagangan
Diambil 10 mL cuka perdagangan
yang telah diencerkan
Diencerkan kembali kedalam labu
ukur 100 mL
Diambil 10 mL cuka dagang yang
telah diencerkan
Dimasukkan kedalam erlenmeyer
Cuka perdagangan berwarna
bening
Cuka tetap bening
Cuka tetap bening
Ditambahkan 3 tetes indikato pp
Dititrasi dengan NaOH 0,1 N
Diamati TAT sampai menjadi merah
lembayung
Dicatat V titrasi
Setelah diberi 3 tetes indikator pp,
tetap berwarna bening
Setelah dititrasi, larutan berubah
warna dari bening menjadi merah
lembayung
Volume titrasi 1,20 mL
4.2 Reaksi
4.2.1 Indikator PP + NaOH
C
C
O
O
OHOH
2NaOH+ C
C ONa
O
OONa
+ 2H2O
4.2.2 Indikator PP + H2C2O4
C
C
O
O
OHOH
+ H2C2O4
4.2.3 Indikator PP + CH3COOH
C
C
O
O
OHOH
H2C2O4+
4.2.4 NaOH dan H2C2O4
2 NaOH + H2C2O4 Na2C2O4 + 2H2O
4.2.5 NaOH dan CH3COOH
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
4.3 Perhitungan
4.3.1 Asidimetri
V1 (V H2C2O4) = 4,857 mL
V2 (V NaOH) = 10 mL
N1 (N H2C2O4) = 0,1 N
N2 (N NaOH) = ?
V1 x N1 = V2 x N2
4,875 x 0,1 = 10 x N2
0,4875 = 10 x N2
N2 = 0,0487 N
4.3.2 Alkalimetri
V1 (V NaoH) = 21,075 mL
V2 (V H2C2O4) = 10 mL
N1 (N NaOH) = 0,1 N
N2 (N H2C2O4) = ?
V1 x N1 = V2 x N2
21,075 x 0,1 = 10 x N2
+ CH3COOH
2,1075 = 10 x N2
N2 = 0,2107 N
4.3.3 Penetapan Kadar CH3COOH dalam Cuka Perdagangan
V NaOH = 1,20 mL
N NaOH = 0,1 N
V CH3COOH = 10 mL
FP = 100
10 = 10
BE = BM
Valensi =
60
1 = 60
Kadar CH3COOH = V NaOH x N NaOH x BE CH3COOH x FP
V CH3COOH x 1000 x 100%
= 1,20 x 0,1 x 60 x 10
10 x 1000 x 100%
= 72
10000 x 100%
= 0,0072 x 100%
= 0,72 %
4.4 Pembahasan
Pada praktikum ini, dilaksanakan praktikum tentang Asidi-Alkalimetri. Asidimetri
adalah metode pengukuran konsentrasi larutan dalam titrasi dengan mengukur berapa mL
larutan asam bertitar tertentu yang diperlukan untuk menetralkan larutan basa yang kadar
atau titernya belum diketahui. Sedangkan alkalimetri adalah metode pengukuran
konsentrasi larutan dalam titrasi dengan mengukur berapa mL larutan basa berkepekatan
tertentu yang diperlukan untuk menetralkan larutan asam yang kadar atau titernya belum
diketahui. Reaksi penetralan, atau asidi dan alkalimetri melibatkan titrasi vasa bebas, atau
basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dengan suatu
asam yang standar (asidimetri) dan titrasi asam bebas, atau asam yang terbentuk dari
hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkalimetri).
Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida
untukmembentuk air. Titrasi asam-basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam
dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen 4-10.
Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa lemah jika
penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetap disosiasi asam lebih
besar dari 104.
Prinsip percobaan ini adalah menentukan kadar atau konsentrasi suatu larutan dengan
menggunakan larutan yang konsentrasinya diketahui dengan cara titrasi Asidi dan
Alkalimetri yang melibatkan asam dan basa dengan reaksi penetralan.
Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan di
laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Titrasi merupakan cara analisis
jumlah berdasarkan pengukuran volume larutan pereaksi berkepekatan tertentu
(Peniter/titran/larutan baku) yang direaksikan dengan larutan contoh yang sedang
ditetapkan kadarnya. Larutan peniter diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam larutan
contoh sampai tercapai titik akhir. Dalam titrasi, dikenal istilah titrasn dan titrat. Titran
adalah reagensia atau larutan yang pada titrasi konsentrasinya telah diketahui secara pasti.
Titran biasanya dimasukkan ke dalam buret dan diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam
titrat. Titrat adalah bahan atau larutan yang akan dititrasi atau ditentukan kadarnya
menggunakan titran. Dalam menentukan titik dimana titrasi harus dihentikan dikenal 2
titik, yaitu titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik (saat) pada
mana reaksi itu tepat lengkap. Artinya, titik kesetaraan yang merupakan suatu akhir reaksi
secara teoritis dimana reaksi berjalan secara stoikiometri. Dalam titik ekuivalen terjadi
suatu kondisi dimana terjadi kesetaraan mol antara mol titran dan juga mol titrat.
Penentuan titik ekuivalen biasanya sukar untuk ditentukan oleh mata untuk larutan yang
tidak berwarna, padahal kesempurnaan reaksi harus dapat diamati dan dideteksi setiap
perubahannya. Untuk menentukan perubahan ini maka kita dapat menggunakan bantuan
penolong yang dapat membantu untuk mengamati perubahan tersebut. Bahan yang
membantu pengamatan ini disebut sebagai indikator. Indikator dapat mengalami
perubahan warna saat tercapainya titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi adalah suatu titik
dimana terjadi perubahan visual yang jelas dalam cairan yang sedang dititrasi karena
terjadinya kelebihan 1 tetes titran. Titik akhir titrasi terjadi setelah terjadinya titik
ekuivalen. Kondisi kelebihan titran akan menyebabkan terjadinya lonjakan perubahan pH
sehingga merubah warna indikator (biasanya karena indikator terkonjugasi karena
kelebihan titran, karna indikator merupakan senyawa organik yang memiliki struktur yang
bisa terjadi delokalisasi elektron/resonansi).
Larutan standar dalam titrasi memegang peranan yang amat penting, hal ini
disebabkan larutan ini telhah diketahui konsentrasinya secara pasti. Terdapat dua macam
larutan standar, yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar
primer yaitu larutan dimana dapat diketahui kadarnya dan stabil pada proses penimbangan
pelarutan, dan penyimpanan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai larutan
baku primer, antar lain :
Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan dan mudah
dipertahankan dalam keadaan murni.
Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi ini mengisyaratkan
bahwa zat tak boleh higroskopis, tak pula dioksidasi oleh udara, atau dapat
dipengaruhi oleh karbon dioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak
berubah selama penyimpanan.
Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji –uji kualitatif atau uji-uji
lain yang kepekaannya diketahui.
Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat
diabaikan.
Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi pada mana ia digunakan.
Reaksi larutan standar ini harus stoikiometrik dan praktis lengkap. Sesatan harus
dapat diabaikan atu mudah ditetapkan dengan cermat secara eksperimen.
Contoh-contoh larutan baku :
Bahan baku asam : KHC8H4O8, C6H8COOH, NH2SO3H, H2C2O4
Bahan baku basa : Na2C2O3, Na2B4O7.10H2O
Bahan baku pengoksidasi :K2Cr2O7
Bahan baku pereduksi : Na2C2O4, As2O3, Fe
Bahan baku lainnya : CaCO3, NaCl
Larutan baku sekunder yaitu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan
pembakuan dengan larutan baku primer. Syarat-syarat larutan baku sekunder adalah :
Derajat kemurnian lebih rendah daripada baku primer
Berat ekuivalennya tinggi
Larutan ralatif stabil dalam penyimpanan
Contoh larutan baku sekunder diantaranya : NaOH, HCl, KMnO4, Na2S2O3, AgNO3,
I2, KSCN, EDTA, NH4OH, KOH.
Fenolftalein adalah asam ringan yang biasa digunakan untuk tujuan medis dan ilmiah.
Di dalam laboratorium, fenolftalein biasanya digunakan untuk menguji keasaman zat
lainnya. Fnolftalein adalah bubuk kristal berwarna putih, tapi kadang memiliki semburat
kuning. Fenolftalein sering digunakan untuk titrasi. Fenolftalein umumnya tidak larut
dalam air tetapi dapat larut dalam beberapa jenis alkohol seperti etanol dan eter. Indikator
PP tidak berwarna dalam bentuk HIn (asam) dan berwarna merah jambu dalam bentuk In-
(basa).
Perhatikan reaksi berikut :
HIn + H2O ↔ H2O- + In-
Jika suatu asam ditambahkan, maka nilai [H+] akan bertambah, menyebabkan
kesetimbangan bergeser ke kiri. Ketika kesetimbangan bergeser ke kiri maka HIn- pun
meningkat. Hal ini menyebabkan indikator PP tidak berubah warna. Ketika [OH-]
meningkat, maka nilai kesetimbangan bergeser ke kanan, menyebabkan In- meningkat.
Hal ini menyebabkan warna larutan berubah merah lembayung. Trayek pH pada indikator
PP adalah antara 8,2 – 10.
Pada praktikum ”Asidi-Alkalimetri” dilakukan 3 percbaan. Percobaan pertama adalah
Asidimetri. Pada percobaan ini, dilakukan penetapan kenormalan NaOH dengan
menggunakan larutan H2C2O4 0,1 N. H2C2O4 adalah sebagai titran dala percobaan ini dan
NaOH adalah sebagai titrat yang akan ditetapkan kadarnya. Pada awal percobaan, larutan
NaOH dimasukkan sebanyak 10 mL ke dala m Erlenmeyer. Erlenmeyer berfungsi sebagai
wadah titrat yang akan dititrasi. Setelah itu, ditambahkan dengan indikator PP.
Penambahan indikator pp bertujuan untuk memberi indikator yang dapat mendeteksi
perubahan warna saat titik akhir titrasi. Indikator PP merupakan indikator asam-basa yang
menjadi berwarna merah lembayung saat suasana larutan bsa dan tak berwarna saat
suasana larutan asam. Saat dibubuhi indikator PP, larutan NaOH menjadi merah
lembayung. Hal ii terjadi karena NaOH merupakan basa yang dapat mengubah warna
indikator PP. setelah itu, buret diisi dengan larutan H2C2O4 0,1 N. pada saat akan mengisi
buret, buret terlebih dahulu dibilas bagian dalamnya dengan larutan H2C2O4 yang akan
digunakan. Ini bertujuan untuk membersihkan bagian dalam buret dan untuk membuat
kondisi di dalam buret homogen dan tidak terkontaminasi zat lain. Pada saat pengisian
buret harus diperiksa dan dipastikan tidak ada gelembung udara dalam buret, sebab
gelembung udara akan mempengaruhi volume larutan. Karena, ruang yang seharusnya
berisi larutan H2C2O4 justru berisi gelembung udara sehingga volume larutan tersebut
berkurang. Saat buret telah siap, maka titrasi dimulai. Peniteran harus dilakukan setetes
demi stetes. Sebab dalam titrasi asam-basa saat mendekati titik akhir titrasi warna larutan
akan berubah dengan tajam saat penambahan tetes terakhir larutan peniter. Oleh sebab itu,
peniteran harus dilakukan setetes demi setetes agar TAT terdeteksi dengan tepat. Saat
titrasi, Erlenmeyer harus terus digoyangkan perlahan-lahan secara konstan dan searah. Hal
ini bertujuan untuk menyempurnakan dan meratakan reaksi antara titran dan titrat di
seluruh bagian larutan yang ada di dalam Erlenmeyer. Peniteran dilakukan secara duplo
untuk memastikan kebenaran hasil titrasi. Dari hasil titrasi diperoleh volume akhir titrasi
simplo sebesar 4,75 mL dan volume akhir titrasi duplo sebesar 5,00 mL. dari kedua data
diambil rata-rata nilai sehingga diperoleh rata-rata sebesar 4,875 mL. Hasil dari dua kali
titrasi hendaknya tidak berbeda lebih dari 0,05 mL. Sehingga dapat dikatakan hasil dari
simplo dan duplo mendekati kebenaran nilai yang sebenarnya. Namun, pada praktikum
perbedaan simplo dan duplo lebih dari 0,05 mL, yaitu mengalami perbedaan sebesar 0,25
mL. hal ini dapat disebabkan beberapa faktor, seperti penetesan titran yang berlebihan
sehingga TAT tidak terdeteksi dengan tepat, pengocokan pada Erlenmeyer tidak dilakukan
secara konstan sehingga reaksi dalam Erlenmeyer tidak merata, dan masih banyak lagi hal
yang menyebabkan nilai antara simplo dan duplo berbeda cukup jauh. Setelah didapatkan
volume rata-rata, maka kenormalan zat/larutan NaOH dapat dihitung dengan
menggunakan rumus titrasi V1 x N1 = V2 x N2. Setelah setiap data dimasukkan dan
dihitung, diperoleh normalitas larutan NaOH sebesar 0,0487 N.
Pada percobaan kedua, dilakukan titrasi alkalimetri. Pada percobaan ini, dilakukan
penetapan kenormalan H2C2O4 dengan larutan baku NaOH 0,1 N. Perlakuan pada
percobaan ini sama dengan pada percobaan asidimetri. Hanya saja terdapat perbedaan
yaitu larutan standar dalam prcobaan ini adalah NaOH. Berarti, NaOH adalah sebagai
titran untuk menetapkan kenormalan H2C2O4 yang merupakan titrat. 10 mL H2C2O4 dalam
Erlenmeyer yang kemudian dtambahkan dengan 3 tetes indikator pp tetap berwarna
bening. Hal ini berbeda dengan saat percobaan asidimetri dimana NaOH menjadi merah
lembayung saat dibubuhi indikator pp. Hal ini terjadi Karena saat indikator pp diteteskan
ke dalam larutan asam maka terjadi penambahan [H+] dan [OH-] berkurang. Ini
menyebabkan kesetimbangan bergeser kearah kiri, perubahan ini menjadi HIn sehingga
larutan tidak berwarna. Berbeda dengan saat NaOH dibubuhi indikator pp, maka [OH-]
bertambah dan [H+] berkurang sehingga kesetimbangan bergeser ke kanan kearah In yang
menyebabkan perubahan warna. Saat menuju TAT, maka kesetimbangan bergerak
kembali dan menuju arah berlawanan yang menghasilkan peribahan warna.
HIn + H2O ↔ H2O- + In-
Larutan dalam Erlenmeyer kemudian dititrasi hingga terjadi perubahan warna, yaitu
munculnya warna merah lembayung yang tipis. Semakin warna larutan pudar dan hampir
tak terlihat maka nilai volume titrasi semakin mendekati kebenaran. Sebab TAT erjadi
saat larutan pada TE kelebihan 1 tetes titran. Setelah dilakukan duplo, ternyata warna
larutan pada duplo lebih pekat dibandingkan pada simplo. Ini disebabkan pada duplo, titrat
mengalami terlalu banyak kelebihan titran sehingga warnanya menjadi lebih pekat.
Volume duplo yang diperoleh adalah 21,2 mL dan volume simplo sebesar 20,95 mL. Dari
hasil, didapat perbedaan antara simplo dan duplo sebesar 0,25. Rata-rata volume yang
diperoleh adalah sebesar nilai 21,075 mL. dari hasil tersebt diperoleh kenormalan H2C2O4
sebesar 0,2107 N.
Pada percobaan ketiga dilakukan penetapan kadar asam asetat dalam cuka
perdagangan. Pada awalnya, dilakukan pengenceran cuka perdagangan menjadi 1%, lalu
diencerkan dengan mengambil 10 mL larutan yang telah diencerkan, kemudian diencerkan
lagi menjadi 100 mL. pengenceran dilakukan sebanyak 2 kali. Pengenceren bertujuan
untuk mengurangi kepekatan larutan sample, agar saat titrasi volume titran yang
digunakan tidak terlalu banyak dan TAT dapat lebih cepat tercapai. Cuka perdagangan
yang telah diencerkan diambil sebanyak 10 mL ke dalam Erlenmeyer. Erlenmeyer
berfungsi sebagai wadah titrat saat dilakukan titrasi. Ke dalam Erlenmeyer berisi cuka
perdagangan ditambahkan 3 tetes indikator PP. tidak terjadi perubahan warna, sebab cuka
merupakan asam dan indikato PP tidak berubah warna dalam suasana asam. Lalu
dilakukan peniteran dengan larutan standar NaOH 0,1 N hingga TAT berupa perubahan
warna larutan menjadi merah lembayung terlihat. TAT tercapai pada volume 1,20 mL.
volume NaOH yang dibutuhkan sedikit sebab kepekatan dari sample juga tidak telalu
pekat. Hal ini menyebabkan TAT lebih cepat dicapai. Setelah dilakukan perhitungan,
diperoleh kadar CH3COOH dalam cuka perdagangan memang rendah. Pada saat titrasi
dilakukan, di bagian bawah permukaan dari tiang statif diletakkan kertas putih. Hal ini
dilakukan agar wana dan dan perubahan warna pada larutan menjadi lebih jelas terlihat.
Dalam perhitungan konsentrasi dan juga penetapan konsentrasi, digunakan Normalitas
dalam titrasi. Hal ini digunakan sebab dengan penggunaan satuan konsentrasi normalitas
maka perhitungannya tidak mengabaikan jumlah elektron, H+, OH-, dan juga bst (bobot
setara) suatu larutan. Berbeda dengan molaritas yang tidak memperhitungkan jumlah
elektron, H+dan OH- yang ikut bereaksi. Sehingga, hasil titrasi dengan penggunaan satuan
Normalitas mejadi lebih akurat. Ketika menghitung kadar CH3COOH dalam cuka
perdgangan digunakan faktor pengenceran. Faktor pengenceran dalam hal ini ikut
diperhitungkan, sebab dari larutan sample yang telah dibuat hanya beberapa mL yang
digunakan untuk titrasi. Dalam percobaan ini faktor pengencerannya adalah 100
10,
maksudnya dari 100 mL larutan yang dibuat diambil 10 mL untuk titrasi. Tujuan dari
pegnenceran cuk perdagangan sebelum titrasi adalah untuk mengencerkan cuka.
Sehingga, saat dititrasi NaOH standar yang merupakan titran yang digunakan dalam
menetapkan kadar CH3COOH digunakan lebih sedikit. Selain itu, hal ini menyebabkan
TAT lebih cepat tercapai dan proses titrasi lebih cepat.
Dari percobaan ini, ada beberapa hal yang dipahami oleh praktikan. Salah satunya
adalah bahwa pada proses titrasi adalah proses penentuan kadar atau konsentrasi larutan
dengan meneteskan larutan yang sudah diketahui konsetrasinya hingga dicapai titik
dimana nilai mol zat setara. Salah satu jenis dari titrasi tersebut adalah titrasi penetralan
(asidi-alkalimetri). Asidimetri adalah titrasi dimana konsentrasi suatu basa ditetapkan
dengan menggunakan asam yang telah diketahui konsentrasinya. Sebaliknya, alkalimetri
menetapkan konsentrasi asam dengan larutan baku yang sudah diketahui konsentrasinya.
Ada istilah-istilah yang dikenal dalam titrasi. Titran adalah larutan yang sudah diketahui
konsentrasinya dan digunakan untuk menentukan konsentrasi zat lain. Titrat adalah
larutan yang akan dicari konsentrasinya melalui titrasi. Titik Ekuivalen (TE) adalah titik
dimana jumlah mol titrat dan titran adalah setara, titik ini juga dikenal sebagai titik akhir
stoikiometri. Lalu ada pula Titik Akhir Titrasi (TAT) dimana terjadi saat TE kelebihan 1
tetes titran sehingga indikator mengalami perubahan visual. Dalam praktikum ini ada
beberapa hal yang dapat dipahami. Pada praktikum asidimetri, dilakukan penetapan
NaOH oleh standar H2C2O4. Indikator PP yang digunakan mengubah warna larutan NaOH
yang akan ditetapkan kadarnya menjadi merah lembayung. Ini terjadi sebab indikator PP
yang bertemu larutan basa akan mengubah warna larutan menjadi merah lembayung. Saat
dititrasi, TAT tercapai ketika warna larutan menjadi bening kembali sebab suasana larutan
di Erlenmeyer menjadi kelebihan asam dan membuat warna indikator bening. Pada
percobaan alkalimetri, dilakukan penetapan kadar H2C2O4 dengan standar NaOH.
Indikator PP tidak mengubah warna titrat saat diteteskan, sebab dalam suasana asam
indikator PP tidak mengubah warna larutan. Saat dititrasi dan TAT tercapai, warna larutan
menjadi merah lembayung sebab larutan dalam erlenmeyer menjadi kelebihan basa dan
perubahan warna dari indikator menjadi merah lembayung. Pada penetapan kadar
CH3COOH dalam cuka perdagangan dilakukan metode alkalimetri dimana digunakan
larutan standar bas untuk menetapkan kadar asam yang belum diketahui kadarnya. Dalam
titrasi ada beberapa hal yang dipahami. Sebelum melakukan titrasi, buret harus dibilas
dengan larutan titran yang akan diisikan ke dalam erlenmeyer untuk megnhilangkan
kontaminasi dari zat lain. Saat mengisi buret, harus dipastikan tidak ada gelembung udara
yang dapat mengurangi volume larutan titran. Saat melakukan titrasi, sebaiknya ditaruh
alas dibawah erlenmeyer, yang berwarna putih sehingga perubahan warna saat titrasi
menjadi jelas terlihat. Saat titrasi berlangsung, erlenmeyer harus digoyang secara konstan
dan searah, agar reaksi antara titran dan titrat merata dan sempurna. Penetesan titrn
haruslah setetes demi setetes, sebab dalam titrasi warna dan perubahan warna dari
indikator dapat berubah secara tajam di sekitaran TAT, dan perubahan tersebut dapat
terjadi dengan 1 tetes titran. Dalam pengambilan data tirasi, sebaiknya dilakukan secara
duplo untuk meyakinkan kebenaran hasil titrasi. Dan perbedaan antara simplo dan duplo
hendaknya tidak lebih dari 0,05 mL agar data dapat diyakini kebenarannya. Saat
menetapkan kadar suatu zat, dimana zat tersebut diencerkan sebelum ditirasi maka saat
perhitungan kadar harus dilibatkan faktor pengenceran. Faktor pengenceran dilibatkan
agar dapat diketahui kadar asli zat sebelum diencerkan. Sehingga hanya membutuhkan
sedikit larutan titran untuk mencapai TAT. Dan juga saat menghitung dan menetapkan
konsentrasi suatu zat sebaiknya digunakan satuan normalitas, sebab normalitas lebih
akurat. Dimana nilai valensi, bobot setara, dan juga H+ dan OH- yang ikut terlibat dalam
reaksi turut diperhitungkan.
Sifat fisik dari NaOH :
Berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran, ataupun
larutan jenuh 50%
Bersifat lembab air
Sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan
Titik leleh 318℃
Titik didih 1390℃
Senyawa ini densitasnya 2,1 g/mol
Sifat kimia NaOH :
Larutannya merupakan basa kuat saat terlarut sempurna dalam air
Bisa didapat dengan larutan HCl akan dinetralkan dimana terbentuk garam dan air
dengan reaksi :
NaOH + HCl NaCl + H2O
Senyawa ini sangat mudah membentuk ion Natrium dan Hidroksida
Sifat fisik dari H2C2O4 :
Berwarna putih, Kristal, dan tidak berbau
Melting point : 101,5 ℃
Densitas1,653 g/cm3
∆ Hf (18℃) : -1422 Kj/mol
pH (0,1 M) : 1,3
Sifat kimia H2C2O4 :
Didapatkan dari reaksi pemanasan gula (sukrosa) dengan oksigen
Memiliki afinitas yang besar terhadap air
Dapat menggantikan hidrogen dalam reaksinya dengan logam aktif, dan
membentuk garam sulfat
Dapat digunakan sebagai pembersih logam
Sifat fisis CH3COOH :
Berbentuk cairan tidak berwarna dan berbau tajam
pH (20 ℃) adalah 2,5
kekentalan dinamik (20 ℃) 1,22 mm2/s
kekentalan kinematic (20 ℃) 1,77
Titik didih 116-118 ℃
Titik lebut 17℃
Sifat kimia CH3COOH :
Bereaksi dengan alcohol menghasilkan ester
Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol
Struktur Kristal asetat menunjukkan molekul-molekul asam asetat berpasangan
membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen
Dari praktikum Asidi-Alkalimetri terdapat beberapa faktor kesalahan, diantaranya :
Pada saat titrasi, pengocokan tidak dilakukan secara konstan sehingga reaksi dalam
erlenmeyer tidak merata
Pada saat titrasi, banyak larutan titran yang menempel di dinding bagian dalam
erlenmeyer dan tidak ikut bereaksi dengan titrat. Hal ini menyebabkan kesalahan
mendeteksi TAT. Sebab, dalam titrasi 1 tetes dapat mengidentifikasi perubahan
warna yang tajam
Kelebihan saat meneteskan titran, sehingga TAT yang terdeteksi tidak sesuai
dengan TAT yang sebenarnya
Kesalahan dalam meimbaca skala buret saat TAT terjadi
Perbedaan yang jauh antara nilai simplo dan duplo. hal ini terjadi karena penetesan
titran yang berlebihan sehingga tidak mendeteksi TAT secara benar
Pada penetapan kadar CH3COOH dalam cuka perdagangan, hanya dilakukan
secara simplo. Hal ini menyebabkan tidak ada data pembanding untuk memastikan
kebenaran dari hasil titrasi
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada percobaan asidimetri, volume rata-rata titran yang dihasilkan setelah dititrasi
secara duplo sebesar 4,875 mL
Pada percobaan alkalimetri, volume rata-rata titran yang dihasilkan setelah dititrasi
secara duplo sebesar 21,075 mL
Volume titran yang dihasilkan setelah cuka dagang diencerkan sebanyak 2 kali dan
dititrasi dengan NaOH 0,1 N adalah sebesar 1,20 N
5.2 Saran
Sebaiknya, untuk praktikum selanjutnya dilakukan titrasi menggunakan asam atau
basa yang lain, misalnya HCL dan KOH.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J.,dkk. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : EGC.
Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.
Keenan, dkk. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Oxtoby, David W. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta : Erlangga.
Petrucci, Ralph. 1987. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pentingnya reaksi oksidasi reduksi dikenal sejak awal kimia. Reaksi oksidasi
reduksilah reaksi kimia yang disertai dengan perubahan bilangan oksidasi, reaksi redoks
ada yang berlangsung spontan dan tidak spontan. Reaksi redoks yang berlangsung spontan
digunakan sebagai sumber arus, yaitu dalam sel volta seperti aki dan baterai. Reaksi
redoks yang berlangsung non spontan dapat berlangsung dengan menggunakan arus
listrik, yaitu dalam elektrolisis.
Di dalam tanah proses pembentukan-pembentukan oksidasi dan reduksi sangat
berhubungan erat. Oksidasi tanpa oksigen maka proses oksidasi tidak dapat berlangsung.
Hal ini dikarenakan pada proses oksidasi dan reduksi, oksigen berperan sebagai unsur
yang menjalankan reaksi pada proses oksidasi dan reduksi. Reaksi oksidasi dan reduksi
dalam tanah biasanya digunakandalam kompleks pada pembentukan lapisan tanah. Reaksi
ini bertindak sebagai sumber ion-ion penyusun unsur dalam lapisan oksidasi dan reduksi
dalam tanah.
Reaksi ini digunakan untuk membedakan antara reaksi pembentukan lapisan
oksidasi atau lapisan reduksi yang terjadi pada tanah. Keadaan pada proses pembentukan
lapisan reduksi ditandai oleh terbentuknya lapisan perak pada wadah atau tabung reaksi.
Reaksi ini pula digunakan dalam proses pembentukan perak. Demikian pula dengan
kondensasi lapisan oksidasi tanah yang reaksinya membentuk senyawa karboksilat
sehingga adisi terhadap ikatan rangkap karbon oksigen melibatkan serangan suatu
nukleofil pada karbonil, sehingga pH meningkat diatas 5,0 akibatnya aktivitas bakteri
pengoksidasi terhambat. Dalam oksidasi reduksi suatu densitas di ambil dari dua zat yang
bereaksi. Perkembangan sel elektrolit juga sangat penting. Sel dan elektrolisis adalah dua
contoh penting dalam kehidupan sehari-hari dan dalam industri kimia. Reaksi oksidasi
yaitu suatu proses menerima atau memperoleh satu elektron atau lebih.
Oleh karena tiu, melalui percobaan ini dilakukan untuk mengetahui dan dapat
memahami konsep reaksi oksidasi-reduksi, reaksi-reaksi yang tergolong reaksi reduksi
maupun oksidasi. Percobaan ini dilakukan juga untuk dapat mamahami konsep reaksi
redoks serta zat-zat yang terlibat dalam reaksi reduksi-oksidasi seperti zat pengoksidasi
atau oksidator dan zat reduksi atau reduktor. Percobaan ini juga dilakukan untuk
mengetahui perbandingan you c 1000 mg dengan larutan buavita setelah ditambahkan
KmnO4 dan ditambahkan dengan I2 dan juga mengetahui volume penitrasi pada percobaan
analisa kuantitatif standarisasi KmnO4. Sehingga dapat mengaplikasikannya di dalam
kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Percobaan
Mengetahui hasil reaksi antara Vitamin C ditetesi KMnO4 dan I2.
Mengetahui perbandingan larutan You C 1000 mg dengan larutan buavita setelah
ditambahkan KMnO4.
Mengetahui volume penitrasi pada percobaan analisa kuantitatif standarisasi KMnO4.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Reaksi setengah sel yang melibatkan hilangnya elektron disebut reaksi oksidasi.
Istilah “Oksidasi” pada awalnya berarti kombinasi unsur dengan oksigen. Namun, istilah
itu sekarang memiliki arti yang lebih luas. Reaksi setengah sel yang melibatkan
penengkapan elektron disebut reaksi reduksi. Dalam contoh diatas, kalsium bertindak
sebagai zat pereduksi karena memberikan elektron pada oksigen dan menyebabkan
oksigen tereduksi. Oksigen tereduksi bertindak sebagai zat pengoksida Karena menerima
elektron dari kalsium dan menyebabkan kalsium teroksidasi. Dalam persamaan reaksi
redoks tingkat oksidasi harus sama dengan tingkat reduksi yaitu jumlah elektron yang
hilang oleh zat pereduksi harus sama dengan jumlah elektron yang diterima oleh suatu zat
pengoksida (Chang, 2005).
Reaksi reduksi oksidasi atau reaksi redoks berperan dalam banyak hal dalam
kehidupan sehari-hari. Reaksi redoks dapat berguna bagi pembakaran bahan bakar minyak
bumi, dan digunakan juga sebagai cairan pemutih. Selain itu, sebagai unsure logam dan
nonlogam diperoleh dari bijihnya melalui proses oksidasi atau reduksi. Contohnya dalam
reaksi pembentukan kalsium oksida (Cao) dari kalsium dan oksigen.
2Ca(s) + O2(g) 2CaO(s)
Kalsium oksida (CaO) adalah senyawa ionik yang tersusun atas ion Ca2+ dan O2-. Dalam
reaksi pertama, dua atom Ca memberikan atau memindahkan empat electron pada dua
atom O (dalam O2). Agar lebih mudah dipahami, proses ini dibuat sebagai dua tahap
terpisah, tahap yang satu melibatkan hilangnya empat electron dari dua atom Ca dan tahap
lain melibatkan penangkapan empat electron oleh molekul O2,
2Ca 2Ca2+ + 4e-
4ē + O2 2O2-
Setiap tahap diatas dapat disebut sebagai reaksi setengah sel ( half-reaction), yang secara
eksplisit menunjukkan banyaknya electron yant terlibat dalam reaksi (Chang, 2005).
Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mereduksi senyawa.
Senyawa lain dikatakan sebagai reduktif dan dikenal sebagai reduktor atau agen reduksi.
Reduktor melepaskan elektronnya kee senyawa lain sehinggga ia sendiri teroksidasi. Oleh
karena itu is “mendonorkan” elektrodanya ia juga di sebut sebagai penderma elektron.
Senyawa-senyawa yang berupa sebagai reduktor sangat bervariasi. Unsur-unsur logam
seperti Li, Na, Mg, Fe, Zn dan Al dapat digunakan sebagai reduktor logam-logam ini dapat
memberikan elektrodannya dengan mudah. Reduktor jenis lainnya adalah reagen transfer
hibrida, misalnya NaBH4 dan lainnya, reagen ini digunakan dengan luas dalam kimia
organik, terutama dalam reduksi senyawa-senyawa karbonil menjadi alcohol. Metode
reduksi lainnya yang juga berguna melibatkan gas hidrogen (H2) dengan katalis paladium,
platinum, atau riak reduksi katalitik ini utamanya di gunakan pada reduksi ikatan rangkap
dua atau tiga karbon-karbon cara yang mudah unutk melihat proses redoks adalah redactor
mentransfer elektronya ke teroksidasisehingga dalam reaksi, reduktor melepaskan
elektrondan teroksidasi dan oksidator mendapatkan electron dan tereduksi. Pasangan
oksidator dan reduktor yang terlibat dalam sebuah reaksi di sebut sebagai pasangan redoks
(Petrucci, 1987).
Definisi tentang oksidasi dan reduksi dapat juga dikembangkan menjadi
pengertian yang lebih luas dan jelas Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan
hilangnya satu electron atau lebih dari dalam zat ( atom, ion atau molekul ). Bila suatu
unsur dioksida, keadaan oksidasinya berubah ke harga lebih positif. Suatu zat
pengoksidasi diartikan sebagai zat yang memperoleh electron, dan dalam proses itu zat itu
direduksi. Reduksi, sebaliknya adalah suatu proses yang melibatkan diperolehnya satu
electron atau lebih dari suatu zat ( atom, ion atau molekul ). Bila suatu unsure direduksi,
keadaaan oksidasi berubah menjadi lebih negative ( kurang positif ). Jadi zat pereduksi
merupakan zat yag kehilangan electron, dalam proses itu zat ini dioksidasi. Definisi
reduksi juga sangat umum dan berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan, maupun
gas. Sejumlah besar reaksi oksidasi dan reduksi akan dicantumkan diantara reaksi yang
digunakan untuk identifikasi ion. Beberapa contoh zat pengoksidasi kuat adalah KMnO4.
1. Kalium permanganat (KMnO4), merupakan zat padat cokelat tua yang merupakan
pengoksidasi kuat, yang bekerja berlainan menurut pH dari medium. Dalam suasana asam,
ion pemanganat direduksi menurut proses 5 elektron, Mn berubah dari +7 ke +2,
MnO4- + 8H+ + 5ē Mn2+ + 4H2O
dalam suasana netral atau setengah basa permanangat direduksi jadi mangan dioksida.
MnO4- + 4H+ + 3ē MnO2 + 2H2O
2. Logam seperti zink, besi, dan aluminium, seringkali logam ini digunakan sebagai
bahan pereduksi. Kerja logam ini disebabkan oleh pembentukan ion, biasanya ion itu ada
dalam keadaan oksidasi terendah, Contohnya :
Zn Zn2+ + 2ē
Fe Fe2+ + 2ē
AI AI3+ + 3ē ( G. Svehla, 1990 ).
Suatu unsur dapat bergabung dengan unsure lain membentuk senyawa dengan
valensi tertentu. Istilah valensi dikemukakan oleh Wichelhaus yang artinya jumlah ikatan
suatu unsur terhadap yang lainnya. Dalam menentukan valensi unsur, kita harus
menuliskan struktur molekul senyawa terlebih dahulu. Oleh karena itu, cara ini kurang
praktis dan sebagai gantinya ditemukan cara bilangan oksidasi. Bilangan oksidasi suatu
unsur adalah muatan suatu atom dalam senyawa, seandainya semua elektron yang dipakai
bersama menjadi milik atom yang lebih elektronegatif. Contohnya molekul H2O, karena
O2 lebih elektronegatif maka ia kelebihan dua electron dari dua hydrogen. Akibatnya
bilangan oksidasi oksigen = -2 dan hydrogen = +1. Bilangan oksidasi dapat positif atau
negative. Nilai itu bukan merupakan hasil percobaan melainkan merupakan perjanjian.
Perjanjian atau atau aturan dalam menentukan bilangan oksidasi adalah sebagai berikut :
1. Setiap unsur bebas mempunyai bilangan oksidasi = 0, Contohnya H2,Fe, He, S8, dan P4.
2. Hidrogen dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +1, Contohnya HCI,
H2SO4 dan HCIO4.
3. Oksigen dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi -2 Contohnya H2O, HIVO3 dan
NOH.
4. Unsur-unsur golongan alkali ( IA ) dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +1,
Contohnya NaCI, KOH, dan Li2SO4.
5. Unsur-unsur golongan dikali tanah ( II A ) dalam senyawa mempunyai bilangan
oksidasi +2 contohnya CaO, BaCO, dan SrSO4.
6. Ion Fluar ( F ) dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi -1, Contohnya HF, LIF,
dan CaF2.
7. Sebuah ion mempunyai bilangan oksidasi sama dengan muatannya Contohnya C1-= -1,
SO42- = -2, dan Ca+2 = 2.
8. Senyawa netral mempunyai bilangan oksidasi 0 contohnya HCI = 0, KBr = 0, dan
Na2SO4 = 0.
Dari aturan diatas dapat ditentukan bilangan oksidasi suatu unsur dalam senyawa
tanpa menuliskan struktur molekulnya. Bilangan oksidasi berguna dalam menuliskan
rumus senyawa antara ion positif dan ion negatif. Rumus harus sedemikian rupa sehingga
bilangan oksidasi senyawa adalah 0 atau jumlah muatan negatif dan positifnya sama
(Syukri, 1999).
Dalam reaksi redoks, ada beberapa perbedaan dalam bidang oksidasi atau keadaan
oksidasi atau keadaan oksidasi ( istilah ini digunakan untuk memperlihatkan sesuatu yang
saling mengubah ) dari dua atau lebih suatu unsur. Perhatikan suatu reaksi yang
melibatkan magnesium dan oksigen.
2Mg + O2 2MgO
0 0 +2 -2
Dimana ditulis bilangan oksidasinya dibawah nama senyawa tesebut, terlihat bahwa
bilangan oksidasi Mg berubah dari 0 menjadi +2 dan bilangan oksidasi 0 berubah dari 0
menjadi -2. Dengan demikian, oksidasi Mg diikuti oleh bertambahnya bilangan oksidasi (
bertambah maksudnya disini adalah bilangan oksidasi Mg menjadi lebih positif ). Reduksi
O2 sebaliknya diikuti oleh berkurangnya bilangan oksidasi 0 menjadi kurang positif atau
kurang negatif. Dengan demikian, hal ini memberikan kita cara yang lebiih umum untuk
mendefinisikan oksidasi dan reduksi yang berkaitan dengan perubahaan bilangan oksidasi.
Berdasarkan perubahan bilangan oksidasinya, oksidasi adalah bertambahnya bilangan
oksidasi dan reduksi adalah berkurangnya bilangan oksidasi. Untuk tetap konsisten
dengan definisi sebelumnya, senyawa Pengoksidasi adalah zat yang direduksi, dan
senyawa pereduksi adalah zat yang dioksidasi (Brady, 1987).
Prinsip yang terlibat dalam titrasi oksidasi reduksi secara prinsip identik dengan
dalam titrasi asam basa. Dalam titrasi reduksi oksidasi pilihan indikatornya untuk
menunjukan titik akhir terbatas kadang hantar larutan di gunakan sebagai indicator
berbagai maam senyawa aromatik di reduksi oleh enzim untuk membentuk senyawa
redikal bebas. Secara umum penderma elektrodanya adalah berbagai jenis Havoenzim dan
koenzimnya. Seketika terbentuk radikal-radikal bebas anion ini akan mereduksi oksigen
menjadi super oksida. Rekasi bersihnya adalah oksidasi koenzim Havoenzim dan reduksi
oksigen menjadi super oksida. Tingkah laku katalitik ini di jelaskan sebagai siklus redoks.
Redoks sering di hubungkan dengan terjadinya perubahan warna lebih sering dari pada
yang di amati dalam reaksi asam basa reaksi redoks melibatkan pertukaran elektron dan
selalu terjadi perubahan bilangan oksidasi dari dua atau lebih unsur dari reaksi kimia.
Penerjemaan reaksi redoks agak lebih sulit di tulis dan di kembangkan dari persamaan
reaksi biasa lainya. Karena, jumlah zat yang di pertukarkan dalam reaksi redoks sering
kali lebih dari satu sama lainya dengan persamaan reaksi lain. Persamaan reaksi redoks
harus di seimbangkan dari segi muatan dan materi pengembangan materi biasanya dapat
di lakukan dengan mudah sedangkan penyeimbangan muatan agak sulit karena itu
perhatian harus di curahkan pada penyeimbangan muatan (Petrucci, 1987).
Redoks (reduksi/oksidasi) adalah istilah yang menjelaskan hambatannya bilangan
oksidasi ( keadaan oksidasi ) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia. Hal ini dapat berupa
proses redoks yang sederhana seperti oksidasi karbon yang menghasilkan karbon
dioksida, ataureduksi karbon oleh hydrogen yang menghasilka metana (CH4) ataupun ia
dapat berupa proses yang kompleks seperti oksidasi gula pada tubuh manusia melalui
rentetan transfer elektron yang rumit.
a. Penemu oksigen
Karena udara mengandung oksigen dalam jumlah yang besar kombinasi antara zat dan
oksigen yakni oksidasi paling sering berlangsung di alam. Pembakaran dan perkataran
logam pasti telah menarik perhatian orang sejak dulu.
Reaksi perkaratan :
4Fe + 3O2 2Fe2O3
Namun, baru di akhir abad ke-18 kimiawan dapat memahami pembakaran dengan
sebenarnya. Pembakaran dapat di pahami hanya ketika oksigen di pahami.
Oksidasi : reduksi dan hidrogen
Oksidasi : mendorong hidrogen
Reduksi : menerima hidrogen
b. Peran hydrogen
Ternyata tidak semua reaksi oksidasi dengan senyawa organic dapat di jelaskan dengan
pemberian dan penerimaan oksigen. Misalnya walaupun reaksi untuk mensintesis
aniline dengan mereaksikan nitro benzene dan besi dengan kehadiran HCl adalah reaksi
oksidasi reduksi dalam kerangka pemberian dan penerimaan oksigen pembentuk
CH3CH3 dengan penambahan hydrogen pada CH2 = CH2, tidak melibatkan
pemberian dan penerimaan oksigen. Namun 1 penambahan hydrogen berefek sama
dengan pemberiaan oksigen. Jadi, etana di reduksi dalam reaksi ini :
Oksidasi : reduksi dan hidrogen
Oksidasi : mendonorkan hidrogen
Reduksi : menerima hidrogen
c. Peran electron
Pembakaran magnesium jelas reaksi oksidasi reduksi yang melibatkan pemberian dan
penerimaan oksigen
2Ng + O2 2MgO
Reaksi antara magnesium dan klorin tidak di ikuti dengan pemberian dan penerimaan
oksigen
Mg + Cl2 MgCl2
Namun, mempertimbangkan valensi magnesium merupakan hal yang logis untuk
mengangap ke dua reaksi dalam kategori yang sama memang, perubahan magnesium
Mg Mg3
Umum untuk kedua reaksi dan dalam kedua reaksi magnesium dioksida dalam
kerangka ini keberlakuan yang lebih umum akan dicapai bila oksidasi-reduksi
didefinisikan dalam rangka pemberian dan penerimaan elektron.
Oksidasi : reaksi elektron
Oksidasi : mendorong elektron
Reduksi : menerima elektron
Oksidasi reduksi seperti dua sisi dari selembaran kertas, jadi tidak mungkin oksidasi
atau reduksi berlangsung tanpa disertai lawannya, bila zat menerima elektron maka
harus ada yang mendonorkan elektron tersebut. Dalam oksidasi reduksi, senyawa yang
menerima elektron dari lawannya disebut oksidasi (bahan pengoksidasi) sebab
lawannya akan teroksidasi. Lawan oksidan yang medonorkan elektron pada oksidan
disebut dengan redukton (bahan pereduksi) karena lawannya oksidan tadi tereduksi
suatu senyawa dapat berlaku sebagai oksidan dan juga redukton. Suatu senyawa dapat
berlaku sebagai oksidan dan juga redukton. Bila senyawa itu mendonorkan electron
pada lawannya, senyawa ini dapat menjadi redukton. Sebaiknya bila senyawa ini muda
menerima elektron senyawa itu adalah oksidan.
d. Bilangan oksidasi
Bilangan oksidasi suatu unsure menyatakan banyaknya electron yang dapat dilepas di
terima maupun digunakan bersama dalam membentuk ikatan dengan unsure lain
bilangan oksidasi dapat berupa positif nol atau negatif. Senyawa-senyawa yang
memiliki kemampuan unutk mengoksidasi senyawa lain di katakan sebagai oksidatif
dan dikenal sebagai oksidator atau agen oksidasi. Oksidator melepaskan electron dari
senyawa lain sehingga dirinnya sendiri tereduksi oleh karena ia “menerima” elktron ia
juga di sebut sebagai penerima electron. Oksidator biasannya adalah senyawa-senyawa
yang memiliki unsure. Unsure dengan bilangan oksidasi yang tinggi seperti H2O2,
MNO4, CrO3, Cr2O, O5Ou) atau senyawa, senyawa yang sangat elektronegatif sehingga
dapat mendapatkan satu atau dua elektron yang lebih dengan mengoksidasi sebuah
senyawa (misalnya oksigen ). Fluorin, klorin, dan bromine (Petrucci, 1987).
Pengertian oksidasi untuk menyatakan setiap perubahan kimia yang memeberikan
arti adanya kenaikan dalam bilangan oksidasi sebagai contoh: bila hidrogen, H2, bereaksi
dengan oksigen untuk membentuk air, H2O, maka atom-atom hidrogen bilangan
oksidasinya berubah dari 0 menjadi +1 dikatakan H2 mengalami oksidasi. Bila sukrosa,
C12H22O11, dibakar hingga menjadi karbon dioksida, CO24 maka atom-atom karbon naik
dalam bilangan oksidasinya dari 0 menjadi +4, dikatakan juga sukrosa dioksidasi.
Pengertian reduksi digunakan untuk menyatakan setiap penurunan dalam bilangan
oksidasi (Underwood, 1999).
Dalam kimia organik, reaksi oksidasi biasanya diartikan sebagai penambahan
oksigen kedalam molekul atau lepasnya hidrogen dari molekul, sedangkan reaksi reduksi
diartikan sebagai masuknya hidrogen kedalam molekul organik atau keluarnya oksigen
dari dalam molekul organik. Batasan yang lebih umum dari reaksi oksidasi-reduksi adalah
berdasarkan pemakaian bilangan oksidasi pada atom karbon dengan cara memasukkan
bilangan oksidasi pada keempat ikatannya. Contohnya, atom H yang berikatan dengan C
mempunyai bilangan oksidasi 0, dan atom C mempunyai bilangan oksidasi +1. Jika
berikatan tunggal pada heteroatom seperti oksigen, nitrogen, atau sulfur (Riswiyanto,
2009).
Redoks (singkatan dari raksi reduksi-oksidasi) adalah istilah yang menjelaskan
berubahnya bilangan oksidasi (keadaan ooksidasi) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia.
Hal ini dapat berupa proses redoks yang sederhana seperti oksidasi karbon yang
menghasilkan metana (CH4). Ataupun ia dapat berupa proses yang kompleks seperti
oksidasi gula pada tubuh manusia melalui rentetan transfer elektron yang rumit. Istilah
redoks berasal dari dua konsep,, yaitu reduksi dan oksidasi. Ia dapat dijelaskan dengan
mudah sebagai berikut :
Reduksi menjelaskan pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion
Oksidasi menjelaskan penambahan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion
Walaupun cukup tepat untuk digunakan dalam berbagai tujuan, penjelasan diatas tidaklah
persis benar. Oksidasi dan reduksi tepatnya merujuk pada perubahan bilangan oksidasi
karena transfer elektron yang sebenarnya tidak akan terjadi. Sehingga oksidasi lebih baik
didefinisikan sebagai pengikatan bilangan oksidasi dan reduksi sebagai penurunan
bilangan oksidasi. Dalam prakteknya, transfer elektron akan selalu mengubah bilangan
oksidasi, namun terdapat banyak reaksi yang diklasifikasikan sebagai “redoks” walaupun
tidak ada transfer elektron dalam reaksi tersebut (Keenan, 1984).
Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mereduksi sanyawa lain
dikatakan sebagai reduktif dan dikenal sebagai reduktor atau agen reduksi. Reduktor
melepaskan elektronnya ke senyawa lain sehingga ia sendiri teroksidasi. Oleh karena ia
mendonorkan elektronnya, ia juga disebut sebagai penderma elektron senyawa-senyawa
yang berupa reduktor sangat bervariasi. Cara yang mudah untuk melihat proses redoks
adalah reduktor mentransfer elektronnya ke oksidator. Sehingga dalam reaksi reduktor
melepaskan elektron dan teroksidasi dan oksidator mendapatkan elektron dan tereduksi.
Pasangan oksidator dan reduktor yang terlibat dalam sebuah reaksi disebut sebagai
pasangan redoks. Salah satu contoh reaksi redoks adalah antara hidrogen & fluorin.
H2 + F2 2FH
Kita dapat menulis keseluruhan reaksi ini sebagai dua reaksi setengah, reaksi oksidasi,
H2 2H+ + 2e-
Dan reaksi reduksi,
F2 + 2e- 2F-
Penulisan reaksi masing-masing reaksi setengah akan menjadikan keseluruhan proses
kimia lebih jelas, karena tidak terdapat perubahan total muatan selama reaksi redoks,
jumlah elektron yang berlebihan pada reaksi oksidasi haruslah sama dengan jumlah yang
dikonsumsi dengan reaksi reduksi. Unsur-unsur bahkan dalam bentuk molekul, sering kali
memiliki bilangan oksidasi nol. Pada reaksi diatas, hidorgen teroksidasi dari bilangan
oksidasi 0 menjadi +1, sedangkan fluorin tereduksi dari bilangan 0 menjadi -1
H2 2H+ + 2e-
Fe + 2e- 2F-
H2 + F2 2H+ + 2F- (Underwood, 1999).
Biji besi adalah mineral dengan kadar besi yang tinggi, salah satunya, Hemafit,
Fe2O3, secara kimia sangat serupa dengan karet besi yang biasa. Dengan cara yang
disederhanakan, reaski yang menghasilkan besi logam dari hemafit dalam tungku sembur.
Pada reaksi ini, dapat kita bayangkan CO(s) mengambil atom O dari Fe2O3 menghasilkan
CO2(s) dan unsur besi bebas. Istilah yang lazim digunakan untuk mendeskripsikan reaksi
yang zatnya memperoleh atom adalah reduksi. CO(s) teroksidasi dan Fe2O3(s) tereduksi.
Oksidasi dan reduksi harus selalu terjadi bersamaan dan reaksi seperti ini disebut reaksi
oksidasi-reduksi, atau reaksi redoks (Petrucci, 1987).
Elektrokimia adalah cabang ilmu kimia yang berkenaan dengan interkovensienergi
listrik dan energi kimia. Proses elekrokimia adalah reaksi redoks( oksidasi-reduksi)
dimana dalam reaksi ini energi yang dilepas oleh reaksi spontan diubah menjadi listrik
atau dimana energi listrik digunakan agar reaksi yang non spontan bisa terjadi. Dalam
reaksi redoks, elektron-elektron ditransfer dari satu zat ke zat lain. Reaksi antara logam
magnesium dan asam klorida merupakan satu contoh reaksi redoks
Mg(s) + 2HCl (aq) MgCl2(aq) + H2(s)
Ingat bahwa angka yang ditulis diatas unsur adalah bilangan oksidasi dari unsur tersebut.
Dilepasnya elektron oleh suatu unsur selama oksidasi ditandai dengan meningkatnya
bilangan oksidasi unsur itu. Dalam reduksi, terjadi penurunan bilangan oksidasi karena
diperolehnya elektron oleh unsur tersebut. Dalam reaksi yang ditunjukkan disini, logam
Mg dioksidasi dan ion H+ direduksi, ion Cl- adalah ion pengamat (Chang, 2005).
Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan
dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat,
yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan
ditetapkan. Larutan dengan kekuatan (kosentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan
standar. Bobot zat yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume larutan standar yang
digunakan dan hukum-hukum stoikiometri yang diketahui (Basset, 1994).
Larutan standar biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret. Proses
penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi, dan zat yang akan
ditetapkan, dihitung dari volume larutan standar yang digunakan, dititrasi. Titik (saat)
pada mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis
(atau titik akhir stoikiometri). Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu
perubahan, yang tak dapat disalah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar itu
sendiri (misalnya kalium permanganat), atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu
regensia pembantu yang dikenal sebagai indikator. Setelah reaksi antara zat dan larutan
standar praktis lengkap, indikator harus memberi perubahan visual yang jelas (entah suatu
perubahan warna atau pembentukan kekeruhan), dalam cairan yang sedang dititrasi. Pada
titik (saat) pada mana ini terjadi, disebut titik akhir titrasi. Pada titrasi yang ideal, titik
akhir yang terlihat, akan terjadi berbarengan dengan titik akhir stoikiometri atau teoritis.
Namun, dalam praktek, biasanya akan terjadi perbedaan yang sangat sedikit; ini
merupakan sesatan (error) titrasi. Indikator dan kondisi-kondisi eksperimen harus dipilih
sedemikian, sehingga perbedaan antara titik akhir terlihat dan titik ekuivalen adalah
sekecil mungkin (Bassett, 1994).
Regensia dengan konsentrasi yang diketahui, disebut titran (titrant) dan zat yang
sedang dititrasi disebut titrat. Untuk digunakan dalam analisis titrimetri, suatu reaksi harus
memenuhi kondisi-kondisi berikut:
1. Harus ada suatu reaksi yang sederhana, yang dapat dinyatakan dengan suatu persamaan
kimia, zat yang akan ditetapkan harus bereaksi lengkap dengan regensia dalam proporsi
yang stoikiometri atau ekuivalen.
2. Reaksi harus praktis berlangsung dalam sekejap atau berjalan dengan sangat cepat
sekali.
3. Harus ada perubahan yang menyolok dalam energi bebas, yang menimbulkan
perubahan dalam beberapa sifat fisik dan sifat kimia larutan pada titik ekuivalen.
4. Harus tersedia suatu indikator, yang oleh perubahan sifat-sifat kimia dan terlihat secara
fisika (warna atau pembentukan endapan), harus dengan tajam menetapkan titik akhir
titrasi (Bassett, 1994).
Metode titrasi lazimnya dapat dipakai untuk ketelitian yang tinggi dan memiliki
beberapa keuntungan, dimana ia dapat diterapkan, melebihi metode-metode gravimetri.
Metode-metode ini memerlukan peralatan yang lebih sederhana, dan umumnya cepat
dikerjakan; pemisahan dan sukar, sering dapat dihindari. Yang berikut ini diperlukan
untuk analisis titrimetri (1) bejana-bejana pengukur yang dikalibrasi, termasuk buret,
pipet, dan lalu labu volumetri. (2) zat-zat dengan kemurnian yang diketahui untuk
penyiapan larutan-larutan standar. (3) indikator visual atau metode instrumental untuk
mendeteksi lengkapnya reaksi (Bassett, 1994).
Ekuivalen dari suatu zat pengoksit atau pereduksi, paling sederhana didefinisikan
sebagai masa reagensia, yang bereaksi dengan atau mengandung 1.008 g hidrogen
tersedia, atau 8.000 g oksigen tersedia. Dengan “tersedia” dimaksudkan dapat digunakan
dalam oksidasi atau reduksi. Banyaknya oksigen tersedia dapat ditunjukkan dengan
menganalisis persamaan hipotesis, misalnya:
2KMnO4 K2O + 2MnO + 5O
Yang berarti bahwa dalam larutan asam, 2KmnO4 menyerahkan 5 atom oksigen tersedia
yang diambil oleh zat pereduksi, maka ekuivalennya adalah 2KmnO4. Untuk kalium
dikromat dalam larutan asam, persamaan hipotesis itu adalah:
K2Cr2O7 K2O + Cr2O3 + 3O
Ekuivalennya adalah K2Cr2O7 /6 . Penanganan secara elementer ini hanya terbatas
penerapannya, tetapi bermanfaat bagi pemula (Bassett, 1994).
Suatu pandangan yang lebih umum dan mendasar, diperoleh dengan meninjau; (a)
jumlah elektron yang terlibat dalam persamaan ion parsial, yang mewakili reaksi dan (b)
perubahan “bilangan oksidasi” dari suatu unsur yang bermakna dalam oksidasi atau
reduktan. Kedua metode akan ditinjau dengan agak terperinci. Dalam analisis kuantitatif
kita terutama berkepentingan dengan reaksi-reaksi yang berlangsung dalam larutan, yaitu
reaksi ion. Maka kita akan membatasi pembahasan tentang oksidasi-reduksi, pada reaksi-
reaksi demikian. Oksidasi besi (II) klorida oleh klor dalam larutan air dapat ditulis:
2FeCl2 + Cl2 2FeCl3
Atau dapat dinyatakan secara ionik:
2Fe2+ + Cl2 2Fe3+ + 2Cl-
Ion Fe2+ diubah menjadi ion Fe3+ (oksidasi), dan molekul klor netral menjadi ion klorida
Cl- yang bermuatan negatif (reduksi); pengubahan Fe2+ menjadi ion Fe3+ membutuhkan
kehilangan satu elektron, dan transformasi molekul klor netral itu menjadi ion klorida
memerlukan perolehan 2 elektron. Ini menimbulkan pendapat, bahwa untuk reaksi dalam
larutan, oksidasi adalah suatu proses yang melibatkan kehilangan elektron, seperti dalam
Fe2+ + e- Fe3+
Dan reduksi adalah proses oksidasi-reduksi yang sesungguhnya, elektron-elektron
dipindahkan dari zat pereduksi ke zat pengoksidasi. Ini menimbulkan definisi-definisi
berikut. Oksidasi adalah proses, yang mengakibatkan kehilangan satu atau lebih elektron
dari dalam atom atau ion. Reduksi adalah proses, yang mengakibatkan diperolehnya satu
atau lebih elektron oleh ataom atau ion. Zat pengoksid adalah zat yang memperoleh
elektron dan tereduksi; zat pereduksi adalah zat yang kehilangan elektron dan teroksidasi
(Bassett, 1994).
Dalam semua proses oksidasi-reduksi (atau redoks) ada suatu pereaksi (reaktan)
yang mengalami oksidasi , dan satu pereaksi mengalami reduksi, karena kedua reaksi ini
saling melengkapi (komplementer), dan terjadinya berbarengan (serempak) yang satu tak
dapat berlangsung tanpa yang lainnya. Reagensia yang mengalami oksidasi, dinamakan
zat pereduksi atau reduktor. Dan reagensia yang mengalami reduksi disebut pengoksid
atau oksidan. Pengkajian perubahan elektron dalam oksidan dan reduktan merupakan
dasar dari metode elektron ion untuk membuat seimbang persamaan-persamaan ion.
Karenanya, persamaan itu mula-mula diibaratkan menjadi dua persamaan parsial yang
seimbang yang masing-masing menggambarkan oksidasi dan reduksi itu. Haruslah
diingat, bahwa reaksi terjadi dalam larutan-larutan air, sehingga selain ion-ion yang
diberikan oleh oksidan dan reduktan, terdapat pada molekul air H2O, ion hidrogen H+, dan
ion hidroksida OH- yang dapat digunakan untuk memberimbangkan persamaan ion parsial
itu. Perubahan satuan dalam oksidasi atau reduksi adalah muatan dari satu elektron, yang
akan dinyatakan oleh e. Untuk memahami prinsip-prinsip yang telibat, mari kita tinjau
mula-mula reaksi antara besi (III) klorida dan timah (II) klorida dalam larutan air.
Persamaan ion parsial untuk reduksi adalah :
Fe3+ Fe2+
Dan untuk oksidasi adalah :
Sn2+ Sn4+
Dalam golongan-golongan ini termasuk peniteran-peniteran dengan kalium
permanganat KMnO4. Kadang-kadang dipergunakan pengoksidasi-pengoksidasilain,
misalnya kalium dikromat K2Cr2O7, seriom sulfat (Ce(SO4)2) dan sebagainya. Umumnya
cara-cara tersebut digolongkan pada oksidimetri (Chon, 1986).
Dalam lingkungan asam, dua molekul permanganat dapat melepas 5 atom oksigen
(bila ada zat yang dapat dioksidasi oleh oksigen itu)
2KMnO4 + 3H2SO4 K2SO4 + 2MnSO4 + 3H2O + 5O
Karena larutan KMnO4 mempunyai warna tersendiri maka tidak diperlukan penunjuk.
Satu tetes larutan KmnO4 0,1 N dalam 200 mL air akan menghasilkan warna merah jambu
muda yang nyata (Chon, 1986).
Supaya larutan KMnO4 yang baru dibuat tidak berurutan titarnya, harus dibiarkan
dalam dahulu selama 1 minggu. Selama itu zat-zat organik yang masih terkandung dalam
larutan itu akan dioksidasikan, sehingga terbentuk MnO2 (pengoksidasian berlangsung
dalam lingkungan netral) (Chon, 1986).
2KMnO2 + H2O 2MnO2 + 2KOH + 3O
MnO2 yang terbentuk ini merupakan katalis bagi penguraian lebih lanjut. Setelah
dibiarkan selama satu minggu, larutan disaring melalui penyaring agbes atau
penyaring kaca masir. Kemudian larutan KMnO4 disimpan dalam botol berwarna coklat
dan larutan menjadi cukup mantap (Chon, 1986).
Supaya reaksi dengan larutan KmnO4 berlangsung cepat, biasanya peniteran
dilakukan dalam keadaan panas (kurang lebih 60°C). Untuk mengasamkan larutan,
hendaknya dipergunakan larutan H2SO4. Dari persamaan larutan H2SO4. Dari persamaan
reaksi diatas ternyata:
2KMnO4 = 5O = 10 H
Hingga 1 gst KMnO4 = 1/5 gmol = 150/5 = 31, 61 g (Chon, 1986).
Dalam banyak prosedur analitis, analitnya memiliki lebih dari satu kondisi
oksidasi sehingga harus dikonversi menjadi satu kondisi oksidasi tunggal sebelum titrasi.
Sebuah contoh yang sering kita jumpai adalah penentuan besi dalam suatu bijih besi.
Begitu bijih besi tersebut dilarutkan, besi akan hadir baik dalam keadaan oksidasi sebelum
penitrasian dengan sebuah larutan standar dari sebuah agen pengoksidasi. Reagen redoks
yang dipergunakan dalam langkah pendahuluan ini harus dapat mengkonversi analit
dengan cepat dan sempurna ke dalam kondisi oksidasi yang diinginkan. Kelebihan dari
reagen ini biasanya ditambahkan, dan bereaksi dengan titrannya dalam titrasi selanjutnya
(Underwood, 1999).
Berikut ini adalah beberapa jenis reagen yang biasa dipergunakan dalam langkah-
langkah pendahuluan:
-Natrium dan Hidrogen Peroksida
H2O2 + 2H+ + 2e_ 2H2O E = +1,77
-Kalium dan Amonium Peraksodisulfat
S2O82- + 2e- 2SO4
2- E = +2,01
Kalium permanganat telah banyak dipergunakan sebagai agen pengoksidasi
selama lebih dari 100 tahun. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal dan
tidak membutuhkan indikator terkecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes 0,1 N
permanganat memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan yang
biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini dipergunakan untuk mengindikasi
kelebihan reagen tersebut. Permanganat menjalani beragam reaksi kimia, karena dapat
hadir dalam kondisi-kondisi oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7. Reaksi yang paling umum
ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang terjadi dalam larutan yang bersifat amat
asam 0,1 N atau lebih besar (Underwood, 1999).
Reaksi reduksi oksidasi atau reaksi redoks berperan dalam banyak hal dalam
kehidupan sehari-hari. Reaksi redoks dapat berguna bagi pembakaran bahan bakar minyak
bumi, dan digunakan juga sebagai cairan pemutih. Selain itu, sebagai unsur logam dan
non logam diperoleh dari bijihnya melalui proses oksidasi atau reduksi. Contohnya dalam
reaksi pembentukan Kalsium Oksida dari kalsium dan oksigen.
2Ca(s) + O2 2C4O
Kalium oksida adalah senyawa ionik yang tersusun atas Ca2+ dan O2-. Dalam reaksi
pertama dua atom Ca memberikan atau memindahkan empat elektron pada dua atom O
(dalam O2). Agar lebih mudah dipahami, proses ini dibuat sebagai dua tahap terpisah,
tahap yang satu melibatkan hilangnya elektron dari dua atom Ca dan tahap lain melibatkan
penagkapan empat elektron oleh molekul O2. Setiap tahap dapat disebut sebagai reaksi
setengah sel yang secara eksplisit menunjukkan banyaknya elektron yang terlibat dalam
reaksi. Reaksi setengah sel yang melibatkan hilangnya elektron disebut reaksi oksidasi.
Istilah oksidasi pada awalnya berarti kombinasi unsur dengan oksigen. Namun, istilah itu
sekarang memiliki arti yang lebih luas. Reaksi setengah sel yang melibatkan penagkapan
elektron disebut reaksi reduksi. Dalam contoh diatas, kalsium bertindak sebagai zat
pereduksi karena memberikan elektron pada oksigen dan menyebabkan oksigen tereduksi.
Oksigen tereduksi bertindak sebagai zat pengoksida karena menerima elektron dari
kalsium dan menyebabakan kalium teroksidasi. Dalam persamaan reaksi redoks tingkat
oksidasi harus sama dengan tingkat reduksi yaitu jumlah elektron yang diterima oleh suatu
zat pengoksida (Chang, 2005).
Definisi tentang oksidasi dan reduksi dapat juga dikembangkan menjadi
pengertian yang lebih luas dan jelas. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan
hilangnya satu elektron atau lebih dari dalam zat. Bila suatu unsur dioksida, keadaan
oksidasinya berubah ke harga lebih positif. Suatu zat pengokidasi diartikan sebagai zat
yang memperoleh elektron dan dalam proses itu zat itu direduksi (Svehla, 1990).
Reduksi sebaliknya adalah suatu proses yang melibatkan diperolehnya satu
elektron atau lebih dari suatu zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur direduksi,
keadaan dioksidasi berubah menjadi lebih negatif (kurang positif). Jadi zat pereduksi
merupakan zat yang kehilangan elektron, dalam proses ini zat ini dioksidasi. Definisi
reduksi juga sangat umum dan berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan maupun
gas (Svehla, 1990).
Sejumlah besar reaksi oksidasi dan reduksi akan dicantumkan di antara reaksi yang
digunakan untuk identifikasi ion. Beberapa contoh zat pengoksidasi kuat adalah KmnO4.
1. Kalium Permanganat (KmnO4) zat padat coklat tua yang merupakan pengoksidasi kuat,
yang bekerja berlainan menurut pH dari medium. Dalam suasana asam, ion
permanganat direduksi menurut proses 5 elektron dan berubah dari +7
2. Logam seperti zink, besi dan aluminium seringkali logam ini digunakan sebagai bahan
pereduksi kerja logam ini disebabkan oleh pembentukan ion, biasanya ion itu adalah
dalam keadaan oksidasi terendah (Svehla, 1990).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Pipet tetes
Tabung reaksi
Hot plate
Termometer
Lemari asam
Pipet volume
Klem
Buret
Erlenmeyer
Gelas kimia
Tiang statif
Botol reagen
Botol semprot
Bulp
3.1.2 Bahan
Larutan I2
Larutan KMnO4
Larutan H2C2O4
Larutan H2SO4
Aquades
You C 1000 mg
Jus buavita
Tisu
Kertas label
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Percobaan Analisa Kualitatif
3.2.1.1 You C 1000 mg
Ditambahkan larutan You C 1 mL
Ditambahkan KMnO4 4 tetes
Diamati
3.2.1.2 Jus Buavita
Ditambahkan jus buavita 1 mL
Ditambahkan KMnO4
Diamati dan dibandingkan dengan You C 1000 mg
3.2.1.3 You C 1000 mg
Ditambahkan You C 1 mL
Ditambahkan I2 2 tetes
Diamati
3.2.1.4 Jus Buavita
Ditambahkan jus buavita 1 mL
Ditambahkan I2 2 tetes
Diamati dan dibandingkan dengan larutan You C 1000 mg
3.2.2 Secara Kuantitatif (Standarisasi KMnO4)
Dimasukkan 10 mL H2C2O4 ke dalam gelas kimia
Ditambahkan 3 mL H2SO4 menggunakan pipet volume
Dipanaskan dengan hot plate dan diukur suhunya dengan menggunakan
termometer dengan suhu 60-70 C
Dititrasi dengan KMnO4 sampai terjadi perubahan warna
Dicatat volume penitrasi yang digunakan
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Percobaan analisa kualitatif You C
1000 mg
You C 1000 mg
Ditambahkan larutan You C
1000 1 mL
Ditambah KMnO4 4 tetes
Diamati
Jus buavita
Ditambahkan buavita 1 mL
Ditambahkan KMnO4 4
tetes
Diamati dan dibandingkan
dengan larutan You C 1000
You C 1000 mg
Ditambahkan You C 1000
mg 1 mL
Ditambahkan I2 2 tetes
Diamati
Jus buavita
Ditambahkan buavita 1 mL
Ditambahkan I2 2 tetes
Diamati dan dibandingkan
dengan larutan You C 1000
mg
You C 1000 mg berwarna kuning
Pertama terlihat berwarna ungu,
kemudian menjadi berwarna
kuning
Buavita berwarna kuning
Berwarna ungu
Buavita terlihat berwarna kuning
;ebih keruh dari You C 1000
Berwarna kuning
Berwarna merah kecoklatan dan
lama kelamaan terlihat berwarna
kuning
Berwarna kuning
I2 berwarna merah kecoklatan
Larutan menjadi berwarna hijau
lumut
2. Secara Kuantitatif (Standarisasi
KMnO4)
Dimasukkan 10 mL H2C2O4
ke dalam gelas kimia
Ditambahkan 3 mL H2SO4
menggunakan pipet volume
Dipanaskan dengan hot
plate dan diukur suhunya
dengan menggunakan
termometer dengan suhu 60-
70 C
Dititrasi dengan KMnO4
sampai terjadi perubahan
warna
Dicatat volume penetrasi
yang digunakan
H2C2O4 bening
Berwarna bening, pada saat
pengambilan, H2SO4 menguap
Larutannya menguap karena
dipanaskan
Pada saat dititrasi dan
dihomogenkan, larutannya tidak
berubah warna, tetapi saat
penetesan larutannya berwarna
ungu muda
19,8 mL
4.2 Reaksi
4.2.1 Vitamin C + KMnO4
4.2.2 Vitamin C + I2
4.2.3 H2C2O4 dengan KMnO4
Reduksi : MnO4- Mn2+
MnO4- + 8H+ Mn2+
MnO4- Mn2+ + 4H2O
MnO4- + 8H+ Mn2+ + 4H2O
MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O
Oksidasi : C2O42- CO2
C2O42- 2CO2
C2O42- 2CO2 + 2e-
Reduksi : MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O x2
Oksidasi : C2O42- 2CO2 + 2e- x5
Reduksi : 2MnO4- + 16H+ + 10e- 2Mn2+ + 8H2O
Oksidasi : 5C2O42- 10CO2 + 10e-
2MnO4- + 5C2O4
2- + 16H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
Rx lengkap : 2KMnO4 + 5H2C2O4 + 2H2SO4 MnSO4 + K2SO4 +
10CO2 + 8H2O
4.3 Perhitungan
Diketahui V1 (H2C2O4) = 10 mL
V2 (KMnO4) = 19,8 mL
N1 (H2C2O4) = 0,1 N
Ditanya N2 (KMnO4) = ........?
Jawab V1 . N1 = V2 . N2
10 . 0,1 = 19,8 . N2
1 = 19,8 . N2
N2 = 1
19,8
= 0,0505 N
4.4 Pembahasan
Redoks ialah singkatan dari reaksi oksidasi. Reaksi reduksi adalah aksi kimia yang
disertai perubahan bilangan oksidasi atau reaksi didalamnya terdapat serah terima
electron. Pengertian oksidasi dan reduksi disini dapat dilihat dari segi perubahan bilangan
oksidasi, transfer hidrogen, transfer oksigen dan juga transfer dari electron. Dalam hal
transfer oksigen, oksidasi berarti mendapatkan oksigen, sedangkan reduksi adalah
kehilangan oksigen. Sebagai contoh reaksi dalam ekstraksi besi dari biji besi :
reduksi
Fe2O3 + 3CO 2Fe + 3CO2
oksidasi
Karena reduksi dan oksidasi terjadi pada saat yang bersamaan, reaksi diatas disebut reaksi
redoks. Definisi oksidasi dan reduksi dalam hal transfer hidrogen adalah zat pengoksidasi
(oksidator) memberi oksigen kepada zat lain, atau memindahkan oksigen dari zat lain.
Sedangkan zat pereduksi (reduktor) memindahkan oksigen dari zat lain atau member
hidrogen kepada zat lain. Dalam hal transfer elektron, oksidasi berarti kehilangan elektron,
reduksi bearti mendapatkan elektron. Dalam hal perubahan bilangan oksidasi, reduksi
adalah zat yang mengalami kenaikan bilangan oksidasi.
Dalam reaksi-reaksi redoks, dikenal istilah reduktor dan oksidator. Oksidator
(pengoksidasi) adalah zat yang mengoksidasi zat lain, atau dengan kata lain zat yang
mengalami reduksi dalam suatu reaksi redoks. Contoh dari zat oksidator adalah natrium
nitrat, asam nitrat dan halogen. Sedangkan reduktor atau pereduksi adalah zat yang
mereduksi zat lain atau dengan kata lain merupakan zat yang mengalami oksidasi dalam
suatu reaksi redoks. Contoh-contoh zat pereduksi termasuk alkali tanah, asam format dan
senyawa sulfit. Contoh-contoh lain dari zat oksidator adalah KMnO4, Na2Cr2O7, K2Cr2O7,
Na2CrO4, K2CrO4, CrCl3, Cr(NO3)3, (NH4)2Cr2O3. autokatalisator adalah katalis yang
dihasilkan oleh suatu pereaksi atau hasil reaksinya. Autokatalisator terbentuk dengan
sendirinya dalam suatu reaksi. Autokatalisator merupakan zat hasil reaksi yang bertindak
sebagai suatu katalis, contoh dari autokatalisator adalah CH3COOH yang direaksikan dan
merupakan hasil reaksi dari metil asetat dengan air merupakan autokatalisator dari reaksi
tersebut:
CH3COOCH(aq) + H2O(l) → CH3COOH(aq) + CH3OH(aq)
Dengan terbentuknya CH3COOH reaksi menjadi bertambah cepat. Comtoh lain dari
autokatalisator adalah H2SO4. Selain itu contohnya adalah reaksi kalium permanganat dan
asam oksalat dalam suasana asam akan menghasilkan ion Mn2+. ion Mn2+ yang dihasilkan
akan mempercepat reaksi tersebut, maka ion Mn2+ disebut autokatalisator. Autoindikator
adalah pereaksi yang digunakan dalam titrasi dan juga dapat menunjukkan perubahan
visual pada saat terjadinya titik akhir titrasi. Salah satu contoh dari autoindikator adalah
pereaksi KMnO4.
Percobaan kali ini adalah tentang reaksi reduksi-oksidasi; prinsip dari percobaan
redoks adalah pemberian dan penerimaan elektron maupun ion. Dengan kata lain senyawa
yang memiliki elektron lebih maka akan di donorkan kepada senyawa yang kekurangan
elektron begitupun sebaliknya. Prinsip percobaan pada titrasi dalam analisa kualitatif
dalam standarisasi KMnO4 adalah permanganometri, yaitu peniteran dengan melibatkan
KMnO4 dalam suatu reaksi redoks.
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan reaksi reduksi-oksidasi. Di percobaan
pertama dilakukan analisa secara kualitatif untuk mengidentifikasi kandungan vitamin c
pada sampel You C 1000 mg dengan menggunakan KMnO4. Pada awal percobaan,
dimasukkan 1 mL sampel You C 1000 mg. Pengambilan larutan sampel dilakukan dengan
menggunakan pipet tetes, dengan meneteskan larutan sampai sebanyak 20 tetes yang
setara dengan 1 mL. Pipet tetes berfungsi sebagai alat untuk mengambil dan memindahkan
larutan sedikit demi sedikit. Larutan sample dimasukkan kedalam tabung reaksi. Di dalam
praktikum ini, tabung reaksi berfungsi sebagai wadah untuk tempat terjadinya reaksi. Lalu
ditambahkan KMnO4 sebanyak 4 tetes. Penambahan KMnO4 adalah sebagai cara untuk
mengidentifikasi keberadaan dari vitamin C. Uji yang dilakukan disini adalah secara
kualitatif, artinya uji yang dilakukan untuk mengetahui kandungan zat yang ada di dalam
suatu sampel, dalam hal ini adalah uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan vitamin C
dalam sampel. Setelah ditetesi dengan KMnO4, larutan berubah menjadi ungu lalu berubah
dengan cepat menjadi kuning dengan warna yang lebih muda dari warna asli sampel. Dari
sini dapat dilihat bahwa KMnO4 mengidentifikasi adanya vitamin C dengan bereaksi
secara reduksi-oksidasi dimana vitamin C dalam sampel berfungsi sebagai reduktor.
Artinya vitamin C dalam reaksi adalah zat yang mengalami oksidasi. Sedangkan KMnO4
dalah zat yang mengalami reduksi, artinya KMnO4 dalam reaksi ini berfungsi sebagai
oksidator. Selain menggunakan sampel vitamin C dari You C 1000 mg, digunakan juga
jus buavita untuk dilakukan analisa kualitatif untuk mengidentifikasi keberadaan vitamin
C dengan menggunakan KMnO4. Proses dan perlakuan untuk sampel dilakukan sama,
hanya saja sampel yang digunakan adalah jus buavita. Setelah dilakukan penetesan
KMnO4, larutan berubah menjadi ungu, lalu setelah beberapa lama larutan sampel berubah
warna menjadi kuning dengan warna yang lebih muda jika dibandingkan dengan warna
asli dari sampel buavita. Disini, terlihat bahwa KMnO4 mendeteksi adanya vitamin C
melalui reaksi redoks dimana sampel jus buavita berperan sebagai reduktor. Artinya
sampel vitamin C dalam jus buavita adalah sebagai zat yang mengalami oksidasi.
Sedangkan KMnO4 adalah zat yang mengalami reduksi, artinya KMnO4 dalam reaksi ini
berfungsi sebagai oksidator. Jika dibandingkan hasil reaksi antara sampel vitamin C dari
You C 1000 mg dan vitamin C dari jus buavita, terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut
terletak pada waktu berlangsung reaksi antara sample dengan larutan KMnO4. Dimana
pada sampel You C 1000 reaksi berlangsung sangat cepat. Hal ini ditandai dengan
cepatnya warna ungu dari KMnO4 yang diteteskan ke dalam sampel lenyap. Sebagian
pada sampel vitamin C dari jus buavita, reaksinya berlangsung agak lama. Sehingga warna
ungu dari KMnO4 dalam larutan sampel membutuhkan waktu yang agak lama untuk
lenyap. Hail ini terjadi karena dipengaruhi konsentrasi dari vitamin C dalam sampel.
Semakin besar konsentrasi suatu zat, maka semakin banyak jumlah partikel di dalam
larutannya. Semakin banyak jumlah partikel didalam larutan maka semakin sering terjadi
tumbukan antar partikel dari zat-zat yang bereaksi. Hal ini akan mempercapat reaksi yang
terjadi. Itulah sebabnya mengapa terjadi perbedaan kecepatan reaksi antara sampel You C
dan sampel jus buavita. Dari sini dapat dilihat bahwa, konsentrasi/kadar vitamin C dalam
You C 1000 lebih besar dibanding dengan kadar vitamin C pad jus buavita. Sebab, reaksi
dengan KMnO4 lebih cepat terjadi pada sample You C 1000 jika dibandingkan dengan jus
buavita.
Pada percobaan kedua, dilakukan uji kualitatif untuk identifikasi vitamin C pada
sampel You C dan juga sampel jus buavita dengan menggunakan larutan I2. Proses dan
perlakuan serta fungsi dari setiap alatsama dengan percobaan pertama. Pada awalnya
diambil 1 mL larutan You C 1000 dengan menggunakan pipet tetes. Setelah itu
dimasukkan sempel vitamin C yaitu You C 1000 ke dalam tabung reaksi yang berfungsi
sebagai wadah untuk mereaksikan dan mengamati reaksi antara sampel dari vitamin C dan
juga I2. Sampel yang ada didalam tabung reaksi ditambahkan denga larutan I2 sebanyak 2
tetes, dan ternyata terbentuk warna kecoklatan yang lama-kelamaan menghilang dan
berubah menjadi kuning. Hal ini terjadi karena I2 bereaksi dengan vitamin C yang ada
didalam You C 1000. Pada reaksi antar You C dengan I2, yang berfungsi sebagai reduktor
adalah vitamin C dalam sampel You C 1000. Sedangkan yang berfungsi sebagai oksidator
adalah larutan I2. Selanjutnya, dilakukan analisa yang serupa dengan menggantikan
sampel You C dengan jus buavita. Sampel dari jus buavita mendapat perlakuan yang sama
dengan sampe You C 1000. Dimasukkan 1 mL jus buavita dan ditambahkan dengan 2
tetes larutan I2. Larutan sampel yang awalnya berwarna kuning berubah menjadi
kecoklatan lalu berubah menjadi hijau lumut. Hal ini terjadi karena adanya reaksi redoks
antara I2 dan sampel vitamin C dalam jus buavita. Dimana, vitamin C dalam sampel
buavita berperan sebagai reduktor, sedangkan larutan I2 berperan sebagai zat yang
mengalami reduksi, artinya I2 dalam reaksi ini berfungsi sebagai oksidator. Dengan
membandingkan hasil reaksi antara You C 1000 dan sampel jus buavita setelah
direaksikan dengan I2 dapat dilihat sampel mana yang memiliki kandungan vitamin C
yang lebih tinggi. Dalam reaksi antara sampel vitamin C dengan I2 dalam sampel You C
1000 berlangsung lebih cepat daripada dalam sampel jus buavita. Ini menunjukkan
kandungan vitamin C pada sampel You C 1000 lebih besar dibanding dalam jus buavita.
Pada percobaan ketiga, dilakukan standarisasi KMnO4 dengan menggunakan
H2C2O4. Pertama, diambil 10 mL larutan H2C2O4 dengan menggunakan gelas ukur. Gelas
ukur berfungsi sebagai alat untuk mengukur volume dari H2C2O4 pekat sebanyak 3 mL.
Pengambilan H2SO4 pekat dilakukan di dalam lemari asam, sebab H2SO4 merupakan suatu
asam kuat yang berbahaya, dan juga menghasilkan uap sulfur yang sangat berbahaya buat
kesehatan. Untuk itu digunakan lemari asam yang memiliki kemampuan memfilter uap
dari zat berbahaya dan diubah menjadi gas yang tidak berbahaya. Dalam mengambil
H2SO4 digunakan pipet ukur 10 mL dengan bantuan bulp. Pipet ukur berguna untuk
mengambil dan memindahkan larutan dengan volume yang sudah diketahui dengan pasti.
Dalam pengambilan larutan menggunakanpipet ukur digunakan bulp yang berfungsi
untuk menyedot larutan. Pada bulp terdapat 3 buah huruf, yaitu A, S, dan E. Saat akan
memipet larutan, bulp dikempeskan terlebih dahulu dengan menekan huruf A sambil
ditekan pada bulp hingga mengempis. Lalu, untuk mengambil larutan ditekan huruf S dan
untuk mengeluarkan larutan ditekan huruf E. H2SO4 ditambahkan kedalam H2C2O4
sebelum dititrasi karena H2SO4 memiliki sifat autokatalisator. Artinya H2SO4 dapat
mempercepat reaksi tanpa memerlukan bantuan dair katalis lainnya. Dalam larutan asam,
KMnO4 bereaksi dengan asam :
MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2- + 4H2O
Sehingga ekuivalennya adalah setengah mol, yaitu 158,03/5 atau setara dengan 31,606.
Potensial standar dalam larutan asam menurut perhitungan adalah sebesar 1,51 volt, maka
ion permanganat dalam larutan asam adalah zat pengoksid yang kuat. Asam sulfat adalah
asam yang paling sesuai, karna tak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan yang
encer. Jika digunakan asam klorida ada kemungkinan terjadi :
2MnO4- + 10Cl- + 16H+ 2Mn+ + 5Cl2 + 8H2O
Terbentuknya Cl2 yang merupakan wujud gas, dapat membahayakan kesehatan, setelah
itu, campuran H2C2O4 dengan H2SO4 dipanaskan diatas hotplate. Suhu larutan diukur
dengan menggunakan termometer hingga tercapai suhu 70 C. Suhu 70 C dipilih karena
pada suhu sekitar 60-70 C adalah suhu maksimum KMnO4 dalam bereaksi. Artinya
bahwa larutan KMnO4 bereaksi dengan cepat pada sekitar suhu tersebut. Jika suhu lebih
dari 70 C maka H2C2O4 akan terurai dan menghasilkan CO2 menurut reaksi :
H2C2O4 CO2 + H2O
Sedangkan jika dibawah 60 C maka akan terbentuk endapan saat titrasi, yaitu endapan
yang berasal dari MnO2. Setelah suhu mencapai 70 C maka penitrasi dilakukan. Pada
saat peniteran, tidak dibutuhkan indikator. Sebab KMnO4 merupakan zat autokatalisator,
dimana KMnO4 dapat mengubah warnanya sendiri pada saat TAT tanpa memerlukan
indikator lainnya. Titik akhir titrasi tercapai pada volume larutan KMnO4 sebesar 19,8
mL. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan yang dititrasi dari warna
bening menjadi merah lembayung. Dari hasil yang diperoleh, didapatkan konsentrasi
KMnO4 yang dititrasi adalah sebesar 0,0505 N. Dalam praktikum ini, KMnO4 adalah
sebagai oksidator, dan H2C2O4 adalah sebagai reduktor. Dalam praktikum ini, terutama
dalam titrasi digunakan satuan konsentrasi Normalitas. Konsentrasi ini dipilih karena
dalam perhitungannya turut memperhitungkan bobot setara dan juga tidak mengabaikan
valensi dari suatu zat, tidak seperti satuan konsentrasi yang lain.
Dalam praktikum ini terdapat beberapa faktor kesalahan, misalnya :
Kesalahan dalam membaca skala buret saat titrasi, sehingga hasil yang diperoleh tidak
tepat dan mempengaruhi hasil perhitungan konsentrasi yang dilakukan.
Pada saat melakukan titrasi, larutan KMnO4 dari buret ada yang menetes ke dinding
erlenmeyer dan tidak jatuh tepat dalam larutan. Hal ini menyebabkan larutan yang
keluar dari buret tidak semuanya bereaksi dengan larutan erlenmeyer. Hal ini
mempengaruhi hasil perhitungan konsentrasi, sebab dalam 1 tetes dapat mengubah
warna larutan.
Adanya pengaruh paparan cahaya saat titrasi berlangsung. Larutan KMnO4 tidak stabil
pada cahaya. Larutannya dapat terurai jika terkena cahaya. Namun, saat titrasi
digunakan buret bening sehingga KMnO4 terkena paparan cahaya langsung. Hal ini
dapat menyebabkan penguraian KMnO4 sehingga mempengaruhi hasil titrasi.
Sifat fisik dan kimia KMnO4 :
Bau = tidak berbau
Rasa = manis, astrigen
Berat molekul = 158,039 / mol
Warna = ungu
Spesifik gravinya 2,7 @ 15 C (air = 1)
Kelarutan : mudah larut dalam metanol, aseton, sebagian larut dalam air dingin, air
panas, dan larut dalam H2SO4
Sangat reaktif dengan bahan organik, logam, asam
Merupakan agen pengoksidasi kuat
Sifat fisik dan kimia I2 :
Padatan
Berwarna kecoklatan
Memilki pelarut organik CCl4, CS2
Warna larutan kuning kecoklatan
Reaksi dengan logam menjadi 2M + nX2 2MXn
Reaksi dengan basa kuat menjadi X2 + 2MOH MX + MXO + H2O
Membentuk asam oksid
Bereaksi dengan H2O membentuk HI
Memiliki jari-jari atom ion adalah 2,05
Titik didih 184 C
Titik cair 214 C
Sifat fisik dan kimia H2SO4 :
Berat molekul = 98 gr/mol
Titik didih = 315,338 C
Titik beku = 10 C
Bentuk = cairan kental tak berwarna
Densitas = 1,8 kg/L pada 40 C
Merupakan asam kuat yang bersifat korosi
Memiliki afinitas sangat besar terhadap air
Bersifat sangat reaktif
Diperoleh dari reaksi SO3 + H2O H2SO4
Sifat fisik dan kimia H2C2O4 :
Berat molekul 90,03584 gr/mol
Berat jenis 2,408 gr/cm3
Berbentuk padatan kristal
Tak berwarna
Larut dalam air panas dan dingin
Beracun, merupakan pembersih logam, afinitasnya besar terhadap air
Sifat-sifat Vitamin C :
Memiliki gugus enadiol dan mempunyai 2 rumus bangun, yaitu asam askorbat dan
dehidro asam askorbat
Kristal putih
Tidak berbau
Larut dalam air tapi tidak larut dalam lemak
Adapun aplikasi redoks dalam kehidupan sehari-hari antara lain :
Pada peristiwa metabolisme tubuh dan respirasi pada tumbuhan
Proses perkaratan logam
Penggunaan baterai pada radio, kalkulator, dll.
Proses pemurnian logam
Proses penyepuhan logam / pelapisan logam
Proses penetapan kadar zat melalui reaksi oksidasi reduksi
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Vitamin C saat ditetesi KMnO4dan I2 berwarna kuning, sebab pada Vitamin C
mengandung banyak vitamin C, tanpa tercampur senyawa lain.
Pada percobaan pertama didapatkan perbandingan antara larutan You C 1000 mg dan
buavita setelah ditambahkan KMnO4 adalah pada larutan You C warna larutan lebih
kuning dan lebih bening daripada larutan buavita, sedangkan buavita lebih keruh
daripada You C.
Pada percobaan standarisasi KMnO4 didapatkan setelah larutan H2C2O4 ditambahkan
H2SO4 dan dititrasi dengan KMnO4 warna larutan H2C2O4 berubah warna menjadi
merah lembayung pada volume 19,8 mL.
5.2 Saran
Sebaiknya untuk praktikum selanjutnya dapat menggunakan jus buah lain agar
dapat membandingkan hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J, dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta :
EGC
Brady, James E. 1987. Kimia Universitas Asas dan Struktur Jilid 1 Edisi 5.
Jakarta : Binarupa Aksara
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Jilid 1. Jakarta :
Erlangga
Chon, Ahmad. 1986. Titrimetri II. Bogor : AKA Bogor
Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar Edisi 4 Jilid 3. Jakarta : Erlangga
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga
Svehla, G. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif. Jakarta : PT. Kaman Media
Pustaka
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar I. Bandung : ITB Press
Underwood, A.L, Day. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakrta : PT. Gelora
Aksara Pratama
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai koloid dalam bentuk produk–
produk maupun dalam keadaan terlihat yang biasa dijumpai. Seperti produk sabun, dan
produk aerosol atau yang sering kali kita lihat seperti udara yang berdebu, kabut dan lain
sebagainya.
Pada dasarnya setiap konsep dan penerapan serta perlakuan melalui praktek kimia
membutuhkan larutan dan campuran. Disini akan dibahas mengenai campuran yang secara
khusus yakni campuran koloid. Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang
keadaannya terletak antara larutan dan suspensi ( larutan kasar). Sistem koloid ini
mempunyai sifat–sifat khas yang berbeda dengan sifat larutan dan suspensi. Keadaan
bukan ciri dari zat tertentu karena semua zat, baik padat, cair, maupun gas dan dapat dibuat
dalam keadaan koloid.
Melalui penjelasan diatas, menyampaikan betapa pentingnya mempelajari koloid,
baik dalam sifat-sifat koloid serta mengetahui cara pembuatan-pembuatan koloid.
Misalnya saja dalam industri cat, keramik, plastik, lem, tinta, mentega, keju, pelumas,
sabun, detergen, gel dan sejumlah besar produk lainnya. Maka daripada itu, inilah yang
mendasari mengapa perlu mempelajari sistem koloid, dan memang untuk mempelajari
cukup mudah namun, dibutuhkan ketelitian untuk mencapai hasil yang baik dan
dibutuhkan kinerja yang baik pula.
Oleh karena itu, sangat penting dilakukannya, praktikum mengenai sistem koloid
ini mengingat begitu banyak kegunaannya serta begitu erat dengan hidup dan kehidupan
sehari-hari dan amat berguna terutama dalam pengaplikasiannya. Sebagai contoh bahwa
koloid itu sangat penting dalam kehidupan sehari-hari ialah hampir semua bahan pangan
mengandung partikel dengan ukuran koloid, seperti protein, karbohidrat, dan lemak.
Dalam mempelajari dan melakukan percobaan ini, praktikan dapat memahami arti penting
dari kegunaan koloid yang amat sering dijumpai dalam kehidupan. Percobaan ini
dilakukan agar dapat megetahui reaksi yang terjadi antara minyak goreng dan air, reaksi
sabun ketika ditambahkan dengan campuran minyak dan air, reaksi yang terjadi pada
percobaan koloid pelindung, mengetahui proses yang terjadi, dapat mengetahui fungsi-
fungsi reagen yang digunakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi. Sehingga
dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Percobaan
Mengetahui reaksi yang terjadi antara minyak goreng dan air dalam percobaan emulsi
Mengetahui hasil reaksi yang terjadi ketika sabun dicampurkan pada campuran minyak
goreng dan air
Mengetahui hasil reaksi pada percobaan koloid pelindung
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Koloid
Sistem koloid sebagai satu gejala dan bentuk fisik suatu materi, kadang-kadang
pembentukannya tidak dikehendaki atau harus dihindarkan pada suatu aspek kegiatan atau
pada pekerjaan tertentu. Namun, peda pekerjaan dan aspek kehidupan yang lain,
pembentukan koloid justru diperlukan untuk tujuan-tujuan tertentu. Zat yang terpecah
halus didalam suatu medium atau pelarut disebut zat terdispersi. Sedangkan pelarutnya
disebut dengan zat pendispersi, atau medium pendispersi. Sistem yang terbentuk dari dua
komponen ini disebut sistem dispersi (Mulyono, 2011).
Ada tiga sistem dispersi, yaitu sistem dispersi molekuler (atau disebut sistem
larutan); sistem dispersi halus (atau sistem koloid); dan sistem dispersi kasar (atau
suspensi) (Mulyono, 2011).
Salah satu parameter yang membedakan antara ketiga sistem di atas adalah pada
ukuran dari partikel terdispersinya. Ukuran partikel larutan mempunyai diameter partikel
kurang dari 1 nm; diameter partikel koloid antara 1-200 nm; sedangkan ukuran dari
partikel suspensi mempunyai diameter lebih dari 200 nm (1 nm = 10-9 m). Dapat
dinyatakan bahwa sistem koloid mempunyai sifat antara sistem larutan dan juga sistem
suspensi. Dapat juga dikatakan bahwa sistem koloid memeliki ciri-ciri yang merupakan
perpaduan antara kedua sistem lainnya (Mulyono, 2011).
Koloid ialah campuran dari duatau lebih zat yang salah satu fasanya tersuspensi
sebagai sejumlah besar partikel yang sangat kecil dalam fasa kedua. Zat yang tersipersi
dan medium penyangganya dapat berupa kombinasi gas, cairan, atau padatan. Contoh
koloid antara lain semprotan aerosol (cairan tersuspensi dalam gas), asap (partikel padatan
dalam udara), susu (tetesan kecil minyak dan padatan dalam air), mayonaise (tetesan kecil
air dalam minyak), dan cat (partikel pigmen padat dalam minyak untuk zat berdasar-
minyak, atau pigmen dari minyak yang terdispersi dalam air untuk cat lateks). Partikel
koloid lebih besar daripada 1 molekul tetapi terlalu kecil untuk dilihat oleh mata; dimensi
diameter diantara larutan dan suspensi. Keberadaannya dapat dilihat paling dramatis dari
caranya membaurkan cahaya sinar; contohnya yang kita kenal ialah lewatnya cahaya pada
proyektor bioskop melalui suspensi partikel-partikel debu kecil di udara. Batu mulia opal
menunjukan sifat optis yang muncul dari air koloid yang tersuspensi dalam silikon
dioksida padat (Oxtoby, 1999).
Meskipun beberapa koloid memisah menjadi dua fasa terpisah jika didiamkan
cukup lama, campuran lain bertahan sangat lama; suspensi partikel emas yang disiapkan
oleh Michael Faraday pada tahun 1857 tidak menunjukan pemisahan nyata sampai
sekarang. Pada banyak koloid, partikel mempunyai muatan bersih positif atau negatif pada
permukaannya, diimbangi oleh muatan ion lawannya dalam larutan. Pemisahan koloid
semacam ini dapat dipercepat dengan pelarutan garam dalam larutan itu. Proses ini
dinamakan flokulasi. Garam mengurangi daya tolak elektrostatik di antara partikel yang
tersuspensi, menyebabkan agregasi dan juga pengendapan. Flokulasi terjadi di delta
sungai; sewaktu air sungai yang mengandung partikel lempung tersuspensi bertemu
dengan air garam dan air laut, maka lempung memisah sebagai sedimen terbuka dengan
rapatan rendah (Oxtoby, 1999).
Suatu akibat penting dari begitu penting dari begitu kecilnya ukuran partikel dalam
larutan koloid adalah, bahwa rasio permukaan terhadap volume sangat besar sekali. Maka
fenomena yang tergantung pada ukuran permukaan, seperti adsorpsi akan memegang
peranan yang penting. Efek ukuran partikel atas luas permukaan akan nampak jelas dari
contoh berikut. Luas permukaan total dari 1 mL bahan yang berbentuk kubus dengan sisi
1 cm adalah 6 cm2. Bila ini dibagi-bagi menjadi kubus-kubus dengan ukuran 10-6 cm (10-
8 m) (yang mendekati banyak sekali ukuran koloid), luas total permukaan bahan dengan
volume yang sama, adalah 6 × 106 cm2 (Svehla, 1990).
Meskipun partikel-partikel koloid tak dapat dipisahkan dari partikel-partikel yang
berdimensi molekul dengan memakai kertas saring biasa -kertas saring kuantitatif yang
terbaik menahan partikel-partikel yang berdiameter lebih besar dan kira-kira 1 µm-
pemisahan dapat dihasilkan dengan memakai alat-alat khusus. Prosedur yang dikenal
sebagai dialisis memanfaatkan fakta bahwa zat-zat yang ada dalam larutan sejati, asalkan
molekulnya tidal terlalu besar dapat lolos dan juga menembus selaput (membran) dari
perkamen atau kolodion, sedangkan partikel-partikel koloid tertahan. Pemisahan juga
dapat dihasilkan engan penyaringan ultra. Kertas saring dijenuhi dengan kolodion, atau
dengan gelatin yang seterusnya dikeraskan dengan formaldehida, sehingga pori-pori
menjadi cukup kecil untuk menahan partikel-partikel dengan dimensi koloid. Ukuran
terakhir dari pori-pori tergantung pada kertas yang dipakai dan pada dimensi konsentrasi
larutan yang dipakai untuk menjenuhinya. Larutan dituang di atas saringan dan aliran
cairan dipercepat dengan hisapan atau tekanan. Disini dapat disebutkan bahwa faktor-
faktor lain (misalnya laju difusi dan adsorpsi) disamoing ukuran pori, menentukan apakah
partikel ukuran tertentu akan lolos atau tidak melalui suatu saringan ultra (Svehla, 1990).
Sistem koloid dimana suatu cairan merupakan medium terdispersinya sering
dinamakan sol, untuk membedakannya dari larutan sejati: sifat cairan itu ditunjukkan
dengan menggunakan awalan, misalnya akuasol, alkosol, dan seterusnya. Zat padat yang
dihasilkan pada koagulasi atau flokulasi suatu sol disebut dengan gel, tetapi sekarang
nama ini umumnya terbatas untuk kasus dimana seluruh sistem mengeras menjadi sesuatu
keadaan semi-padat, tanpa adanya sedikitpun cairan supernatan pada mulanya. Beberapa
pengarang memakai kata gel untuk meliputi endapan-endapan yang mirip gelatin, seperti
alumunium hidroksida dan besi (III) hidroksida yang terbentuk dari sol, sementara yang
lainnya menyebutnya koagel. Proses mendispersinya zat padat yang telah berflokuasi atau
gel (atau koagel) dengan membentuk larutan koloid, disebut peptisas (Svehla, 1990).
Ciri-ciri sistem koloid antara lain :
Bidang batas antar zat terdispersi dan medium pendispersi hanya dapat di deteksi
dengan bantuan mikroskop ultra
Bersifat 2 fasa tetapi sukar memisah (cukup stabil)
Dapat disaring dengan kertas saring ultra, namun tidak dengan kertas saring biasa.
Koloid jika dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan fasanya :
No. Fasa Nama Contoh
Terdispersi Pendispersi
1. Gas Cair Busa cair Busa sabun, hair spray
2. Gas Padat Busa padat Karet busa, batu apung
3. Cair Gas Aerosol cair Kabut, awan
4. Cair Cair Emulsi cair Susu, odol
5. Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega, mutiara
6. Padat Gas Aerosol padat Asap
7. Padat Cair Sol cair Gelatin, jelly
8. Padat Padat Sol padat Kaca warna, paduan
logam
Tabel 2.1 Tipe koloid berdasarkan fasanya
(Mulyono, 2011).
Larutan koloid dapat dibagi secara kasar dalam dua golongan utama, yang dinamai
liofob (bahasa Yunani = benci pelarut) dan liofil (bahasa Yunani = suka pelarut). Bila air
merupakan medium pendispersinya, istilah yang dipakai adalah hidrofob dan hidrofil.
Sifat-sifat utama dari setiap golongan diikhtisarkan salam tabel 2.2, tetapi perlu
ditekankan bahwa pembedaan-pembedaan ini tidaklah mutlak, karena sebagian koloid,
terutama sol-sol hidroksida-hidroksida logam, menunjukkan sifat-sifat pertengahan
(Svehla, 1990).
No. Sol Hidrofob Sol Hidrofil
1. Viskositas sol hampir sama dengan
viskositas medium. Misalnya: sol
dari logam, perak halida, hidroksida
logam, barium sulfat.
Viskositasnya jauh lebih tinggi daripada
viskositas medium; sol mengeras menjadi
massa yang menyerupai selai; sering
dinamakan gel (atau koagel). Contoh: sol
dari asam silikat, timah (IV), gelatin,
kanji, dan protein.
2. Elektrolit dalam jumlah yang relatif
sedikit sekali, menimbulkan
flokulasi. Perubahan-perubahan
umumnya adalah tak reversibel, air
tak mempunyai efek atas flokulan.
Elektrolit dalam jumlah kecil mempunyai
efek sedikit sekali: dalam jumlah banyak
menyebabkan pengendapan,
penggaraman. Perubahan umumnya
reversibel dengan penambahan air
3. Biasanya, partikel-partikel
mempunyai muatan listrik dengan
tanda muatan tertentu, yang hanya
bisa diubah dengan metode-metode
khusus. Partikel-partikel bermigrasi
ke satu arah dalam medan listrik
(kataforesis atau elektroforesis).
Partikel-partikel dengan mudah dapat
berubah muatannya, misalnya mereka
bermuatan positif dalam medium asam
dan bermuatan negatif dalam medium
basa. Partikel-partikel bisa bermigrasi ke
salah satu arah atau tidak sama sekali
dalam medan listrik.
4. Ultra-mikroskop memperlihatkan
partikel-partikel terang dalam
gerakan-gerakan yang kuat (gerakan
Brown).
Hanya cahaya difus yang terlihat dalam
ultra-mikroskop.
5. Tegangan permukaanya hampir sama
dengan tegangan permukaan air.
Tegangan permukaannya sering lebih
rendah daripada tegangan permukaan air;
busa-busa sering mudah terjadi.
Tabel 2.2 Beberapa perbedaan hidrofob dan hidrofil
(Svehla, 1990).
2.2 Sifat-Sifat Koloid
2.2.1 Efek Tyndall
Jika suatu cahaya yang kuat dilewatkan pada larutan dan larutan ini diamati dengan
mikroskop yang tegak lurus terhadap cahaya masuk, akan terlihat pembauran cahaya(titik-
titik terang dengan latar belakang gelap). Pembauran cahaya ini ternyata disebabkan oleh
terpantulnya cahaya oleh partikel-partikel yang tersuspensi dalam larutan. Pembauran
cahaya ini disebut efek tyndall, sedang alat yang cocok untuk melihat berkas cahaya
tyndall adalah mikroskop ultramikroskop (Svehla, 1990).
Bila cahaya biasa dijatuhkan pada suatu larutan koloid, tergantung dari konsentrasi
zat terdispersi maka larutan dapat terlihat keruh seperti suspensi atau jernih seperti larutan
biasa. Tetapi bila suatu cahaya yang kuat dan sempit dijatuhkan pada suatu larutan koloid,
bila dilihat tegak lurus dari arah sinar maka jalan yang dilalui akan terlihat kabur,
meskipun larutan koloid kelihatannya jernih. Hal ini disebut efek tyndall dan jalan kabur
dari sinar tersebut disebut kerucut tyndall. Efek timbul karena tersebarnya cahaya oleh
partikel-partikel kecil dari koloid (Sukmatiah, 1999).
2.2.2 Gerak Brown
Selain menunjukkkan efek tyndall, partikel koloid bila diamati dibawah mikroskop
ultra tampak sebagai bintik-bintik cahaya yang selalu bergerak secara acak dengan jalan
berliku-liku. Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersiini disebut
gerakan Brown, sesuai nama penemunya Robert Brown (1773-1858), seorang ahli botani
Inggris (Yazid, 2005).
Fenomena gerakan Brown ini dijelaskan oleh Albert Einstein pada tahun 1905.
Menurut Einstein, suatu partikel mikroskopik yang melayang-layang dalam medium
pendispersi akan menunjukkan suatu gerak acak (Zig-Zag). Terjadinya gerakan ini
disebabkan oleh banyaknya tabrakan molekul-molekul medium pendispersi pada sisi-sisi
partikel terdispersi tidak sama (tidak setimbang). Fakta adanya gerakan Brown
menegaskan terhadap kebenaran teori kinetika materi bahwa gas atau cairan terdiri dari
molekul-molekul yang terus bergerak (Yazid, 2005).
2.2.3 Adsorpsi
Partikel koloid mempunyai permukaan luas, sehingga mempunyai daya adsorpsi
yang besar. Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu zat, ion, atau molekul yang
melekat pada permukaan. Sedangkan bila penyerapan sampai ke bawah permukaan
disebut dengan absorbsi (Yazid, 2005).
Selama pengkoagulasian koloid dengan suatu elektrolit, ion yang bermuatan
berlawanan dengan muatan kabel diadsorpsi dengan tingkat yang berbeda-beda di atas
permukaan; makin tinggi valensi ion, makin kuat ia teradsorpsi. Dalam semua hal,
endapan akan tercemar oleh adsorpsi permukaan. Sifat-sifat adsorpsi koloid mempunyai
beberapa penerapan dalam analisis, misalnya dalam menghilangkan fosfat-fosfat dengan
timah (IV) hidroksida oksida dengan hadirnya asam nitrat (Svehla, 1990).
2.2.4 Koagulasi
Dispersi koloid dapat mengalami peristiwa penggumpalan atau koagulasi.
Terjadinya peristiwa koagulasi pada koloid dapat diakibatkan oleh peristiwa mekanik atau
juga peristiwa kimia. Peristiwa mekanik misalnya pemanasan atau pendinginan. Darah
merupakan sol butir-butir darah merah yang terdispersi dalam plasma darah. Bila darah
dipanaskan akan menggumpal. Sebaliknya, agar-agar akan menggumpal bila didinginkan.
Peristiwa kimia yang dapat menyebabkan koagulasi, misalnya :
1. Pencampuran Koloid dengan Beberapa Muatan
Bila sistem koloid yang berbeda muatan dicampurkan, akan menyebabkan terjadinya
koagulasi dan akhirnya mengendap. Misalnya, sol Fe(OH)3 yang bermuatan positif
akan mengalami koagulasi bila dicampur sol As2S3. Dengan adanya peristiwa tersebut,
maka bila tinta dengan merk berbeda, yang satu merupakan koloid negatif dan yang
lain merupakan koloid positif, jangan sampai dicampurkan karena akan dapat
terkoagulasi (Yazid, 2005).
2. Adanya Elektrolit
Bila koloid yang bermuatan positif dicampurkan dengan suatu larutan elektrolit, maka
ion-ion negatif dari larutan elektrolit tersebut akan segera ditarik oleh partikel-partikel
koloid tersebut, dan akibatnya ukuran koloid menjadi sangat besar dan akan mengalami
koagulasi (Yazid, 2005).
Selain itu, ada beberapa sifat lain koloid, antara lain :
Dialisis
Koloid pelindung
Elektroforesis (Yazid, 2005).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Gelas ukur
Tabung reaksi
Erlenmeyer
Pipet tetes
Batang pengaduk
Corong pisah
Corong kaca
Lumpang dan alu
Beaker glass
Hot plate
Rak tabung
Botol reagen
Botol semprot
3.1.2 Bahan
Norit
Gelatin
Sirup
Kertas saring
Aquades
Sunlight
Minyak goreng
Tissue
Kertas label
Amilum
Larutan FeCl3
Larutan Fe(OH)3
Larutan CaCl2
Larutan NaCl2
Larutan I2
Larutan BaCl2
Larutan AgNO3
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Pembuatan Koloid Fe(OH)3
Diukur 25 mL aquades
Dimasukkan hingga mendidih
Ditambahkan setetes demi setetes FeCl3 sambil diaduk hingga warna menjadi
merah coklat
Disimpan untuk percobaan selanjutnya
3.2.2 Koagulasi
Dimasukkan masing-masing 15 tetes CaCl2 0,1 M dan NaCl 0,1 M dalam
masing-masing tabung reaksi
Ditambahkan masing-masing 10 tetes Fe(OH)3
Diamati
3.2.3 Dispersi
Dimasukkan 1 sendok amilum yang telah digerus kedalam gelas kimia
Ditambahkan 10 mL aquades dan disaring
Ditambahkan 2 tetes I2 pada nitrat
3.2.4 Emulsi
Dimasukkan 10 mL minyak goreng ke dalam corong pisah
Ditambahkan 40 mL aquades
Dikocok
Diamati
Ditambahkan 2 mL sabun cair
Dikocok
Diamati
3.2.5 Adsorpsi
Diambil 1 sendok norit dan diletakkan di atas corong kaca yang telah diberikan
kertas saring
Dilewatkan 10 mL sirup kedalam corong kaca tersebut
Diamati
3.2.6 Koloid Pelindung
Dimasukkan 10 tetes BaCl2 0,1 M kedalam tabung reaksi
Ditambahkan 10 tetes gelatin yang telah diencerkan
Diamati
Ditambahkan 10 tetes AgNO3
Diamati
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Pembuatan Koloid Fe(OH)3
- Diukur 25 mL aquadest
- Dimasukkan dalam gelas
beaker
- Disimpan hingga mendidih
- Ditambahkan setetes demi
setetes FeCl3 sambil diaduk
hingga warna menjadi
merah coklat
- Disimpan untuk percobaan
selanjutnya
- Aquadest tampak bening
- Suhu aquadest masih normal
- Aquadest menguap
- Warna larutan berubah menjadi merah
kecoklatan
- Warna larutan tetap berwarna merah
kecoklatan
2. Koagulasi
- Dimasukkan masing-
masing 15 tetes CaCl2 0,1 M
dan NaCl 0,1 M dalam
masing-masing tabung
reaksi
- Ditambahkan masing-
masing 10 tetes Fe(OH)3 ke
dalam tabung reaksi
- Diamati
- CaCl2 dan NaCl berwarna bening
- Warna NaCl dan CaCl2 berwarna kuning
keemasan. Awalnya saat dicampurkan
terasa panas, namun setelah didiamkan
larutan menjadi hangat
3. Dispersi
- Dimasukkan 1 sendok
amilum tanpa digerus ke
dalam gelas kimia
- Amilum tampak berwarna putih dan
berbentuk serbuk
- Ditambahkan 10 mL lalu
disaring
- Ditambahkan 2 tetes I2 pada
kedua filtrat
- Diamati
- Larutan amilum berwarna putih susu dan
filtrat bening
- Larutan menjadi sedikit lebih keruh dan
kental
4. Emulsi
- Dimasukkan 10 mL minyak
goreng ke dalam corong
pisah
- Ditambahkan 40 mL
aquadest
- Dikocok
- Diamati
- Ditambahkan 2 mL sabun
cair
- Dikocok
- Diamati
- Minyak berwarna kuning keemasan
- Air dan minyak tidak menyatu. Air berada
dibawah dan minyak berada diatas
- Air dan minyak tetap tidak menyatu
- Campuran menyatu dan warnanya menjadi
hijau muda
5. Adsorpsi
- Diambil 1 sendok norit dan
diletakkan diatas corong
kaca yang telah diberikan
kertas saring
- Dilewatkan 10 mL sirup
kedalam corong kaca
tersebut
- Diamati
- Norit berbentuk serbuk berwarna hitam
- Sirup berwarna oren, setelah disaring filtrat
berwarna kuning muda dan lebih encer.
Juga terlihat sedikit serbuk hitam
6. Koloid Pelindung
- Dimasukkan 10 tetes BaCl2
0,1 M ke dalam tabung
reaksi
- Larutan BaCl2 tampak berwarna bening
- Ditambahkan 10 tetes
gelatin yang telah
diencerkan
- Diamati
- Ditambahkan 10 tetes
AgNO3
- Diamati
- Warna menjadi lebih keruh dan larutan
lebih kental
- Warnanya menjadi putih keruh, dan tidak
mengendap karena ditambahkan gelatin
yang berfungsi sebagai koloid pelindung
4.2 Reaksi
4.2.1 Pembuatan Koloid Fe(OH)3
FeCl3 + 3H2O Fe(OH)3 + 3HCl
4.2.2 Koagulasi
2Fe(OH)3 + 3CaCl2 2FeCl3 + 3Ca(OH)2
Fe(OH)3 + 3NaCl FeCl3 + 3NaOH
4.2.3 Dispersi
O
OH
OH
OH
H
O
H HO
O
H
H
OH
OH
H
H
+
O
OH
OH
OH
H
O
H HO
O
H
H
OH
OH
H
H
n I2
CH2OH
H
CH2OH
H
CH2I
H
CH2I
H
n
n
+ nHIO
4.2.4 Koloid Pelindung
2AgNO3 + BaCl2 2AgCl +Ba(NO3)2
4.2.5 Struktur Sabun
CH3 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2
CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 COONa
Polar Non Polar
4.2.6 Struktur Minyak Goreng
4.3 Pembahasan
Koloid merupakan campuran dari dispersi kasar dengan dispersi halus dengan ukuran
partikel-partikelnya berkisar antara 10-7 dan 10-5 cm. Dalam sistem koloid, terdapat dua
fase, yaitu fase terdispersi dan fase pendispersi. Walaupun nampak sebagai dispersi
homogeny, namun koloid merupakan disperse heterogen. Dan dispersi bukan terdiri dari
ion atau molekul yang larut. Campuran ini dinamakan campuran koloid. Sistem koloid
terdiri dari fase terdispersi dengan ukuran tertentu dalam medium pendispersi. Dispersi
adalah pencampuran secara merata anatara dua zat atau lebih. Koloid merupakan sistem
dispersi. Koloid dapat disaring dengan penyaring ultra dan pada umumnya stabil. Suspensi
atau dispersi kasar, merupakan sistem dispersi dengan ukuran relatif besar (10-5cm) yang
tersebar merata dalam medium pendispersinya. Suspensi yaitu campuran heterogen antara
fasa terdispersi dengan medium pendispersinya. Fasa terdispersi biasanya berupa zat padat
yang ukurannya lebih besar sehingga akan membentuk endapan jika disatukan didiamkan
dalam beberapa saat. Suspensi dapat disaring dengan penyaring biasa dan larutannya tidak
stabil. Larutan merupakan sistem dispersi halus yang ukuran partikel-partikelnya sangat
kecil (10-7cm), sehingga tidak dapat diamati (dibedakan) antara partikel pendispersi dan
partikel terdispersi meskipun dengan menggunakan mikroskop ultra. Larutan adalah
campuran anatar fase terdispersi berupa zat padat, gas maupun cair dengan fase
pendispersinya yaitu zat cair. Larutan merupakan campuran yang homogen. Larutan
bersifat stabil atau tidak dapat memisah.
Zat yang didispersikan ke dalam zat lain disebut fase terdispersi. Sedangkan fase yang
digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi. Fase terdispersi umumnya
memiliki jumlah yang lebih kecil atau mirip pelarut pada suatu larutan. Larutan sejati tidak
termasuk sistem dispersi karena terdiri dari satu fasa.
Perbedaan antara larutan, koloid dan suspensi yaitu:
No Jenis Perbedaan Larutan Koloid Suspensi
1. Diameter partikel < 1nm 1nm – 100nm >100nm
2. Fasa Satu fasa Dua fasa Dua fasa
3. Penyaringan:
- Biasa
- Membran
- Ultra
Lewat
Lewat
Lewat
Lewat
Tertahan
Tertahan
Tertahan
Tertahan
Tertahan
4. Bentuk campuran Homogen Tampak
homogen
Heterogen
5. Bentuk dispersi Dispersi
molekuler
Dispersi
padatan
Dispersi
padatan
6. Kestabilan Stabil/tidak
memisah
Pada
umumnya
stabil
Tidak stabil
7. Kejernihan Jernih Tidak jernih Tidak jernih
8. Contoh Larutan gula,
alkohol,
garam, udara
bersih
Sabun, santan,
susu, mentega
dan jeli
Air dengan
pasir, air
dengan kopi
Baik fasa terdispersi maupun fasa pendispersi dapat berupa gas, cair atau padat.
Dengan demikian terdapat 8 macam sistem koloid dari 9 macam kombinasi-kombinasi
keadaaan yang mungkin. Sistem gas-gas bukan termasuk sistem koloid karena kedunya
dapat bercampur homogen (satu fasa). Macam-macam koloid dapat dilihat sebagai berikut
:
Fasa Terdispersi Fasa Pendispersi Nama Koloid Contoh
Gas Cair Busa/buih Busa sabun, putih
telur, ombak, krim
kocok
Gas Padat Busa padat Batu apung, karet
busa, lava
Cair Gas Aerosol cair Kabut, awan,
spray/obat semprot
Cair Cair Emulsi Susu, santan,
minyak ikan
Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega,
agar-agar, lateks
Padat Gas Aerosol padat Debu, asap
Padat Cair Sol Sol emas, sol
belerang, tinta, cat
Padat Padat Sol padat Kaca berwarna,
paduan logam
Koloid mempunyai beberapa sifat yang berbeda dengan larutan. Sifat khusus koloid
timbul akibat ukuran partikelnyalebih besar daripada larutan. Sifat-sifat tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Efek Tyndall
Jika seberkas cahaya dilewatkan pada suatu sistem koloid, maka cahaya tersebut akan
dihamburkan sehingga berkas cahaya tersebut akan kelihatan. Sedangkan jika cahaya
dilewatkan pada larutan sejati maka cahaya tersebut akan diteruskannya. Sifat koloid
yang seperti inilah yang dikenal dengan efek tyndall dan sifat ini dapat digunakan untuk
membedakan koloid dengan larutan sejati. Gejala ini pertama kali ditemukan oelh
Michael Faraday, kemudian diselidiki lebih lanjut oelh John Tyndall (1820-1893),
seorang ahli Fisika bangsa Inggris. Efek tyndall juga dapat menjelaskan mengapa langit
pada siang hari berwarna biru sedangkan pada saat matahari terbenam, langit diufuk
barat berwarna jingga atau mera. Hal itu disebabkan oleh penghamburan cahaya
matahari oleh partikel koloid diangkasa dan tidak semua frekuensi dari sinar matahari
dihamburkan dengan intensitas sama. Jika intensitas cahaya yang dihamburkan
berbanding lurus dengan frekuensi, maka pada waktu siang hari ketika matahari
melintas diatas kita frekuensi paling tinggi (warna biru) yang banyak dihamburkan,
sehingga kita melihat langit berwarna biru. Sedangkan ketika matahari terbenam,
hamburan frekuensi rendah (warna merah) lebih banyak dihamburkan, sehingga kita
melihat langit berwarna jingga atau merah. Gejala efek tyndall yang dapat diamati
dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:
- Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut
- Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap dan berdebu
- Berkas sinar matahari melalui celah pohon-pohon pada pagi yang berkabut
b. Gerak Brown
Gerak brown merupakan gerak patah-patah (zig-zag) partikel koloid yang terus
menerus dan hanya dapat diamati dengan mikroskop ultra. Gerak brown terjadi sebagai
akibat tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel
koloid. Dalam suspensi tidak terjadi gerak brown karena ukuran partikel cukup besar.
Sehingga tumbukan yang dialaminya setimbang. Partikel zat terlarut juga mengalami
gerak brown, tetapi tidak dapat diamati. Semakin tinggi suhu, maka gerak brown yang
terjadi juga semakin cepat, karena energi molekul medium meningkat sehingga
menghasilkan tumbukan yang lebih kuat. Gerak brown merupakan faktor penyebab
stabilnya partikel koloid dalam medium dispersinya. Gerak brown yang terus menerus
dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga partikel koloid tidak mengalami
sedimentasi (pengendapan).
c. Elektrolisis
Partikel koloid dapat bergerak dalam madan listrik karena partikel koloid bermuatan
listrik. Pergerakkan partikel koloid dalam medan listrik ini disebut elektrolisis. Jika dua
batang elektrode dimasukkan ke dalam sistem koloid dan kemudian dihubungkan
dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak kesalah satu elektrode
tergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke anode
(elektrode positif) sedang koloid bermuatan positif akan bergerak ke katode (elektrode
negatif). Elektroforesis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid. Jika
partikel koloid berkumpul di elektrode negatif berarti koloid bermuatan positif. Jika
partikel koloid berkumpul di elektrode positif berarti koloid bermuatan negatif.
Peristiwa elektroforesis ini sering dimanfaatkan kepolisian dalam identifikasi atau tes
DNA pada jenazah korban pembunuhan atau jenazah tidak dikenal.
d. Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa dimana suatu zat menempel pada permukaan zat lain. Seperti
H+ dan OH- dari medium pendispersi. Untuk berlangsungnya adsorpsi, minimum harus
ada dua macam zat, yaitu zat yang tertarik disebut adsorbat, dan zat yang menarik
disebut adsorben. Apabila terjadi penyerapan ion pada permukaan partikel koloid maka
partikel-partikel koloid dapat bermuatan listrik yang muatannya ditentukan oleh
muatan ion-ion yang mengelilinginya. Partikel koloid mempunyai kemampuan
menyerap ion atau muatan listrik pada permukannya. Oleh karena itu, partikel koloid
bermuatan listrik. Penyerapan pada permukaan ini disebut dengan adsorpsi.
Pemanfaatan sifat adsorpsi koloid dalam kehidupan antara lain dalam proses pemutihan
gula tebu, dalam pembuatan norit dan dalam proses penjernihan air dengan
penambahan tawas.
e. Koagulasi
Koagulasi adalah peristiwa pengendapan atau penggumpalan koloid. Koloid
distabilkan oleh muatannya. Jika muatan koloid dilucuti atau dihilangkan, maka
kestabilannya akan berkurang sehingga dapat menyebabkan koagulasi atau
penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektrolisis atau jika
elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup
lama ke dalam sel elektrolisis, maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai
elektrode. Koagulasi koloid karena penambahan elektrolit terjadi karena koloid
bermuatan positif menarik ion negatif dan koloid bermuatan negatif menarik ion
positif. Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Jika selubung terlalu
dekat, maka selubung itu akan menetralkan koloid sehingga terjadi koagulasi. Sistem
koloid dapat dibuat dengan menggabungkan ukuran partikel-partikel larutan sejati
menjadi berukuran partikel koloid atau dinamakan kondensasi. Selain itu juga dapat
dibuat dengan cara menghaluskan ukuran partikel suspensi kasar menjadi berukuran
partikel koloid, cara ini dinamakan dispersi.
1. Cara Kondendasi
Dengan cara kondensasi, partikel-partikel fase terdispersi dalam larutan sejati yang
berupa molekul atom atau ion diubah menjadi partikel-partikel berukuran koloid.
Pembuatan koloid dengan cara kondensasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
cara kimia dan cara fisika. Cara ini juga dapat dilakukan melalui reaksi-reaksi
kimia, seperti reaksi redoks, hidrolisis dan dekomposisi rangkap atau dengan
pergantian pelarut.
2. Cara Dispersi
Dengan cara dispersi, partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara dispersi
dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi atau dengan loncatan bunga listrik (cara
busur bredig)
a. Cara Mekanik
Menurut cara ini butir-butir kasar digerus dengan lumpang atau penggiling
koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan
medium dispersi.
b. Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu
endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pememptisasi
memecahkan butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid.
c. Cara Busur Bredig
Cara busur bredig digunakan untuk membuat sel-sel logam
Adapun prinsip-prinsipnya antara lain:
a. Efek Tyndall menggunakan prinsip penghamburan cahaya atau partikel koloid.
b. Gerak brown menggunkan prinsip tumbukan yang tidak seimbang antara molekul-
molekul medium terhadap partikel koloid.
c. Elektroforesis menggunakan prinsip bahwa setiap partikel koloid harus memiliki
muatan.
d. Adsorpsi menggunkan prinsip besar kecilnya ukuran partikel.
e. Koagulasi menggunkan prinsip gaya gravitasi, dimana partikel yang lebih berat berada
pada lapisan paling bawah.
f. Koloid pelindung menggunakan prinsip bentuk lapisan di sekeliling partikel koloid lain
sehingga melindungi muatan koloid tersebut.
g. Dialisis menggunakan prinsip mengurangi ion-ion penganggu.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu:
- Beaker glass untuk menghomogenkan larutan dan memanaskan larutan
- Pipet tetes untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit
- Hot plate digunakan untuk memanaskan larutan
- Corong kaca digunakan bersamaan dengan kertas saring untuk proses penyaringan
- Botol semprot yang berisi aquades digunakan untuk mensterilkan atau mencuci terlebih
dahulu alat saat akan digunakan dan dapat sebagai pelarut pada larutan
- Botol reagen digunakan untuk menyimpan beberapa larutan yang akan digunakan
- Tabung reaksi digunakan untuk mereaksikan larutan yang sedang diamati
- Batang pengaduk digunakan untuk mengaduk larutan yang ditempatkan pada hot plate
- Corong pisah digunakan untuk mencampurkan larutan dalam jumlah banyak
- Lumpang dan alu digunakan untuk menghaluskan bahan berbentuk padatan
- Spatula digunakan untuk mengambil bahan berbentuk serbuk dalam jumlah sedikit
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu:
- Sirup digunakan pada proses adsorpsi, digunakan bersamaan dengan norit pada proses
adsorpsi
- Aquades digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan larutan
- Norit digunakan pada percobaan adsorpsi untuk menyerap zat warna sirup
- Gelatin digunakan setelah diencerkan untuk sebagai koloid pelimdung
- Minyak goreng digunakan pada percobaan emulsi, dicampur dengan sabun cair
- Sabun cair digunakan bersamaan dengan minyak goreng. Sabun berfungsi sebagai
emulgator
- Tisu digunakan untuk mengeringkan alat percobaan yang telah dicuci
- Kertas saring digunakan untuk menyaring serbuk pada percobaan
- Kertas label digunakan untuk menandai nama larutannya
- Larutan NaCl dan CaCl2 digunakan untuk melihat endapan mana yang terbentuk.
Karena anatara CaCl2 dan NaCl, yang paling banyak terbentuk endapan yaitu CaCl2,
sebab jika dilihat dari sistem periodik unsur, semakin ke kiri maka semakin reaktifdan
semakin ke kanan, semakin banyak terbentuk endapan.
- Larutan I2 digunakan mendeteksi adanya amilum pada larutan
- Larutan BaCl2 dan AgNO3 digunakan pada percobaan koloid pelindung, dicampurkan
dengan campuran gelatin yang telah diencerkan
Adapun faktor kesalahan dalam praktikum ini, yaitu:
- Penggerusan norit yang terlalu halus, sehingga saat disaring dengan sirup, norit ikut
tercampur pada filtratnya dan terlihat warna kehitaman
- Larutan amilum yang dicampur I2 seharusnya berwarna biru, buka berwarna putih. Hal
ini disebabkan oleh bubuk amilum yang telah tercampur bahan lain
Pada percobaan pertama adalah cara pembuatan koloid Fe(OH)3. Percobaan ini
dilakukan dengan cara mengukur 25 mL aquades yang berwarna bening kedalam
beaker glass yang telah dibersihkan kemudian dipanaskan hingga mendidih, hal ini
dilakukan agar proses yang terjadi nantinya akan cepat atau tidak memerlukan waktu
yang lama karena salah satu faktor laju reaksi adalah suhu larutan. Setelah mendidih
ditambahkan setetes demi setetes FeCl3 sambil diaduk hingga warnanya menjadi
merah coklat, kemudian larutan yang telah berubah menjadi merah coklat disimpan
untuk percobaan selanjutnya. Fungsi pemanasan yaitu untuk mempercepat terjadinya
reaksi.
Pada percobaan kedua yaitu mengetahui cara pembuatan koagulasi. Mula-mula
dimasukkan 15 tetes CaCl2 dan NaCl kedalam masing-masing tabung reaksi kemudian
tambahkan Fe(OH)3 yang didapat dari percobaan pertama berwarna merah coklat,
setelah ditambahkan Fe(OH)3 warna CaCl2 dan NaCl berubah menjadi kuning
keemasan. Pada percobaan ini seharusnya CaCl2 lebih menggumpal dibanding NaCl,
karena jika dilihat dari Sistem Periodik Unsur, jika semakin kekanan, maka semakin
banyak terbentuk endapan dan bersifat kurang reaktif.
Pada percobaan ketiga adalah dispersi dengan menggunakan amilum yang
dimasukkan ke dalam gelas kimia sebanyak 1 sendok tanpa digerus, lalu disaring
kemudian ditambahkan 2 tetes I2 kedalam gelas kimia, larutan tersebut berubah warna
dari yang bening karena bubuk amilum yang telah disaring. Kemudian untuk menguji
adanya kandungan amilum didalam aquades yang telah disaring dengan menggunakan
I2. Seharusnya jika terdapat kandungan amilum didalamnya warnaya akan berubah
menjadi biru. Ini menunjukkan bahawa didalamnya hanya terdapat amilum dalam
jumlah kecil, sehingga perubahan warnaya hanya menjadi putih susu keruh.
Pada percobaan keempat yaitu emulsi ysng muls-mula dilakukakan adalah
memasukkan 10mL minyak goreng berwarna kuning keemsan kedalam corong pisah,
kemudian ditambahkan 40mL aquades berkarakteristik bening, lalu dikocok dan
terlihat dua fase karena minyak goreng bersifat non polar dan aquadest bersifat polar,
sehingga tidak dapat menyat. Disini minyak goreng sebagai terdispersi dan aquadest
sebagai pendispersi. Kemudian setelah diamati ditambahkan 2 mL sabun cair
berwarna hijau lalu dikocok dan terlihat satu fase antara sabun ,aquadest dan minyak
goreng. Karena sabun sebagai emulgator, dimana sabun memiliki kemampuan
mengikat senyawa polar dan non polar.
Pada percobaan kelima yaitu adsorpsi dilakukan dengan mengambil satu sendok
norit yang telah digerus lalu diletakkan diatas corong kaca yang telah diberi kertas
saring. Norit berwarna serbuk hitam. Lalu diletakkan 10 mL sirup kedalam corong
kaca yang telah berisi norit. Sirup yang berwarna oren pekat setelah melewati kertas
saring, warna sirup berubah menjadi oren tetpi warnanya tidak pekat lagi. Hal ini
dikarenakan zat warna dari sirup telah diserap oleh norit.
Pada percobaan keenam yaitu koloid pelindung dilakukan dengan cara
memasukkan 10 tetes BaCl2 0,1 M ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 tetes
gelatin yang telah diencerkan, lalu ditambahkan 10 tetes AgNO3. Disini gelatin
berfungsi sebagai koloid pelindung untuk melindungi BaCl2 agar tidak bereaksi cepat
dengan AgNO3. Gelatin juga menghambat terjadinya endapan karena pada BaCl2 dan
AgNO3 terjadi reaksi penggaraman. Jadi akhirnya campuran ini berwarna putih susu
dan tidak terjadi reaksidan tidak terdapat endapan.
Fungsi perlakuan dalam percobaan ini yaitu:
- Digerus untuk memperluas permukaan norit pada percobaan adsorpsi
- Dihomogenkan untuk mencampurkan dua zat
- Dipanaskan untuk mempercepat reaksi
- Disaring untuk memisah antara residu dan filter
- Diaduk untuk menghomogenkan campuran
- Diukur untuk mendapatkan larutan pda batas tera yang diinginkan
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Minyak goreng dan air tidak menyatu karena perbedaan sifat kepolaran, yaitu minyak
goreng non polar sedangkan air polar.
Minyak goreng dan air dapat menyatu karena ditambahkan sabun yang bersifat
emulgator.
Endapan yang terjadi terhambat karena adanya gelatin yang menjadi koloid pelindung.
5.2 Saran
Sebaiknya pada percobaan selanjutnya digunakan larutan CCl4 untuk
menggantikan minyak goreng pada percobaan emulsi, karena sifat kepolaran CCl4 dan
minyak goreng sama yaitu non polar.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono. 2011. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta : Bumi Aksara
Oxtoby, D. dkk. 1999. Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta : Gelora
Aksara Pratama
Sukmatimah dan Kimianti. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Jakarta : Binarupa
Aksara
Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro.
Jakarta : Kalman Media Pustaka
Yazid, E. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta : Penerbit ANDI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aldehid dan keton adalah keluarga besar dari senyawa organik yang termasuk dalam
kehidupan sehari-hari kita. Senyawa-senyawa ini menimbulkan bau wangi pada banyak
buah-buahan dan parfum mahal. Contohnya, sinamaldehida (suatu aldehida)
menyebabkan bau kayu manis (sinamon) dan siveton (suatu keton) yang digunakan untuk
bau musky (menyengat, sumber asli dari semacam rusa) pada banyak parfum.
Formaldehida merupakan komponen material dalam berbagai material dalam bangunan
rumah. Keton testoteron dan estron banyak dikenal sebagai hormon yang menimbulkan
ciri seksual. Selain itu, kimia aldehida dan keton berperan dalam cara kita mencerna
makanan dan cara kita melihat.
Aldehid dan keton memiliki gugus karbonil, C═O yang merupakan gugus fungsi
paling penting dalam kimia organik. Seperti yang telah dibahas di atas, senyawa ini
penting dalam banyak proses biologi dan sering merupakan mata niaga yang penting.
Aseton adalah keton yang paling penting. Ia merupakan cairan volatil (titik didih
50oC) dan mudah terbakar. Aseton adalah pelarut yang baik untuk macam-macam
senyawa organik, banyak digunakan sebagai pelarut plastik. Tidak seperti kebanyakan
pelarut organik lain, aseton bercampur dengan air dalam segala perbandingan. Sifat ini
digabungkan dengan volatilitasnya, membuat aseton sering digunakan sebagai pengering
alat-alat laboratorium. Alat-alat gelas laboratorium yang masih basah dibilas dengan
aseton, dan lapisan aseton yang menempel kemudian menguap dengan mudah. Salah satu
metode pembuatannya adalah dehidrogenisasi.
Karena aldehid dan keton tidak mengandung hidrogen yang terikat pada oksigen,
maka tidak dapat terjadi ikatan hidrogen seperti pada alkohol. Namun, senyawa ini dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan atom hidrogen dari air dan alkohol, karena adanya ini
kelarutan aldehid dan keton dalam air sejajar dengan alkohol.
Oleh karena itu, praktikum ini dilakuakan. Yang melatar belakangi percobaan ini
untuk mengetahui bagaimana cara dan perbedaan dari aldehid dan keton. Serta untuk
mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi pada sampel jika ditambahkan dengan pereaksi
fehling dan tollens dan agar mengetahui aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip
yang digunakan pada percobaan ini adalah membedakan senyawa aldehid dan keton
dengan mengujinya menggunakan pereaksi fehling dan tollens, aldehid bereaksi positif
dengan kedua reaksi itu, dengan fehling menghasilkan endapan merah bata, sedangkan
tollens menghasilkan cermin perak.
1.2 Tujuan Percobaan
Mengetahui sampel yang mengandung aldehid dan keton pada uji fehling AB
Mengetahui reaksi yang terjadi pada aseton, formaldehid, ekstrak papaya, ekstrak
alpukat, ekstrak buah naga, ekstrak tebu dan madu pada uji fehling AB
Mengetahui sampel yang mengandung keton dan aldehid pada uji tollens
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Aldehid dan keton barulah dua dari sekitar sekian banyak kelompok senyawa
organik yang mengandung gugus karbonil. Suatu keton mempunyai dua gugus alkil (aril)
yang terikat pada karbonil, sedangkan aldehid mempunyai sekurangnya satu atau hidrogen
yang terikat pada karbon karbonilnya. Gugus lain dalam suatu aldehid adalah (R dalam
rumus) dapat berupa alkil, aril atau H. Aldehid dan keton lazim terdapat dalam sistem
makhluk hidup. Gula ribosa dan hormon betina progesteron merupakan dua contoh
aldehid dan keton yang penting secara biologis. Banyak aldehid dan keton mempunyai
bau khas yang membedakannya umumnya aldehid berbau merangsang dan keton berbau
harum (Fessenden, 1982).
Aldehid merupakan senyawa organik yang mengandung gugus –Co namanya
diturunkan dari asam yang terbentuk bila senyawa dioksidasi lebih lanjut. Aldehid
diperoleh pada pengoksidasi sebagian alkohol primer. Misalnya etil alkohol bila dioksidan
menjadi asetaldehid yang bila dioksidan menjadi asam asetat. Sedangkan keton senyawa
dengan gugus karboksil terikat pada dua radikal hidrokarbon; keton yang paling
sederhana adalah aseton. Aseton (dimetil keton) CH3COOH3 merupakan zat cair tanpa
warna yang mudah terbakar mempunyai bau dan rasa yang khas, digunakan sebagai
pelarut dalam industri dan dalam laboratorium (Stanley, 1998).
Aldehida dan keton dicirikan oleh adanya gugus karbonil, yang barangkali
merupakan gugus fungsi paling penting dalam kimia organik. Aldehida memiliki
sedikitnya satu atom hidrogen melekat pada atom karbon karbonil. Gugus sisanya dapat
berupa atom hidrogen lain atau gugus organik alifatik atau aromatik. Gugus –CH=O yang
merupakan ciri dari aldehida sering disebut gugus formil. Pada keton, atom karbon
karbonilnya terhubung dengan dua atom atau karbon lain.
O
C
gugus karbonil
O
C
R H
O
C
aldehida
Formil
Atau –CH=O Atau –CHO
O
C
R R
(Petrucci, 1987).
Dalam sistem IUPAC, akhiran untuk keton adalah –on (dari suku kata terakhir
keton). Rantai dinomori sehingga karbonil memiliki nomor terendah. Nama umum keton
dibentuk dengan menambahkan kata keton pada nama gugus alkil atau aril yang melekat
pada karbonil (Hart, 2003).
Formaldehida, yaitu aldehida yang sederhana, dibuat secara besar-besaran melalui
oksidasi metanal.
CH3OHKatalis Ag
600-700oCCH2=O + H2
Formaldehida berwujud gas (Td -21oC), tetapi gas ini tidak disimpan dalam keadaan bebas
karena akan mudah berpolimerisasi. Biasanya formaldehida dipasok sebagai larutan berair
37% yang disebut formalin. Dalam bentuk ini formalin digunakan sebagai disinfektan dan
pengawet, namun sebagian besar formaldehida digunakan dalam pembuatan plastik,
insulasi bangunan, papan partikel, dan kayu lapis (Hart, 2003).
Aldehid dan keton mengandung gugus karbonil C=O, jika dua gugus ini menempel
pada gugus ini menempel pada gugus karbonil adalah gugus karbon. Maka senyawa itu
dinamakan keton. Jika salah satu dari kedua gugus tersebut adalah hidrogen, maka
senyawa tersebut adalah golongan aldehid. Oksida parsial dari alkohol menghasilkan
keton. Oksidasi bertahap dari etanol menjadi asetaldehida kemudian menjadi asam asetat
yang diilustrasikan dengan model molekul (Petrucci, 1987).
Reaksi-reaksi yang terdapat pada aldehida antara lain adalah :
1. Oksidasi
Aldehida adalah reduktor kuat, sehingga dapat mereduksi oksidator-oksidator lemah.
Pereduksi tollens dan fehling merupakan pereaksi khusus untuk mengenali aldehida.
Oksidasi aldehida menghasilkan asam karboksilat.
C H
O
H
+Ag2O(Aq)C OH
O
H
+ 2Ag(s)
2. Reduksi (adisi hidrogen)
Ikatan rangkap –C=O dari gugus fungsi aldehida dapat diadisi gas hidrogen alkohol
primer. Adisi hidrogen menyebabkan penurunan bilangan oksidasi atom karbon gugus
fungsi oleh karena itu adisi hidrogen tergolong reduksi (Fessenden, 1982).
Keton terlibat dalam berbagai macam reaksi organik seperti contoh adalah adisi
nukleofil menghasilkan senyawa adisi karbonil tetrahedral. Reaksi dengan reagen
Grignard menghasilkan magnesium alkoksida dan setelahnya alkohol tersier reaksi
dengan alkohol, asam atau basa menghasilkan hemiketal dan air, reaksi lebih jauh
menghasilkan ketal dan air, ini adalah bagian dari reaksi pelindung karbonil. Reaksi
RCOR dengan Natrium amida menghasilkan pembelahan dengan pembentukan amida
RCONH2 dan alkana RH, reaksi ini dikenal sebagai reaksi Haller Bauer (1909). Reaksi
keton juga merupakan adisi elektrofilik yaitu reaksi dengan sebuah elektrofil
menghasilkan kation yang distabilisasi oleh resonansi. Reaksi enol dengan halogen
menghasilkan haloketon-x, misalnya yang paling umum digunakan sebagai sumber anti
oksidan adalah x-tocopherol bermanfaat untuk mencegah atau menghambat auto oksidasi
dari lemak dan minyak. Reaksi pada karbon-x keton dengan air berat menghasilkan keton-
d berdeuterium fragmentasi pada foto kimia reaksi Norrish (Mulyono, 2006).
Aseton merupakan keton yang paling sederhana, juga diproduksi secara besar-
besaran, sekitar 2 milyar setiap tahun. Metode yang paling sering digunakan untuk sintesis
komersialnya ialah dioksidasi propena, oksidasi isopropil alkohol, dan oksidasi isopropil
benzena.
C
H
CH3CH3O2
C
OOH
CH3CH3 H2SO4 encer
H2O
OH
+ CH3 C CH3
O
Sekitar 30% aseton digunakan secara langsung, sebab aseton tidak saja bercampur
sempurna dengan air tetapi juga merupakan pelarut yang baik untuk banyak zat organic
(resin, cat, zat warna dan cat kuku). Sisanya digunakan untuk pembuatan bahan kimia
komersial lain, termasuk befenol 1-A untuk resin epoksi (Mulyono, 2006).
Aldehid dan keton adalah keluarga besar dari senyawa organik yang merasuk
kedalam kehidupan sehari-hari. Senyawa-senyawa ini menimbulkan bau wangi pada
banyak buah-buahan dan parfum. Contohnya sinamaldehida (suatu aldehida)
menyebabkan bau kayu manis (sinamon) dan siveton (suatu keton) yang digunakan untuk
bau wisky (menyengat, sumber asli dari semacam rusa) pada banyak parfum,
formaldehida merupakan komponen dari berbagai material dalam bangunan rumah. Keton
testoteron dan eston banya dikenal sebagai hormon yang menimbulkan ciri seksual. Selain
itu, kimiawi aldehida dan keton berperanan penting dalam cara kita mencerna makanan
dan bahkan dalam cara kita dapat melihat melisan di halaman ini (kimiawi penglihatan)
(Fessenden, 1982).
Suatu hidrofilik dapat bermuatan negatif atau netral. Jika netral biasanya
mempunyai atom hidrogen dan dapat terjadi reaksi eliminasi. Nukleofil yang bermuatan
listrik negatif biasanya lebih reaktif dari pada nukleofil yang bermuatan netral. Adisi
nukleofilik pada aldehid dan keton dapat menghasilkan dua kemungkinan, yaitu :
1) Intermediet tetrahedral yang dapat diprotanasi dengan asam atau air menghasilkan
alkohol.
2) Atom oksigen karbonil dapat dieliminasi sebagai OH- atau H2O menghasilkan
ikatan rangkap C=Na
(Stanley, 1998).
Keton yang banyak digunakan adalah propanon atau yang sering dikenal aseton. Aseton
digunakan sebagai pelarut selulosa asetal dalam memproduksi crayon. Dalam kehidupan
sehari-hari kaum wanita menggunkan aseton sebagai pembersih kutek. Beberapa keton
siklik merupakan bahan untuk parfum karena berbau harum (Fesennden, 1982).
Sifat – sifat dari aldehida dan keton :
1) Sifat fisika
Sifat–sifat untuk gugus karbonil mempengaruhi sifat aldehid dan keton karena senyawa
ini polar dan karena itu melakukan tarik–menarik dipol–dipol antar molekul. Aldehid dan
keton mendidih pada temperatur yang lebih tinggi dari senyawa non polar dan bobot
molekulnya.
2) Sifat spektral inframerah
Spektrum inframerah berguna untuk mendeteksi gugus karbonil dalam suatu keton dan
aldehid. Untuk aldehid bukti yang saling menunjang dapat dicari dengan inframerah atau
MNR karena yang unik dari hidrogen aldehid. Keton tidak dapat diidentifikasi secara
positif oleh metode spektral.
3) Sifat spektral MNR
Resapan Mnr untuk proton alfa ( 2,1 sampai 2,66 ppm) minimal sedikit dibawah medan
dibandingkan dengan resapan OH basa (t 1,5 ppm) karena tertariknya elektron oleh atom
oksigen elektron negatif.
4) Titik didih aldehid dan keton
5) Aldehid dan keton dapat membentuk ikatan hidrogen antar molekul karena tidak
adanya gugus hidroksil OH. Dengan demikian titik didihnya lebih rendah
dibandingkan alkohol padanya. Tetapi aldehid dan keton dapat saling tarik–
menarik antar molekul polar–polar sehingga titik didihnya lebih tinggi
dibandingkan alkana padanya. Aldehid dan keton merupakan beberapa dari
senyawa organik didalam kehidupan sehari–hari (Fessenden, 1982).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan bahan
3.1.1 Alat
Tabung reaksi
Gelas sampel
Pipet tetes
Rak tabung reaksi
Sikat tabung reaksi
Botol reagen
Hot plate
Beaker glas
3.1.2 Bahan
Aquades
Tissue
Kertas label
Sabun cair
Larutan NH4OH 1 %
Larutan AgNO3 1 %
Larutan fehling A (CuSO4)
Larutan fehling B (NaOH + kalium natrium tartrat)
Aseton
Formaldehid
Sampel ekstrak pepaya
Ekstrak buah naga
Ekstrak alpukat
Ekstrak tebu
Madu
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Uji fehling AB
3.2.1.1 Uji fehling AB pada sampel ekstrak pepaya
Dibuat fehling AB dengan mencampurkan fehling A 5 tetes dan fehling B
5 tetes
Ditambahkan 10 tetes sampel ekstrak pepaya
Dipanaskan 5 menit
Diamati
3.2.1.2 Uji fehling AB pada sampel estrak alpukat
Dibuat fehling AB dengan mencampurkan fehling A 5 tetes dan
fehling B 5 tetes
Ditambahkan 10 tetes sampel ekstrak alpukat
Dipanaskan 5 menit
Diamati
3.2.1.3 Uji fehling AB pada estrak buah naga
Dibuat fehling AB dengan mencampurkan fehling A 5 tetes dan fehling B
5 tetes
Ditambahkan 10 tetes sampel estrak buah naga
Dipanaskan 5 menit
Diamati
3.2.1.4 Uji fehling AB pada sampel aseton
Dibuat fehling AB dengan mencampurkan fehling A 5 tetes dan fehling B
5 tetes
Ditambahkan 10 tetes sampel aseton
Dipanaskan 5 menit
Diamati
3.2.1.5 Uji fehling AB pada estrak tebu
Dibuat fehling AB dengan mencampurkan fehling A 5 tetes dan fehling B
5 tetes
Ditambahkan 10 tetes sampel ekstrak tebu
Dipanaskan 5 menit
Diamati
3.2.1.6 Uji fehling AB pada formaldehid
Dibuat fehling AB dengan mencampurkan fehling A 5 tetes dan fehling B
5 tetes
Ditambahkan 10 tetes sampel formaldehid
Dipanaskan 5 menit
Diamati
3.2.1.7 Uji fehling AB pada madu
Dibuat fehling AB dengan mencampurkan fehling A 5 tetes dan fehling B
5 tetes
Ditambahkan 10 tetes sampel madu
Dipanaskan 5 menit
Diamati
3.2.2 Uji Tollens
3.2.2.1 Uji tollens pada sampel estrak papaya
Dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5 tetes
AgNO3
Ditambahkan 10 tetes sampel ekstrak papaya
Dipanaskan 5 menit
Diamati
3.2.2.2 Uji tollens pada sampel ekstrak alpukat
Dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5 tetes
AgNO3
Ditambahkan 10 tetes sampel ekstrak alpukat
Dipanaskan 5 menit
Diamati
3.2.2.3 Uji tollens pada sampel estrak buah naga
Dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5 tetes
AgNO3
Ditambahkan 10 tetes sampel ekstrak buah naga
Dipanaskan 5 menit
Diamati
3.2.2.4 Uji tollens pada sampel aseton
Dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5 tetes
AgNO3
Ditambahkan 10 tetes sampel aseton
Dipanaskan 5 menit
Diamati
3.2.2.5 Uji tollens pada sampel formaldehid
Dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5 tetes AgNO3
Ditambahkan 10 tetes sampel formaldehid
Dipanaskan 5 menit
Diamati
3.2.2.6 Uji tollens pada sampel ekstrak tebu
Dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5 tetes AgNO3
Ditambahkan 10 tetes sampel estrak tebu
Dipanaskan 5 menit
Diamati
3.2.2.7 Uji tollens pada sampel madu
Dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5 tetes AgNO3
Ditambahkan 10 tetes sampel madu
Dipanaskan 5 menit
Diamati
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
Prosedur percobaan Hasil pengamatan
Uji fehling AB
- Dibuat fehling AB dengan
mencampurkan fehling A 5 tetes
dan fehling B 5 tetes
- Ditambahkan 10 tetes masing –
masing sampel
- Dipanaskan 5 menit
- Diamati
- Larutan fehling A berwarna biru
muda
- Larutan fehling B tidak berwarna
(bening)
- Sampel aseton bening
- Sampel formaldehid bening
- Sampel ekstrak papaya berwarna
orange pekat
- Sampel ekstrak alpukat berwarna
hijau keruh
- Sampel ekstrak buah naga
berwarna ungu pekat
- Sampel ekstrak tebu berwarna
kuning keruh
- Sampel madu berwarna coklat
kemerahan, pekat
- Sampel aseton menjadi berwarna
biru tua terdapat gumpalan
- Sampel formaldehid menjadi
berwarna cermin perak
- Sampel ekstrak papaya menjadi
berwarna orange kecoklatan,
homogen
- Sampel ekstrak alpukat menjadi
terdapat 2 fase, fase atas berwarna
kuning kunyit, fase bawah terdapat
endapan merah bata
- Sampel ekstrak buah naga menjadi
endapan berwarna merah
- Sampel ekstrak tebu menjadi
berwarna merah bata, endapan
- Sampel madu menjadi berwarna
kuning
Uji Tollens
- Dibuat tollens dengan
mencampurkan 5 tetes NH4OH dan
5 tetes AgNO3
- Ditambahkan 10 tetes masing –
masing sampel
- Dipanaskan 5 menit
- Diamati
- Larutan NH4OH bening
- Larutan AgNO3 bening
- Sampel aseton bening
- Sampel formaldehid bening
- Sampel estrak papaya berwarna
orange pekat
- Sampel ekstrak alpukat berwarna
hijau keruh
- Sampel ekstrak buah naga
berwarna ungu pekat
- Sampel ekstrak tebu berwarna
kuning keruh
- Sampel madu berwarna coklat
kemerahan, pekat
- Sampel aseton tidak ada endapan
larutan keruh
- Sampel formaldehid terbentuk
endapan cermin perak
- Pada ekstrak pepaya sedikit
endapan cermin perak, warna
larutan cokelat
- Pada tebu warna cokelat tua
- Ekstrak alpukat warna cokelat tua
- Ekstrak buah naga warna menjadi
coklat tua
- Madu warnanya menjadi coklat
tua. Semuanya tidak terdapat
endapan cermin perak.
4.2 Reaksi
4.2.1 Reaksi Fehling A + Fehling B
Cu(OH)2 +
O
C
C
C
C
O
ONa
OHH
OHH
OK
O
C
C
C
C
O
ONa
OH
OH
OK
Cu + 2H2O
4.2.2 Reaksi Fehlling AB + Formaldehid
4.2.3 Reaksi Fehling AB + Aseton
C ONa
C
C
H O
C
H O
OK
O
O
Cu + H C
H
H
C C H
H
HO
4.2.4 Reaksi Fehling AB + Glukosa
C H
C
C
H OH
C
OH H
H OH
C OHH
C HH
OH
O
+
C ONa
C
C
H O
C
H O
OK
O
O
Cu
C H
C
C
H OH
C
OH H
H OH
C OHH
C HH
OH
O
C ONa
C
C
H OH
C
H OH
OK
O
O
+2 + Cu2O
4.2.5 Reaksi Fehling AB + Fruktosa
CH2OH
C
C
C
HO
C
H OH
H OH
CH2OH
H
O
C
C
HO H
C
H
H OH
CH2OH
CHOH
CHOH
OH
CHO H
C
C
HO
C
H OH
H OH
CH2OH
CHO
H + 2
C ONa
C
C
H
C
H O
OK
O
O
O
Cu2H2O
(D-Fruktosa)(Transenaldiol) (D-glukosa)
(fehling AB)
C OH
C
C
HO H
C
HO H
H OH
C
CH2OH
O
OHH
+ 2
C ONa
C
C
H
C
H OH
OK
O
O
OH + Cu2O
4.2.6 Reaksi Tollens + aseton
H C
H
H
C C H
H
HO
+ Ag(NH3)2OH
4.2.7 Reaksi Tollens + glukosa
CH
C
C
H OH
C
HO H
H OH
C OHH
CH2OH
O
+ Ag(NH3)2OH
O
C OH
C
C
H OH
C
HO H
H OH
C OHH
CH2OH
2Ag + 4NH3+ H2O
4.2.8 Reaksi Tollens + fruktosa
CH2O
C
C
C
HO H
C
H
H
CH2OH
O
OH
OH
CHOH
CHO
C
C
HO H
C
H OH
H OH
CH2OH
CHO
C H
C
C
HO H
H OH
H OH
CH2OH
C
HO
+ 2Ag(NH3)2OH
C OH
C
C
HO H
C
HO H
H OH
C OHH
CH2OH
O
+ 2Ag +NH3 H2O
4.2.9 Reaksi Tollens + Sukrosa
OH
H
H
H
OHH
CH2OH
H
OHO
CH2OH
CH2OH
OH H
OH
H OH
O
HC H
C
C
H OH
C
HO H
H OH
C OHH
CH2OH
+
C
CH OH
C
C
HO H
C
H OH
H OH
CH2OH
H
H
OH
H
H
H
OHH
CH2OH
H
OHO
CH2OH
CH2OH
OH H
OH
H OH + 2Ag ( NH3)2OH
CH
HC OH
C
C
H H
C
HO OH
H OH
C
O
CH2OH
OHH
+ 2Ag + 4NH3+ H2O
4.2.10 Reaksi Tollens + formaldehid
Ag2O + R-CHO R-COOH + Ag ( Cermin perak)
4.2.11 Reaksi Tollens
2 AgNO3 + 2NH4 Ag2O + 2NH4NO3 + H2O
Ag2O + NH3 + H2O 2 Ag(NH3)2OH
4.3 Pembahasan
Aldehid Keton
- Aldehid adalah suatu senyawa
yang mengandung sebuah gugus
karbonil yang terikat pada
sebuah atau dua buah atom
Hidrogen
- Contoh : Formaldehid
- Keton adalah suatu senyawa organik
yang mempunyai sebuah gugus
karbonil yang terikat pada dua gugus
alkil
- Contoh : Propanon atau aseton
Nama IUPAC dari aldehida merupakan penurunan dari alkana dengan menggantikan
akhiran “ana” dengan “di”, nama umumnya didasarkan nama asam karboksilat
ditambahkan dengan akhiran dehida. Keton juga dapat dikatakan senyawa organik yang
karbon karbonilnya dihubungkan dengan dua karbon lainnya. Keton tidak mengandung
atom hidrogen yang terikat atom pada gugus karbonilnya. Pembuatan keton yang paling
utama adalah dengan oksidasi dari alkohol sekunder. Hampir semua oksidator dapat
digunakan. Pereaksi khas antara lain chromium oksida (CrO3), phiridinium klor kromat
natrium bikromat (Na2CrO7) dan kalium permanganat (KmnO4). Aldehid dan keton
merupakan dua dari sekian banyak kelompok senyawa organik yang mengandung gugus
karbonil. Suatu keton mempunyai dua gugus alkil yang terikat pada karbon karbonilnya,
sedangkan aldehida mempunyai sekurang-kurangnya satu atom hidrogen yang terikat
pada karbon karbonilnya. Gugus lain dalam aldehida dapat berupa alkil, aril atau hidrogen.
Pereaksi Fehling terdiri dari dua bagian, Fehling A dan Fehling B. Fehling A adalah
larutan CuSO4, sedangkan Fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan kalium
natrium tartat. Pereaksi ini dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, dicampur
dengan NaOH , membentuk suatu larutan berwarna biru tua. Dalam pereaksi fehling, ion
Cu2+ terdapat sebagian ion kompleks. Pereaksi fehling dianggap sebagai larutan CuO.
Reaksi aldehid dengan fehling menghasilkan endapan merah bata dari Cu2O. Pereaksi
Tollens yaitu pengoksidasi yang ringan dan yang digunakan dalam uji ini adalah larutan
basa dan perak nitrat larutan jernih tak berwarna, untuk mencegah pengendapan ion perak
sebagai oksida (Ag2O) pada suhu tinggi ditambahkan beberapa tetes amonia. Amonia
membentuk Tollens kompleks larut air dengan ion perak.
Gula reduksi adalah golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa
penerima elektron. Contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu pereduksi
adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas.Semua monosakarida
(glukosa, fruktosa dan galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa) kecuali sukrosa dan
pati (polisakarida) termasuk sebagai gula pereduksi.
Tautomerisasi atau tautomeri adalah isomer-isomer yang berbeda satu dengan lainnya
hanya pada posisi ikatan rangkap dan sebuah atom hidrogen yang berhubungan.Tautomeri
dapat mempengaruhi kereaktifan suatu senyawa. Pada fruktosa mengalami suatu proses
yang disebut penataan ulang, sehingga membentuk struktur aldosa (dalam suasana basa).
Prinsip yang digunakan pada percobaan ini ialah membedakan senyawa aldehid dan keton
dengan mengujinya menggunakan pereaksi Fehling dan Tollens. Aldehid bereaksi positif
dengan kedua pereaksi itu, dengan fehling menghasilkan endapan merah bata, sedangkan
dengan Tollens menghasilkan cermin perak. Keton dapat dioksidasi, berarti reaksi negatif.
Pembuatan aldehid:
- Oksidasi alkohol primer
Alkohol primer dapat teroksidasi menghasilkan suatu aldehida dengan katalis kalium
bikarbonat dan asam sulfat.
- Mengalirkan uap alkohol primer diatas tembaga panas
Uap alkohol primer teroksidasi menghasilkan suatu aldehid dengan katalis tembaga panas.
- Memanaskan garam kalsium suatu asam monokarboksilat jenuh dengan kalium
format
Pemanasan campuran garam kalsium asam monokarbok sifat jenuh dengan kalsium
format akan menghasilkan aldehida.
Pembuatan keton:
Oksidasi alkohol sekunder
Oksidasi alkohol sekunder dengan katalis natrium bikromat dari asam sulfat akan
menghasilkan keton dan air
Mengalirkan uap alkohol diatas tembaga panas
Oksidasi uap alkohol sekunder dengan katalis tembaga panas akan menghasilkan keton
dan gas hidrogen
Memanaskan garam kalsium asam monokarboksilat
Keton dapat diperoleh dari pemanasan garam kalsium asam monokarboksilat
Sifat fisik aldehida:
Aldehida dengan 1-2 atom karbon (formaldehida dan asetaldehida) berwujud gas
pada suhu kamar dengan bau tidak enak
Aldehida dengan 3-12 atom karbon berwujud cair pada suhu kamar dengan bau
sedap
Aldehida dengan atom karbon lebih dari 12 berwujud padat pada suhu kamar
Aldehida suhu rendah (formaldehida dan asetaldehida) dapat larut dalam air
Aldehida suhu tinggi tidak larut dalam air
Sifat kimia aldehida:
Aldehida lebih reduktif daripada alkohol dari alkana
Dapat mengalami reaksi adisi
Dapat mengalami reaksi oksidasi menjadi asam
Dapat mengalami reaksi polimerisasi
Dapat mereduksi larutan Tollens menghasilkan cermin perak
Dapat mereduksi larutan fehling menghasilkan endapan merah bata dari senyawa
tembaga (II) oksida
Sifat fisik keton:
Keton dengan 3-13 atom karbon berupa cairan dengan bau sedap
Keton dengan atom karbon lebih dari 13 berupa padatan
Suhu rendah golongan keton dapat larut dalam air
Suhu tinggi golongan keton tidak larut dalam air
Sifat kimia keton:
Bila keton tereduksi akan menghasilkan alkohol sekunder
Keton tidak dapat dioksidasi oleh pereaksi fehling dan Tollens
Oksidasi keton dengan campuran natrium bikarbonat dan asam sulfat akan
menghasilkan asam karboksilat air dan karbondioksida
Oksidasi dengan campuran larutan tertentu
Reduksi dengan katalis
Reaksi dengan halogen
Aldehida dan keton mempunyai banyak kegunaan yang penting, yaitu aldehida aromatik
sering digunakan sebagai penyedap. Aldehida dan keton ialah keluarga besar dari senyawa
organik yang merasuk dalam kehidupan sehari-hari kita. Senyawa ini menimbulkan bau
wangi pada banyak buah-buahan dan parfum mahal. Contohnya Sinamaklehida (suatu
aldehida) menyebabkan bau kayu manis (Sinamon) dan Siveton (suatu keton) yang
digunakan untuk bau musky pada parfum. Formaldehid merupakan komponan dari
berbagai material dalam bangunan rumah.
Pada praktikum kali ini dilakukan 2 kali percobaan dengan beberapa sampel. Pada
percobaan pertama uji fehling AB. Alpukat yang berwarna hijau dan merupakan sampel
direaktifkan dengan fehling AB. Tetapi sebelumnya direaksikan terlebih dahulu fehling A
dan fehling B. Fehling A berwarna biru direaksikan dengan fehling B yang tidak berwarna.
Didapatkan larutan berubah warna menjadi biru tua. Saat ditambahkan alpukat, warna
alpukat betubah menjadi kuning kunyit dan terdapat endapan. Alpukat dapat bereaksi
dengan fehling AB karena alpukat merupakan fruktosa. Kemudian fehling AB dibuat
kembali pada tabung reaksi yang berbeda dimana fehling A dan fehling B direaksikan dan
didapatkan larutan berwarna biru tua. Kemudian ditambahkan 10 tetes madu, madu yang
awalnya berwarna coklat kemerahan saat dimasukkan ke larutan fehling AB warna madu
tersebut berubah menjadi berwarna kuning. Kemudian direaksikan kembali Fehling A dan
Fehlinf B, dimana terbentuk larutan fehling AB. Ditambahkan dengan ekstrak tebu,
dimana tebu awalnya berwarna kuning keruh menjadi merah bata. Fehling A dan Fehling
B direaksikan dan terbentuk larutan Fehling AB, dimana berfungsi untuk mendeteksi
adanya aldehid dalam suatu senyawa. Ditambahkan ekstrak buah naga dan didapatkan
warna ekstrak buah naga berwarna merah. Fehling A dan Fehling B direaksikan kembali
dan didapatkan Fehling AB yang berwarna biru tua. Ditambahkan formaldehida, dimana
formaldehida berubah warna dan terdapat cermin perak. Fehling AB yang terbentuk dari
warna biru tua. Lalu dimasukkan ekstrak pepaya, dan diperoleh warna pepaya yang
semula orange berubah orange kecoklatan, fehling A dan Fehling B direaksikan kembali
dan didapatkan hasil bahwa Fehling A dan Fehling B berwarna biru tua. Lalu ditambahkan
larutan aseton, dan didapatkan warna aseton berubah menjadi biru tua dan terdapat
gumpalan. Lalu semua reaksi dipanaskan yang berfungsi untuk mempercepat
berlangsungnya reaksi. Pada alpukat, alpukat terdapat endapan. Hal ini membuktikan pada
alpukat terdapat aldehid dan alpukat juga mengandung fruktosa. Pada pepaya, pepaya
menjadi berwarna merah, buah naga mengandung aldehid. Pada ekstrak tebu, tebu
berwarna merah bata dan terdapat endapan, tebu mengandung glukosa. Pada aseton,
aseton berwarna biru tua dan terdapat endapan. Hal ini terjadi karena aseton merupakan
keton dan keton tidak dapat bereaksi dengan Fehling AB. Pada formaldehid, formaldehid
berwarna cermin perak. Pada madu berwarna kuning kecoklatan.
Pada percobaan kedua yaitu uji tollens. Pada larutan NH4OH dan larutan AgNO3 juga
tampak bening. Sebelumnya dibuat tollens dengan mencampurkan 5 tetes NH4OH dan 5
tetes AgNO3. Kemudian ditambahkan 10 tetes dari tujuh sampel. Sampel aseton berwarna
bening. Juga formaldehid berwarna bening. Sampel ekstrak pepaya berwarna orange
pekat. Sampel ekstrak alpukat berwarna hijau keruh. Sampel ekstrak buah naga berwarna
ungu pekat. Sampel tebu berwarna kuning keruh. Dan madu coklat kemerahan. Setelah
dipanaskan 5 menit kemudian diamati. Hasil yang didapatkan dari reaksi ini adalah
pereakis tollens yang berfungsi untuk mendeteksi adanya keton dengan membentuk
cermin perak. Sampel formaldehid terbentuk endapan cermin perak, ini membuktikan
formaldehid mengandung keton. Pada sampel aseton tidak terdapat endapan cermin perak.
Ekstrak pepaya terbentuk sedikit endapan cermin perak, dan warna larutannya coklat, hal
ini membuktikan pada ekstrak pepaya mengandung keton dalam jumlah sedikit. Pada
sampel ekstrak tebu, ekstrak alpukat, ekstrak buah naga dan madu tampak berwarna coklat
tua, karena terlalu lama dipanaskan dan sampel belum bereaksi.
Jadi kesimpulannya pada uji Fehling AB mengalami perubahan warna menjadi merah bata
pada sampel ekstrak pepaya, ekstrak alpukat, ekstrak buah naga, dan ekstrak tebu. Hal ini
menandakan adanya gugus aldehid. Pada uji tollens mengalami perubahan warna menjadi
cermin perak pada sampel formaldehid dan ekstrak pepaya. Hal ini menandakan adanya
gugus keton.
Tautomerisasi pada madu, yaitu seharusnya saat direaksikan dengan Fehling AB
membentuk merah bata sebab madu mengandung fruktosa yang memiliki gugus aldehid,
madu mengalami tautomerisasi yaitu penyusunan ulang gugus fungsi dari keton menjadi
aldehid. Namun pada praktikum ini madu yang digunakan bukan madu asli, sehingga tidak
terjadi perubahan warna.
Kandungan sampel yang digunakan pada percobaan ini yaitu:
Buah naga : kadar gula 13-18, air 90%, karbohidrat 11.5%, protein 0.53 g, asam 0.139
g, serat 0.71g, kalsium 134.5 mg, fosfor 8.7 mg, magnesium 60.4 mg dan vitamin C
9.4 mg.
Buah pepaya: setiap 100 gram buah pepaya, 86.8 g air, 0.5 g protein, 0.3 g lemak, 12.1
g karbohidrat, 0.7 g serat, 0.5 g air, 34 mg kalsium, 8 mg fosfor, 1 mg besi, 3 mg kalium,
450 mg vitamin A, 74 mg vitamin C, o.03 tiamina, 0.5 mg niasina, 0.04 mg riboflavin.
Madu: fruktosa, glukosa, protein, asam amino, vitamin, mineral deksfron.
Buah alpukat: air 84 g, kalori 85 kal, protein 0.9 g, lemak 6.5 g, karbon 7.7 g, kalsium
10 mg, vitamin C 13 mg, besi 0.9 mg, vitamin B 0.05 mg.
Tebu: 91 g air, kalori 25 kal, protein 4.6 g, lemak 0.4 g, karbon 30 g, kalsium 40 mg,
besi 2 mg, vitamin B 0.08 mg, dan vitamin C 50 mg.
Adapun faktor kesalahan dari praktikum ini adalah:
Kurang teliti saat mengambil larutan atau sampel sehingga larutan atau sampel yang
dibutuhkan tidak sesuai dan mengakibatkan hasil reaksi kurang maksimal.
Pada saat pemanasan, pemansan yang dilakukan terlalu lama sehingga ada larutan yang
gosong.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada percobaan Fehling AB sampel yang mengandung aldehid adalah sampel
ekstak alpukat, ekstrak buah naga, dan ekstrak tebu, karena pada sample tersebut
terdapat endapan merah bata.
Pada Formaldehid menghasilkan cermin perak, pada ekstrak papaya menjadi
orange kecoklatan, pada ekstrak alpukat terdapat 2 fase, pada ekstrak buah naga
terdapat endapan merah bata, pada ekstrak tebu terdapat endapan merah bata, dan
pada madu menjadi berwarna kuning.
Pada percobaan uji Tollens, sample yang mengandung keton adalah Formaldehid
dan ekstrak papaya karena terbentuk cermin perak.
5.2 Saran
Sebaiknya, untuk praktikum selanjutnya dilakukan uji yang lain untuk aldehid dan
keton, misalnya Uji Benedict agar dapat dibandingkan hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA
Feseenden, Ralph J. 1982. Kimia Organik. Jakarta:Erlangga.
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik . Jakarta:Erlangga.
Mulyono, HAM. 2006. Kamus Kimia. Jakarta:Erlangga.
Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar Jilid 3. Jakarta:Erlangga.
Stanley, Pine. 1998. Kimia Organik. Bandung:ITB press.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protein (asal kata Protos dari bahasa Yunani yang berarti (“yang paling utama”) adalah
senyawa organik kompleks yang bermolekul tinggi yang merupakan polimer dari
monomer-monomer asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul
protein mengandung Karbon, Hidrogen, Oksigen, Nitrogen dan kadar Sulfur dan Fosfor.
Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
Protein merupakan salah satu biomolekul raksasa selain porisakarida, lipid dan
polinukleotida, yang merupakan penyusunan utama makhluk hidup. Selain itu, protein
merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia.
Protein banyak terkandung di dalam makanan yang sering dikonsumsi oleh manusia
seperti tempe, ayam, daging sapi, ikan, tahu, susu, telur dan lain-lain. Protein ini juga
berfungsi untuk memperbaiki sel-sel di dalam tubuh yang rusak dan juga sebagai suplai
nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita.
Hampir setiap fungsi dinamik dalam makhluk hidup bergantung pada protein. Faktanya
nilai penting protein digaris bawahi oleh namanya, yang berasal dari kata Yunani Proteios
yang berarti “tempat pertama”. Protein menyusun lebih dari 50% massa kering sebagian
besar sel, dan protein teramat penting bagi hampir semua hal yang dilakukan organisme.
Beberapa protein mempercepat reaksi kimia, sedangkan yang lain berperan dalam
penyokongan struktural, penyimpanan, transpor, komunikasi seluler, dalam pergerakan,
serta pertahanan melawan zat asing.
Protein terdiri dari asam-asam amino yang dihubungkan melalui ikatan peptida pada
ujung-ujungnya. Protein dapat tidak stabil terhadap beberapa faktor yaitu pH, radiasi,
suhu, medium pelarut organik dan detergen. Protein tersusun dari atom C, H, O dan H,
serta kadang-kadang P dan S. Dari keseluruhan asam amino yang terdapat di alam hanya
20 asam amino yang biasa dijumpai pada protein. Protein banyak terkandung di dalam
makanan yang sering dikonsumsi oleh manusia seperti tempe, ayam, daging sapi, ikan,
tahu, susu, telur dan lain-lain. Protein juga berfungsi untuk memperbaiki sel-sel di dalam
tubuh yang rusak dan juga sebagai suplai nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita.
Oleh karena itu percobaaan mengenai ikatan peptida ini dilaksanakan agar dapat
mengetahui adanya protein dan asam amino di dalam suatu sampel susu dan yogurt. Selain
itu, percobaan mengenai ikatan peptida ini juga dilakukan mengingat pentingnya protein,
peptida dan asam amino. Dalam senyawa organik yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari dan juga mengetahui hasil yang diperoleh dari penambahan uji biuret dengan
alanin, dan juga mengetahui hasil yang diperoleh dari penambahan uji ninhidrin dengan
serin, dan juga mengetahui hasil yang diperoleh dari penambahan uji biuret dengan telur
ayam kampung. Sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Percobaan
- Mengetahui hasil yang diperoleh dari penambahan uji biuret dengan alanin.
- Mengetahui hasil yang diperoleh dari penambahan uji ninhidrin dengan
serin.
- Mengetahui hasil yang diperoleh dari penambahan uji biuret dengan telur
ayam kampung.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Senyawa asam amino, peptida dan protein merupakan metabolit tingkat pertama yang
sangat diperlukan untuk kehidupan semua tingkatan. Mereka merupakan bahan awal
untuk penyusunan hasil kedua seperti amina sederhana, alkaloid, aromatik N-heterosiklis,
juga seperti halnya fenil propanoid, yaitu senyawa C6C3, dimana gugus amino lepas
(Sastrohamidjojo, 2005).
Peptida dan protein merupakan polimer kondensasi asam amino dengan penghilangan
unsur air dari gugus karboksil. Jika bobot molekul senyawa lebih kecil dari 6.000,
biasanya digolongkan sebagai polipeptida. Semua bukti yang ada membuktikan bahwa
asam amino pada protein mempunyai konfigurasi –L dan ikatan amida hanya terbentuk
antar gugus amino alfa dan gugus karboksil –alfa dari asam amino yang bersangkutan.
Oleh karena sifat umum peptida dan protein secara menyeluruh diuraikan dalam buku
ajaran umum biokimia dan bahkan dibahas lebih luas dan mendalam dalam beberapa buku
acuan atom yang terdekat pada akhir, maka pembahasan ini akan dibatasi pada sifat yang
lebih khusus dari peptida dan protein (Fessenden, 1982).
Begitu kita mengetahui urusan asam amino dalam peptide atau protein. Kita berada dalam
posisi untuk mensintesisnya dari asam amino penyusunnya. Mengapa kita ingin
melakukan hal ini ? Ada beberapa ulasan. Contohnya, kita mungkin berharap untuk
memodifikasi struktur peptide tentu dengan membandingkan sifat dari zat sintetik dan zat
alami, atau kita mungkin ingin mengkaji efek substitusi satu atom terhadap sifat biologis.
Suatu peptide atau protein, protein termodifikasi seperti ini dapat sangat berharga untuk
mengobati penyakit atau untuk memahami bagaimana protein berfungsi. Banyak metode
yang telah dikembangkan untuk menautkan asam amino dengan cara terkendali. Caranya
memerlukan strategi yang cermat. Asam amino memiliki fungsi, untuk menentukan gugus
karboksil dari suatu asam amino dengan gugus amino dari asam amino kedua. Pertama-
tama kita harus membuat setiap senyawa dengan melindungi gugus amino dari asam
amino pertama dan gugus karboksil dari asam amino kedua.
NH2C CO2H
aa1
R2
R1
P1 NH CH CO2H H2Nmelindungi
gugus amino
Dengan cara ii, kita dapat mengendalikan penautan kedua asam amino sehingga gugus
karboksil dari aa1 bergabung dengan gugus amino dari aa2.
NHCH CH
R1
P1 NH CH
P1 C NH C P2
O R2 O
R1
COOH HC C P2H2N
R2
O
H2O
ikatan peptida
Sesudah ikatan polipeptida terbentuk, kita harus mampu melepas gugus pelindung
dibawah kondisi yang tidak menghidrolisis ikatan peptide atau jika ada asam amino lagi
yang akan ditambah pada rantai, kita harus mampu secara selektif mengambil satu dari
dua gugus pelindung dari peptide yang berpelindung ganda sebelum menggabungkan
asam amino berikutnya. Semua ini akan sangat rumit dan merupakan proses yang
membosankan. Namun demikian, metode ini telah digunakan oleh Vincent de Vigneard
dan Sesacwatnya untuk mensintesis Oksitosin dan Vasopresin. Yaitu polipeptida alami
pertama yang disintesis di laboratorium (Abdul, 2001).
Rentetan asam-asam amino suatu molekul protein disebut struktur primer protein. Namun
terdapat banyak hal pada hanya struktur primer. Banyak sifat suatu protein ditentukan oleh
orientasi molekul sebagau suatu keseluruhan. Bentuk (seperti suatu spiral) yang padanya
suatu molekul protein kerangkanya, disebut struktur sekunder. Antraksi lebih lanjut
seperti terlipatnya kerangka untuk membentuk suatu bulatan, disebut struktur tersier.
Antaraksi antara sub unit protein tertentu, seperti antar globulin-globulin dalam
hemoglobin, disebut struktur kuartener. Struktur sekunder, tersier dan kuartener secara
kolektif dirujuk sebagai struktur lebih tinggi (Fessenden, 1982).
Untuk setiap protein tertentu, urutan dan jenis-jenis asam amino yang menyusunnya
sangat spesifik. Suatu protein yang hanya tersusun atas asam amino dan tidak mengandung
gugus kimia yang lain disebut protein sederhana. Contohnya: enzim ribonuklease dan
khimotripsinogen. Namun, banyak protein yang mengandung bahan lain selain asam
amino seperti derivat vitamin, lipid atau karbohidrat-protein disebut juga konjugasi.
Bagian yang bukan asam amino dari jenis protein ini disebut gugus prostetik. Contohnya,
lipoprotein mengandung lipid dan glikoprotein mengandung gula. Berdasarkan struktur
molekulnya, protein dapat dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu:
1. Protein Globuler, yaitu protein berbentuk bulat atau elips dengan rantai polipetida yang
berlipat. Umumnya, protein globuler larut dalam air, asam, basa atau etanol.
Contohnya: albumin
2. Protein Fiber, yaitu protein berbentuk serat atau serat dengan rantai polipeptida
memanjang pada satu sumbu. Hampir semua protein fiber memberikan peran struktural
atau pelindung. Protein fiber tidak larut dalam air, asam, basa, maupun etanol.
Contohnya, kolagen dan tulang rawan (Yazid, 2006).
Protein adalah makromolekul dari asam amino. Asam amino penyusun protein jumlahnya
ratusan sampai ribuan bahkan ada yang sampai jutaan. Asam amino saling berikatan
dengan ikatan peptida. Oleh karena itulah protein disebut juga sebagai polipeptida.
Bangun molekul pokok atau kerangka dasar protein adalah sebagai berikut:
O H H R O H R
C N C C N H C
N C C N C C H N
H H R O H H R O H (Syukri, 1999)
Sifat protein ditentukan oleh jenis asam amino penyusunnya karena sifat asam amino
ditentukan oleh gugus amino dan gugus alkilnya, maka sifat protein pun sama pula. Oleh
karena itu dikenal bermacam-macam protein dengan sifat dan fungsinya yang berbeda-
beda pula. Berdasarkan fungsinya protein dibedakan atas:
a. Protein sebagai katalis (enzim)
Contoh: amilase, hidrolase, urease dan seterusnya
b. Protein sebagai pembangun
Contoh: keratin (pada kulit/kuku)
c. Protein sebagai alat transfer
Contoh: hemoglobin (pengangkut O2 ke seluruh tubuh)
d. Protein sebagai pelindung
Contoh: zat antibodi untuk melawan kuman/virus/benda asing lain yang masuk ke dalam
tubuh
e. Protein sebagai cadangan makanan
Contoh: casein pada susu
Selain protein berfungsi sebagai katalis (enzim) maka ada juga hormon. Hormon adalah
protein yang merupakan hasil sekresi kelenjar endokrin seperti kelenjar tiroid, sebagian
dari pankreas, juga sebagian tester dan indung telur. Hormon berfungsi mengendalikan
reaksi-reaksi biologis dalam tubuh (Syukri, 1999).
Denaturasi protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh terkacaunya
ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang megutuhkan molekul itu. Akibat suatu
denaturasi adalah hilangnya banyak sifat biologis protein itu, salah satu faktor yang
menyebabkan denaturasi suatu protein ialah perubahan temperatur. Memasak putih telur
merupakan contoh denaturasi yang tak reversibel, perubahan pH juga dapat
mengakibatkan denaturasi. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan denaturasi adalah
detergen, radiasi, zat pengoksidasi atau pereduksi dan perubahan tipe pelarut (Fessenden,
1982).
Asam amino bertautan dalam peptida dan protein lewat ikatan amida diantara gugus
karbonil dari satu asam amino dan gugus amino α dari asam amino lainnya. Emil Fischer,
yang pertama kali menganjurkan struktur ini, menyebut ikatan amida ini sebagai ikatan
peptida (peptide bond). Suatu molekul yang mengandung hanya dua asam amino yang
bertautan (singkatan digunakan untuk asam amino) dengan cara ini ialah suatu dipeptida
Berdasarkan konversi ikatan peptida ditulis dengan asam amino yang mempunyai gugus
+NH3 bebas disebelah kiri dan asam amino dengan gugus CO2- bebas disebelah kanan
asam amino ini masing-masing dinamakan asam amino ujung –N dan asam amino diujung
C (Hart, 2003).
Kerumitan dan keragaman protein telah mendorong diciptakannya berbagai bahan
penggolongan walaupun hanya berhasil sebagian, protein tumbukan telah dikelompokan
berdasarkan sumber jadi ada protein biji atau protein daun. Ini dibagi lebih lanjut menjadi
protein embrio dan protein endosperm pada protein biji dan dan protein kloroplas untuk
protein daun. Protein biji ditinjau ulang dalam protein dan sebagai sumber makanan
potensial dalam bagan penggolongan lain didasarkan pada pengelompokan menjadi
protein sederhana, yaitu protein yang pada hidrolisis hanya menghasilkan asam amino dan
senyawa lain. Anak golongan utama protein disenaraikan dibawah (‘Penggolongan
Osborn’). Akan tetapi harus diingat bahwa beberapa protein tidak dapat dimasukkan
kedalam salah satu anak golongan dengan pas. Misalnya, mungkin saja terdapat rentang
kelarutan yang sinambung antara albumin dan globulin, begitu juga antara glutelin dan
prolamin.
- Albumin
Protein yang tidak larut dalam air dan dalam larutan garam encer serat dapat terkonjugasi
jika dipanaskan
- Globulin
Protein yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan garam encer
- Glutelin
Protein yang tidak larut dalam semua pelarut yang netral tetapi larut dalam basa dan asam
yang sangat encer (Hart, 2003).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Botol reagen
- Pipet tetes
- Hot plate
- Gelas kimia
- Beaker glass
- Cawan porselin
- Spatula
- Tabung reaksi
- Rak tabung reaksi
- Penjepit tabung reaksi
- Gelas ukur
- Tabung erlenmeyer
- Lemari asam
- Sikat tabung reaksi
- Botol semprot
- Baskom
3.1.2 Bahan
- Aquadest
- Tissue
- Kertas label
- Susu beruang
- Susu kedelai
- Susu Ultra
- Yogurt
- Putih telur ayam
- Putih telur ayam kampung
- Putih telur bebek
- Telur bekicot
- Larutan biuret
- Larutan ninhidrin
- Larutan H2SO4 (p)
- Larutan serin
- Larutan alanin
- Ekstrak jahe
- Garam
- Es batu
- Sabun cair
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Uji Nin hidrin
- Dimasukkan 1 pipet dari 10 sampel ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 10 tetes nin hidrin
- Dipanaskan
- Diamati
3.2.2 Uji Biuret
- Dimasukkan 1 pipet dari 10 sampel ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 10 tetes biuret
- Dipanaskan
- Diamati
3.2.3 Denaturasi Protein dengan Metode Pemanasan
- Dimasukkan 1 pipet dari 10 sampel ke dalam tabung reaksi
- Dipanaskan
- Diamati
3.2.4 Denaturasi Protein dengan Asam Kuat
- Dimasukkan 1 pipet dari 10 sampel ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan larutan H2SO4
- Diamati
3.2.5 Hidrolisis Protein
3.2.5.1 Suhu Ruang
- Dimasukkan sampel susu 1 pipet ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan ekstrak jahe 1 pipet
- Diamati
- Ditambahkan 10 tetes larutan ninhidrin
- Diulangi perlakuan dengan 10 tetes larutan biuret
3.2.5.2 Pemanasan
- Dimasukkan sampel susu 1 pipet ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan ekstrak jahe yang telah dipanaskan 1 pipet
- Diamati
- Ditambahkan 10 tetes larutan ninhidrin
- Diulangi perlakuan dengan 10 tetes larutan biuret
3.2.5.3 Pendinginan
- Dimasukkan sampel susu 1 pipet ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan ekstrak jahe yang telah didinginkan
- Diamati
- Ditambahkan 10 tetes larutan ninhidrin
- Diulangi perlakuan dengan 10 tetes larutan biuret
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
4.1.1 Percobaan 1 dan 2
No.
Sampel Ninhidrin Biuret
1. Alanin (keruh,
bening)
Ungu tua kebiru-
biruan (+ + + + +)
Bening kebiruan (+ + +)
2. Serin (bening) Ungu tua kebiru-
biruan (+ + + + +)
Bening keunguan
3. Susu biasa (putih
pekat)
Putih keungu-
unguan (ungu
muda) ( + + +)
Putih keunguan lebih kental
(+ + +)
4. Susu beruang
(putih kekuning-
kuningan) pekat
Putih keungu-
unguan (abu-abu)
( + + )
Pink pudar, lebih kental (+)
5. Susu kedelai (putih
encer) keruh
Pink keruh (-) Abu-abu (+ +)
6. Yogurt (pink
keputih-putihan)
Pink keputih-
putihan (-)
Pink keunguan terdapat endapan
(+ +)
7. Telur bekicot
(gumpalan, oren,
kental)
Ungu, endapan
putih ( + + + +)
Coklat (-)
8. Putih telur bebek
(bening, keruh)
Merah keungu-
unguan (+ + +)
Ungu, terdapat endapan lebih
kental (+ + + + +)
9. Putih telur ayam
biasa (bening,
kekuning-
kuningan)
Pink keruh, padat
(+)
Ungu, terdapat endapan sangat
kental (+ + + + +)
10. Putih telur ayam
kampung (bening,
keruh)
Pink keunguan (+) Ungu, terdapat endapan sangat
kental (+ + + +)
4.1.2 Percobaan 3 dan 4
No.
Sampel
Denaturasi
Pemanasan Asam Kuat
1. Alanin (bening) Bening dan ada endapan Warna tetap bening dan
(+ + +) tidak terdapat gumpalan
2. Serin (bening)
Bening (+) Tetap bening
3. Susu biasa (putih
susu)
Putih (+ +) Warna tetap putih susu
dan terdapat gumpalan
berwarna putih (+ + +)
4. Susu beruang
(putih)
Putih kecoklatan (+ +) Warna coklat muda dan
terdapat gumpalan (+ ++)
5. Susu kedelai (putih
susu)
Putih tulang (+ +) Berwarna putih
kekuningan dan terdapat
gumpalan (+ +)
6. Yogurt (pink
muda)
Merah muda (+ +) Warna lebih memudar
dari awal dan tidak
terdapat gumpalan (+)
7. Telur bekicot
(merah muda,
kental)
Jingga ( + + + +) Berwarna putih ke oren-
orenan, lebih kental
( + + + + +)
8. Telur bebek ( putih
keruh dan agak
kental)
Putih susu (+ + + +) Berwarna putih keruh,
endapan ungu dan
gumpalan putih keunguan
( + + + +)
9 Putih telur ayam
biasa (bening)
Putih tulang Menjadi putih susu dan
(+ + + +) sedikit gumpalan ( + + +)
10. Putih telur ayam
kampung (bening)
Putih tulang Putih keruh dan terdapat
( + + + +) warna ungu di dasar
tabung serta terdapat
gumpalan putih
keunguan, lebih kental
dari telur bebek
( + + + + + )
4.1.3 Percobaan 5 dan 6
No. Sampel Hidrolisis
Suhu Ruang Pemanasan Pendinginan
1. Susu Kedelai
(putih pekat)
- Hijau keruh - Warna kehijauan - Warna menjadi
lebih cair dan lebih encer krem kehijauan
kekentalan - Larutan terasa
dingin
- Tidak ada - Tidak ada - Lebih encer,
endapan endapan tidak ada endapan
(Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe)
- Warna - Putih pekat - Tetap
kehijauan kehijauan
- Kekentalan - Encer - Tidak berubah
lebih encer kelarutannya
- Tidak ada - Tidak ada
endapan endapan
(Ninhidrin) (Ninhidrin) (Ninhidrin)
2. Susu Ultra (krem
muda)
- Putih pekat - Putih pekat - Warna menjadi
kehijauan kehijauan krem kehijauan
- Mengendap - Lebih encer - Larutan terasa
dingin
- Lebih cair - Tidak ada - Larutan lebih
endapan encer dan ada
endapan
(Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe)
- Warna agak - Putih pekat - Tetap
kehijauan kehijauan
- Kekentalan - Lebih encer
lebih encer
- Tidak ada - Tidak ada - Tidak ada
endapan endapan endapan
(Ninhidrin) (Ninhidrin) (Ninhidrin)
3. Susu Beruang
(krem pekat)
- Krem - Krem - Krem
kecoklatan kehijauan
- Kekentalan - Lebih encer - Larutan terasa
sama dengan dingin
sebelumnya
- Banyak endapan - Larutan lebih
encer
( Ekstrak Jahe) ( Ekstrak Jahe) ( Ekstrak Jahe)
- Warna krem - Krem pekat - Lebih pekat dari
kehijauan sebelumnya
- Kekentalan
sama
- Ada sedikit - Ada sedikit
endapan endapan
(Ninhidrin) (Ninhidrin) (Ninhidrin)
4. Yogurt ( pink
muda)
- Warna oren - Warna krem - Warna menjadi
Oren
- Lebih cair - Kekentalan encer - Larutan terasa
kekentalan dingin
- Larutan lebih
cair dari
sebelumnya
(Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe)
- Warna oren - Krem - Tetap
- Lebih encer - Sama kekentalan - Lebih pekat dari
dengan sampel sebelumnya
- Ada sedikit - Tidak ada
endapan endapan
(Ninhidrin) (Ninhidrin) (Ninhidrin)
No. Sampel Hidrolisis
Suhu Ruang Pemanasan Pendinginan
1. Susu beruang
(putih tulang,
lebih pekat)
- Putih - Warnanya - Lebih putih dari
kehijauan putih semula
(Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe)
- Hijau - Hijau - Hijau
kecoklatan kecoklatan kecoklatan
(+ + +) ( + + + +) ( + + + +)
(Biuret) (Biuret) (Biuret)
2. Susu ultra (putih) - Putih - Warnanya sedikit - Warna berubah
kehijauan pudar kehijauan sedikit putih
kehijauan
(Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe) (Ekstrak Jahe)
- Hijau - Hijau - Hijau
kecoklatan kecoklatan kecoklatan
(+ + + +) (+ + +) (+ + +)
(Biuret) (Biuret) (Biuret)
3. Yogurt ( pink
keputih-putihan)
- Menjadi - Warna menjadi - Warna lebih
warna krem krem putih daripada
Sampel
( Ekstrak Jahe ) ( Ekstrak Jahe ) ( Ekstrak Jahe )
- Hijau - Hijau - Hijau
kecoklatan kecoklatan kecoklatan
( + + + + ) ( + + + +) (+ + + +)
(Biuret) (Biuret) (Biuret)
4. Susu Kedelai - Menjadi warna - Putih kehijauan - Lebih putih
(putih encer) hijau kehijauan
- Tetap encer
( Ekstrak Jahe ) ( Ekstrak Jahe ) ( Ekstrak Jahe )
- Hijau - Hijau kecoklatan - Hijau kecoklatan
kecoklatan
(+ + + +) ( + + + +) ( + + + +)
(Biuret) (Biuret) (Biuret)
4.2 Reaksi
4.2.1 Uji ninhidrin
4.2.1.1 Ninhidrin + alanin
2
C
C
C
OH
OH
O
O
H3C C COOH
H
NH3
HO
C
C
C
H3C CH3
O
NH3 CO2
H
Ninhidrin Alanin
Ninhidrin
4.2.1.2 Ninhidrin + serin
2
C
C
C
OH
OH
O
O
H2O CH2 COOH
NH2
HO
H
C
C
C
HO CH
O
CH2 CO2NH3
Ninhidrin Serin
Ninhidrin
4.2.1.3 Ninhidrin + Yogurt
2
C
C
C
OH
OH
O
O
N C C N C C
Ninhidrin
H H O H H O
R1 R2
4.2.1.4 Ninhidrin + telur bekicot
2
C
C
C
OH
OH
O
O
N C C N C C
Ninhidrin
H H O H H O
R1 R2
4.2.1.5 Ninhidrin + putih telur ayam biasa
2
C
C
C
OH
OH
O
O
N C C N C C
Ninhidrin
H H O H H O
R1 R2
4.2.1.6 Ninhidrin + putih telur ayam kampung
2
C
C
C
OH
OH
O
O
N C C N C C
Ninhidrin
H H O H H O
R1 R2
4.2.1.7 Ninhidrin + putih telur bebek
2
C
C
C
OH
OH
O
O
N C C N C C
Ninhidrin
H H O H H O
R1 R2
4.2.1.8 Ninhidrin + susu beruang
2
C
C
C
OH
OH
O
O
N C C N C C
Ninhidrin
H H O H H O
R1 R2
4.2.1.9 Ninhidrin + susu beruang
2
C
C
C
OH
OH
O
O
N C C N C C
Ninhidrin
H H O H H O
R1 R2
4.2.1.10 Ninhidrin + susu putih
2
C
C
C
OH
OH
O
O
N C C N C C
Ninhidrin
H H O H H O
R1 R2
4.2.2 Uji Biuret
4.2.2.1 Biuret + Alanin
nCu OH 2+H2N C C OH
H
H
H
CH3
4.2.2.2 Biuret + serin
nCu OH 2+H2N C C OH
H
H
H
CH3
4.2.2.3 Putih telur bebek + Biuret
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
2 + Cu2+N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
Cu2+
4.
2.2.4 Putih telur ayam biasa + Biuret
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
2 + Cu2+N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
Cu2+
4.2.2.5 Putih telur ayam kampung + Biuret
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
2 + Cu2+N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
Cu2+
4.2.2.6 Telur bekicot + Biuret
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
2 + Cu2+N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
Cu2+
4.2.2.7 Susu kedelai + Biuret
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
2 + Cu2+N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
Cu2+
4.2.2.8 Susu beruang + biuret
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
2 + Cu2+N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
Cu2+
4.2.2.9 Susu ultra dengan Biuret
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
2 + Cu2+N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
Cu2+
4.2.2.10 Yogurt + Biuret
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
2 + Cu2+N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
Cu2+
4.2.3 Denaturasi protein + Asam kuat (H2SO4)
4.2.3.1 Putih telur bebek + H2SO4
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
+ H2SO4 H C CN OH
R1
H H O
H C CN OH
R2
H H O
4.2.3.2 Putih telur ayam + H2SO4
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
+ H2SO4 H C CN OH
R1
H H O
H C CN OH
R2
H H O
4.2.3.3 Putih telur ayam kampung + H2SO4
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
+ H2SO4 H C CN OH
R1
H H O
H C CN OH
R2
H H O
4.2.3.4 Telur bekicot + H2SO4
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
+ H2SO4 H C CN OH
R1
H H O
H C CN OH
R2
H H O
4.2.3.5 Susu kedelai+ H2SO4
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
+ H2SO4 H C CN OH
R1
H H O
H C CN OH
R2
H H O
4.2.3.6 Susu beruang + H2SO4
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
+ H2SO4 H C CN OH
R1
H H O
H C CN OH
R2
H H O
4.2.3.7 Susu ultra + H2SO4
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
+ H2SO4 H C CN OH
R1
H H O
H C CN OH
R2
H H O
4.2.3.8 yogurt + H2SO4
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
+ H2SO4 H C CN OH
R1
H H O
H C CN OH
R2
H H O
4.2.3.8 yogurt + H2SO4
N
H
C N
R2
C C C
O
R1
HH HO
n
+ H2SO4 H C CN OH
R1
H H O
H C CN OH
R2
H H O
4.3 Pembahasan
Protein termasuk dalam kelompok senyawa yang terpenting dalam organisme hewan.
Sesuai dengan peranan ini, kata protein berasal dari kata Yunani proteios, yang artinya
“pertama”. Protein adalah poliamida, dan hidrolisis protein menghasilkan asam-asam
amino. Secara kimiawi, protein merupakan senyawa polimer yang tersusun atas satuan
asam amino, sebagai monomernya. Asam amino merupakan sembarang senyawa organik
yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (-NH2). Dalam biokimia
seringkali pengertiannya dipersempit : kedua terikat pada satu atom karbon C yang sama
atau disebut atom (alfa atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina
memberikan sifat basa. Ikatan peptida, yaitu ikatan antara gugus karboksil (-COOH) asam
amino yang satu dengan gugus amina (-NH2) dari asam amino yang lain dengan
melepaskan satu molekul air. Struktur dari asam amino, protein dan ikatan peptida adalah
sebagai berikut :
a. Asam amino
H C C
OH
R OH b. Ikatan peptida
CH CR
NH2
O
NH CH C OH
OR
c. Protein
CN
H H O H H O H
R R'
C C N C N
Tidak semua asam amino dapat diperoleh dengan antar pengubahan (interkonversi) dari
asam amino lain atau dengan sintesis dari senyawa lain dalam sintesis binatang. Asam
amino yang diperlukan untuk sintesis protein dan ini tidak disintesis sendiri oleh
organisme itu tetapi harus terdapat dalam makanannya. Senyawa semacam ini dirujuk
sebagai asam amino esensial. Asam amino esensial bergantung pada spesi hewan itu dan
bahkan bergantung pada perbedaan individu. Sedangkan untuk asam amino non esensial
itu sendiri adalah asam amino yang bisa diproduksi sendiri oleh tubuh, sehingga memiliki
prioritas konsumsi yang lebih rendah dibandingkan dengan asam amino esensial dan bisa
berasal dari makanan maupun dibentuk sendiri oleh tubuh bila tubuh membutuhkannya
melalui proses metabolisme yang dilakukan oleh tubuh.
Denaturasi suatu protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh terkacaunya
ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang mengutuhkan molekul itu. Akibat suatu
denaturasi adalah hilangnya banyak sifat biologis protein itu. Faktor-faktor yang
menyebabkan denaturasi protein, yaitu :
- Perubahan temperatur. Memasak putih telur merupakan contoh denaturasi yang tidak
reversibel. Suatu putih telur adalah cairan tak berwarna yang mengandung albumin,
yakni protein globular yang larut. Pemanasan putih telur akan mengakibatkan albumin
itu membuka lipatan dan mengendap; dihasilkan suatu zat padat putih.
- Perubahan pH. Juga dapat mengakibatkan denaturasi. Bila susu menjadi asam,
perubahan pH yang disebabkan oleh pembentukan asam laktat akan menyebabkan
penggumpalan susu, atau pengendapan protein yang semula larut.
Kandungan dari masing-masing sampel dapat dilihat pada tabel berikut:
Nama
bahan
makanan
Air
(aq)
Kalori
(kal)
Protein
(g)
Lemak
(g)
Karbo
(g)
Ca
(mg)
P
(mg)
Fe
(mg)
Telur
ayam
74,0
162
12,8
11,5
0,7
54
180
2,7
Telur
ayam
bagian
kuning
49,4
361
16,3
31,9
0,7
147
586
7,2
Telur
ayam
bagian
putih
87,8 50 10,8 0 0,8 -6 17 0,2
Telur
bebek
70,8
189
13,1
14,3
0,8
56
175
2,8
Telur
bebek
bagian
putih
88,0
54
11,0
0
0,8
150
400
7,0
Susu
kedelai
87
41
3,5
2,5
5,0
50
45
1,9
Susu
sapi
88
61
3,2
3,5
4,3
141
60
1,7
Yogurt
39 52 3,2 4,0 4,6 120 90 0,1
Nama bahan
makanan
A (SI) B1 (mg) C (mg) Byold (g)
Telur ayam
900 0,10 0 90
Telur ayam
bagian kuning
2000
0,27
0 100
Telur ayam
bagian putih
0 0 0 100
Telur bebek
1230 0,18 0 90
Telur bebek
bagian putih
0 0,01 0 100
Susu kedelai
0 0,02 2 100
Susu sapi
130 0,03 0,03 100
Yogurt
73 0,04 0,04 100
Jahe memiliki enzim protease 2,26 % yang dapat memecah protein menjadi asam amino
dan enzim lipase yang dapat memecah lemak. Kandungan kimia jahe itu sendiri antara
lain : minyak atsiri, dumar, mineral sineol, kallendren, kumker, borneol, zinggiberin,
zingiberol, gigerol (pada bagian-bagian merah), zingeron, lipidas, asam aminos (enzim
protease), vitamin A,B,C, protein minyak jahe berwarna kuning kental. Minyak ini benyak
mengandung terpen, fallandren, dextro kamfer, bahan sesquiterfen, dumar dan pati.
Protein-protein menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam reaksi kimia. Meskipun
demikian proton kebanyakan menunjukkan sifat-sifat dari senyawa amfoter, yaitu
membentuk garam-garam baik dengan larutan-larutan asam atau basa atau dengan enzim-
enzim. Ternyata bahwa hidrolisis protein didahului dengan pecahnya molekul-molekul
menjadi zat-zat yang lebih sederhana (pepton). Hidrolisis yang sempurna dari protein
sederhana memberikan campuran dari asam-asam amino. Semua protein dapat dihidrolisis
oleh larutan-larutan berair dari asam-asam amino yang mempunyai struktur RCH (NH2)
COOH.
Asam-asam amino merupakan senyawa-senyawa kristalin yang tak berwarna, larutan
dlam air (kecuali sistein dan tirosin) mereka pada umumnya larut dalam alkohol encer,
tidak larut dalam alkohol absolute, asam-asam amino bersifat Zwitterion yang 50 % asam-
asam amino lebih berada dalam bentuk dipolar dimedium listrik asam-asam amino
bergerak ke katoda dalam larutan-larutan asam dan ke arah anoda dalam larutan basa.
Uji ninhidrin digunakan untuk menunjukkan adanya asam amino dalam zat yang di uji.
Uji ninhidrin berlaku untuk semua asam amino. Ninhidrin (2,2-Dihydroxyindane-1,3-
dione) merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mendeteksi gugus amina dalam
molekul asam amino. Asam amino bereaksi dengan ninhidrin membentuk aldehida
dengan satu atom C lebih rendah dan melepaskan molekul NH3 dan CO2. Ninhidrin yang
telah bereaksi akan membentuk hidrindantin. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya
kompleks berwarna biru/keunguan yang disebabkan oleh molekul ninhidrin + hidrindantin
yang bereaksi dengan NH3 setelah asam amino tersebut dioksidasi.
Uji biuret adalah uji umum untuk protein (ikatan peptida), tetapi tidak dapat menunjukkan
asam amino bebas. Zat yang akan diselidiki mula-mula ditetesi larutan NaOH, kemudian
ditetesi larutan tembaga (II) sulfat yang encer. Jika terbentuk warna ungu berarti zat itu
mengandung protein.
Proses hidrolisis adalah proses pemecahan suatu molekul menjadi senyawa-senyawa yang
lebih sederhana dengan bantuan molekul air. Hidrolisis protein adalah proses pecahnya
atau terputusnya ikatan peptida dari protein menjadi molekul yang lebih sederhana.
Hidrolisis ikatan peptida akan menyebabakan beberapa perubahan pada protein, yaitu
meningkatnya kelarutan karena bertambahnya kandungan NH3+ dan COO- dan
berkurangnya berat molekul protein atau polipetida, rusaknya struktur globular protein.
Hidrolisis lain yang dapat dilakukan yaitu hidrolisis enzimatik, dilakukan dengan satu
enzim saja, atau beberapa enzim yang berbeda. Penambahan enzim perlu dilakukan
pengaturan pada kondisi pH dan dengan suhu optimum. Dibandingkan dengan hidrolisis
secara kimia (menggunakan asam atau basa), hidrolisis enzimatik lebih menguntungkan
karena tidak mengakibatkan kerusakan asam amino dan asam-asam amino bebas serta
peptida dengan rantai pendek yang dihasilkan lebih bervariasi, reaksi dipercepat kira-kira
1.012 sampai 1.020, tingkat kehilangan asam amino esensial lebih rendah, biaya produktif
relatif lebih murah dan menghasilkan komposisi asam amino tertentu terutama peptida
rantai pendek yang mudah diadsorpsi oleh tubuh.
Pada percobaan ini digunakan 10 sampel dengan larutan biuret, larutan nin hidrin dan
larutan H2SO4. Pada percobaan uji ninhidrin, jika ditinjau dari endapan atau kekentalan
yang dihasilkan jika diurutkan dari yang paling besar ke yang paling kecil atau sedikit
yaitu alanin, serin, telur bekicot, telur bebek, susu biasa, susu beruang, putih telur ayam
biasa, putih telur ayam kampung, susu kedelai dan yogurt. Pada alanin dan serin memiliki
lebih banyak atau lebih besar kepekatannya dari sampel yang lain, karena uji ninhidrin
untuk menguji asam amino, jadi melalui percobaan ini dapat diketahui bahwa alanin dan
serin memiliki lebih banyak kandungan asam amino. Sedangkan pada susu kedelai dan
yogurt tidak menghasilkan suatu reaksi, karena susu kedelai dan yogurt mengandung
protein, bukan mengandung asam amino. Fungsi H2SO4 yaitu sebagai larutan asam kuat
yang ditambahkan untuk mempercepat reaksi. Fungsi alanin yaitu sebagai sampel bahan
yang akan diuji dan mengandung asam amino. Fungsi dari serin yaitu sebagai sampel
bahan yang akan diuji dan mengandung asam amino.
Pada percobaan biuret, jika ditinjau dari endapan atau kekentalan yang dihasilkan jika
diurutkan dari yang paling besar ke yang paling kecil atau sedikit yaitu telur bebek, putih
telur ayam biasa, putih telur ayam kampung, alanin, serin, susu biasa, yogurt, susu kedelai,
susu beruang dan telur bekicot. Pada uji biuret dilakukan untuk menguji protein yang
tekandung dalam sampel. Protein yang paling banyak ditemukan ada pada telur bebek,
putih telur ayam biasa dan putih telur ayam kampung. Sebab pada telur banyak diperoleh
protein didalamnya. Sebab pada semua sampel telur banyak mengandung protein pada
bagian putih telurnya setelah dilakukan pengujian pada percobaan ini.
Pada percobaan denaturasi protein dengan metode pemanasan dan dengan menggunakan
asam kuat. Pada metode pemanasan digunakan 10 sampel, dan jika diurutkan dari endapan
yang dihasilkan dari yang terbesar ke yang terkecil yaitu telur bekicot, telur bebek, putih
telur ayam biasa, putih telur ayam kampung, alanin, susu biasa, susu beruang, susu
kedelai, yogurt, susu biasa dan serin. Pada proses pemanasan ini yang paling banyak pada
putih telur ayam biasa, putih telur ayam kampung, telur bekicot, telur bebek. Karena,
protein paling banyak pada telur bekicot, putih telur ayam biasa, putih telur ayam
kampung, telur bebek dan telur bekicot, sehingga dengan cara pemanasan, maka protein
mengalami denaturasi, yaitu struktur proteinnya rusak atau pecah. Pada serin tidak
terdapat endapan, karena serin tidak mengandung protein. Pada percobaan denaturasi
dengan asam kuat, jika diurutkan endapan yang terbentuk dari yang terbesar ke yang
paling terkecil yaitu telur bekicot, putih telur bebek, putih telur ayam biasa, putih telur
ayam kampung, susu beruang, susu biasa, susu kedelai dan yogurt. Sedangkan pada alanin
dan serin tidak menghasilkan warna atau tidak bereaksi, sebab alanin dan serin tidak
mengandung protein. Pada sampel alanin dan serin tidak terbentuk perubahan warna,
dengan kata lain tidak mengalami reaksi. Pada alanin dan serin tidak mengandung protein,
melainkan mengandung asam amino.
Pada percobaan hidrolisis, terdiri dari suhu ruang, pemanasan dan pendinginan. Pada suhu
ruang digunakan uji nin hidrin dan dengan ekstrak jahe. Pada susu kedelai tidak terdapat
endapan dengan penambahan ekstrak jahe, begitu juga dengan penambahan nin hidrin
tidak dapat melakukan hidrolisis. Pada susu ultra terjadi endapan pada penambahan ekstak
jahe, sedangkan pada nin hidrin kekentalannya lebih encer dan ada endapan. Pada susu
beruang, kekentalannya sama dengan sebelumnya dengan menambahkan ekstrak jahe.
Pada penambahan nin hidrin terdapat sedikit endapan. Sedangkan proses pemanasan pada
susu kedelai tidak terdapat endapan dengan menambahkan ekstrak jahe. Pada penambahan
nin hidrin tidak terdapat endapan. Pada susu ultra tidak terdapat endapan dengan
menambahkan ekstrak jahe. Pada penambahan nin hidrin tidak ada endapan. Pada susu
beruang terdapat banyak endapan pada penambahan ekstrak jahe. Pada penambahan nin
hidrin terdapat sedikit endapan. Pada yogurt lebih cair kekentalannya dengan
menambahkan ekstrak jahe dan tidak ada endapan. Sedangkan pada penambahan nin
hidrin tidak ada endapan. Pada percobaan dengan pendinginan, pada susu kedelai tidak
terdapat endapan pada penambahan ekstrak jahe. Ekstrak jahe dilakukan untuk menguji
suatu larutan, karena ekstrak jahe mengandung enzim lipase dan protease untuk
menghidrolisis protein. Sedangkan pada penambahan ninhidrin larutannya tetap dan tak
berubah. Pada susu ultra terdapat endapan dengan penambahan ekstrak jahe. Pada
penambahan ninhidrin tidak terdapat endapan. Pada susu beruang larutannya lebih encer
pada penambahan ekstrak jahe. Penambahan nin hidrin larutannya lebih pekat dari
sebelumnya. Sedangkan pada sampel yogurt larutannya lebih cair dari sebelumnya untuk
penambahan ekstrak jahe. Penambahan nin hidrin lebih pekat dari sebelumnya.
Pada percobaan hidrolisis dengan sampel lain, melalui suhu ruang, pemanasan dan
pendinginan. Dari 4 sampel yang digunakan dengan menggunakan uji biuret pada suhu
ruang jika diurutkan kepekatannya dan kekentalannya yaitu kedelai, yogurt, susu ultra dan
susu beruang. Sedangkan pada ekstrak jahe, seluruh sampel berwarna kehijauan. Pada
proses pemanasan dengan uji biuret jika diurutkan kepekatannya yaitu susu beruang, susu
ultra, yogurt, susu kedelai memiliki kepekatan dan kekentalan yang sama. Pada ekstrak
jahe, susu beruang berwarna putih keruh. Pada susu ultra, warnanya pudar kehijauan, pada
yogurt warnanya krem, pada susu kedelai warnanya putih kehijauan. Pada proses
pendinginan dengan uji biuret jika diurutkan kepekatan dan kekentalannya yaitu yogurt,
susu beruang, susu ultra dan susu kedelai. Pada ekstrak jahe, susu beruang berwarna lebih
putih dari semula, pada susu ultra berwarna putih kehijauan, pada yogurt berwarna lebih
putih, pada susu kedelai berwarna putih kehijauan.
Adapun faktor-faktor kesalahan, yaitu:
- Kurang tepat saat pengambilan larutan dan sampel sehingga hasil yang didapat
kurang tepat
- Kurang bersih saat mencuci alat sehingga mempengaruhi reaksi
- Kurang hati-hati dalam memegang tabung reaksi
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
-Warna awal dari alanin adalah bening, setelah ditambahkan larutan biuret,
warnanya menjadi bening kebiruan, hal ini terjadi karena uji biuret untuk
menguji adanya ikatan peptida atau protein.
-Warna awal serin adalah bening, setelah ditambahkan larutan ninhidrin, warna larutan
berubah menjadi ungu tua kebiruan. Uji ninhidrin dilakukan untuk menguji adanya asam
amino.
-Warna awal putih telur ayam kampung yaitu bening dan tampak keruh, setelah
ditambahkan larutan biuret, larutannya terdapat endapan. Uji biuret menunjukkan adanya
kandungan protein dalam putih telur ayam kampung.
5.2 Saran
Sebaiknya pada percobaan selanjutnya tidak menggunkan sampel alanin dan serin saja,
tetapi juga dapat menggunakan asam amino lain seperti volin, glisin dan prolin agar hasil
yang dapat lebih bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid, A. Toha. 2001. Biokimia Metabolisme. Manokwari : Alfabeta.
Fessenden, John R. 1982. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.
Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta : UGM Press.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Bandung : ITB Press.
Yazid, Estein. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Yogyakarta : ANDI.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaksi kimia dapat ditimbulkan oleh arus listrik, dan sebaliknya reaksi kimia dapat
dipakai untuk menghasilkan arus listrik. Elektrolisis merupakan proses dengan mana
reaksi redoks yang tidak bisa berlangsung sponstan. Untuk lebih memahami apakah
sebenarnya elektrolisis itu dapat dilihat pada proses pengisian aki tersebut dapat
disimpulkan bahwa apabila ke daam suatu larutan elektrolit dialiiri arus listrik searah
maka akan terjadi reaksi kimia, yaitu penguraian atas elektrolit tadi. Peristiwa penguraian
(reaksi kimia) oleh arus searah itulah yang disebut elektrolisis.Sel elektrolisis terdiri dari
larutan yang dapat menghantarkan listrik disebut elektrolit, dan dua buah elektroda yang
berfungsi sebagai katoda dan anoda.
Elektrolisis mempunyai banyak kegunaan diantaranya yaitu dapat memperoleh
unsur-unsur logam,halogen, gas hidrogen, dan gas oksigen. Kemudian dapat menghitung
konsentrasi ion logam daam suatu larutan, digunakan dalam pemuaian suatu logam, serta
salah satu proses elektrolisis yang popular adalah penyerpuhan, yaitu pelapisan
permukaan sutu logam dengan logam lain.
Elektrokimia merupakan bagian dari ilmu kimia yang mempelajari hubungan
antara perubahan zat dan arus listrik yang berlangsung dalam sel elektrokimia.Seperti
yang telah diketahui diatas elektrolisis mempunyai banyak manfaat dlam kehidupan
sehari-hari. Sehingga penting agar lebih mengetahui dan dapat mempelajari proses dari
elektrolisis.
Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan agar dapat memahami dan mempelajari
proses dan konsep-konsep elektrolisis. Dan juga, percobaan ini dilakukan agar dapat
mengetahui reaksi-reaksi yang dapat terjadi pada percobaan elektrolisis, sehingga kita
dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Percobaan
Mengetahui proses elektrolisis pada larutan CuSO4 dengan elektroda karbon.
Mengetahui perubahan yang terjadi pada katoda dan anoda dari proses
elektrolisis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Elektrolisis
Berlawanan dengan reaksi redoks spontan, yang menghasilkan perubahan energi
kimia menjadi energi listrik, elektrolisis ialah proses yang menggunakan energi listrik agar
reaksi kimia nonspontan dapat terjadi. Sel elektrolisis dan proses yang berlangsung dalam
sel galvanik. Disini kita membahas tiga contoh elektrolisis berdasarkan asas tersebut.
Kemudian kita akan melihat aspek-aspek kuantitatif dari elektrolisis (Chang, 2005).
Ukuran laju pengeluaran elektron dari elektroda, adalah rapatan arus j, yaitu arus
listrik per satuan luas(flusk muatan). Dalam sel elektrolisa, yaitu sel elektrokimia dengan
reaksi kimia yang tak spontan dijalankan oleh pemberian listrik dari luar, pengendapan
dan evolusi gas yang cukup besar, hanya terjadi jika potensil yang diberikan, melebihi
potensial sel arus-nol, dengan kuantitas yang disebut potensial lebih. Kita akan
menentukan hubungan antara potensial lebih dengan arus, dan melihat apakah yang
menentukan nilai tersebut (Irma, 1993).
2.2 Elektrolisis Lelehan Natrium Klorida
Dalam keadaan meleleh, Natrium Klorida, suatu senyawa ionik, dapat di
elektrolisis agar membentuk logam Natrium dan Klorin. Dalam lelehan NaCl, kation dan
anionnya masing-masing adalah ion Na+ dan Cl- (Chang, 2005).
Anoda e- katoda e-
Oksidasi reduksi
2ClCl2(g)+2e- 2Na++2e2Na(l)
Gambar 2.1 Rangkaian Elektrolisis
Gambar 2.1 adalah diagram sederhana yang menunjukan reaksi yang terjadi pada
elektroda. Sel elektrolitik mempunyai sepasang elektroda yang dihubungkan kebaterai.
Baterai berfungsi sebagai “pompa elektron”,menggerakan elektron ke katoda(tempat
terjadinya reduksi), dan menarik elektron dari anoda (tempat terjadinya oksidasi). Raksi
pada elektroda adalah :
Anoda (oksidasi): 2Cl(e)Cl2(g)+2e-
Kadoda (reduksi): 2Na+(e) +2e 2Na(l)
Keseluruhan : 2Na+(l) +2Cl 2Na(l)+Cl(g)
Proses ini merupakan sumber utama logam natrium murni dan gas klorin (Chang, 2005).
Perkiraan teoritis menunjukan bahwa nilai Eo untuk keseluruhan proses adalah
sekitar 4V, yang berarti bahwa ini termasuk proses nonspontan. Jadi, minimum 4 V harus
dipasok oleh baterai untuk melaksanakan reaksi. Pada praktiknya, diperlukan voltase yang
lebih tingggi akibat ketidak-efisienan dalam proses elektrolitik dan akibat over-voltase
(Chang, 2005).
2.3 Elektrolisis Air
Air yang murni, praktis tak menghantar listrik, tetapi jika asam, basa atau garam
dilarutkan didalamnya, larutan yang dihasikan bukan saja menghantarkan arus listrik,
melainkan juga mengalami perubahan-perubahan kimia. Seluruh proses ini disebut
elektrolisis (Shelve, 1990).
Air dalam beaker pada kondisi atmosfer (1 atm dan 25oC) tidak akan terurai
secara spontan membentuk gas hidrogen dan oksigen sebab perubahan energi-bebas,
standar untuk reaksi ini positif dan besar:
2H2O(l) 2H2(g)+O2(g) ∆Go=474,4KJ
Namun demikian, reaksi ini dapat dibuat terjadi di dalam suatu sel seperti yang
ditunjukan.Sel elektrolitik ini terdiri atas sepasang elektroda yang terbuat dari logam
nonreaktif, seperti platina, yang direndam di dalam air.Ketika elektroda-elektrodanya
membawa arus listrik. (ingat bahwa 25oC, air murni hanya memiliki 1 x 10-7 M ion H+ dan
1 x 10-7 M ion OH-) (Chang, 2005).
Sebaliknya reaksi dengan mudah terjadi dalam larutan H2SO4 0,1M sebab
terdapat cukup ion untuk menghantarkan listrik.Dengan segera gas mulai keluar pada
kedua elektroda.Proses pada anodanya adalah :
2H2O O2(g) + 4H+(aq) + 4e-
Sementara pada katoda terjadi :
H+(aq) + e-
½ H2(g)
Reaksi keseluruhan diberikan oleh :
Anoda (oksidasi) : 2H2O O2(g) + 4H+(aq) + 4e-
Katoda (reduksi) : 4H+(aq) + e-
½ H2(g)
Keseluruhan :2H2O(l)2H2(g) +O2(g) (Chang,2005).
2.4 Elektrolisis Larutan Berair Natrium Klorida
Ini merupakan contoh yang paling rumit di antara ketiga contoh elektrolisis yang
dibahas disini karena larutan natrium klorida mengandung beberapa spesi yang dapat di
oksidasi dan direduksi. Reaksi oksidasi yang mungkin terjadi pada anoda ialah :
(1) 2Cl-(aq)Cl2(g) + 2e-
(2) 2H2O(l) O2(g) + 4H+(aq) + 4e-
Potensial reduksi standar untuk (1) dan (2) tidak berbeda jauh, tetapi nilainya menyiratkan
bahwa yang cenderung terjadi adalah H2O teroksidasi pada anoda.Namun, dari percobaan
ternyata gas yang dibebaskan pada anoda ialah Cl, bukan O2. Dalam mengkaji proses
elektrolitik, kita terkadang menemukan bahwa voltase yang diperlukan untuk suatu reaksi
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditunjukan oleh potensial elektroda.
Overvoltase ialah selisih antara potensial elektroda dan voltase sebenarnya yang
diperlukan untuk menyebabkan elektrolisis. Overvoltase untuk pembentukan O2 cukup
tinggi. Jadi, pada kondisi kerja normal, adalah gas Cl2 yang ternyata terbentuk O2 (Chang,
2005).
Reduksi yang mungkin terjadi pada katoda ialah :
(3) 2H+(aq) +2e-
H2(g)
(4) 2H2O(l) + 2e- H2(g) + 2OH-
(aq)
(5) Na+(aq) + e-
Na(s) (Chang, 2005)
2.5 Potensial Sel
Potensial sel dalam keadaan standar dapat dihitung dari potensial elektroda
standar.Setiap elektroda cenderung menarik elektron ke arahnya, dan yang menang adalah
poensial reduksinya lebih besar. Elektroda kuat akan menerima elektron dan menjadi
katoda, sedangkan yang lain terpaksa memberikan elektron menjadi anoda. Potensial sel
merupakan selisih dari daya tarik yang kuat dan yang lemah.Yaitu selisih potensial reduksi
katoda dan anoda.
E sel = E katoda – E anoda
Cara menentukan katoda dan anoda serta sel adalah sebagai berikut.Tuliskan reaksi
reduksi kedua elektroda. Pemberian nilai potensialnya sebagai katoda adalah yang besar
potensial reduksinya, dan tuliskan reaksi oksidasi(dengan membalik reaksi reduksi) serta
oksidasinya. Kalikan reaksi dengan bilangan bulat agar jumlah elektron yang diterima
sama dengan yang dilepaskan, sedangkan nilai potensial elektroda tetap (tidak dapat
dikalikan). Lalu tuliskan reaksi redoks dari sel dengan rumus :
EO sel = EO reduksi – Eo oksidasi
Beberapa istilah yang dipakai dalam elektrokimia adalah sel volta (galvani) dan
sel elektrolisis. Suatu sel terdiri dari dua elektroda dan satu atau lebih larutan dalam wadah
yang sesuai. Jika sel itu dapat memberi energi listrik kepada suatu sistem-luar (eksternal),
jadi disebut sel volta (atau galvani). Energi kimia diubah sedikit banyak dengan lengkap
menjadi energi listrik, tetapi sebagian dari energi itu terbuang sebagian kalor (panas). Jika
energi listrik itu diberikan dari sumber luar, sel melalui mana yang mengalir dinamakan
sel elektrolisis, dan hukum-hukum Faraday menjelaskan perubahan utama pada elektroda-
elektroda. Jika arus dimatikan, produk-produk ini cenderung menghasilkan suatu arus
dengan arah yang berlawanan dengan arah dalam mana arus elektrolisis dilakukan. Katoda
adalah elektroda pada mana reduksi terjadi. Dalam sebuah sel elektrolisis, itu adalah
elektroda yang melekat pada terminal negatif dari sumber, karena elektron-elektron
meninggalkan sumber dan masuk ke dalam sel elektrolisis pada terminal tersebut. Katoda
adalah terminal positif dari sebuah sel galvani, Karena sel demikian menerima elektron-
elektron pada terminal ini (Bassett, 1994).
Anoda adalah elektroda dimana oksidasi terjadi. Ini adalah terminal positif dari
suatu sel elektrolisis atau terminal negatif dari suatu sel volta. Sedangkan elektroda
terpolarisasi adalah suatu elektroda yang terpolarisasi jika potensialnya menyimpang dari
nilai reversibelnya atau nilai keseimbangannya. Suatu elektroda dikatakan didepolarisasi
oleh suatu zat, jika zat ini menurunkan banyaknya polarisasi (Bassett, 1994).
Potensial penguraian, jika dikatakan voltase rendah, katakanlah 0,5 volt, maka
sebuah amperemeter yang ditaruh dalam sirkuit itu, mula-mula akan menunjukkan bahwa
suatu arus yang cukup berarti sedang mengalir, tetapi kekuatannya berkurang dengan
cepat dan setelah sebentar menjadi boleh dikatakan sama dengan nol. Jika voltase yang
dikenakan berangsur-angsur dinaikan, ada sedikit kenaikan arus sampai, bila voltase yang
diberikan mencapai suatu nilai tertentu, arus tiba-tiba naik cepat dan naiknya e.m.f. Pada
umunya, akan dapat diamati, bahwa pada titik bila mana ada kenaikan arus yang
mendadak, gelembung-gelembung gas mulai dilepaskan dengan bebas pada elektroda-
elektroda. Eksperimen ini dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana. Sebuah
baterai aki dihubungkan pada ujung-ujung kawat tahanan AB yang seragam, sebagai mana
sebuah pembuat kontak D dapat digerakan : penurunan potensial antara A dan D jadi dapat
diubah-ubah berangsur-angsur. Dua elektroda platinum yang harus dibenamkan dalam
asam sulfat 1M dalam sel E. Sebuah voltmeter yang sesuai ditaruh di antara kedua
elektroda sel (Bassett, 1994).
Telah diamati, bahwa sementara potensial penguraian larutan-larutan garam
saling berbeda-beda jauh sekali, potensial penguraian untuk asam-asam dan alkali-alkali
(basa), dengan kekecualian asam-asam halogen, semua adalah kira-kira 1,7 Volt. Karena
itu disimpulkan bahwa proses elektrolitik yang sama, terjadi dengan asam-asam dan basa-
basa ini, ini hanyalah bisa berubah pelepasan hidrogen pada katoda dan oksigen pada
anoda :
2H++ 2e-H2 (medium basa)
2H2O + 2e-H2 +2OH- (medium asam)
2H2O 4H+ + 4e (medium asam)
4OH-O2 + 2H2O+4e (medium basa)
Sedangkan reaksi netto adalah penguraian air :
2H2O 2H2 + O2
Dengan asam-asam halogen dalam larutan 1 M, halogen dan bukan oksigen, dibebaskan
pada anoda, karena discas (pelucuran muatan) ion halogen dapat terjadi lebih mudah
ketimbang discas ion hidroksida, potensial discas berbeda-beda tergantung pada
halogennya (Bassett, 1994).
Untuk suatu elektrolisis serupa dari larutan zink sulfat 1 M, reaksi-reaksi pada
katoda dan anoda masing-masing adalah :
Zn2+ + 2eZn
2H2O 4H+ + 4e
Dimana suatu elektrode oksigen dihasilkan pada anoda (Bassett, 1994).
2.6 Elektrolit
Fakta eksperimen yang seakan-akan berdiri sendiri-sendiri, telah diuraikan.
Bahwa arus listrik dihantarkan oleh migrasi partikel-partikel bermuatan dalam elektrolit,
dan bahwa dalam larutan zat-zat elektrolit jumlah partikelnya adalah 2,3….. dan
sebagainya, kali lipat lebih banyak dari pada jumlah molekul yang larut. Untuk
menjelaskan fakta-fakta ini, Arrbenius mengemukakan teorinya tentanf disosiasi elektrolit
(1887). Menurut teori ini molekul-molekul elektrolit, bila dilarutkan dalam air berdisosiasi
menjadi atom-atom atau gugus-gugus atom yang bermuaatan, yag sesungguhnya adalah
ion-ion yang menghantarkan arus dalam elektrolit dengan migrasi. Disosiasi ini
merupakan suatu proses dapat-balik(reversibel); derajat disosiasinya berbeda-beda
menurut derajat pengenceran. Pada larutan yang sangat encer, disosiasi praktis sempurna
untuk semua elektrolit. Karena itu, disosiasi elektrolit(ionisasi)senyawa-senyawa boleh
dinyatakan dengan persamaan :
NaCl Na+ + Cl-
MgSO4 Mg2+ + SO42-
CaCl2 Ca2+ + 2Cl-
Na2SO42Na+ + SO42-
Ion-ion membawa muatan positif atau negatif. Karena larutan adalah
elektrisnetral, jumlah total muatan-muatan positif harus sama dengan jumlah total muatan-
muatan negatif dalam suatu larutan. Jumlah muatan yang dibawa oleh sebuah ion adalah
sama dengan valensi atom atau radikal itu. Penjelasan tentang hasil-hasil normal yang
diperoleh ketika mengukur penurunan titik beku atau kenaikan titik didih, sangatlah
gambling berdasarkan teori disosiasi elektrolisis (Svehla, 1990).
Fenomena elektrolisis juga dapat diterangkan dengan sederhana atas dasar teori
disosiasi elektrolisis. Konduktan (daya-hantar) larutan-larutan elektrolit disebabkan oleh
adanya ion (partikel bermuatan) dalam larutan yang bila arus listrik dialirkan, akan mulai
bermigrasi ke arah elektrode yang muatannya berlawanan, karena gaya-gaya
elektrostastik. Dalam hal asam klorida, kita mempunyai ion-ion hidrogen dan klorida di
dalam larutan :
HCl H+ + Cl-
Dan jelaslah, bahwa ion hidrogen akan bermigrasi ke arah katoda, sedangkan ion-ion
klorida akan bergerak ke arah anoda. Dalam larutan, seperti disebut tadi, yang
mengandung tembaga sulfat dan kalium dikromat, mendapat ion-ion dari tembaga (II)
yang biru (Svehla, 1990).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Power supply
Tabung U
Penjepit buaya
Gelas kimia
Pipet tetes
Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Sikat tabung
Kabel penghubung
Botol reagen
Corong kaca
3.1.2 Bahan
Elektroda karbon
Kawat tembaga
Larutan CuSO4
Larutan KI
Larutan FeCl3
Amilum
Tisu
Kertas lebel
Aquades
Sabun cair
Indikator pp
3.2 Prosedur percobaan
3.2.1 Elektrolisis larutan CuSO4
Dimasukan larutan CuSO4 kedalam tabung U
Dicelupkan kedua elektroda pada tabung U
Dialiri listrik 36 Volt
diamati
3.2.2 Katoda C dan anoda C
Dimasukan larutan CuSO4 kedalam tabung U
Dicelupkan kedua elektroda pada tabung U
Dialiri listrik 36 Volt
Diamati
3.2.3 Elektroda larutan KI 0,5 M
Dimasukan larutan KI 15% ke dalam tabung U
Dimasukan kedua elektroda ke masing-masing permukaan tabung U
( Katoda dan Anoda C )
Dialiri arus listrik sebesar 36 Volt pada kedua pada kedua elektroda tersebut
Diamati
Diambil 1 pipet larutan dari katoda, ditambahkan beberapa tetes indikator pp
Diamati
Diambil 1 pipet larutan anoda
Ditambahkan beberapa tetes amilum
Diamati
Diambil 1 pipet larutan dari katoda
Ditambahkan beberapa tetes FeCl3
Diamati
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
No. Perlakuan Pengamatan
1 Elektrolisis Larutan
CuSo4dengan Elektroda C
- Dimasukkan larutan CuSO4
ke dalam tabung U
- Dicelupkan kedua elektroda
pada tabung U
- Dialirkan listrik 36 volt
- Diamati.
- Larutan CuSO4 terasa dingin
- Larutan dalam keadaan suhu normal
- Pada batang karbon terlihat gelembung yang
banyak tetapi ukurannya kecil. Sedangkan
pada kawat embaga tidak ada gelembung
2 Katoda C dan Anoda C
- Dimasukkan larutan CuSO4
ke alam tabung U
- Dicelupkan kedua elektroda
pada tabung U
- Dialirkan listrik 36 volt
- Diamati.
- Larutan CuSO4 terasa dingin
- Larutan dalam keadaan suhu normal
- Terdapat gelembung dikedua batang karbon.
Dianoda terdapat gelembung yang lebih
banyak. Pada katoda batang karbon terlihat
berwarna merah bata, dan terlihat kikisan
batang karbon
3 Elektrolisis Larutan KI
dengan Elektroda C
- Dimasukkan lerutan KI 15%
ke dalam tabung U
- Larutan KI bening
- Katoda dan anoda C mengalami perubahan
- Dimasukkan kedua elektroda
ke masing-masing tabung U
(Katoda dan Anoda C)
- Dialirkan arus listrik sebesar
36 volt pada kedua elektroda
tersebut
- Diamati
- Diambil 1 pipet larutan dari
ketoda dan ditambahkan
beberapa tetes Indikator pp
- Diamati.
- Diambil 1 pipet larutan dari
ketoda dan ditambahkan
beberapa tetes FeCl3
- Diamati.
-Diambil 1 pipet larutan dari
anoda dan ditambahkan
beberapa tetes amilum
- Diamati.
- Pada anoda terdapat banyak gelembung pada
katoda terjadi pengikisan, dan keduanya ada
gelmbung
- Larutan pada katoda lebih bening dari pada
anoda lebih keruh
-FeCl3 bening
- Larutan berubah warna menjadi kuning
kecoklatan
-Amilum bening
-Campuran homogen dan tidak terjadi reaksi
4.2 Reaksi
4.2.1 Reaksi Elektrolisis CuSO4 dengan Elektroda C
CuSO4→ Cu2++SO42-
Katoda : Cu2++ 2e → Cu × 2
Anoda : 2H2O + 2e → 4H+ + 4e + O2 × 1
Katoda :2Cu2+ + 4e → 2Cu
Anoda :2H2O → 4H+ + 4e + O2
1
2Reaksi :2Cu2+ + 2H2O → 2Cu + 4H+ + O2
Reaksi lengkap: 2CuSO4 + 2H2O → 2Cu + 2H2SO4+ O2
4.2.2 Reaksi Elektrolisis CuSO4 dengan Katoda C dan Anoda Cu
CuSO4→ Cu2++ SO42-
Katoda : Cu2++ 2e → Cu
Anoda : Cu → Cu2++ 2e
1
2Reaksi : Cu2+ + Cu → Cu + Cu2+
4.2.3 Reaksi Elektrolisis KI dengan Elektroda C
KI → K+ + I-
Katoda : 2H2O + 2e → 2OH- + H2
Anoda : 2I- → I2 + 2e .
1
2Reaksi: 2I- + 2H2O → I2+2OH
- + H2
Reaksi lengkap: 2H2O + 2KI → 2KOH +I2 + H2O
4.2.4 Reaksi Larutan FeCl3 dengan OH-
FeCl3- + 3OH
- → Fe(OH)3
+ 3Cl-
4.2.4 Indikator pp + KOH OH OH
C
CH2
OH
+2KOH
OK O
C
C OK
O
+ 2H2O
4.2.6 Amilum dengan I2
O
O H
OH
CH2OH
H
H
H
H
OH
OH H
OH
CH2OH
H
H
H
OH
O
O
O H
OH
CH2OI
H
H
H
H
OH
OH H
OH
CH2OI
H
H
H
OH
O
n
+ nI2
n
+ nHI
4.3 Pembahasan
Elektrolisis adalah suatu peristiwa penguraian (reaksi kimia) atas larutan
elektrolit akibat dialiri oleh arus listrik searah. Dalam reaksi elektrolisis, energi listrik
digunakan untuk menghasilkan suatu perubahan kimia yang tidak akan terjadi secara
spontan. Dalam reaksi elektrolisis, pada anoda terjadi reaksi oksidasi yakni reaksi
pelepasan elektron. Sedangkan pada katoda terjadi reaksi reduksi yaitu reaksi
penangkapan elektron. Pada elektrolisis anoda bermuatan positif dan katoda bermuatan
negatif.
Elektrokimia adalah suatu peristiwa terjadinya reaksi oksidasi-reduksi dalam
bentuk setengah reaksi yang terpisah dalam oksidasi dan reduksi atau bisa disebut sebagai
gabungan antara dua setengah sel yaitu anoda dan katoda. Dalam sel elektrokimia terjadi
reaksi redoks spontan yaitu reaksi yang berlangsung serta merta. Sel elektrokimia
mengubah energi dari suatu reaksi redoks spontan menjadi energi listrik berupa aliran
elektron yang bergerak dari anoda menjadi katoda. Pada elektrokimia anoda bermuatan
negatif dan katoda bermuatan positif.
Elektrolisis merupakan proses kimia yang mengubah energi listik menjadi energi
kimia. Komponen yang terpenting dari proses elektrolisis ini adalah elektroda dan
elektrolit. Elektroda yang digunakan dalam proses elektrolisis dapat digunakan menjadi
dua yaitu elektroda inert seperti kalsium (ca), potassium, grafit (c), platina (pt) dan emas
(Au). Elektroda aktif seperti seng (Zn) tembaga (Cu) dan perak (Ag).
Suatu ion yang padat tidak dapat di elektrolisis karena tidak mengandung ion
bebas, akan tetapi, jika di panaskan sampai meleleh akan terurai. Jadi ion-ion positif akan
tertarik padaanoda. Untuk elektrolisis larutan elektrolit dalam air akan terurai menjadi ion
positif dan ion negatif. Reaksi elektrolisis larutan tidak sama dengan karena larutan
terdapat pelarut (air). Air kadang bereaksi baik pada katoda maupun anoda pada larutan
memiliki beberapa ketentuan yaitu :
A. Reaksi pada katoda
Katoda yang tergolong dalam golongan utama Al dan Mn yang direduksi adalah
H2O dan golongan Alkali
2H2O + 2e 2OH- + H2
Ion-ion logam selain di atas dapat direduksi
M2+ + 2e- M
Ion H+ dari asam direduksi menjadi gas hidrogen
2H+ + 2e- H2
Jika yang dielektrolisis adalah larutan elektrolit, maka ion-ion pada poin 1 dapat
mengalami reaksi pada poin 2.
B. Reaksi pada anoda
Ion-ion yang mengandung atom dengan biloks maksimum seperti SO42- dan NO2
-
, yang teroksidasi adalah pelarut air terbentuk gas oksigen
2H2O O2 + 4H+ + 4e
Ion-ion halida, F-, Cl-,Br- dan I- dioksidasi menjadi halogen
2X- X2 + 2e
Ion-ion dari basa dioksidasi menjadi gas oksigen
4OH- 2H2O + 4e + O2
Pada proses penyepuhan dan pemurnian logam, maka yang dipakai sebagai anoda
adalah suatu logam, sehingga anoda mengalami oksidasi menjadi ion yang larut
M M2+ + 2e-
No Elektrolisis Elektrokimia
1 Terjadi perubahan energi : listrik
kimia
Terjadi perubahan energi : kimia
listrik
2 Anoda = eleektroda positif Anoda = elektroda negatif
3 Katoda = elektroda negatif Katoda = elektroda positif
Deret volta adalah deretan unsur logam (ditambah hidrogen) yang disusun
berurutan berdasarkan potensial reduksi standarnya (EO), setiap logam itu mempunyai
sebuah nilai (potensial) tertentu yang selalu sama yang diberikan oleh alam. Namun
antara unsur logam yang satu dengan yang lain berbeda nilainya. Nilai yang dimaksud
adalah potensialnya, nilai logam tersebut harus dibandingkan dengan elektroda standar,
elektroda standar adalah elektroda yang potensialnya sudah diketahui sebelumnya, unsur
dalam deret volta adalah Li, K, Ba, Ca, Na, Mg, Al, Mn, Zn, Cr, Fe, Cd, Co, Ni, Sn, Pb,
(H), Sb, Bi, Cu, Hg, Ag, Pt, Au.
Sitaf deret volta :
Semakin kekiri kedudukannya suatu logam dalam deret tersebut, maka :
Logam semakin reaktif(semakin mudah melepas elektron)
Logam merupakan reduktor yang semakin kuat (semakin mudah mengalami
oksidasi)
Sebaliknya, semakin kekanan kdudukan suatu logam dalam deret tersebut maka :
Logam semakin kurang reaktif (semakin sulit melepas elektron)
Logam merupakan oksidator yang semakin kuat (semakin mudah mengalami
reduksi)
Pada deret volta ada lima buah unsur logam yang dikatakan sebagai unsur logam mulia
(inert metal), yaitu Cu, Hg, Ag, Pt dan Au.
Prinsip dari metode elektroisis didasarkan pada penetapan teori-teori elektrokimia
didalam sel elektrolisis akan terjadi perubahan kimia pada daerah sekitar elektroda, karena
adanya aliran listrik jika tidak terjadi reaksi kimia maka elektroda hanya akan terpolarisasi
akibat potensial listrik yang diberikan. Reaksi kimia hanya terjadi apabila ada perpindahan
elektron dari larutan menuju ke elektroda (proses oksidasi) sedangkan pada katoda akan
terjadi aliran elektron dari katoda menuju ke larutan (proses reduksi).
Reaksi yang terjadi pada percobaan pertama yaitu pada katoda, yang tereduksi
adalah Cu. Menurut aturan Cu adalah ion selain golongan IA, IIA, Al3+, Mn2+atau H+.
Maka terjadi reduksi pada zat itu sendiri dan mengendap dikatoda sedangkan pada anoda
merupakan ion sisa asam yang mengandung oksigen. Karena Eo oksigen lebih kecil dari
H2O maka yang yang teroksidasi adalah H2O.
Reaksi yang terjadi pada percobaan kedua, katodanya adalah C dan anodanya C
yang tereduksi adalah katoda dan anoda mengalami oksidasi. Pada anoda, karena SO42-
merupakan sisa asam yang mengandung oksigen dan Eonya lebih kecil dari H2O.
Reaksi yang terjadi pada percobaan ketiga ialah pada reaksi dikatoda, yang
tereduksi adalah H2O. Sebab menurut aturan, jika golongan IA maka yang tereduksi
adalah H2O. Sehinggga terbentuk OH- yang nanti diidentifikasi dengan FeCl3 yang
menghasilkan endapan jika direaksikan dengan basa.
Pada percobaan pertama, elektrolisis larutan CuSO4 dengan katoda (C) dan anoda
(Cu). Pertama dimasukkan larutan CuSO4 kedalam tabung U, kemudian dicelupkan kedua
elektroda (kadoda C dan anoda Cu) pada tabung U, pada anoda terjadi reaksi Cu Cu2+
+ 2e-. Pada katoda terjadi reaksi Cu2+ + 2e- Cu. Setelah dialiri arus listrik 36 volt pada
katoda terbentuk endapan Cu. Sedangkan pada anoda Cu secara perlahan–lahan terkikis
menjadi ion Cu2+ yang larut. Berarti kedua elektroda yang digunakan merupakan elektroda
inert pada larutan CuSO4,ion Cu2+ mengalami reduksi dikatoda menjadi Cu, dan dianoda
terbentuk gelembung gas O2, arus listrik digunakan mengubah energi listrik suatu
voltmeter menjadi reaksi reduksi.
Pada percobaan kedua, elektrolisis larutan CuSO4 dengan katoda (karbon) dan
anoda (karbon), pada anoda terjadi reaksi 2H2O 4H+ + 4e + O2 pada katoda terjadi
reaksi Cu2+ +2e Cu setelah dialiri arus listrik 36 volt pada katoda terbentuk endapan
Cu, sedangkan pada anoda terdapat gelembung O2 yang banyak, karbon yang awalnya
berwarna hitam mengalami pengikisan, sehingga berubah menjadi merah bata. Ion–ion
mengalami reduksi Cu2+ menjadi Cu, karena Cu memiliki potensial reduksi lebih rendah
daripada H2O, dan Cu termasuk golongan transisi sehingga yang direduksi adalah kation
itu sendiri. Dikatoda terdapat logam Cu yg lebih banyak, karena logam Cu tersebut berasal
dari 2 sumber, yaitu berasal dari elektrolit Cu. Yang terbentuk pada anoda yg dioksodasi
adalah Cu, karena Cu merupakan elektrolit noninert yang hanya terjadi pada anoda,
sehingga anion yang dioksidasi adalah elektroda nya.
Pada percobaan ketiga, elektrolisis larutan KI dengan elektroda Cu. Pada anoda
terjadi reaksi 2 I- I2 + 2 e- pada katoda terjadi reaksi 2H2O + 2e 2OH- + H2 . Setelah
dialiri arus listrik 36 volt pada anoda, larutan yang semula bening menjadi putih
kekuningan (I2 mengalami oksidasi). Sedangkan pada katoda H2O tereduksi menghasilkan
basa OH-, selain itu elektroda yg digunakan bukan inert, sehingga elektroda itu dapat
diabaikan, 1 pipet larutan dari katoda ditambahkan FeCl3, yang semula berwarna bening
menjadi putih kekuningan dengan adanya endapan. Fungsi penambahan FeCl3, yaitu
untuk mengetahui senyawa basa yang ada dikatoda, senyawa logam yang ada dikatoda
dan mengikat OH- sehingga membentuk Fe(OH)3 1 pipet dari larutan anoda ditambahkan
amilum, yang semula warnanya bening menjadi keruh.Fungsi penambahan amilum adalah
untuk mengetahui adanya I2 dalam anoda. Diambil 1 pipet dari katoda ditambahkan
indicator pp , dan larutan berubah menjadi merah lembayung, hal ini menunjukan
terdapatnya OH- pada larutan tersebut.
Aplikasi elektrolisis dalam kehidupan sehari–hari adalah sebagai berikut:
1. Pereduksi zat
Banyak zat kimia dibuat melalui elektrolisis misalnya logam – logam alkali, magnesium,
almunium, florin, natrium hidroksida, natrium hipoklorit, dan hidrogen peroksida, klorin
dan natrium hidroksida dibuat dari elektrolisis larutan natrium klorida. Proses ini disebut
proses klor-alkali dan merupakan proses industri yang sangat penting.
2. Kemurnian logam
Contoh terpenting dalam bidang ini adalah pemurnian tembaga, untuk membuat kabel
listrik diperlukan tembaga murni sebab adanya pengotor dapatmengurangi konduktivitas
tembaga, akibatnya akan timbul banyak panas dan akan membahayakan penggunaannya
tembaga dimurnikan secara elektrolisis.
3. Penyepuhan
Penyepuhan (elektroplatini) dimaksudkan untuk melindungi logam terhadap korosi atau
untuk memperbaiki penampilan. Pada penyepuhan, logam yang akan disepuh dijadikan
katoda sedangkan logam penyepuhan sebagai anoda. Kedua elektroda itu dicelupkan
dalam larutan garam dari logam penyerpuhan.
Pada percobaan kali ini faktor kesalahan yang terjadi adalah :
Kurang bersihnya pencucian alat yang digunakan
Kurang prosedur percobaan yang dilakukan
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada proses elektrolisis larutan CuSO4 dengan elektroda karbon terjadi
reduksi Cu2+ menjadi Cu pada katoda dan anoda terjadi oksidasi H2O.
Perubahan yang terjadi pada katoda dan anoda ialah pada CuSO4 dengan
katoda C dan anoda C , tidak terjadi apa – apa. Pada anoda terdapat warna
kekuningan tetapi tidak dominan pada katoda, sedangkan pada larutan Cu
dengan katoda Cu dan anoda C tidak terdapat gelembung dan menghasilkan
OH pada katoda dan pada anoda terdapat gelembung serta menghasilkan I2
Pada proses elektrolisis larutan KI dengan katoda Cu dan anoda C terjadi
reduksi air pada katoda dan okisidasi I- menjadi I2 pada anoda.
5.2 Saran
Sebaiknya pada percobaan selanjutnya, elektroda karbon dapat diganti dengan elektroda
Pt dan Au yang sama–sama tergolong sebagai elektroda inert.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaksi adisi substitusi adalah penggantian suatu gugus atau atom dengan gugus
atau atom lain. Pada reaksi substitusi atom atau gugus atom yang terdapat dalam suatu
molekul digantikan oleh atom atau gugus atom lain umumnya pada senyawa jenuh.
Tetapi pada kondisi tertentu dapat juga terjadi pada senyawa tak jenuh.
Reaksi adisi adalah penambahan masing-masing satu gugus kepada dua atom
karbon yang mempunyai ikatan rangkap sehingga menghilangkan ikatan atau
rangkapnya. Pada reaksi adisi, molekul senyawa yang memiliki ikatan rangkap
menyerap atom atau gugus atom. Sehingga ikatan rangkap berubah menjadi ikatan
tunggal seperti reaksi antara heksana dan Iodin (I2).
Berdasarkan prinsip di atas, maka reaksi-reaksi hidrokarbon diatas banyak
digunakan untuk kepentingan industri antara lain untuk memproduksi bahan-bahan
kimia organik, seperti industri bahan pengawet makanan agar tidak mudah berbau tengik
pada minyak cair. Contoh yaitu asetilena. Asetilena merupakan zat berupa gas, tidak
berwarna, tidak berbau. Campuran gas-gas asetilena dan oksigen digunakan untuk
memperoleh suhu tinggi yang diperlukan untuk memotong dan mengelas logam.
Reaksi senyawa karbon pada umumnya merupakan pemutusan dan pembentukan
ikatan kovalen. Percobaan kali ini akan dibahas mengenai beberapa jenis reaksi senyawa
karbon, yaitu reaksi substitusi dan reaksi adisi. Dalam percobaan akan diperlihatkan
perubahan yang terlihat ketika suatu senyawa karbon akan direaksikan dengan senyawa
lain. Seperti contohnya yaitu reaksi benzena dengan larutan KMnO4 (Kalium
Permanganat) akan terjadi reaksi substitusi, dimana benzena bersifat jenuh, atom atau
gugus atomnya akan digantikan oleh atom atau gugus atom dari KMnO4.
Oleh karena itu percobaan ini dilakukan agar dapat mengerti dan memahami reaksi
adisi dan reaksi substitusi dan mengetahui perubahan reagen apabila reaksi dari masing-
masing pereaksi terjadi. Percobaan ini juga dilakukan agar dapat mengetahui reaksi yang
terjadi antara minyak goreng dengan pereaksi I2 dan KMnO4. Percobaan ini juga
dilakukan agar mengetahui reaksi dan perubahan warna yang terjadi pada n-heksana
ketika ditetesi dengan larutan I2, mengetahui reaksi dan perubahan warna yang terjadi
pada heksena ketika ditetesi dengan larutan I2, dan mengetahui reaksi dan perubahan
warna yang terjadi pada benzena ketika ditetesi larutan I2 dan larutan KMnO4. Sehingga
dapat mengaplikasikannya dengan benar di dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Percobaan
Mengetahui reaksi dan perubahan warna yang terjadi pada larutan n-heksana ketika
ditetesi dengan larutan I2
Mengetahui reaksi dan perubahan warna yang terjadi pada larutan heksena ketika
ditetesi dengan larutan I2
Mengetahui reaksi dan perubahan warna yang terjadi pada benzena ketika ditetesi
larutan I2 dan ketika ditetesi larutan KMnO4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagian besar reaksi senyawa organik adalah perubahan dari sutu gugus fungsi
menjadi gugus fungsi yang lain akibat serangan reagen. Senyawa organik yang diserang
oleh reagen disebut substrat atau reaktan. Bagan reaksi dalam senyawa organik adalah
sebagai berikut. Substrat diserang oleh reagen [intermediet] produk. Ada empat
macam jenis reaksi yang dikenal, yaitu reaksi substitusi, reaksi adisi, reaksi eliminasi, dan
penataan ulang. Persyaratan dari prinsip umum dalam reaski kimia adalah bahwa senyawa
dengan struktur molekul yang sama memperlihatkan kecenderungan melakukan reaksi
yang sama. Dengan kata lain, reaktivitas substrat bergantung pada sifat-sifat reagennya.
Contohnya, senyawa alkana merupakan senyawa non polar sehingga cenderung bereaksi
melalui radikal bebas (makanisme). Senyawa kaya elektron nukleofil akan mudah
diserang oleh reagen yang miskin elektron (elektrofil). Sebaliknya, senyawa yang
kekurangan elektron akan mudah diserang oleh reagen nukleofilik (kaya elektron) atau
mencari muatan positif. Pusat reaktif pada substrat kaya elektron, reaksi akan berlangsung
melalui dua cara, yaitu substitusi pada senyawa alifatik jenuh dan substitusi pada ikatan
tak jenuh atau pada atom karbon atomatik. Reaksi substitusi elektrofilik dapat terjadi
secara unimolekuler (SEI) atau bimolekuler (SEZ) (Siswoyo, 2009).
Reaksi adisi dapat terjadi pada ikatan rangkap dua atau rangkap tiga, dimana
terdapat elektron n. elektron ini akan melindungi molekul dari senyawa nukleofil, tetapi
akan mudah diserang oleh elektrofil. Adisi juga dapat terjadi pada atau R-CN.
Dalam hal ini kerapatan elektron akan berada pada atom yang elektronegatif seperti O dan
N, sehingga atom karbon akan bermuatan positif dan mengalami serangan oleh reagen
nukleofilik. Akibatnya adisi pada atau –CN adalah adisi nukleofilik. Apabila
reagen telah menjadi kutub positif dan negatif, salah satunya akan menyerang ikatan
rangkap. Mengapa reaksi ini disebut adisi elektrofilik meskipun kedua reagen nukleofilik
dan elektrofilik akan menyerang ikatan rangkap yang sama? Alasannya adalah karena
reaksi adisi diawali oleh serangan elektrofil pada ikatan rangkap dengan lambat yang
merupakan tahapan yang menentukan kecepatan reaksi (rate determining step), dan diikuti
dengan serangan nukleofil dengan cepat. Kompleks n atau kation lingkar-tiga seperti juga
ikatan rangkap, mengakibatkan arah serangan berasal dari bagian belakang, sehingga
adisinya juga dari sisi yang berlawanan. Adisi ini dikenal dengan nama trans adisi.
Sebaliknya bila adisi dari sisi yang saama maka adisinya adalah cis-trans (Siswoyo,
2009).
Adisi halogen pada ikatan rangkap, molekul H-X terpolarisasi dan melepas X-.
Kombinasi proton dan elektron n menghasilkan kompleks n yang mempolarisasikan
elektron n pada ikatan rangkap, kemudian akan menghasilkan 𝜎 dan adisi halogen
menyempurnakan reaksi adisi. Jika ikatan rangkapnya tidak simetris, maka adisi HX atau
HOX secara teoritis menghasilkan produk. Reaksi ini berlangsung sesuai dengan hukum
Markovnikov (Siswoyo, 2009).
Dalam banyak cara, dasar-dasar substitusi, eliminasi, dan adisi yang terjadi pada
sistem aromatik, secara umum disebut sebagai bonkation, penggantian nuklofilik, dan
juga eliminasi gugus fungsi, semuanya merupakan beberapa ciri reaksi substitusi
aromatik. Pendekatan yang tepat untuk memmahami mekanisme reaksi adisi adalah
dengan mengetahui ikatan-ikatan n pada cincin aromatik yang berperan sebagai basa
lewis, dengan adanya asam lewis yang cocok akan dihasilkan intermediet kationik yang
kemudian dapat bereaksi dengan nukleofil yang tepat. Tipe proses ini ditunjukkan pada
reaksi benzena dengan spesi elektrofilik (X-). Pengikatan cincin aromatik akan
membentuk ikatan C – X dan pusat sp3. Kation ini mengalami stabilitas resonansi.
Lepasnya proton bersamaan dengan pembentukan kembali senyawa aromatis berlangsung
sangat cepat. Kation intermediet kadang-kadang dinyatakan sebagai ion benzenonium,
namun lebih umum disebut intermediet Wheland, yang digambarkan sebagai kation yang
terdelokalisasi (Sastrohamidjodjo, 2009).
Senyawa organik yang hanya mengandung atom karbon dan juga atom hidrogen
dikenal dengan nama hidrokarbon. Hidrokarbon dapat dibagi dalam tiga kelas :
Hidrokarbon alifatik. Dalam hidrokarbon ini, atom-atom karbon berikatan satu dengan
yang lain membentuk rantai dan merupakan seri homolog dari molekul CH2. Senyawa
jenis ini dapa tberupa senyawa alkana, alkena, dan juga alkuna.
Hidrokarbon alisiklik. Dalam hidrokarbon ini atom-atom akan berikatan dengan
membentuk cincin.
Hidrokarbon aromatik. Senyawa lingkar dalam senyawa ini mempunyai struktur
benzena, atau senyawa yang berhubungan dengan benzena (Siswoyo, 2009).
Alkana adalah suatu hidrokarbon jenuh yang mempunyai jumlah atom hidrogen
maksimum. Alkana mempunyai rumus umum CnH2n+2. Sikloalkana merupakan alkana
berstruktur lingkar. Meskipun sikloalkana merupakan hidrokarbon jenuh, namun rumus
umumnya adalah CnH2n. Hal ini disebabkan sikloalkana kehilangan satu atom
hidrogennya jika atom C – C membentuk cincin. Alkena adalah senyawa hidrokarbon
yang mempunyai ikatan rangkap dua. Dua senyawa alkena yang paling sederhana adalah
etena dan propena, merupakan bahan kimia yang penting dalam industri polimer.
Hidrokarbon yang mempunyai ikatan rangkap tiga disebut alkuna. Alkuna yang paling
sederhana adalah etuna, yang banyak dipakai dalam industri sebagai bahan baku
intermediet untuk membuat bahan kimia lain yang lebih bermanfaat dan sebagai bahan
bakar dalam proses untuk pengelasan (Siswoyo, 2009).
Dalam penamaan alkena terdapat beberapa aturan yaitu :
Akhiran –ena digunakan untuk menunjukkan ikatan rangkap karbon-karbon. Bila
terapat lebih dari satu ikatan rangkap, gunakan akhiran –diena, triena, dan seterusnya.
Pilihlah rantai terpanjang yang mengandung baik karbon dengan ikatan angkap
maupun ikatan rangkap tiga.
Nomor rantai dan ujung yang terdekat dengan ikatan majemuk, sehingga tom karbon
pada ikatan itu memperoleh nomor terkecil.
Nyatakan posisi ikatan majemuk menggunakan atom karbon dengan nomor terendah
dari ikatan tersebut.
Jika terdapat lebih dari satu ikatan majemuk, nomori dari yang terdekat dengan ikatan
majemuk (Keenan, 1986).
Atom karbon ujung suatu alkil halida mempunyai muatan positif parsial. Karbon ini
rentan terhadap serangan oleh anion dan spesi lain yang mempunyai sepasang elektron
menyendiri dalam kulit terluarnya. Dihasilkan reaksi substitusi suatu reaksi dalam mana
satu atom ion atau gugus disubstitusikan untuk (menggantikan) atom, ion, atau gugus lain.
Contoh :
HO- + CH3CH2–Br CH3CH2–OH + Br –
Dalam reaksi substitusi alkil halida, halida itu disebut gugus pergi. Suatu istilah yang
berarti gugus apa saja yang dapat digeser dari ikatannya dengan suatu atom karbon, ion
halida merupakan gugus pergi yang baik karena ion-ion ini merupakan basa yang sangat
lemah. Basa kuat, bukan suatu gugus pergi yang baik. Bila suatu alkil halida diolah dengan
suatu basa kuat, dapat terjadi suatu reaksi eliminasi. Dalam reaksi ini, sebuah molekul
kehilangan atom-atom atau ion-ion dari dalam strukturnya. Produk organik dari suatu
reaksi eliminasi suatu alkil halida adalah suatu alkena. Dalam tipe reaksi eliminasi ini,
unsur H dan X keluar dari dalam alkil halida. Oleh karena itu, reaksi ini juga disebut
dehidrohalogenisasi (awalan de- berarti minus atau hilangnya) (Fessenden, 1997).
Spesi yang menyerang suatu alkil halida dalam suatu reaksi substitusi disebut
nukleofil, sering dilambangkan dengan Nu-. Umumnya, sebuah nukleofil ialah spesi apa
saja yang tertarik ke suatu pusat positif. Jadi,s ebuah nukleofil adalah suatu basa lewis.
Kebanyakan nukleofil adalah anion, namun beberapa molekul polar yang netral seperti
H2O, CH3OH, dan CH3NH2 dapat juga bertindak sebagai nukleofil. Molekul netral ini
memiliki pasangan elektron menyendiri, yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan
sigma (Syukri,1999).
Lawan nukleofil adalah elektrofil yang sering dilambangkan dengan E+. Suatu
elektrofil ialah suatu spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat negatif. Jika suatu
elektrofil ialah suatu asam Lewis seperti H+ atau ZnCl2. Beberapa reaksi yang merupakan
substitusi :
Reaksi alkil halida dengan basa kuat
Reaksi alkohol dengan PCl3
Reaksi alkohol dengan Natrium
Reaksi klorinasi
Reaksi esterifikasi
Reaksi saponifikasi
Jika leaching group merupakan gugus lepas yang kurang baik pada umumnya
menggunakan katalis, misalnya alkohol, dimana gugus hidroksi OH merupakan gugus
lepas yang jelek kaena OH- merupakan basa yang sangat kuat yang dapat bereaksi dengan
produk reaksi. Gugus hidroksi OH- dapat menjadi gugus lepas yang baik, terlebih dahulu
direaksikan dengan asam sehingga gugus OH- menjadi R – OH2+ dan air menjadi gugus
lepas yang baik. Pada suasana yang sesuai, semua basa dapat berfungsi sebagai nukleofil,
sebaliknya semua nukleofil dapat bertindak sebagai basa. Dalam reaksi kimia, nukleofil
basa (pereaksi atau reaktan) bereaksi dengan menyumbang sepasang elektron untuk
membentuk ikatan sigma yang baru (Syukri,1999).
Alkena mengandung sedikitnya satu ikatan rangkap dua karbon-karbon. Alkena
mempunyai rumus umum (CnH2n) dengan n=3,3… Alkena yang paling sederhana C2H4,
etilena dimana kedua atom karbonnya tergradasi sp2 dan ikatan rangkap duanya terdiri dari
satu ikatan sigma dan satu ikatan P1 (Chang,2005).
Dalam suatu reaksi adisi, suatu alkena ikatan P1 terputus dan pasangan elektronnya
digunakan untuk membentuk dua ikatan sigma senyawa yang mengandung ikatan P1,
biasanya berenergi lebih tinggi daripada senyawa yang sepadan yang mengandung hanya
ikatan sigma. Oleh karena itu, suatu reaksi adisi biasanya eksoterm. Hidrogen halida
mengadisi ikatan P1 alkena dan menghasilkan alkil halida jika sebuah alkena tak simetris
(yakni gugus-gugus yang terikat pada kedua karbon sp2 tidak sama), akan terdapat
kemungkinan diperoleh dua produk yang berlawanan dari adisi HX. Dalam suatu adisi
elektrofilik, yang dapat menghasilkan dua produk, biasanya satu produk lebih melimpah
daripada produk yang lain. Pada tahun 1869, seorang ahli kimia Rusia, dalam adisi HX
kepada alkena tak simetris, H+ dan HX menuju ke karbon berikatan rangkap yang lebih
banyak memiliki hidrogen. Adis HBr kepada alkena kadang-kadang berjalan mematuhi
aturan Markovnikov (Keenan, 1986).
Benzena merupakan senyawa aromatik tersederhana dan senyawa yang telah
seringkali dijumpai. Banyak senyawa benzena biasa mempunyai nama diri, yakni nama
yang tidak perlu bersistem. Benzena bersubstitusi diberi nama dengan awalan oto, eta, dan
para dan tidak dengan nomor-nomor parsial satu sama lain, dalam suatu cincin benzena.
Meta menandai hubungan 1,2, dan para berarti hubungan 1,4. Penggunaan orto, meta, dan
para sebagai ganti dari nomor-nomor posisi hanya dipertahankan khusus untuk benzena
tersubstitusi (Keenan, 1986).
Hidrokarbon dapat diklarifikasikan menurut macam-macam ikatan karbon yang
dikandungnya. Hidrokarbon dengan karbon-karbon yang mempunyai satu ikatan
dinamakan hidrokarbon jenuh. Hidrokarbon dengan dua atau lebih ikatan karbon yang
mempunyai ikatan rangkap dua dan yang mempunyai ikatan rangkap tiga dinamakan
sebagai hidrokarbon tidak jenuh (Fessenden, 1997).
Alkana yang paling sederhana adalah metana. Semua alkana amempunyai rumus
umum CnH2n+2 dengan n ialah banyaknya atom karbon. Alkana dengan rantai karbon yang
tidak bercabang disebut alkana normal. Setiap anggota deret ini berbeda dengan yang
berada diatasnya dan yang berada dibawahnya, karena adanya gugus –CH2- disebut gugus
metana. Sederet senyawa yang anggotanya dibangun dengan mengulangi cara yang
beraturan sepeti ini dinamakan deret homolog (Homologous series). Anggota-anggota
deret seperti ini memiliki sifat kimia dan sifat fisika yang serupa, yang berubah berangsur-
angsur juga ditambahkan atom karbon pada rantai (Hart, 2003).
Suatu metil halida ialah suatu struktur dalam nama satu hidrogen dari metana telah
digantikan oleh sebuah halogen. Metil halida CH3F (fluorometana) CH3Cl (Klorometana).
Karbon ujung sebuah alkil halida ialah atom karbon yang terikat pada halogen. Suatu alkil
halida primer (RCH2X) mempunyai suatu gugus alkil terikat pada karbon ujung. Contoh
CH3 – CH2BR (Hart, 2003).
Atom karbon ujung suatu alkil halida mempunyai muatan positif parsial. Karbon ini
rentan terhadap serangan oleh anion dan spesi lain yang mempunyai sepasang elektron
menyendiri dalam kulit luarnya. Dihasilkan reaksi substitusi suatu reaksi dalam mana
suatu atom ion / gugus disubstitusikan untuk (menggantikan) atom, ion, atau gugus lain.
Contoh :
HO- + CH3–CH2Br CH3CH2–OH + Br –
dalam reaksi substitusi alkil halida, halida itu disebut gugus pergi suatu istilah yang berarti
gugus apa saja yang dapat bergeser, dari ikatannya dengan suatu atom karbon. Ion halida
merupakan gugus pergi yang baik karena ion-ion ini merupakan basa yang sangat lemah.
Basa kuat bukan gugus pergi yang baik (Fessenden, 1997).
Alkana tidak larut dalam air. Ini karena molekul air bersifat polar, sedangkan alkana
bersifat nonpolar ( semua ikatan C–C dan C–H nyaris kovalen yang murni). Ikatan O–H
dalam molekul air terpolarisasi dengan kuat berkat tingginya elektromagnetifitas oksigen.
Senyawa yang mengandung hanya karbon, hidrogen, dan suatu atom halogen dapat dibagi
tiga kategori : alkil halida, aru halida ( dalam mana sebuah halogen terikat pada sebuah
karbon dari suatu cincin aromatik) dan halida vinilik ( dalam mana halogen terikat pada
karbon bermuatan tetap) (Hart, 2003).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Tabung reaksi
Sikat tabung
Botol reagen
Rak tabung
Pipet tetes
Gelas beaker
3.1.2 Bahan
Larutan benzena
Larutan I2
Larutan KMnO4
Minyak goreng
Aquades
Tisu
Sabun cair
Larutan n-heksana
Larutan heksena
Kertas label
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Uji Reaksi pada Benzena
Dimasukkan 20 tetes benzena ke dalam 2 tabung reaksi
Dimasukkan dengan 5 tetes laurtan I2 pada tabung 1
Ditambahkan dengan 5 tetes larutan KMnO4 pada tabung 2
Diamati
3.2.2 Uji Reaksi pada Minyak Goreng
Dimasukkan 20 tetes minyak goreng ke dalam 2 tabung reaksi
Ditambahkan dengan 5 tetes laurtan I2 pada tabung 1
Ditambahkan dengan 5 tetes larutan KMnO4 pada tabung 2
Diamati
3.2.3 Uji Reaksi pada n-heksana
Dimasukkan 20 tetes larutan n-heksana ke dalam tabung reaksi
Ditambahkan dengan 5 tetes larutan I2
Diamati
3.2.4 Uji Reaksi pada n-heksana
Dimasukkan 20 tetes larutan heksena ke dalam tabung reaksi
Ditambahkan dengan5 tetes larutan I2
Diamati
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
No. Prosedur Hasil Pengamatan
I. Uji Reaksi Pada Benzena
1. Dimasukkan 20 tetes benzena ke
dalam 2 tabung reaksi
- Larutan benzena bening
2. Dimasukkan dengan 5 tetes
laurtan I2 pada tabung 1
- Larutan I2 berwarna
kecoklatan
- larutan I2 berubahn menjadi
coklat muda
3. Ditambahkan dengan 5 tetes
larutan KMnO4 pada tabung 2
- Larutan KMnO4 berwarna
ungu
4. Diamati - Larutan tetap menjadi ungu
II. Uji Reaksi Pada Minyak Goreng
1. Dimasukkan 20 tetes minyak
goreng ke dalam 2 tabung reaksi
- Minyak goreng berwarna
kuning
2. Ditambahkan dengan 5 tetes
larutan I2 pada tabung 1
- Larutan I2 berwarna
kecoklatan
- Larutan berubah menjadi
coklat kekuningan dan terdiri
dari 2 fase
3. Ditambahkan dengan 5 tetes
larutan KMnO4 pada tabung 2
- Larutan KMnO4 berwarna
ungu
4. Diamati - Larutan berubah menjadi
ungu kekuningan dan terdiri
dari dua fase
III. Uji Reaksi pada n-heksana
1. Dimasukkan 20 tetes larutan n-
heksana ke dalam tabung reaksi
- Larutan n-heksana berwarna
bening
2. Ditambahkan 5 tetes I2 - Larutan I2 kecoklatan
3. Diamati - Larutan berubah menjadi
ungu kecoklatan (merah
lembayung)
IV. Uji Reaksi pada Heksena
1. Dimasukkan 20 tetes larutan
heksena ke dalam tabung reaksi
- Larutan heksena berwarna
bening
2. Ditambahkan 5 tetes I2 - Larutan I2 kecoklatan
3. Diamati - Larutan berubah menjadi
ungu muda dan kekuningan
4.2 Reaksi
4.2.1 Uji Reaksi pada Benzena
4.2.1.1 Benzena + I2
4.2.1.2 Benzena + KMnO4
4.2.2 Uji Reaksi pada Minyak Goreng
H
+ I2
I
+ HI
4.2.2.1 Minyak goreng + I2
CH O C
O
(CH2)7 C C (CH2)7 CH3
H H
I I
CH2
CH
CH2
O
O
O
C
C
C
O
O
O
(CH2)7
(CH2)7
(CH2)7
CH
CH
CH
CH
CH
CH
(CH2)7
(CH2)7
(CH2)7
CH3
CH3
CH3
+ 3 I2
CH2 O C
O
(CH2)7 C C (CH2)7 CH3
H H
I I
CH2 O C
O
(CH2)7 C C (CH2)7 CH3
H H
I I
4.2.2.2 Minyak goreng + KMnO4
4.2.3 Uji Reaksi pada n-heksana
4.2.3.1 n-heksana + I2
4.2.4 Uji Reaksi pada heksena
4.2.3.1 Heksena + I2
4.3 Pembahasan
Reaksi adisi adalah reaksi penggabungan dua molekul atau lebih menjadi sebuah
molekul yang lebih besar dengan disertai berkurangnya ikatan rangkap dari salah satu
molekul yang bereaksi akibat adanya penggabungan. Biasanya satu molekul yang terlibat
mempunyai ikatan rangkap. Contoh reaksi adisi antara etena dengan gas klorin
membentuk 1,2 dikloroetena.
Reaksi adisi hanya terdapat pada molekul yang mempunyai ikatan rangkap, seperti
alkena dan alkuna. Molekul yang mempunyai ikatan rangkap karbon-hetero seperti gugus
karbonik (C = O) atau imins (C = N) dapat melangsungkan reaksi adisi karena juga
mempunyai ikatan rangkap. Ada 2 jenis adisi polar yaitu adisi nukleofilik dan adisi
elektrofilik. Adisi nonpolar terbagi dua juga yaitu sikloadisi 3 adisi radikal bebas.
Reaksi substitusi adalah suatu reaksi penggantian gugus fungsional pada senyawa
kimia tertentu dengan gugus fungsional yang lain. Dalam kimia organik, reaksi substitusi
elektrofilik dan nukleofilik merupakan yang paling penting dan banyak digunakan. Reaksi
substitusi organik dikategorikan menjadi beberapa tipe berdasarkan reagen. Contoh yang
paling sederhana untuk reaksi substitusi adalah klorinasi metana.
H – C – H + Cl – Cl H – C – H + HCl
Reaksi substitusi dapat dibagi menjadi substitusi nukleofilik, susbstitusi elektrofilik,
substitusi radikal, substitusi organilogam.
=
H
H
C C + Cl – Cl H C C H
H
H H
H
l
l
l
l
l
l
H
H
l
l
l
H
H
l
l
H
H
Dalam kimia oraganik hukum Markovnikov dirumusukan oleh ahli kimia Vladimir
Vasilevich Markovnikov pada tahun 1870. Vasilevich markovnikov mengemukakan
aturan tersebut berdasarkan aturan Zaytef, yang menyatakan bahwa alkena yang memiliki
gugus alkil yang terbanyak pada atom-atom kerbon ikatan rangkapnya, terdapat dalam
jumlah besar dalam campuran produk eliminasi (alkena yang tersubstitusi lebih
melimpah). Pada aturan Markonikov berbunyi “ Ketika sebuah alkena tidak simetris
bereaksi dengan hidrogen halida memberikan alkil halida, hidrogen menambah karbon
dari alkena yang memiliki sejumlah besar substituen hidrogen, dan halogen ke karbon yan
galkena dengan jumlah sedikit dari substituent hidrogen”.
(CH3)2 C = CHCH3 + H – Cl (CH3)2 CCl – CH2CH3
Pada reaksi di atas digunakan prinsip hukum Markovnikov yakni atom hidrogen akan
terikat pada atom karbon yang memiliki atom hidrogen lebih banyak. Pada contoh di atas
atom C di sebelah kiri ikatan rangkap mengikat H sedangkan atom C di sebelah kanan
ikatan rangkap mengikt 1 atom H sehingga atom J dari HCl akan diikat oleh atom C
disebelah kirinya. Aturan ini juga berlaku untuk reaksi dengan senyawa selain HCl.
Prinsip aturan Markovnikov adalah :
Ikatan rangkap merupakan ikatan elektron
Gugus alkil merupakan gugu pendorong elektron
Alkil makin besar, daya dorong makin kuat
Urutan kekuatan alkil : CH3 > C2H5 > C3H8
Minyak goreng dapat menjadi tengik. Secara ilmiah minyak goreng yang telah
digunakan berkali-kali, apalagi dengan pemanasan yang tinggi sangatlah tidak sehat,
karena minyak tersebut asam lemaknya telah terlepas dari trigliserida sehingga jika asam
lemak bebas mengandung ikatan rangkap mudah sekali teroksidasi menjadi aldehid
maupun keton yang menyebabkan bau tengik. Kerusakan karena oksidasi dapat terjadi
karena otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Otooksidasi ini dimulai
dari pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan karena faktor-faktor yang
mempercepat reaksi, misalnya : cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida.
Akibat dari kerusakan minyak Karena oksidasi dapat timbul bau tengik pada minyak
maupun degradasi rasa dan aroma.
Pada praktikum kali ini dilakukan praktikum dengan judul “Reaksi Adisi
Substitusi”. Pada percobaan petama, dilakukan uji reaksi pada benzena. Awalnya,
dimasukkan 20 tetes benzena ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 5 tetes
larutan I2. Disini, pipet tetes berfungsi sebagai alat untuk mengambil bahan dan reagen
yang digunakan. Sedangkan tabung reaksi berguna untuk wadah untuk mengamati reaksi
yang terjadi antara benzena dan I2. saat ditambahkan dengan I2 larutan benzena berubah
warna menjadi coklat muda. Hal ini dapat terjadi karena adanya reaksi substitusi antara I2
dan benzena. Prinsip percobaan reaksi substitusi adalah pergantian dimana satu atom
hidrogen dari gugus alkana diganti oleh atom lain. Pada percobaan ini benzena direaksikan
dengn Iodin (I2) dan larutan terbentuk menjadi 2 fase dan tidak ada endapan yang
terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa benzena dapat bereaksi dengan Iodin. Pada fase
atas (Benzena) larutan berwarna agak merah lembayung. Benzena merupakan senyawa
yang mempunyai rantai terhubung yang sangat kokoh, sehingga sangat sulit untuk
memutus ikatan rangkapnya, sehingga yang terjadi adalah reaksi substitusi. Lalu pada
percobaan ini dilakukan pula pencampuran antara KMnO4 dan benzena. Hasilnya adalah
KMnO4 tidak bereaksi dengan benzena. Ini ditandai dengan terbentuknya 2 fase di dalam
tabung reaksi. KMnO4 tidak bereaksi dengan benzena, sebab KMnO4 tidak mampu
memutuskan ikatan rangkap pada benzena yang merupakan senyawa hidrokarbon
aromatik, yang artinya muatan rangkap pada benzena berputar (berpindah) yang disebut
delokalisasi. Sehingga KMnO4 tidak mampu memutuskan ikatan rangkapyang berputar
dan bersifat stabil itu. Hal ini menyebabkan KMnO4 dan benzena tidak bereaksi. Tetapi
walaupun benzena dan KMnO4 tidak bereaksi, terbentuk dua fase. KMnO4 tidak dapat
bereaksi dengan benzena yang sifatnya stabil karena KMnO4 tidak dapat memutuskan
ikatan rangkap yang terdapat dalam benzena yang sering disebut cincin aromatik, yang
bersifat stabil. KMnO4 adalah oksidator kuat dan I2 adalah oksidator lemah yang keduanya
berfungsi untuk memutuskan ikatan rangkap dari benzena. Fungsi KMnO4 adalah sebagai
oksidator kuat, dimana saat bereaksi dengan benzena harusnya dapat memutus ikatan
rangkapnya namun, karena benzena beresonansi dan sangat maka KMnO4 tidak mampu
memutuskan ikatannya. I2 berfungsi sebagai oksidator lemah yang tidak dapat memutus
ikatan rangkap benzena, namun dapat melakukan substitusi yaitu pertukaran antara atom
H dengan atom I.
Pada praktikum kedua, uji reaksi pada minyak goreng. Pada awalnya 20 tetes
minyak goreng dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 5 tetes I2.
Lalu setelah diamati yang terjadi, ada 2 fase larutan yang berwarna kekuningan. Pada
reaksi ini terjadi oksidasi pada minyak, dimana I2 mengoksidasi minyak. Sehingga
terjadiah reaksi adisi yang menyebabkan ikatan rangkap pada minyak goreng berubah
menjadi ikatan tunggal. Pada percobaan ini, dilakukan juga reaksi Antara minyak goreng
dengan KMnO4. Hasil reaksi yang terjadi adalah tidak ada reaksi, ditandai adanya 2 fase
yaitu minyak goreng berada di bawah dan KMnO4 berada di atas. Seharusnya yang terjadi
tidaklah demikian. Saat minyak goreng ditambahkan dengan KMnO4 seharusnya terjadi
reaksi karena minyak goreng teroksidasi oleh KMnO4 sehingga terjadi pemutusan ikatn
rangkap menjadi ikatan tunggal yang disebut reaksi adisi. Minyak goreng berfungsi
sebagai bahan yang akan diuji dan direaksikan dengan I2 dan KMnO4 untuk diamati
reaskinya apakah adisi atau substitusi. Fungsi I2 dan KMnO4 adalah sebagai oksidator, I2
adalah oksidator lemah dan KMnO4 adalah oksidator lemah. Kedua bahan ini digunakan
untuk memutuskan ikatan rangkap minyak goreng. Perlakukan yang dilakukan dalam
percobaan ini adalah pereaksian I2 dengan minyak goreng serta KMnO4 dan minyak
goreng. Hal ini dilakukan untuk mencampurkan dan agar dapat diamati reaksi yang terjadi.
Adapun alat-alat yang digunakan adalah :
Tabung reaksi berfungsi untuk wadah dalam mengamati reaksi antara minyak goreng
dan I2. Serta reaksi minyak goreng dan KMnO4.
Pipet tetes digunakan untuk memindahkan larutan dan sample dalam skala kecil.
Pada percobaan ketiga dilakukan uji reaksi n-heksana. Pada percobaan ini,
dilakukan uji dengan memasukkn 20 tetes n-heksaan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 5 tetes I2. Ternyata hasilnya adalah larutan berubah menjadi ungu kecoklatan
dengan sedikit warna merah lembayung. N-heksana bereaksi dengan I2 dan terjadi reaksi
substitusi. Reaksi ini terjadi karena terjadi pergantian gugus fungsional :
CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – CH2 – CH3 + I2 CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – CH(I) – CH3 +
HI
hasil percobaan terdapat warna larutan yang tidak bercampur. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan kepolaran larutan. N-heksana bersifat nonpolar sedangkan larutan I2
bersifat polar. Penambahan I2 dalam percobaan ini berfungsi menggantikan atom H dalam
n-heksana dan membentuk reaksi substitusi.
Pada percobaan keempat, dilakukan uji reaksi pada heksena. Awalnya, diambil 20
tetes larutan heksena ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 5 tetes larutan I2.
Hasilnya ternyata terbentuk warna ungu muda dan kekuningan dengan sedikit warna
merah muda. Di sini, terjadi sebuah reaksi. Reaksi tersebut adalah reaksi adisi dimana I2
masuk dan memutus ikatan rangkap yang ada pada heksena sehingga ikatan rangkap itu
berubahn menjadi ikatan tunggal.
Pada percobaan n-heksana dengan I2 terjadi reaksi substitusi, sebab n-heksana
merupakan alkana yang tidak mempunyai ikatan rangkap dan tidak dapat mengalami adisi.
Karena adisi adalah reaksi yang memutuskan ikatan rangkap. Sehingga reaksi yang terjadi
adalah adisi yaitu pemutusan ikatan rangkap dari heksena oleh I2.
Dalam percoban ke 3 yaitu antara I2 dan n-heksana terjadi reaksi berdasarkan aturan
Markovnikov. Reaksi tersebut :
CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – CH2 – CH3 + I2 CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – CH(I) – CH3 +
HI
Dari reaksi dilihat bahwa atom I masuk dan bereaksi pada karbon dengan ikatan hidrogen
yang lebih banyak, sesuai hukum Markovnikov.
Dari percobaan ke 4 yaitu antara I2 dan heksena terjadi reaksi dengan aturan Anti
Markovnikov. Aturan Anti Markovnikov adalah aturan dimana dalam reaksi suatu atom
masuk pada atom karbon yang mengikat atom hidrogen yang lebih sedikit. Dimana atom
I masuk dalam karbon yang mengikat atom H yang lebih sedikit dengan reaksi :
CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – CH = CH2 + I2 CH3 – CH2 – CH2 – CH2 –CH(I) – CH2(I)
Dalam praktikum ke 3 dan ke 4 digunakan I2. Larutan ini berfungsi sebagai oksidator
lemah yang bereaksi secara adisi dengan n-heksana dan beraksi secara substitusi dengan
heksena.
Prinsip percobaan adisi yaitu dimana suatu senyawa yang mempunyai ikatan
rangkap, baik itu ikatan rangkap dua ataukah ikatan rangkap tiga termasuk ikatan rangkap
karbon dengan adanya atom lain yang menyerap atau gugus atom lain sehingga ikatan
rangkap berubah bentuknya menjadi suatu ikatan yang disebut ikatan tunggal.reaksi ini
juga biasa disebut dengan reaksi penjenuhan karena reaksi ini terjadi dari suatu ikatan tak
jenuh menjadi ikatan jenuh. Pada percobaan kali ini yang berlangsung secara adisi yaitu
minyak goreng dengan KMnO4 dan juga I2 serta n-heksana dengan I2.
Prinsip percobaan substitusi adalah suatu atom atau gugus atom yang terdapat dalam
suatu atom atau gugus atom suatu molekul digantikan oleh suatu atom atau gugus atom
lain. Reaksi ini umumnya terjadi pada senyawa yang jenuh. Dalam percobaan ini yang
mengalaimi reaksi substitusi adalah hensena dengan I2 dan benzena dengan I2.
Prinsip daripada adisi-substitusi adalah dimana suatu senyawa hidrokarbon baru
terbentuk melalu proses atau reaksi pada senyawa karbon yang juga melibatkan
pembentukan atau pemutusan ikatan kovalennya.
Prinsip dasar dari suatu reaksi eliminasi adalah adanya perubahan ikatan dari
senyawa. Ikatan tersebut berubah dari ikatan jenuh menjadi ikatan yang tak jenuh. Contoh
: CH3 – CH2 – H CH2 = CH + H2
Sifat kimia benzena :
Bersifat karsinogenik
Merupakan senyawa nonpolar
Tidak begitu reaktif
Mudah terbakar
Mudah mengalami adisi dan substitusi
Menghasilkan banyak jelaga
Sifat fisik benzena :
Zat cair
Mudah menguap
Tidak larut dalam pelarut polar
Larut dalam pelarut semipolar dan nonpolar
Sifat fisik heksena :
Titik leleh hampir sama dengan alkana
Titik didh hampir sama dengan alkana
Berwujud cair pada suhu kamar
Sifat kimia dari heksena :
Lebih reaktif dari alkana
Mudah mengalami adisi
Mudah terbakar
Menghasilkan banyak jelaga
Sifat fisik dari n-heksana :
Rumus molekul C6H14
Masa molar 86,18 g/mol
Larutan cair’tak berwarna
Masa jenis 0,6548 g/mol
Titk leleh -95℃, 1,78 K, 139 ℉
Titk didih 69℃, 342 K, 156 ℉
Kelarutan dalam air : 13 mg/L pada 20℃
Kekentalan 0,294 cP
Dapat terbakar
Titik picu nyala : -23,3 ℃
Titik nyala otomatis : 233,9 ℃
Zat berbahaya
Sifat fisik dan kimia minyak goreng :
Berwarna kuning apabila minyak tak jenuh, berwarna kecoklatan adalah apabila
minyak telah mengalami kerusakan
Minyak tidak larut dengan air kecuali minyak jarak
Titk cair, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu
Titik didih akan semakin meningkat dengan bertambahnya panjang rantai karbon
asam kemah tersebut
Reaksi hidrolisa dapat menyebabkan bau tengik pada minyak
Senyawa aromatik sederhana merupakan senyaa organik aromatik yang terdiri dari
struktur cicncin planar berkonjungsi dengn awan elektron Pi yang berdelokalisasi. Banyak
senyawa cincin aromatik sederhana yang mempunyai nama trivial. Biasanya ia ditemukan
sebagai susbtruktural molekul-molekul yang lebih kompleks. Senyawa aromatik
sederhana yang umumnya ditemukan adalah benzena dan indola. Cincin aromatik
sederhana dapat berupa senyawa heterosiklik apabila ia mengandung atom bukan krbon.
Ia dapat berupa monosiklik seberti benzena, bisiklok seperti naftalena ataupun polisiklik
seperti antarasena.
Jika reaksi berjalan dengan substitusi maka reagen yang ditambahkan tidak hilang
atau masih dapat diamati. Tetapi jika reaksi itu adisi maka reagen tersebut akan bercampur
(homogen) atau akan terbentuk warna baru. Reaksi itu tidak akan tampak lgi ketika setelah
ditambahkan dengan zat lain.
Fungsi n-heksana dan heksena adalah sebagai sample yang akan digunakan sebagai
sample yang akan diuji dan dibandingkan hasil rekasinya jika direaksikan dengan I2.
Perbedaan adisi dan substitusi :
Substitusi Adisi
Reaksi dimana satu atom atau gugus
menggantikan sebuah atom lain
Reaksi penjenuhan, senyawa
hidrokarbon mengalami pengurangan
ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal
Contoh reaksi :
CH3CH2OH + HCl(pekat) CH3CH2Cl
+ H2O
Contoh reaksi :
CH8 ≡ CH2 + H2 CH2 = CH2
Adapun aplikasi adisi-substitusi dalam kehidupan :
Minyak goreng yang berbau tengik karena gugus atom atau senyawa minyak goreng
teroksidasi oleh udara
Campuran gas asetilena dan oksigen digunakan untuk memperoleh suhu tinggi yang
diperlukan untuk memotong dan mengelas logam.
Faktor kesalahan dalam praktikum ini :
Alat yang digunakan kurang bersih sehingga mempengaruhi hasil reaksi
Saat minyak goreng ditambahkan dengan KMnO4 seharusnya trjadi reaski adisi namun
dalam praktikum tidak.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Reaksi yang terjadi pada saat n-heksana direkasikan dengan larutan I2 adalah reaksi
substitusi
Reaksi yang terjadi pada saat heksena direaksikan dengan I2 adalah reaksi adisi
Reaksi yang terjadi pada saat benzena direaksikan dengan I2 adalah reaksi substitusi.
Sedangkan saat direaksikan dengan KMnO4 tidak bereaksi.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam percobaan selanjutnya dapat digunakan senyawa lain seperti
propuna, asetilena, metana, dan lain sebagainya agar didapatkan hasil yang bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Fessenden, J. 1997. Kimia Organik Edisi ke-3. Jakarta : Erlangga.
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik Edisi II. Jakarta : Erlangga.
Keenan, W. 1996. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta : Erlangga.
Siswoyo, R. 2009. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar Jilid 3. Bandung : ITB.
l