+ All documents
Home > Documents > Pengembangan Resep dan Formula menu Anak Sekolah

Pengembangan Resep dan Formula menu Anak Sekolah

Date post: 15-Nov-2023
Category:
Upload: independent
View: 1 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui upaya mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar di Sekolah Dasar (SD), anak usia sekolah merupakan investasi bangsa, karena anak adalah generasi penerus perjuangan bangsa, seharusnya dipertahankan dan ditingkatkan kualitas sumber daya manusianya dari segi kesehatan dan intelektual (Andriyana, 2007). Secara internasional pengelompokkan Anak Sekolah dimulai pada usia 6- 12 tahun, sedangkan pengelompokan di Indonesia adalah usia 7-12 tahun (Rahmawati, 2001). Namun, secara umum anak usia sekolah adalah anak yang masuk Sekolah Dasar. Anak sekolah dasar dibagi atas dua kelompok yaitu: kelompok umur 7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun (Hardiansyah dan Tambunan, 2004). Pada golongan usia sekolah khususnya usia sekolah dasar (SD), sejak bangun tidur di pagi hari hingga menjelang tidur di malam hari, waktu yang dimiliki anak lebih banyak dihabiskan di luar rumah baik di sekolah maupun ditempat bermain. Hal ini mempengaruhi kebiasaan waktu makan mereka yaitu pada umumnya ketika lapar anak lebih suka jajan (Sihadi, 2004). Anak membeli jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa memikirkan bahan-bahan yang terkandung di dalamnya (Judarwanto, 2008). Secara umum kebiasaan makan adalah tiga kali sehari, yaitu sarapan pagi, makan siang dan makan malam. Namun demikian anak cenderung membeli makanan jajanan. Anak usia sekolah membutuhkan asupan makanan yang bergizi dan sehat, orang tua khususnya ibu harus menyediakan makanan yang disukai anak sehingga anak mau untuk sarapan pagi sebelum ke sekolah. Kebiasaan makan pagi sangat bermanfaat sebagai sumber tenaga untuk anak dalam belajar. Anak sekolah mempunyai banyak aktivitas sehingga sering melupakan waktu makan. 1
Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui upaya

mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar di Sekolah

Dasar (SD), anak usia sekolah merupakan investasi bangsa, karena anak adalah

generasi penerus perjuangan bangsa, seharusnya dipertahankan dan ditingkatkan

kualitas sumber daya manusianya dari segi kesehatan dan intelektual (Andriyana,

2007).

Secara internasional pengelompokkan Anak Sekolah dimulai pada usia 6-

12 tahun, sedangkan pengelompokan di Indonesia adalah usia 7-12 tahun

(Rahmawati, 2001). Namun, secara umum anak usia sekolah adalah anak yang

masuk Sekolah Dasar. Anak sekolah dasar dibagi atas dua kelompok yaitu:

kelompok umur 7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun (Hardiansyah dan

Tambunan, 2004).

Pada golongan usia sekolah khususnya usia sekolah dasar (SD), sejak

bangun tidur di pagi hari hingga menjelang tidur di malam hari, waktu yang

dimiliki anak lebih banyak dihabiskan di luar rumah baik di sekolah maupun

ditempat bermain. Hal ini mempengaruhi kebiasaan waktu makan mereka yaitu

pada umumnya ketika lapar anak lebih suka jajan (Sihadi, 2004). Anak membeli

jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa memikirkan bahan-bahan

yang terkandung di dalamnya (Judarwanto, 2008).

Secara umum kebiasaan makan adalah tiga kali sehari, yaitu sarapan pagi,

makan siang dan makan malam. Namun demikian anak cenderung membeli

makanan jajanan. Anak usia sekolah membutuhkan asupan makanan yang bergizi

dan sehat, orang tua khususnya ibu harus menyediakan makanan yang disukai

anak sehingga anak mau untuk sarapan pagi sebelum ke sekolah. Kebiasaan

makan pagi sangat bermanfaat sebagai sumber tenaga untuk anak dalam belajar.

Anak sekolah mempunyai banyak aktivitas sehingga sering melupakan waktu

makan.

1

Anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan sepertiga waktunya di

sekolah. Pada tahap ini, anak mendapat peluang yang lebih banyak untuk

memperoleh makanan, terutama yang diperolehnya di luar rumah sebagai

makanan jajanan. Mereka memiliki kebebasan untuk menggunakan uang jajan

mereka untuk makanan dan minuman sesuai dengan selera mereka sendiri.

Ketersediaan makanan di tempat-tempat umum memungkinkan anak untuk lebih

banyak mengkonsumsi makanan jajanan. Makanan jajanan akan dapat melengkapi

dan menambah kecukupan gizi seseorang apabila makanan jajanan yang

dikonsumsi terjamin kebersihan dan kandungan gizinya. Makanan jajanan

memberikan kontribusi masing-masing sebesar 22,9% dan 15,9% terhadap

keseluruhan asupan energi dan protein anak sekolah dasar. Penelitian lainnya pada

anak sekolah menyebutkan makanan jajanan menyumbang energi 36%, protein

29%, dan zat besi 52%.

Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi

perhatian masyarakat, khususnya orang tua, pendidik, dan pengelola sekolah.

Makanan dan jajanan sekolah sangat beresiko terhadap cemaran biologis atau

kimiawi yang banyak mengganggu kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka

panjang (Februhartanty dan Iswaranti, 2004).

Survei oleh BPOM tahun 2004 di sekolah dasar (seluruh Indonesia) dan

sekitar 550 jenis makanan yang diambil untuk sampel pengujian menunjukkan

bahwa 60% jajanan anak sekolah tidak memenuhi standar mutu dan keamanan.

Disebutkan bahwa 56% sampel mengandung rhodamin dan 33% mengandung

boraks. Survei BPOM tahun 2007, sebanyak 4.500 sekolah di Indonesia,

membuktikan bahwa 45% jajanan anak sekolah berbahaya (Suci, 2009).

Anak harus dibiasakan untuk membawa bekal dari rumah. Hal ini berguna

agar anak tidak membeli makanan yang kemungkinan tidak higienis. Makanan

yang dibawa anak dari rumah juga harus mempunyai nilai gizi yang seimbang

agar kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi.

Dari berbagai permasalahan di atas, maka sangat penting untuk

memperhatikan asupan gizi anak sekolah, agar anak mempunyai asupan enegi dan

zat gizi yang cukup untuk aktivitas sehari-hari. Untuk menghindari anak jajan

sembarangan pada saat di sekolah, maka perlu diberikan penanaman pola pikir

2

yang baik tentang makanan sehat baik dari orang tua, sekolah, masyarakat

maupun oleh sektor kesehatan. Sangat penting memberikan bekal sekolah yang

memenuhi gizi seimbang bagi anak sekolah, selain memberikan tambahan asupan

energi dan zat gizi, bekal yang dibawa oleh anak dapat lebih terjamin

keamanannya dibandingkan makanan yang dijual di sekitar sekolah yang belum

tentu terjamin keamanan dan kebersihannya sehingga dapat menyebabkan anak

sakit seperti terkena diare atau terkena penyakit lain seperti kanker karena

makanan jajanan yang dikonsumsi mengandung BTP yang berlebihan. Anak

sekolah adalah generasi penerus perjuangan bangsa, sehingga pada pengembangan

resep ini, kami membuat bekal yang dapat memenuhi kebutuhan anak sekolah

khususnya untu memberikan asupan sebelum anak makan siang di rumah.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Melakukan pengembangan resep untuk bekal 1/3 makan siang anak sekolah

dasar.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Membuat kroket ayam sebagai salah satu pengembangan resep untuk

bekal 1/3 makan siang anak sekolah dasar.

b. Menganalisis nilai gizi dari kroket ayam.

c. Mengetahui manfaat yang ada dalam bekal anak sekolah dan manfaat

bahan-bahan yang digunakan untuk pengembangan resep bekal anak

sekolah.

d. Mengetahui karakteristik produk secara organoleptik dan menganalisis

uji organoleptik oleh panelis dari kroket ayam.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah baik tingkat pra sekolah, sekolah dasar, sekolah

menengah pertama dan sekolah menengah atas adalah suatu masa usia anak yang

sangat berbeda dengan usia dewasa. Di dalam periode ini didapatkan banyak

permasalahan kesehatan yang sangat menentukan kualitas anak di kemudian hari,

meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan dan gangguan belajar

(www.yayasan-amalia.org).

Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi

penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat

ini. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian

nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh

kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu

dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam

pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini

mengakibatkan gangguan pada banyak organ-organ dan sistem imun tubuh anak

(Judarwanto, 2006).

2.2 Anak Usia Sekolah Dasar

Secara internasional pengelompokkan Anak Sekolah dimulai pada usia 6-

12 tahun, sedangkan pengelompokan di Indonesia adalah usia 7-12 tahun

(Rahmawati, 2001). Namun, secara umum anak usia sekolah adalah anak yang

masuk Sekolah Dasar. Anak sekolah dasar dibagi atas dua kelompok yaitu:

kelompok umur 7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun (Hardiansyah dan

Tambunan, 2004).

Karakteristik Anak sekolah merupakan golongan yang mempunyai

karakteristik mulai mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan

4

batasan-batasan norma. Di sinilah variasi individu mulai lebih mudah dikenali

seperti pertumbuhan dan perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi,

perkembangan kepribadian, serta asupan makanan (Yatim, 2005).

Ada beberapa karakteristik lain anak usia ini adalah sebagai berikut :

Anak banyak menghabiskan waktu di luar rumah

Aktivitas fisik anak semakin meningkat

Pada usia ini anak akan mencari jati dirinya

Anak akan banyak berada di luar rumah untuk jangka waktu antara 4-5

jam. Aktivitas fisik anak semakin meningkat seperti pergi dan pulang sekolah,

bermain dengan teman, akan meningkatkan kebutuhan energi. Apabila anak tidak

memperoleh energi sesuai kebutuhannya maka akan terjadi pengambilan

cadangan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga anak menjadi lebih

kurus dari sebelumnya (Khomsan, 2010).

Pada usia sekolah dasar anak akan mencari jati dirinya dan akan sangat

mudah terpengaruh lingkungan sekitarnya, terutama teman sebaya yang

pengaruhnya sangat kuat seperti anak akan merubah perilaku dan kebiasaan

temannya, termasuk perubahan kebiasaan makan (Moehyi 1996).

Peranan orangtua sangat penting dalam mengatur aktivitas anaknya sehari

misalnya pola makan, waktu tidur, dan aktivitas bermain anak (Moehyi 1996).

Pola makan yang sehat dibutuhkan anak-anak untuk mendapatkan gizi yang

seimbang. Keseimbangan gizi yang didapat melalui pola makan yang sehat akan

berpengaruh positif terhadap kesehatan serta tumbuh kembang anak (Anggaraini,

2003:11).

Orang tua harus memastikan bahwa anak-anak mereka mendapat gizi yang

cukup dari makanan yang dikonsumsinya. Orang tua harus menanamkan kepada

anak tentang betapa pentingnya pola makan yang sehat bagi tubuh manusia.

Makanan apa saja yang harus dikonsumsi anak dan yang tidak boleh dikonsumsi

harus ditanamkan sejak dini kepada anak agar ketika di sekolah atau bermain,

anak tidak mengkonsumsi jajanan yang tidak sehat. Penanaman pola makan yang

sehat kepada anak dapat dilatih melalui pembiasaan di dalam keluarga. Selain itu,

anak harus dibiasakan untuk membawa bekal dari rumah. Hal ini berguna agar

anak tidak membeli makanan yang kemungkinan tidak higienis. Makanan yang

5

dibawa anak dari rumah juga harus mempunyai nilai gizi yang seimbang agar

kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi.

Data statistik Depkes tahun 2004 mengatakan 5,1 juta anak Indonesia

mengalami kurang gizi dan gizi buruk. Pada tahun 2004 sebanyak 3,3 juta anak

mengalami gizi kurang, dan 944.000 mengalami risiko gizi buruk. Pada tahun

2007 4,1 juta balita mengalami malnutrisi, sebanyak 3,38 juta mengalami gizi

kurang, dan 755.000 dengan risiko gizi buruk (Wiwan, 2008). Gizi buruk yang

terjadi pada usia muda membawa dampak negatif pada anak antara lain: anak

mudah menderita kelelahan mental, sukar berkonsentrasi, rendah diri dan prestasi

belajar menjadi turun. Prestasi atau keberhasilan belajar dapat dioperasionalkan

dalam bentuk indikator yaitu berupa nilai, indeks prestasi studi, angka kelulusan,

predikat kelulusan, dan semacamnya (Azwar, 2002).

Anak sekolah membutuhkan makanan yang cukup secara kuantitas dan

kualitas agar memiliki keadaan atau status gizi yang baik. Salah satu upaya

meningkatkan kualitas sumber daya manusia golongan anak sekolah adalah

dengan menyediakan makanan jajanan yang bergizi guna memenuhi kebutuhan

tubuh selama mengikuti pelajaran di sekolah.

Anak sekolah merupakan konsumen makanan yang telah aktif dan mandiri

dalam menentukan makanan yang dikehendakinya, baik makanan jajanan di

sekolah maupun di tempat penjualan lainnya. Anak sekolah umumnya setiap hari

menghabiskan sepertiga waktunya di sekolah. Pada tahap ini, anak mendapat

peluang yang lebih banyak untuk memperoleh makanan, terutama yang

diperolehnya di luar rumah sebagai makanan jajanan. Mereka memiliki kebebasan

untuk menggunakan uang jajan mereka untuk makanan dan minuman sesuai

dengan selera mereka sendiri. Ketersediaan makanan di tempat-tempat umum

memungkinkan anak untuk lebih banyak mengkonsumsi makanan jajanan.

Makanan jajanan akan dapat melengkapi dan menambah kecukupan gizi

seseorang apabila makanan jajanan yang dikonsumsi terjamin kebersihan dan

kandungan gizinya. Makanan jajanan memberikan kontribusi masing-masing

sebesar 22,9% dan 15,9% terhadap keseluruhan asupan energi dan protein anak

sekolah dasar. Penelitian lainnya pada anak sekolah menyebutkan makanan

6

jajanan menyumbang energi 36%, protein 29%, dan zat besi 52%.2 Kebiasaan

mengkonsumsi makanan jajanan sangat populer dikalangan anak-anak sekolah.

Kebiasaan jajan tersebut sangat sulit untuk dihilangkan. Biasanya makanan

jajanan yang mereka sukai adalah makanan dengan warna, penampilan, tekstur,

aroma dan rasa yang menarik. Mereka juga pada umumnya membeli jenis

makanan jajanan yang kandungan zat gizinya kurang beragam yaitu hanya terdiri

dari karbohidrat saja atau karbohidrat dan lemak (minyak). Kegemaran anak-anak

akan hal yang manis dan gurih dan sering dimanfaatkan oleh para penjual untuk

menarik perhatian anak-anak. Makanan jajanan yang ditawarkan belum tentu

menyehatkan, karena kebanyakan dari penjual makanan jajanan belum

sepenuhnya memperhatikan kebersihan, keamanan dan kandungan gizi makanan

yang dijajakan.

Hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)

menyebutkan bahwa makanan jajanan anak SD yang berharga murah dan

berbentuk makanan basah siap konsumsi yang dijual pedagang di sekitar lokasi

sekolah masih dicampur dengan berbagai zat berbahaya.

2.3 Pemberian Makan pada Anak Umur 7-12 Tahun

Golongan umur ini sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup.

Mereka jarang terjangkit infeksi atau penyakit gizi. Tetapi kebutuhan nutrien

justru bertambah, karena mereka sering melakukan berbagai aktivitas, seperti

bermain di luar rumah, olahraga, pramuka, dan kegiatan sekolah lainnya.

Kebutuhan energi pada golongan umur 10-12 tahun lebih besar daripada golongan

umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan yang lebih pesat dan aktivitas yang lebih

banyak. Sejak umur 10-12 tahun kebutuhan energi anak laki-laki berbeda dengan

anak perempuan. Selain itu, anak perempuan yang sudah haid memerlukan

tambahan protein dan mineral besi (Markum, dkk, 2002).

Tujuan pemberian makan pada bayi dan anak adalah : 1) Memberikan

nutrien yang cukup sesuai dengan kebutuhan, yang dimanfaatkan untuk tumbuh

kembang yang optimal, penunjang berbagai aktivitas, dan pemulihan kesehatan

setelah sakit, dan 2) Mendidik kebiasan makan yang baik, mencakup penjadwalan

7

makan, belajar menyukai, memilih, dan menentukan jenis makanan yang bermutu

(Markum, dkk, 2002).

Makan bersama dengan anggota keluarga tetap dianjurkan untuk menjalin

keakraban keluarga. Beberapa anak kurang menyukai makanan di rumah dan lebih

banyak jajan di luar karena itu harus pandai-pandai memilih dan menghidangkan

makanan di rumah. Namun sewaktu-waktu anak dapat makan di luar bersama

keluarga (Markum, dkk , 2002).

Cara pemberian makan pada anak yang tidak tepat dapat menjadikan anak

sulit makan, contohnya memberikan makanan dengan kasar atau dengan marah-

marah, suka memaksa anak untuk cepat-cepat menghabiskan makanan setiap kali

makan, memberikan makan terlalu banyak, menetapkan banyak aturan yang harus

dilakukan anak pada saat makan, dan waktu yang tidak tepat (Widodo, 2009).

2.4 Bekal Anak Sekolah

Mengingat pentingnya asupan makanan untuk anak sekolah, dan untuk

terhindarnya anak dari makanan jajanan yang belum tentu terjamin keamanan dan

kebersihannya sehingga dapat menyebabkan anak sakit seperti terkena diare atau

terkena penyakit lain seperti kanker karena makanan jajanan yang dikonsumsi

mengandung BTP yang berlebihan. Anak sekolah yang merupakan generasi

penerus perjuangan bangsa perlu dibiasakan untuk membawa bekal ke sekolah

untuk memenuhi gizi seimbang bagi anak.

2.5 Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

Angka kecukupan gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances

(RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus dipenuhi dari

makanan untuk mencukupi hampir semua orang sehat. Tujuan utama penyusunan

AKG ini adalah untuk acuan perencanaan makanan dan menilai tingkat konsumsi

makanan individu/masyarakat ( Almatsier, 2001).

Hardiansyah dan Tambunan (2004) mengartikan Angka Kecukupan Energi

(AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang

dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh

(berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan

8

ekonomi dan sosial yang diharapkan. Selanjutnya Angka Kecukupan Protein

(AKP) dapat diartikan rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein

yang hilang ditambah sejumlah tertentu, agar mencapai hampir semua populasi

sehat (97.5%) di suatu kelompok umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuh tertentu

pada tingkat aktivitas sedang. Angka kecukupan energi dan protein pada anak usia

sekolah dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Energi dan Protein pada Anak Usia Sekolah

2.6 Kebutuhan Gizi

Estimasi Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Total per hari

9

BAB III

METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Topik : Pembuatan Kroket Ayam

Hari/tanggal : Senin, 01 Juni 2015

Tempat : Lab. ITP Poltekkes Jurusan Gizi

Kelompok : 1 (satu)

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

Baskom

Timbangan

Serbet

Pisau

Piring

Gelas

Blender

Panci

Sendok

3.2.2 Bahan Formula Anak Sekolah

10

Adapun bahan yang digunakan adalah

Ayam 15 gr

Telur ayam bagian putih 5 gr

Wortel 10 gr

Susu cair 5 gr

Tepung terigu 20 gr

Minyak kelapa sawit 5 gr

Saos tomat 10 gr

Bawang Bombay

Garam secukupnya

Gula secukupnya

3.3 Prosedur Kerja

Menumis bawang Bombay, memasukkan ayam dan wortel, mengaduk

rata sampai matang, angkat. Memasukkan tepung terigu,susu dan

adonan ayam mengaduk-aduk hingga rata

Membentuk adonan bulat lonjong, mencelupkan ke putih telur dan

melapisi dengan tepung panir

Memanaskan minyak dalam wajan, menggoreng kroket ayam sampai

kuning kecoklatan. angkat dan hidangkan

3.4 Diagram Alir

Menumis bawang bombay

Memasukkan ayam dan wortel

Mengaduk hingga rata

Memasukkan tepung terigu, susu dan adonan ayam

Mengaduk-aduk

11

Membentuk adonan bulat lonjong

Mencelupkan keputih telur

Melapisi dengan tepung panir

memanaskan minyak

Menggoreng kroket ayam sampai kuning kecoklatan

Mengangkat

Menghidangkan

12

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada praktikum pengembangan resep anak sekolah ini, kami membuat

kroket ayam dengan 1/3 kalori dari makan siang untuk anak perempuan umur 10

tahun.

Organoleptik

Rasa : Gurih dan agak manis

Warna : Coklat, pada bagian dalam terlihat warna jingga dan hijau

Tekstur : Kasar pada bagian luar, padat pada bagian dalam

Aroma : Aroma khas gorengan

Nilai Gizi 1 porsi kroket ayam (berisi 5 kroket)

Energi : 183 Kkal

13

Protein : 5,5 gr

Lemak : 9,3 gr

KH : 19,1 gr

Ca : 17,9 mg

P : 60,6 mg

Fe : 0,7 mg

Vit.A : 4516 RE

Vit.B1 : 0,1 mg

Vit.C : 1,8 mg

Na : 22,4 mg

K : 157 mg

Coles : 9 mg

Serat : 0,8 g

Nilai Gizi yang Diharapkan untuk memenuhi 1/3 makan siang

Kalori : 168 kalori

Protein : 4,2 gr

Lemak : 3,73 gr

KH : 29,4 gr

Hasil Uji Organoleptik Panelis

Tabel Uji Organoleptik Panelis Terhadap Kroket ayam

1. Rasa

14

Kebanyakan panelis suka terhadap rasa Kroket ayam

2. Warna

Kategori N %

Sangat Tidak suka 0 0

Tidak suka 0 0

Kurang suka 16 37,2

Suka 27 62,8

Sangat suka 0 0

Kebanyakan panelis suka terhadap warna Kroket ayam

3. Tekstur

Kategori N %

Sangat Tidak suka 0 0

Tidak suka 1 2,3

Kurang suka 13 30,2

Suka 29 67,4

Sangat suka 0 0

15

Kategori N %

Sangat Tidak suka 0 0

Tidak suka 0 0

Kurang suka 9 20,9

Suka 31 72,1

Sangat suka 3 7

Kebanyakan panelis suka terhadap tekstur Kroket ayam

4. Aroma

Kategori N %

Sangat Tidak suka 0 0

Tidak suka 2 4,7

Kurang suka 4 9,3

Suka 37 86

Sangat suka 0 0

Kebanyakan panelis suka terhadap aroma Kroket ayam

4.2 Pembahasan

4.2.1 Bekal untuk Anak Sekolah

Pada praktikum ini, kami membuat bekal sekolah untuk anak perempuan

umur 10 tahun dengan BB 30 kg dan TB 130 cm. Anak memiliki status gizi baik.

Aktivitas sehari-hari anak adalah sekolah dari pukul 07.30 s/d 14.00. Untuk

memenuhi kebutuhan anak yang terlambat makan siang di rumah, maka kami

membuat snack yang dapat memenuhi 1/3 makan siangnya.

Anak sekolah merupakan konsumen makanan yang telah aktif dan mandiri

dalam menentukan makanan yang dikehendakinya, baik makanan jajanan di

sekolah maupun di tempat penjualan lainnya. Anak sekolah umumnya setiap hari

menghabiskan sepertiga waktunya di sekolah. Pada saat itulah peluang untuk anak

makan makanan jajanan di sekitar sekolah terjadi. Penampilan seperti warna dan

rasa menjadi daya tarik tersendiri bagi anak untuk makan jajanan yang tersedia di

sekitar sekolah.

Makanan jajanan akan dapat melengkapi dan menambah kecukupan gizi

seseorang apabila makanan jajanan yang dikonsumsi terjamin kebersihan dan

kandungan gizinya. Makanan jajanan memberikan kontribusi masing-masing

16

sebesar 22,9% dan 15,9% terhadap keseluruhan asupan energi dan protein anak

sekolah dasar. Penelitian lainnya pada anak sekolah menyebutkan makanan

jajanan menyumbang energi 36%, protein 29%, dan zat besi 52%.2 Kebiasaan

mengkonsumsi makanan jajanan sangat populer dikalangan anak-anak sekolah.

Sayangnya, makanan jajanan yang ada di sekitar anak sekolah seringkali

tidak terjamin keamanan dan kebersihannya sehingga dapat menimbulkan

masalah kesehatan baik saat itu maupun nanti. Survei oleh BPOM tahun 2004 di

sekolah dasar (seluruh Indonesia) dan sekitar 550 jenis makanan yang diambil

untuk sampel pengujian menunjukkan bahwa 60% jajanan anak sekolah tidak

memenuhi standar mutu dan keamanan. Disebutkan bahwa 56% sampel

mengandung rhodamin dan 33% mengandung boraks. Survei BPOM tahun 2007,

sebanyak 4.500 sekolah di Indonesia, membuktikan bahwa 45% jajanan anak

sekolah berbahaya (Suci, 2009).

Makanan untuk anak sekolah sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

gizi anak, selain itu otak dan tubuh dapat bekerja dengan baik serta berpengaruh

terhadap prestasi anak. Data statistik Depkes tahun 2004 mengatakan 5,1 juta anak

Indonesia mengalami kurang gizi dan gizi buruk. Pada tahun 2004 sebanyak 3,3

juta anak mengalami gizi kurang, dan 944.000 mengalami risiko gizi buruk.

(Wiwan, 2008). Gizi buruk yang terjadi pada usia muda membawa dampak

negatif pada anak antara lain: anak mudah menderita kelelahan mental, sukar

berkonsentrasi, rendah diri dan prestasi belajar menjadi turun. Prestasi atau

keberhasilan belajar dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator yaitu berupa

nilai, indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat kelulusan, dan semacamnya

(Azwar, 2002).

Anak harus dibiasakan untuk membawa bekal dari rumah. Hal ini berguna

agar anak tidak membeli makanan yang kemungkinan tidak higienis. Makanan

yang dibawa anak dari rumah juga harus mempunyai nilai gizi yang seimbang

agar kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi.

Adapun tujuan pemberian makanan pada anak sekolah (Markum, dkk,

2002) adalah:

17

1) Memberikan nutrien yang cukup sesuai dengan kebutuhan, yang

dimanfaatkan untuk tumbuh kembang yang optimal, penunjang berbagai

aktivitas, dan pemulihan kesehatan setelah sakit

2) Mendidik kebiasan makan yang baik, mencakup penjadwalan makan,

belajar menyukai, memilih, dan menentukan jenis makanan yang bermutu.

Pada praktikum ini, bahan yang kami gunakan dalam membuat kroket

ayam adalah tepung terigu, daging ayam, telur ayam (putihnya), susu cair, wortel.

Untuk bumbu menggunakan bawang merah, bawang putih, bawang bombai, daun

bawang, seledri, gula dan garam. Untuk saosnya terbuat dari saos tomat, bawang

bombai, bawang merah, bawang putih, gula serta garam.

Tepung terigu merupakan salah satu sumber karbohidrat kompleks.

Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari bulir gandum,

dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue kering, biskuit, mi, cake, roti,

dan lain-lain. Tepung terigu mengandung banyak zat pati yaitu karbohidrat

kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein

dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang

terbuat dari bahan terigu (Salam, dkk., 2012).

Daging ayam, telur ayam (putihnya) dan susu cair merupakan sumber

protein hewani berkualitas baik yang terutama mengandung asam amino essensial

yang tidak diproduksi di dalam tubuh. Protein-protein tersebut sangat bermanfaaat

untuk menunjang pertumbuhan anak usia sekolah.

Daging ayam memiliki kandungan gizi yang tinggi. Daging ayam kaya

kandungan protein dan merupakan sumber fosfor dan mineral lain serta vitamin

B-kompleks. Daging ayam mengandung lebih sedikit lemak daripada daging lain.

Putih telur atau albumen merupakan bagian telur yang berbentuk seperti

gel, mengandung air dan terdiri atas empat fraksi yang berbeda-beda

kekentalannya. Putih telur terdiri sepenuhnya oleh protein & air. Dibandingkan

dengan telur kuning, telur putih memiliki rasa (flavor) & warna yang sangat

rendah.

Susu cair merupakan sumber protein dengan mutu sangat tingg (Winarno,

1993). Kadar protein susu sapi sekitar 3,5 %. Protein sus pada umumnya dapat

18

dibagi menjadi dua golongan yaitu kasein dan protein whey. Kasein merupakan

komponen protein yang terbesar dalam susu (80%) dan sisanya brupa protein

whey (20%). Kandungan air di dalam susu tinggi sekali yaitu sekitar 87,5%.

Meskipun kandungan gula juga cukup tinggi yaitu 5% tetapi rasanya tidak manis.

Susu mengandung kalsium tinggi yang berperan dalam pertumbuhan tulang dan

kesehatan gigi.

Wortel mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat, abu, nutrisi anti

kanker, gula alamiah (fruktosa, sukrosa, dektrosa, laktosa, dan maltosa), pektin,

glutanion, mineral (kalsium, fosfor, besi, kalium, natrium, amgnesium, kromium),

vitamin (beta karoten, B1, dan C) serta asparagine. Wortel merupakan salah satu

sayuran yang kaya betakaroten. Beta Karotennya mempunyai manfaat sebagai anti

oksidan yang menjaga kesehatan dan menghambat proses penuaan. Beta Karoten

dapat mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker serta melindungi asam

lemak tidak jenuh ganda dari proses oksidasi (Anonim, 2010). Selain itu

betakaroten juga berfungsi sebagai prekusor vitamin A.

Pada setiap 1 porsi kroket memiliki energi sebesar 183 kkal dan protein

5,5 gr. Sedangkan nilai gizi yang diharapkan untuk memenuhi 1/3 makan siang

untuk anak usia sekolah pada praktikum ini adalah energi sebesar 168 kalori dan

protein sebesar 4,2 gr. Jumlah energi dan protein tersebut masih dalam ±10% dari

kebutuhan kalori yang diharapkan untuk memenuhi 1/3 makan siang untuk anak

usia sekolah.

4.2.2 Uji Organoleptik

a. Rasa

Pada praktikum pengembangan resep dan formula tentang anak sekolah

ini, berdasarkan hasil uji organoleptik kebanyakan panelis merasa suka dengan

rasa kroket ayam ini. Adapun rasa dari kroket ayam adalah Gurih dan agak manis.

Rasa gurih dan manis inilah yang membuat panelis suka dengan rasa kroket ayam

ini.

Rasa gurih pada kroket ayam berasal dari bumbu-bumbu yang

ditambahkan dalam pembuatan kroket ayam ini. Adapun bumbu-bumbu yang

19

digunakan adlah bawang merah, bawang putih, garam, dan sedikit merica.

Sedangkan rasa manis berasal dari susu dan gula yang sedikit ditambahkan.

Kandungan gula pada susu cukup tinggi yaitu 5%, namun ini hanya memberikan

sedikit rasa manis dan juga rasa gurih pada kroket ayam. Memberikan sedikit gula

akan memberikan sedikit rasa manis pada kroket ayam ini. Pada dasarnya gula

digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis pada makanan atau minuman

(Sihombing, 2013).

b. Warna

Pada praktikum pengembangan resep dan formula tentang anak sekolah

ini, berdasarkan hasil uji organoleptik kebanyakan panelis merasa suka dengan

warna kroket ayam ini. Adapun warna dari kroket ayam adalah Coklat, pada

bagian dalam terlihat warna jingga dan hijau. Hal ini mebuat panelis suka suka

dengan warna kroket ayam ini.

Warna coklat tua tampak pada bagian luar kroket ayam karena proses

penggorengan. Selain itu, kroket ayam juga dibalut dengan tepung panir sehingga

hasilnya menjadi lebih renyah dan membuat penampilan bahan makanan menjadi

lebih cantik dan menarik. Pada proses penggorengan kroket ayam ini warnanya

lebih coklat tua karena proses menggoreng yang terlalu lama, padahal dengan

membalut kroket ayam dengan tepung panir hanya perlu menggorengnya sebentar

saja. Tepung panir berfungsi agar bahan makanan yang kita goreng tidak terlalu

menyerap minyak dan lebih cepat proses menggorengnya.

Warna coklat muda tampak pada bagian dalam kroket ayam karena

komposisi tepung, ayam dan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih

dan bawang bombay. Selain itu, pada bagian dalam juga terlihat warna jingga dan

hijau.

Warna jingga berasal dari wortel. Wortel merupakan tanaman berupa umbi

yang memiliki sedikit rasa manis, bertekstur renyah serta berwarna kuning

kemerahan atau jingga kekuningan. Warna jingga pada wortel karena adanya

kandungan Betakaroten. Betakaroten dalam wortel berfngsi sebagai antioksidan

dan provitamin A (Silalahi, 2006).

20

Warna hijau berasal dari seledri dan daun bawang yang dicincang. Daun

Seledri adalah tumbuhan serbaguna, terutama sebagai sayuran dan obat-obatan

yang memiliki warna hijau. Sebagai sayuran, daun seledri dipakai sebagai lalap,

atau dipotong kecil-kecil lalu ditaburkan di atas sup bakso, soto, macam-macam

sup lainnya, dan lain-lain (Wikipedia). Daun bawang merupakan jenis sayuran

dari kelompok bawang yang banyak digunakan dalam masakan. Daun bawang

berwarna hijau pada bagian atasnya, dan berwarna putih pada bagian bawahnya.

c. Tekstur

Pada praktikum pengembangan resep dan formula tentang anak sekolah

ini, berdasarkan hasil uji organoleptik kebanyakan panelis merasa suka dengan

tekstur kroket ayam ini. Adapun tekstur dari kroket ayam adalah Kasar pada

bagian luar, padat pada bagian dalam sehingga panelis suka dengan tekstur kroket

ayam ini.

Tekstur kasar pada bagian luar karena adanya tepung panir yang membalut

kroket ayam tersebut. Tepung panir adalah tepung yang terbuat dari remah roti

yang di pakai untuk melapisi bahan makanan yang biasanya di goreng, sehingga

hasilnya menjadi lebih renyah dan membuat penampilan bahan makanan menjadi

lebih cantik dan menarik karena terdapat tekstur kasar di permukaannya. Tepung

panir ini juga berfungsi agar bahan makanan yang kita goreng tidak terlalu

menyerap minyak dan lebih cepat proses menggorengnya.

Tekstur pada pada bagian dalam karena komposisi tepung terigu. Menurut

Damodaran and Paraf (1997) pada sebagaian besar produk makanan, pati terigu

terdapat dalam bentuk granula kecil (1-40 m) dan dalam suatu sistem, contohnya

adonan, pati terigu terdispersi dan berfungsi sebagai bahan pengisi. Gluten

merupakan protein utama dalam tepung terigu yang terdiri dari gliadin (20-25 %)

dan glutenin (35-40%). Pada pembuatan adonan yang mengalami pemanasan,

gluten memiliki kemampuan sebagai bahan yang dapat membentuk adhesive (sifat

lengket), cohesive mass (bahan-bahan dapat menjadi padu), films, dan jaringan 3

dimensi. Menurut Igoe and Hui (1996), Gluten digunakan untuk bahan pengisi

sehingga tekstur pada kroket ayam ini menjadi padat

21

d. Aroma

Pada praktikum pengembangan resep dan formula tentang anak sekolah

ini, berdasarkan hasil uji organoleptik kebanyakan panelis merasa suka dengan

aroma kroket ayam ini. Adapun aroma dari kroket ayam adalah Aroma khas

gorengan. Aroma tersebut berasal dari minyak kelapa sawit atau minyak goreng

yang digunakan untuk menggoreng kroket ayam. Minyak goreng yang baik

memiliki aroma atau bau yang normal serta tidak tengik berdasarkan SNI 01-

3741-2002 sehingga tidak membuat makanan yang digoreng beraroma tengik.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada praktikum pengembangan resep dan formula tentang makanan anak

usia sekolah ini, kami membuat kroke ayam Pada praktikum ini, bahan

yang kami gunakan dalam membuat kroket ayam adalah tepung terigu,

daging ayam, telur ayam (putihnya), susu cair, wortel. Untuk bumbu

menggunakan bawang merah, bawang putih, bawang bombai, daun

bawang, seledri, gula dan garam. Untuk saosnya terbuat dari saos tomat,

bawang bombai, bawang merah, bawang putih, gula serta garam.

22

Nilai gizi pada 1 porsi tim saring sayuran dengan ayam cincang adalah

Energi : 183 Kkal, Protein: 5,5 gr, Lemak: 9,3 gr, KH: 19,1 gr, Ca : 17,9

mg, P: 60,6 mg, Fe: 0,7 mg, Vit.A: 4516 RE, Vit.B1: 0,1 mg, Vit.C : 1,8

mg, Na: 22,4 mg, K: 157 mg, Coles: 9 mg, Serat: 0,8 g

Anak harus dibiasakan untuk membawa bekal dari rumah. Hal ini berguna

agar anak tidak membeli makanan yang kemungkinan tidak higienis.

Makanan yang dibawa anak dari rumah juga harus mempunyai nilai gizi

yang seimbang agar kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi.

Kroket ayam pada praktikum ini memiliki rasa: Gurih dan agak manis,

Warna : Coklat, pada bagian dalam terlihat warna jingga dan hijau,

Tekstur: Kasar pada bagian luar, padat pada bagian dalam, Aroma: Aroma

khas gorengan.

Kebanyakan panelis suka terhadap rasa, warna, tekstur dan aroma pada

Kroket ayam.

5.2 Saran

Hendaknya mahasiswa/i memperhatikan bimbingan pengajar dalam

pengembangan resep/formula.

Hendaknya mahasiswa/i dalam pengembangan resep/formula selalu

memperhatikan manfaat dari bahan-bahan yang digunakan dan

memperhatikan nilai gizi dari makanan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adm. 2011. Chapter II. Diakses dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25694/4/Chapter%20II.pdf (7 Juni 2015)

Anonim a. Hubungan Pengetahuan Keamanan Makanan Porsi Dengan Perilaku Memilih Makanan Porsi Yang Aman Pada Siswa SMK Negeri 8 Medan. Diakses dari: http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergraduate-31284-10.%20NIM%20508141044%20BAB%20I.pdf (6 Juni 2015)

Anonim b. Hubungan Kebiasaan Makan Anak dengan Jenis Makanan Yang Dibeli Anak di SD Betesda Kabanjahe. Diakses dari:

23

http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergraduate-31287-BAB%20I.pdf (6 Juni 2015)

Anonim c. 2009. Hubungan antara pola makan pagi, status gizi dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di SD Mejing Patukan, Gamping, Sleman, Yogyakarta tahun 2009. Diakses dari: http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t12779.pdf (6 Juni 2015)

Binus. 2013. Bab II: Landasan Teori Telur. Diakses dari: http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-01683-HM%20Bab2001.pdf (7 Juni 2015)

Diah Didi. 2013. Tepung Panir. Diakses dari: http://www.diahdidi.com/2013/11/tepung-panir.html (8 Juni 2015)

Eka Putra, Andhika. 2009. Gambaran Kebiasaan Jajan Siswa Di Sekolah Studi di Sekolah Dasar Hj. Isriati Semarang. PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG. Diakses dari: http://eprints.undip.ac.id/24807/1/271_Andhika_Eka_P_G2C005256.pdf (6 Juni 2015)

Isni Utami. 2009. Tinajuan Pustaka tentang Susu. Diakses dari: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125768-S-5675-Hubungan%20antara-Literatur.pdf (8 Juni 2015)

Judarwanto, Widodo. 2012. Perilaku Makan Anak Sekolah. Diakses dari: http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/perilaku-makan-anak-sekolah.pdf (6 Juni 2015)

Koswara. 2009. Teknologi Pengolahan Telur (Teori dan Praktek). eBookPangan.com (8 Juni 2015)

Lasalutu, DL. 2014. Tinjauan Pustaka Wortel. Diakses dari: http://eprints.ung.ac.id/3355/8/2012-1-1002-612308011-bab2-13082012032222.pdf (7 Juni 2015)

Putri, LD. 2012. BAB II Tinjauan Pustaka. Diakses dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31241/4/Chapter%20II.pdf (6 Juni 2015)

Raja. 2011. Chapter II: Tinjauan Pustaka Daging Ayam. Diakses dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26808/4/Chapter%20II.pdf (7 Juni 2015)

24

Septiarini, Chitra. 2008. Pengembangan Metode Literatur. Universitas Indonesia. Diakses dari: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123382-S-5353-Pengembangan%20metode-Literatur.pdf (6 Juni 2015)

Sri, H. 2012. Pola Makan Siswa Kelas IV, V dan VI Sekolah Dasar Negeri Purworejo Tahun Pelajaran 2012/2013. Diakses dari: http://eprints.uny.ac.id/9384/2/BAB%201%20-%2010604227400.pdf (6 Juni 2015)

Testi, K.F. 2011. Kajian Penambahan Ekstrak dan Tepung Wortel terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensoris Es Krim. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Diakses dari: http://core.ac.uk/download/pdf/12347994.pdf (3 Juni 2015)

25


Recommended