Date post: | 15-Nov-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | independent |
View: | 1 times |
Download: | 0 times |
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui upaya
mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar di Sekolah
Dasar (SD), anak usia sekolah merupakan investasi bangsa, karena anak adalah
generasi penerus perjuangan bangsa, seharusnya dipertahankan dan ditingkatkan
kualitas sumber daya manusianya dari segi kesehatan dan intelektual (Andriyana,
2007).
Secara internasional pengelompokkan Anak Sekolah dimulai pada usia 6-
12 tahun, sedangkan pengelompokan di Indonesia adalah usia 7-12 tahun
(Rahmawati, 2001). Namun, secara umum anak usia sekolah adalah anak yang
masuk Sekolah Dasar. Anak sekolah dasar dibagi atas dua kelompok yaitu:
kelompok umur 7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun (Hardiansyah dan
Tambunan, 2004).
Pada golongan usia sekolah khususnya usia sekolah dasar (SD), sejak
bangun tidur di pagi hari hingga menjelang tidur di malam hari, waktu yang
dimiliki anak lebih banyak dihabiskan di luar rumah baik di sekolah maupun
ditempat bermain. Hal ini mempengaruhi kebiasaan waktu makan mereka yaitu
pada umumnya ketika lapar anak lebih suka jajan (Sihadi, 2004). Anak membeli
jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa memikirkan bahan-bahan
yang terkandung di dalamnya (Judarwanto, 2008).
Secara umum kebiasaan makan adalah tiga kali sehari, yaitu sarapan pagi,
makan siang dan makan malam. Namun demikian anak cenderung membeli
makanan jajanan. Anak usia sekolah membutuhkan asupan makanan yang bergizi
dan sehat, orang tua khususnya ibu harus menyediakan makanan yang disukai
anak sehingga anak mau untuk sarapan pagi sebelum ke sekolah. Kebiasaan
makan pagi sangat bermanfaat sebagai sumber tenaga untuk anak dalam belajar.
Anak sekolah mempunyai banyak aktivitas sehingga sering melupakan waktu
makan.
1
Anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan sepertiga waktunya di
sekolah. Pada tahap ini, anak mendapat peluang yang lebih banyak untuk
memperoleh makanan, terutama yang diperolehnya di luar rumah sebagai
makanan jajanan. Mereka memiliki kebebasan untuk menggunakan uang jajan
mereka untuk makanan dan minuman sesuai dengan selera mereka sendiri.
Ketersediaan makanan di tempat-tempat umum memungkinkan anak untuk lebih
banyak mengkonsumsi makanan jajanan. Makanan jajanan akan dapat melengkapi
dan menambah kecukupan gizi seseorang apabila makanan jajanan yang
dikonsumsi terjamin kebersihan dan kandungan gizinya. Makanan jajanan
memberikan kontribusi masing-masing sebesar 22,9% dan 15,9% terhadap
keseluruhan asupan energi dan protein anak sekolah dasar. Penelitian lainnya pada
anak sekolah menyebutkan makanan jajanan menyumbang energi 36%, protein
29%, dan zat besi 52%.
Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi
perhatian masyarakat, khususnya orang tua, pendidik, dan pengelola sekolah.
Makanan dan jajanan sekolah sangat beresiko terhadap cemaran biologis atau
kimiawi yang banyak mengganggu kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka
panjang (Februhartanty dan Iswaranti, 2004).
Survei oleh BPOM tahun 2004 di sekolah dasar (seluruh Indonesia) dan
sekitar 550 jenis makanan yang diambil untuk sampel pengujian menunjukkan
bahwa 60% jajanan anak sekolah tidak memenuhi standar mutu dan keamanan.
Disebutkan bahwa 56% sampel mengandung rhodamin dan 33% mengandung
boraks. Survei BPOM tahun 2007, sebanyak 4.500 sekolah di Indonesia,
membuktikan bahwa 45% jajanan anak sekolah berbahaya (Suci, 2009).
Anak harus dibiasakan untuk membawa bekal dari rumah. Hal ini berguna
agar anak tidak membeli makanan yang kemungkinan tidak higienis. Makanan
yang dibawa anak dari rumah juga harus mempunyai nilai gizi yang seimbang
agar kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi.
Dari berbagai permasalahan di atas, maka sangat penting untuk
memperhatikan asupan gizi anak sekolah, agar anak mempunyai asupan enegi dan
zat gizi yang cukup untuk aktivitas sehari-hari. Untuk menghindari anak jajan
sembarangan pada saat di sekolah, maka perlu diberikan penanaman pola pikir
2
yang baik tentang makanan sehat baik dari orang tua, sekolah, masyarakat
maupun oleh sektor kesehatan. Sangat penting memberikan bekal sekolah yang
memenuhi gizi seimbang bagi anak sekolah, selain memberikan tambahan asupan
energi dan zat gizi, bekal yang dibawa oleh anak dapat lebih terjamin
keamanannya dibandingkan makanan yang dijual di sekitar sekolah yang belum
tentu terjamin keamanan dan kebersihannya sehingga dapat menyebabkan anak
sakit seperti terkena diare atau terkena penyakit lain seperti kanker karena
makanan jajanan yang dikonsumsi mengandung BTP yang berlebihan. Anak
sekolah adalah generasi penerus perjuangan bangsa, sehingga pada pengembangan
resep ini, kami membuat bekal yang dapat memenuhi kebutuhan anak sekolah
khususnya untu memberikan asupan sebelum anak makan siang di rumah.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Melakukan pengembangan resep untuk bekal 1/3 makan siang anak sekolah
dasar.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Membuat kroket ayam sebagai salah satu pengembangan resep untuk
bekal 1/3 makan siang anak sekolah dasar.
b. Menganalisis nilai gizi dari kroket ayam.
c. Mengetahui manfaat yang ada dalam bekal anak sekolah dan manfaat
bahan-bahan yang digunakan untuk pengembangan resep bekal anak
sekolah.
d. Mengetahui karakteristik produk secara organoleptik dan menganalisis
uji organoleptik oleh panelis dari kroket ayam.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah baik tingkat pra sekolah, sekolah dasar, sekolah
menengah pertama dan sekolah menengah atas adalah suatu masa usia anak yang
sangat berbeda dengan usia dewasa. Di dalam periode ini didapatkan banyak
permasalahan kesehatan yang sangat menentukan kualitas anak di kemudian hari,
meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan dan gangguan belajar
(www.yayasan-amalia.org).
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi
penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat
ini. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian
nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh
kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu
dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam
pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini
mengakibatkan gangguan pada banyak organ-organ dan sistem imun tubuh anak
(Judarwanto, 2006).
2.2 Anak Usia Sekolah Dasar
Secara internasional pengelompokkan Anak Sekolah dimulai pada usia 6-
12 tahun, sedangkan pengelompokan di Indonesia adalah usia 7-12 tahun
(Rahmawati, 2001). Namun, secara umum anak usia sekolah adalah anak yang
masuk Sekolah Dasar. Anak sekolah dasar dibagi atas dua kelompok yaitu:
kelompok umur 7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun (Hardiansyah dan
Tambunan, 2004).
Karakteristik Anak sekolah merupakan golongan yang mempunyai
karakteristik mulai mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan
4
batasan-batasan norma. Di sinilah variasi individu mulai lebih mudah dikenali
seperti pertumbuhan dan perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi,
perkembangan kepribadian, serta asupan makanan (Yatim, 2005).
Ada beberapa karakteristik lain anak usia ini adalah sebagai berikut :
Anak banyak menghabiskan waktu di luar rumah
Aktivitas fisik anak semakin meningkat
Pada usia ini anak akan mencari jati dirinya
Anak akan banyak berada di luar rumah untuk jangka waktu antara 4-5
jam. Aktivitas fisik anak semakin meningkat seperti pergi dan pulang sekolah,
bermain dengan teman, akan meningkatkan kebutuhan energi. Apabila anak tidak
memperoleh energi sesuai kebutuhannya maka akan terjadi pengambilan
cadangan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga anak menjadi lebih
kurus dari sebelumnya (Khomsan, 2010).
Pada usia sekolah dasar anak akan mencari jati dirinya dan akan sangat
mudah terpengaruh lingkungan sekitarnya, terutama teman sebaya yang
pengaruhnya sangat kuat seperti anak akan merubah perilaku dan kebiasaan
temannya, termasuk perubahan kebiasaan makan (Moehyi 1996).
Peranan orangtua sangat penting dalam mengatur aktivitas anaknya sehari
misalnya pola makan, waktu tidur, dan aktivitas bermain anak (Moehyi 1996).
Pola makan yang sehat dibutuhkan anak-anak untuk mendapatkan gizi yang
seimbang. Keseimbangan gizi yang didapat melalui pola makan yang sehat akan
berpengaruh positif terhadap kesehatan serta tumbuh kembang anak (Anggaraini,
2003:11).
Orang tua harus memastikan bahwa anak-anak mereka mendapat gizi yang
cukup dari makanan yang dikonsumsinya. Orang tua harus menanamkan kepada
anak tentang betapa pentingnya pola makan yang sehat bagi tubuh manusia.
Makanan apa saja yang harus dikonsumsi anak dan yang tidak boleh dikonsumsi
harus ditanamkan sejak dini kepada anak agar ketika di sekolah atau bermain,
anak tidak mengkonsumsi jajanan yang tidak sehat. Penanaman pola makan yang
sehat kepada anak dapat dilatih melalui pembiasaan di dalam keluarga. Selain itu,
anak harus dibiasakan untuk membawa bekal dari rumah. Hal ini berguna agar
anak tidak membeli makanan yang kemungkinan tidak higienis. Makanan yang
5
dibawa anak dari rumah juga harus mempunyai nilai gizi yang seimbang agar
kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi.
Data statistik Depkes tahun 2004 mengatakan 5,1 juta anak Indonesia
mengalami kurang gizi dan gizi buruk. Pada tahun 2004 sebanyak 3,3 juta anak
mengalami gizi kurang, dan 944.000 mengalami risiko gizi buruk. Pada tahun
2007 4,1 juta balita mengalami malnutrisi, sebanyak 3,38 juta mengalami gizi
kurang, dan 755.000 dengan risiko gizi buruk (Wiwan, 2008). Gizi buruk yang
terjadi pada usia muda membawa dampak negatif pada anak antara lain: anak
mudah menderita kelelahan mental, sukar berkonsentrasi, rendah diri dan prestasi
belajar menjadi turun. Prestasi atau keberhasilan belajar dapat dioperasionalkan
dalam bentuk indikator yaitu berupa nilai, indeks prestasi studi, angka kelulusan,
predikat kelulusan, dan semacamnya (Azwar, 2002).
Anak sekolah membutuhkan makanan yang cukup secara kuantitas dan
kualitas agar memiliki keadaan atau status gizi yang baik. Salah satu upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia golongan anak sekolah adalah
dengan menyediakan makanan jajanan yang bergizi guna memenuhi kebutuhan
tubuh selama mengikuti pelajaran di sekolah.
Anak sekolah merupakan konsumen makanan yang telah aktif dan mandiri
dalam menentukan makanan yang dikehendakinya, baik makanan jajanan di
sekolah maupun di tempat penjualan lainnya. Anak sekolah umumnya setiap hari
menghabiskan sepertiga waktunya di sekolah. Pada tahap ini, anak mendapat
peluang yang lebih banyak untuk memperoleh makanan, terutama yang
diperolehnya di luar rumah sebagai makanan jajanan. Mereka memiliki kebebasan
untuk menggunakan uang jajan mereka untuk makanan dan minuman sesuai
dengan selera mereka sendiri. Ketersediaan makanan di tempat-tempat umum
memungkinkan anak untuk lebih banyak mengkonsumsi makanan jajanan.
Makanan jajanan akan dapat melengkapi dan menambah kecukupan gizi
seseorang apabila makanan jajanan yang dikonsumsi terjamin kebersihan dan
kandungan gizinya. Makanan jajanan memberikan kontribusi masing-masing
sebesar 22,9% dan 15,9% terhadap keseluruhan asupan energi dan protein anak
sekolah dasar. Penelitian lainnya pada anak sekolah menyebutkan makanan
6
jajanan menyumbang energi 36%, protein 29%, dan zat besi 52%.2 Kebiasaan
mengkonsumsi makanan jajanan sangat populer dikalangan anak-anak sekolah.
Kebiasaan jajan tersebut sangat sulit untuk dihilangkan. Biasanya makanan
jajanan yang mereka sukai adalah makanan dengan warna, penampilan, tekstur,
aroma dan rasa yang menarik. Mereka juga pada umumnya membeli jenis
makanan jajanan yang kandungan zat gizinya kurang beragam yaitu hanya terdiri
dari karbohidrat saja atau karbohidrat dan lemak (minyak). Kegemaran anak-anak
akan hal yang manis dan gurih dan sering dimanfaatkan oleh para penjual untuk
menarik perhatian anak-anak. Makanan jajanan yang ditawarkan belum tentu
menyehatkan, karena kebanyakan dari penjual makanan jajanan belum
sepenuhnya memperhatikan kebersihan, keamanan dan kandungan gizi makanan
yang dijajakan.
Hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
menyebutkan bahwa makanan jajanan anak SD yang berharga murah dan
berbentuk makanan basah siap konsumsi yang dijual pedagang di sekitar lokasi
sekolah masih dicampur dengan berbagai zat berbahaya.
2.3 Pemberian Makan pada Anak Umur 7-12 Tahun
Golongan umur ini sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup.
Mereka jarang terjangkit infeksi atau penyakit gizi. Tetapi kebutuhan nutrien
justru bertambah, karena mereka sering melakukan berbagai aktivitas, seperti
bermain di luar rumah, olahraga, pramuka, dan kegiatan sekolah lainnya.
Kebutuhan energi pada golongan umur 10-12 tahun lebih besar daripada golongan
umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan yang lebih pesat dan aktivitas yang lebih
banyak. Sejak umur 10-12 tahun kebutuhan energi anak laki-laki berbeda dengan
anak perempuan. Selain itu, anak perempuan yang sudah haid memerlukan
tambahan protein dan mineral besi (Markum, dkk, 2002).
Tujuan pemberian makan pada bayi dan anak adalah : 1) Memberikan
nutrien yang cukup sesuai dengan kebutuhan, yang dimanfaatkan untuk tumbuh
kembang yang optimal, penunjang berbagai aktivitas, dan pemulihan kesehatan
setelah sakit, dan 2) Mendidik kebiasan makan yang baik, mencakup penjadwalan
7
makan, belajar menyukai, memilih, dan menentukan jenis makanan yang bermutu
(Markum, dkk, 2002).
Makan bersama dengan anggota keluarga tetap dianjurkan untuk menjalin
keakraban keluarga. Beberapa anak kurang menyukai makanan di rumah dan lebih
banyak jajan di luar karena itu harus pandai-pandai memilih dan menghidangkan
makanan di rumah. Namun sewaktu-waktu anak dapat makan di luar bersama
keluarga (Markum, dkk , 2002).
Cara pemberian makan pada anak yang tidak tepat dapat menjadikan anak
sulit makan, contohnya memberikan makanan dengan kasar atau dengan marah-
marah, suka memaksa anak untuk cepat-cepat menghabiskan makanan setiap kali
makan, memberikan makan terlalu banyak, menetapkan banyak aturan yang harus
dilakukan anak pada saat makan, dan waktu yang tidak tepat (Widodo, 2009).
2.4 Bekal Anak Sekolah
Mengingat pentingnya asupan makanan untuk anak sekolah, dan untuk
terhindarnya anak dari makanan jajanan yang belum tentu terjamin keamanan dan
kebersihannya sehingga dapat menyebabkan anak sakit seperti terkena diare atau
terkena penyakit lain seperti kanker karena makanan jajanan yang dikonsumsi
mengandung BTP yang berlebihan. Anak sekolah yang merupakan generasi
penerus perjuangan bangsa perlu dibiasakan untuk membawa bekal ke sekolah
untuk memenuhi gizi seimbang bagi anak.
2.5 Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
Angka kecukupan gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances
(RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus dipenuhi dari
makanan untuk mencukupi hampir semua orang sehat. Tujuan utama penyusunan
AKG ini adalah untuk acuan perencanaan makanan dan menilai tingkat konsumsi
makanan individu/masyarakat ( Almatsier, 2001).
Hardiansyah dan Tambunan (2004) mengartikan Angka Kecukupan Energi
(AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang
dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh
(berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan
8
ekonomi dan sosial yang diharapkan. Selanjutnya Angka Kecukupan Protein
(AKP) dapat diartikan rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein
yang hilang ditambah sejumlah tertentu, agar mencapai hampir semua populasi
sehat (97.5%) di suatu kelompok umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuh tertentu
pada tingkat aktivitas sedang. Angka kecukupan energi dan protein pada anak usia
sekolah dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Energi dan Protein pada Anak Usia Sekolah
2.6 Kebutuhan Gizi
Estimasi Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Total per hari
9
BAB III
METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Topik : Pembuatan Kroket Ayam
Hari/tanggal : Senin, 01 Juni 2015
Tempat : Lab. ITP Poltekkes Jurusan Gizi
Kelompok : 1 (satu)
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
Baskom
Timbangan
Serbet
Pisau
Piring
Gelas
Blender
Panci
Sendok
3.2.2 Bahan Formula Anak Sekolah
10
Adapun bahan yang digunakan adalah
Ayam 15 gr
Telur ayam bagian putih 5 gr
Wortel 10 gr
Susu cair 5 gr
Tepung terigu 20 gr
Minyak kelapa sawit 5 gr
Saos tomat 10 gr
Bawang Bombay
Garam secukupnya
Gula secukupnya
3.3 Prosedur Kerja
Menumis bawang Bombay, memasukkan ayam dan wortel, mengaduk
rata sampai matang, angkat. Memasukkan tepung terigu,susu dan
adonan ayam mengaduk-aduk hingga rata
Membentuk adonan bulat lonjong, mencelupkan ke putih telur dan
melapisi dengan tepung panir
Memanaskan minyak dalam wajan, menggoreng kroket ayam sampai
kuning kecoklatan. angkat dan hidangkan
3.4 Diagram Alir
Menumis bawang bombay
Memasukkan ayam dan wortel
Mengaduk hingga rata
Memasukkan tepung terigu, susu dan adonan ayam
Mengaduk-aduk
11
Membentuk adonan bulat lonjong
Mencelupkan keputih telur
Melapisi dengan tepung panir
memanaskan minyak
Menggoreng kroket ayam sampai kuning kecoklatan
Mengangkat
Menghidangkan
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pada praktikum pengembangan resep anak sekolah ini, kami membuat
kroket ayam dengan 1/3 kalori dari makan siang untuk anak perempuan umur 10
tahun.
Organoleptik
Rasa : Gurih dan agak manis
Warna : Coklat, pada bagian dalam terlihat warna jingga dan hijau
Tekstur : Kasar pada bagian luar, padat pada bagian dalam
Aroma : Aroma khas gorengan
Nilai Gizi 1 porsi kroket ayam (berisi 5 kroket)
Energi : 183 Kkal
13
Protein : 5,5 gr
Lemak : 9,3 gr
KH : 19,1 gr
Ca : 17,9 mg
P : 60,6 mg
Fe : 0,7 mg
Vit.A : 4516 RE
Vit.B1 : 0,1 mg
Vit.C : 1,8 mg
Na : 22,4 mg
K : 157 mg
Coles : 9 mg
Serat : 0,8 g
Nilai Gizi yang Diharapkan untuk memenuhi 1/3 makan siang
Kalori : 168 kalori
Protein : 4,2 gr
Lemak : 3,73 gr
KH : 29,4 gr
Hasil Uji Organoleptik Panelis
Tabel Uji Organoleptik Panelis Terhadap Kroket ayam
1. Rasa
14
Kebanyakan panelis suka terhadap rasa Kroket ayam
2. Warna
Kategori N %
Sangat Tidak suka 0 0
Tidak suka 0 0
Kurang suka 16 37,2
Suka 27 62,8
Sangat suka 0 0
Kebanyakan panelis suka terhadap warna Kroket ayam
3. Tekstur
Kategori N %
Sangat Tidak suka 0 0
Tidak suka 1 2,3
Kurang suka 13 30,2
Suka 29 67,4
Sangat suka 0 0
15
Kategori N %
Sangat Tidak suka 0 0
Tidak suka 0 0
Kurang suka 9 20,9
Suka 31 72,1
Sangat suka 3 7
Kebanyakan panelis suka terhadap tekstur Kroket ayam
4. Aroma
Kategori N %
Sangat Tidak suka 0 0
Tidak suka 2 4,7
Kurang suka 4 9,3
Suka 37 86
Sangat suka 0 0
Kebanyakan panelis suka terhadap aroma Kroket ayam
4.2 Pembahasan
4.2.1 Bekal untuk Anak Sekolah
Pada praktikum ini, kami membuat bekal sekolah untuk anak perempuan
umur 10 tahun dengan BB 30 kg dan TB 130 cm. Anak memiliki status gizi baik.
Aktivitas sehari-hari anak adalah sekolah dari pukul 07.30 s/d 14.00. Untuk
memenuhi kebutuhan anak yang terlambat makan siang di rumah, maka kami
membuat snack yang dapat memenuhi 1/3 makan siangnya.
Anak sekolah merupakan konsumen makanan yang telah aktif dan mandiri
dalam menentukan makanan yang dikehendakinya, baik makanan jajanan di
sekolah maupun di tempat penjualan lainnya. Anak sekolah umumnya setiap hari
menghabiskan sepertiga waktunya di sekolah. Pada saat itulah peluang untuk anak
makan makanan jajanan di sekitar sekolah terjadi. Penampilan seperti warna dan
rasa menjadi daya tarik tersendiri bagi anak untuk makan jajanan yang tersedia di
sekitar sekolah.
Makanan jajanan akan dapat melengkapi dan menambah kecukupan gizi
seseorang apabila makanan jajanan yang dikonsumsi terjamin kebersihan dan
kandungan gizinya. Makanan jajanan memberikan kontribusi masing-masing
16
sebesar 22,9% dan 15,9% terhadap keseluruhan asupan energi dan protein anak
sekolah dasar. Penelitian lainnya pada anak sekolah menyebutkan makanan
jajanan menyumbang energi 36%, protein 29%, dan zat besi 52%.2 Kebiasaan
mengkonsumsi makanan jajanan sangat populer dikalangan anak-anak sekolah.
Sayangnya, makanan jajanan yang ada di sekitar anak sekolah seringkali
tidak terjamin keamanan dan kebersihannya sehingga dapat menimbulkan
masalah kesehatan baik saat itu maupun nanti. Survei oleh BPOM tahun 2004 di
sekolah dasar (seluruh Indonesia) dan sekitar 550 jenis makanan yang diambil
untuk sampel pengujian menunjukkan bahwa 60% jajanan anak sekolah tidak
memenuhi standar mutu dan keamanan. Disebutkan bahwa 56% sampel
mengandung rhodamin dan 33% mengandung boraks. Survei BPOM tahun 2007,
sebanyak 4.500 sekolah di Indonesia, membuktikan bahwa 45% jajanan anak
sekolah berbahaya (Suci, 2009).
Makanan untuk anak sekolah sangat penting untuk memenuhi kebutuhan
gizi anak, selain itu otak dan tubuh dapat bekerja dengan baik serta berpengaruh
terhadap prestasi anak. Data statistik Depkes tahun 2004 mengatakan 5,1 juta anak
Indonesia mengalami kurang gizi dan gizi buruk. Pada tahun 2004 sebanyak 3,3
juta anak mengalami gizi kurang, dan 944.000 mengalami risiko gizi buruk.
(Wiwan, 2008). Gizi buruk yang terjadi pada usia muda membawa dampak
negatif pada anak antara lain: anak mudah menderita kelelahan mental, sukar
berkonsentrasi, rendah diri dan prestasi belajar menjadi turun. Prestasi atau
keberhasilan belajar dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator yaitu berupa
nilai, indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat kelulusan, dan semacamnya
(Azwar, 2002).
Anak harus dibiasakan untuk membawa bekal dari rumah. Hal ini berguna
agar anak tidak membeli makanan yang kemungkinan tidak higienis. Makanan
yang dibawa anak dari rumah juga harus mempunyai nilai gizi yang seimbang
agar kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi.
Adapun tujuan pemberian makanan pada anak sekolah (Markum, dkk,
2002) adalah:
17
1) Memberikan nutrien yang cukup sesuai dengan kebutuhan, yang
dimanfaatkan untuk tumbuh kembang yang optimal, penunjang berbagai
aktivitas, dan pemulihan kesehatan setelah sakit
2) Mendidik kebiasan makan yang baik, mencakup penjadwalan makan,
belajar menyukai, memilih, dan menentukan jenis makanan yang bermutu.
Pada praktikum ini, bahan yang kami gunakan dalam membuat kroket
ayam adalah tepung terigu, daging ayam, telur ayam (putihnya), susu cair, wortel.
Untuk bumbu menggunakan bawang merah, bawang putih, bawang bombai, daun
bawang, seledri, gula dan garam. Untuk saosnya terbuat dari saos tomat, bawang
bombai, bawang merah, bawang putih, gula serta garam.
Tepung terigu merupakan salah satu sumber karbohidrat kompleks.
Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari bulir gandum,
dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue kering, biskuit, mi, cake, roti,
dan lain-lain. Tepung terigu mengandung banyak zat pati yaitu karbohidrat
kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein
dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang
terbuat dari bahan terigu (Salam, dkk., 2012).
Daging ayam, telur ayam (putihnya) dan susu cair merupakan sumber
protein hewani berkualitas baik yang terutama mengandung asam amino essensial
yang tidak diproduksi di dalam tubuh. Protein-protein tersebut sangat bermanfaaat
untuk menunjang pertumbuhan anak usia sekolah.
Daging ayam memiliki kandungan gizi yang tinggi. Daging ayam kaya
kandungan protein dan merupakan sumber fosfor dan mineral lain serta vitamin
B-kompleks. Daging ayam mengandung lebih sedikit lemak daripada daging lain.
Putih telur atau albumen merupakan bagian telur yang berbentuk seperti
gel, mengandung air dan terdiri atas empat fraksi yang berbeda-beda
kekentalannya. Putih telur terdiri sepenuhnya oleh protein & air. Dibandingkan
dengan telur kuning, telur putih memiliki rasa (flavor) & warna yang sangat
rendah.
Susu cair merupakan sumber protein dengan mutu sangat tingg (Winarno,
1993). Kadar protein susu sapi sekitar 3,5 %. Protein sus pada umumnya dapat
18
dibagi menjadi dua golongan yaitu kasein dan protein whey. Kasein merupakan
komponen protein yang terbesar dalam susu (80%) dan sisanya brupa protein
whey (20%). Kandungan air di dalam susu tinggi sekali yaitu sekitar 87,5%.
Meskipun kandungan gula juga cukup tinggi yaitu 5% tetapi rasanya tidak manis.
Susu mengandung kalsium tinggi yang berperan dalam pertumbuhan tulang dan
kesehatan gigi.
Wortel mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat, abu, nutrisi anti
kanker, gula alamiah (fruktosa, sukrosa, dektrosa, laktosa, dan maltosa), pektin,
glutanion, mineral (kalsium, fosfor, besi, kalium, natrium, amgnesium, kromium),
vitamin (beta karoten, B1, dan C) serta asparagine. Wortel merupakan salah satu
sayuran yang kaya betakaroten. Beta Karotennya mempunyai manfaat sebagai anti
oksidan yang menjaga kesehatan dan menghambat proses penuaan. Beta Karoten
dapat mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker serta melindungi asam
lemak tidak jenuh ganda dari proses oksidasi (Anonim, 2010). Selain itu
betakaroten juga berfungsi sebagai prekusor vitamin A.
Pada setiap 1 porsi kroket memiliki energi sebesar 183 kkal dan protein
5,5 gr. Sedangkan nilai gizi yang diharapkan untuk memenuhi 1/3 makan siang
untuk anak usia sekolah pada praktikum ini adalah energi sebesar 168 kalori dan
protein sebesar 4,2 gr. Jumlah energi dan protein tersebut masih dalam ±10% dari
kebutuhan kalori yang diharapkan untuk memenuhi 1/3 makan siang untuk anak
usia sekolah.
4.2.2 Uji Organoleptik
a. Rasa
Pada praktikum pengembangan resep dan formula tentang anak sekolah
ini, berdasarkan hasil uji organoleptik kebanyakan panelis merasa suka dengan
rasa kroket ayam ini. Adapun rasa dari kroket ayam adalah Gurih dan agak manis.
Rasa gurih dan manis inilah yang membuat panelis suka dengan rasa kroket ayam
ini.
Rasa gurih pada kroket ayam berasal dari bumbu-bumbu yang
ditambahkan dalam pembuatan kroket ayam ini. Adapun bumbu-bumbu yang
19
digunakan adlah bawang merah, bawang putih, garam, dan sedikit merica.
Sedangkan rasa manis berasal dari susu dan gula yang sedikit ditambahkan.
Kandungan gula pada susu cukup tinggi yaitu 5%, namun ini hanya memberikan
sedikit rasa manis dan juga rasa gurih pada kroket ayam. Memberikan sedikit gula
akan memberikan sedikit rasa manis pada kroket ayam ini. Pada dasarnya gula
digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis pada makanan atau minuman
(Sihombing, 2013).
b. Warna
Pada praktikum pengembangan resep dan formula tentang anak sekolah
ini, berdasarkan hasil uji organoleptik kebanyakan panelis merasa suka dengan
warna kroket ayam ini. Adapun warna dari kroket ayam adalah Coklat, pada
bagian dalam terlihat warna jingga dan hijau. Hal ini mebuat panelis suka suka
dengan warna kroket ayam ini.
Warna coklat tua tampak pada bagian luar kroket ayam karena proses
penggorengan. Selain itu, kroket ayam juga dibalut dengan tepung panir sehingga
hasilnya menjadi lebih renyah dan membuat penampilan bahan makanan menjadi
lebih cantik dan menarik. Pada proses penggorengan kroket ayam ini warnanya
lebih coklat tua karena proses menggoreng yang terlalu lama, padahal dengan
membalut kroket ayam dengan tepung panir hanya perlu menggorengnya sebentar
saja. Tepung panir berfungsi agar bahan makanan yang kita goreng tidak terlalu
menyerap minyak dan lebih cepat proses menggorengnya.
Warna coklat muda tampak pada bagian dalam kroket ayam karena
komposisi tepung, ayam dan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih
dan bawang bombay. Selain itu, pada bagian dalam juga terlihat warna jingga dan
hijau.
Warna jingga berasal dari wortel. Wortel merupakan tanaman berupa umbi
yang memiliki sedikit rasa manis, bertekstur renyah serta berwarna kuning
kemerahan atau jingga kekuningan. Warna jingga pada wortel karena adanya
kandungan Betakaroten. Betakaroten dalam wortel berfngsi sebagai antioksidan
dan provitamin A (Silalahi, 2006).
20
Warna hijau berasal dari seledri dan daun bawang yang dicincang. Daun
Seledri adalah tumbuhan serbaguna, terutama sebagai sayuran dan obat-obatan
yang memiliki warna hijau. Sebagai sayuran, daun seledri dipakai sebagai lalap,
atau dipotong kecil-kecil lalu ditaburkan di atas sup bakso, soto, macam-macam
sup lainnya, dan lain-lain (Wikipedia). Daun bawang merupakan jenis sayuran
dari kelompok bawang yang banyak digunakan dalam masakan. Daun bawang
berwarna hijau pada bagian atasnya, dan berwarna putih pada bagian bawahnya.
c. Tekstur
Pada praktikum pengembangan resep dan formula tentang anak sekolah
ini, berdasarkan hasil uji organoleptik kebanyakan panelis merasa suka dengan
tekstur kroket ayam ini. Adapun tekstur dari kroket ayam adalah Kasar pada
bagian luar, padat pada bagian dalam sehingga panelis suka dengan tekstur kroket
ayam ini.
Tekstur kasar pada bagian luar karena adanya tepung panir yang membalut
kroket ayam tersebut. Tepung panir adalah tepung yang terbuat dari remah roti
yang di pakai untuk melapisi bahan makanan yang biasanya di goreng, sehingga
hasilnya menjadi lebih renyah dan membuat penampilan bahan makanan menjadi
lebih cantik dan menarik karena terdapat tekstur kasar di permukaannya. Tepung
panir ini juga berfungsi agar bahan makanan yang kita goreng tidak terlalu
menyerap minyak dan lebih cepat proses menggorengnya.
Tekstur pada pada bagian dalam karena komposisi tepung terigu. Menurut
Damodaran and Paraf (1997) pada sebagaian besar produk makanan, pati terigu
terdapat dalam bentuk granula kecil (1-40 m) dan dalam suatu sistem, contohnya
adonan, pati terigu terdispersi dan berfungsi sebagai bahan pengisi. Gluten
merupakan protein utama dalam tepung terigu yang terdiri dari gliadin (20-25 %)
dan glutenin (35-40%). Pada pembuatan adonan yang mengalami pemanasan,
gluten memiliki kemampuan sebagai bahan yang dapat membentuk adhesive (sifat
lengket), cohesive mass (bahan-bahan dapat menjadi padu), films, dan jaringan 3
dimensi. Menurut Igoe and Hui (1996), Gluten digunakan untuk bahan pengisi
sehingga tekstur pada kroket ayam ini menjadi padat
21
d. Aroma
Pada praktikum pengembangan resep dan formula tentang anak sekolah
ini, berdasarkan hasil uji organoleptik kebanyakan panelis merasa suka dengan
aroma kroket ayam ini. Adapun aroma dari kroket ayam adalah Aroma khas
gorengan. Aroma tersebut berasal dari minyak kelapa sawit atau minyak goreng
yang digunakan untuk menggoreng kroket ayam. Minyak goreng yang baik
memiliki aroma atau bau yang normal serta tidak tengik berdasarkan SNI 01-
3741-2002 sehingga tidak membuat makanan yang digoreng beraroma tengik.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum pengembangan resep dan formula tentang makanan anak
usia sekolah ini, kami membuat kroke ayam Pada praktikum ini, bahan
yang kami gunakan dalam membuat kroket ayam adalah tepung terigu,
daging ayam, telur ayam (putihnya), susu cair, wortel. Untuk bumbu
menggunakan bawang merah, bawang putih, bawang bombai, daun
bawang, seledri, gula dan garam. Untuk saosnya terbuat dari saos tomat,
bawang bombai, bawang merah, bawang putih, gula serta garam.
22
Nilai gizi pada 1 porsi tim saring sayuran dengan ayam cincang adalah
Energi : 183 Kkal, Protein: 5,5 gr, Lemak: 9,3 gr, KH: 19,1 gr, Ca : 17,9
mg, P: 60,6 mg, Fe: 0,7 mg, Vit.A: 4516 RE, Vit.B1: 0,1 mg, Vit.C : 1,8
mg, Na: 22,4 mg, K: 157 mg, Coles: 9 mg, Serat: 0,8 g
Anak harus dibiasakan untuk membawa bekal dari rumah. Hal ini berguna
agar anak tidak membeli makanan yang kemungkinan tidak higienis.
Makanan yang dibawa anak dari rumah juga harus mempunyai nilai gizi
yang seimbang agar kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi.
Kroket ayam pada praktikum ini memiliki rasa: Gurih dan agak manis,
Warna : Coklat, pada bagian dalam terlihat warna jingga dan hijau,
Tekstur: Kasar pada bagian luar, padat pada bagian dalam, Aroma: Aroma
khas gorengan.
Kebanyakan panelis suka terhadap rasa, warna, tekstur dan aroma pada
Kroket ayam.
5.2 Saran
Hendaknya mahasiswa/i memperhatikan bimbingan pengajar dalam
pengembangan resep/formula.
Hendaknya mahasiswa/i dalam pengembangan resep/formula selalu
memperhatikan manfaat dari bahan-bahan yang digunakan dan
memperhatikan nilai gizi dari makanan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adm. 2011. Chapter II. Diakses dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25694/4/Chapter%20II.pdf (7 Juni 2015)
Anonim a. Hubungan Pengetahuan Keamanan Makanan Porsi Dengan Perilaku Memilih Makanan Porsi Yang Aman Pada Siswa SMK Negeri 8 Medan. Diakses dari: http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergraduate-31284-10.%20NIM%20508141044%20BAB%20I.pdf (6 Juni 2015)
Anonim b. Hubungan Kebiasaan Makan Anak dengan Jenis Makanan Yang Dibeli Anak di SD Betesda Kabanjahe. Diakses dari:
23
http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergraduate-31287-BAB%20I.pdf (6 Juni 2015)
Anonim c. 2009. Hubungan antara pola makan pagi, status gizi dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di SD Mejing Patukan, Gamping, Sleman, Yogyakarta tahun 2009. Diakses dari: http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t12779.pdf (6 Juni 2015)
Binus. 2013. Bab II: Landasan Teori Telur. Diakses dari: http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-01683-HM%20Bab2001.pdf (7 Juni 2015)
Diah Didi. 2013. Tepung Panir. Diakses dari: http://www.diahdidi.com/2013/11/tepung-panir.html (8 Juni 2015)
Eka Putra, Andhika. 2009. Gambaran Kebiasaan Jajan Siswa Di Sekolah Studi di Sekolah Dasar Hj. Isriati Semarang. PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG. Diakses dari: http://eprints.undip.ac.id/24807/1/271_Andhika_Eka_P_G2C005256.pdf (6 Juni 2015)
Isni Utami. 2009. Tinajuan Pustaka tentang Susu. Diakses dari: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125768-S-5675-Hubungan%20antara-Literatur.pdf (8 Juni 2015)
Judarwanto, Widodo. 2012. Perilaku Makan Anak Sekolah. Diakses dari: http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/perilaku-makan-anak-sekolah.pdf (6 Juni 2015)
Koswara. 2009. Teknologi Pengolahan Telur (Teori dan Praktek). eBookPangan.com (8 Juni 2015)
Lasalutu, DL. 2014. Tinjauan Pustaka Wortel. Diakses dari: http://eprints.ung.ac.id/3355/8/2012-1-1002-612308011-bab2-13082012032222.pdf (7 Juni 2015)
Putri, LD. 2012. BAB II Tinjauan Pustaka. Diakses dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31241/4/Chapter%20II.pdf (6 Juni 2015)
Raja. 2011. Chapter II: Tinjauan Pustaka Daging Ayam. Diakses dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26808/4/Chapter%20II.pdf (7 Juni 2015)
24
Septiarini, Chitra. 2008. Pengembangan Metode Literatur. Universitas Indonesia. Diakses dari: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123382-S-5353-Pengembangan%20metode-Literatur.pdf (6 Juni 2015)
Sri, H. 2012. Pola Makan Siswa Kelas IV, V dan VI Sekolah Dasar Negeri Purworejo Tahun Pelajaran 2012/2013. Diakses dari: http://eprints.uny.ac.id/9384/2/BAB%201%20-%2010604227400.pdf (6 Juni 2015)
Testi, K.F. 2011. Kajian Penambahan Ekstrak dan Tepung Wortel terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensoris Es Krim. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Diakses dari: http://core.ac.uk/download/pdf/12347994.pdf (3 Juni 2015)
25