+ All documents
Home > Documents > Makalah Kimia Pangan tentang Zat Aditif Dalam Makanan

Makalah Kimia Pangan tentang Zat Aditif Dalam Makanan

Date post: 19-Nov-2023
Category:
Upload: independent
View: 4 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
33
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan produk- produk industri yang dapat memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Bahan kimia yang telah diketahui manfaatnya dikembangkan dengan cara membuat produk-produk yang berguna untuk kepentingan manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui jenis, sifat-sifat, kegunaan, dan efek samping dari setiap produk yang kita gunakan atau kita lihat sehari-hari termasuk makanan yang kita makan sehari-hari. Salah satu yang harus kita perhatikan yaitu beberapa bahan kimia dalam makanan, dalam hal ini zat aditif makanan. Zat aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas makanan, menambahkan kelezatan, dan mengawetkan makanan. Zat aditif makanan dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu: 1. Zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat. 2. Zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan bahan alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya, seperti amil asetat dan asam askorbat. Berdasarkan fungsinya, baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat dikelompokkan sebagai zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa. Dalam bahan makanan yang kita konsumsi sehari-hari kita perlu mengetahui keuntungan dan kerugian/dampak negative dari makanan yang kita konsumsi. Oleh karena itu, perlu diketahui apa saja zat aditif yang sering dicampurkan pada makanan, yang sehat dikonsumsi dan apa saja yang merugikan kita atau yang mengancam kesehatan tubuh manusia. 1.2 Tujuan Adapun tujuan disusunnya makalah ini, diantaranya sebagai berikut ; 1) Memenuhi tugas akhir semester dan dipresentasikan, 2) Membahas tentang apa itu zat aditif dan pengelompokkannya, 1
Transcript

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan produk-

produk industri yang dapat memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Bahan kimia yang

telah diketahui manfaatnya dikembangkan dengan cara membuat produk-produk yang

berguna untuk kepentingan manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, kita perlu

mengetahui jenis, sifat-sifat, kegunaan, dan efek samping dari setiap produk yang kita

gunakan atau kita lihat sehari-hari termasuk makanan yang kita makan sehari-hari. Salah

satu yang harus kita perhatikan yaitu beberapa bahan kimia dalam makanan, dalam hal ini

zat aditif makanan. Zat aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan

yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas makanan, menambahkan kelezatan, dan

mengawetkan makanan. Zat aditif makanan dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:

1. Zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat.

2. Zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan

bahan alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya, seperti amil asetat

dan asam askorbat.

Berdasarkan fungsinya, baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat

dikelompokkan sebagai zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa. Dalam

bahan makanan yang kita konsumsi sehari-hari kita perlu mengetahui keuntungan dan

kerugian/dampak negative dari makanan yang kita konsumsi. Oleh karena itu, perlu

diketahui apa saja zat aditif yang sering dicampurkan pada makanan, yang sehat

dikonsumsi dan apa saja yang merugikan kita atau yang mengancam kesehatan tubuh

manusia.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan disusunnya makalah ini, diantaranya sebagai berikut ;

1) Memenuhi tugas akhir semester dan dipresentasikan,

2) Membahas tentang apa itu zat aditif dan pengelompokkannya,

1

3) Macam-macam bahan kimia yang terkandung dalam zat aditif dan apa

keuntungan serta kerugian bagi kesehatan manusia.

2

BAB 2

ISI

2.1 Zat Aditif

Zat aditif makanan adalah zat atau campuran dari beberapa zat yang ditambahkan

ke dalam makanan baik pada saat produksi, pemrosesan, pengemasan atau penyimpanan

dan bukan sebagai bahan baku dari makanan tertentu. Pada umumnya, zat aditif atau

produk degradasinya akan tetap berada dalam makanan, akan tetapi dalam beberapa

kasus zat aditif dapat hilang selama pemrosesan (Belitz, 2009).

Sedangkan menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan

Bahan Tambahan Pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan

merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk

mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa,

anti gumpal, pemucat dan pengental.

Beberapa sumber lain mengatakan zat aditif makanan atau bahan tambahan

makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam

jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor

3

dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan

nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin.

Di zaman modern seperti sekarang ini, bahan tambahan makanan digunakan

dalam skala yang makin luas. Luasnya penggunaan bahan tambahan makanan dapat

dilihat dari pengelompokannya seperti diatur dalam peraturan Menkes nomor 235 (1979).

Dalam peraturan Menkes tersebut, disebutkan bahwa berdasarkan fungsinya, bahan

tambahan makanan (zat aditif) dikelompokkan menjadi 14, di antaranya, yaitu:

antioksidan dan antioksidan sinergis, pengasam, penetral, pemanis buatan, pemutih dan

pematang, penambah gizi, pengawet, pengemulsi (pencampur), pemantap dan pengental,

pengeras, pewarna alami dan sintetis, penyedap rasa dan aroma, dan lainnya.

Komposisi adalah semua bahan baku pembuat makanan kemasan, termasuk zat

aditif yang digunakan dalam pembuatan atau persiapan pangan dalam kemasan. Bahan

aditif yang mesti dicantumkan dalam kandungan isi meliputi bahan buatan atau alami.

Biasanya, bahan aditif diberi kode huruf E (Eropa) dan diikuti dengan tiga angka.

Misalnya, E 100 sebagai kode pewarna, E 200 kode konsevator, E 300 kode antioksida,

dan E 400 kode pengemulsi atau stabilisator. Contoh bahan aditif itu adalah E 200 asam

sorbat, E 201 Na sorbat, E 300 asam askorbat, E 311 oktil gallat, E 320 butilhidroksil

anisol (BHA), dan E 321 butilhidroksil toluena (BHT).

Dari sumbernya, zat aditif dibagi menjadi dua yaitu zat aditif alam dan buatan

atau hasil sintesis. Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-

tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif alami tidak

menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia. Zat aditif alami

adalah merupakan zat tambahan yang diperoleh dari alam, tanpa disintesis atau dibuat

terlebih dulu. Sedangkan zat adiktif buatan atau sintesis adalah zat tambahan makanan

yang diperoleh melalui sintesis (pembuatan), baik di laboratorium maupun industri, dari

bahan-bahan kimia yang sifatnya hampir sama dengan bahan alami yang sejenis,

keunggulan zat adiktif sintesis adlah dapat diproduksi dalam jumlah besar, lebih stabil,

takaran penggunaannya lebih sedikit, dan biasanya tahan lebih lama, sedangkan

kelemahan zat adiktif sintesis adalah dapat menimbulkan risiko penyakit kanker atau

bersifat karsiogenetik.

4

2.2 Fungsi Zat Aditif

Beberapa alasan berikut menggambarkan serta mendukung penggunaan zat aditif

makanan menurut Belitz (2009) yaitu untuk meningkatkan:

2.2.1 Nilai gizi Makanan

Aditif seperti vitamin, mineral, asam amino dan asam amino derivatif yang

digunakan untuk meningkatkan nilai gizi makanan. Beberapa menu makanan tertentu

juga memerlukan penggunaan zat-zat aditif seperti pengemulsi, pemanis, dll.

2.2.2 Nilai sensorik Pangan

Warna, bau, rasa dan kekentalan atau tekstur, yang penting untuk nilai sensorik

makanan, dapat menurun selama pemrosesan dan penyimpanan. Penurunan tersebut

dapat diperbaiki atau disesuaikan dengan zat aditif seperti pewarna, pemberi aroma atau

penguat rasa.

2.2.3 Katahanan penyimpanan makanan

Kondisi produksi bahan makanan dan distribusinya saat ini dituntut untuk lebih

meningkatkan usia ketahanan dari suatu bahan makanan. Selain itu, situasi pasokan

pangan dunia membutuhkan penjagaan kwalitas makanan dengan menghindari kerusakan

sebanyak mungkin. Perpanjangan masa simpan melibatkan perlindungan terhadap

pembusukan mikroba, misalnya, dengan menggunakan aditif antimikroba dan dengan

menggunakan bahan aktif yang menekan dan menghambat perubahan kimia dan fisik

yang tidak diinginkan dalam makanan.

2.2.4 Nilai praktis

Kecenderungan umum terhadap makanan yang mudah dan cepat saji (makanan

instan) juga menjadi alasan peningkatan penggunaan zat aditif.

Hal ini secara implisit dipahami bahwa zat aditif makanan dan produk-produk

degradasinya haruslah non toksik dan digunakan dalam batas yang direkomendasikan. Ini

5

berlaku sama untuk keracunan akut dan kronis, terutama potensi efek karsinogenik,

teratogenik (menyebabkan cacat janin) dan mutagenik (Belitz, 2009).

Secara umum diakui pengguanaan zat aditif hanya untuk keperluan nutrisi, nilai

sensorik atau untuk pengolahan. Penggunaan zat aditif makanan diatur oleh organisasi

nasional tertentu disetiap Negara dan untuk Indonesia organisasi yang bergerak di bidang

ini adalah Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM). Peraturan-peraturan ini

berbeda di setiap Negara namun atas dasar pengetahuan toksikologi dan pesyaratan

pangan modern maka diupayakan peyelarasan di setiap Negara.

2.3 Jenis-Jenis Bahan Aditif

2.3.1 Bahan Pengawet

Zat pengawet pada makanan dimaksudkan agar makanan menjadi tahan lama dan

tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah atau melindungi makanan dari proses

pembusukan oleh bakteri. Bahan pengawet bersifat karsinogen, untuk itu batasan

penggunaan bahan pengawet sebaiknya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesesehatan

No. 722/ menkes/per/IX/ 88.

Pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penggunaan suhu

rendah, suhu tinggi, iradiasi atau dengan penambahan bahan pengawet. Produk-produk

pangan dalam kemasan yang diproses dengan panas atau disebut sterilisasi komersil

seperti kornet dalam kaleng atau susu steril dalam kemasan tetrapak tidak menggunakan

bahan pengawet karena proses termal sudah cukup untuk memusnahkan mikroba

pembusuk dan pathogen. Produk-produk ini akan awet lebih dari setahun meskipun

disimpan pada suhu kamar. Namun, beberapa produk pangan dalam kemasan misalnya

sambal dan selai dalam botol, kedua jenis produk ini biasanya tidak segera habis,

sehingga supaya awet terus pada suhu kamar maka untuk mempertahankan keadaan suatu

makanan agar tetap dalam kwalitas yang baik maka penambahan bahan pengawet adalah

salah satu cara yang baik dalam pengupayaannya. Pengawet digunakan agar makanan

lebih tahan lama dan tidak cepat busuk bila disimpan karena bahan pengawet dapat

menghambat atau mematikan pertumbuhan mikroba atau mikroorganisme yang dapat

merusak dan membusukkan makanan. Bahan pengawet yang ditambahkan dapat berupa

bahan alami maupun hasil sintesis. Berikut adalah beberapa bahan pengawet alami:

6

Menurut FDA (Food and Drug Administrasion), keamanan suatu pengawet

makanan harus mempertimbangkan jumlah yang mungkin dikonsumsi dalam produk

makanan atau jumlah zat yang akan terbentuk dalam makanan dari penggunaan

pengawet, efek akumulasi dari pengawet dalam makanan dan potensi toksisitas yang

dapat terjadi (termasuk menyebabkan kanker) dari pengawet jika dicerna oleh manusia

atau hewan.

Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

2.3.1.1 GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga

aman dan tidak berefek racun sama sekali. Berikut ini adalah contoh-contoh

pengawet alami :

a) Gula tebu, memberi rasa manis dan bersifat mengawetkan. Gula pasir,

dihasilkan dari tebu dan digunakan sebagai pengawet, karena gula dapat

menyerap kandungan air (bersifat higroskopis). Dengan tidak adanya air,

maka mikroorganisme di dalam makanan tidak dapat berkembang dan mati.

b) Gula merah, Selain sebagai pemanis gula merah juga bersifat mengawetkan

seperti halnya gula tebu.

c) Garam, merupakan pengawet alami yang banyak dihasilkan dari penguapan

air laut. Garam dapur (NaCl), digunakan sebagai pengawet makanan karena

dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri dalam makanan. Hal

itu disebabkan karena garam dapur bersifat hidroskopis (menyerap kandungan

air dalam makanan) seperti halnya gula pasir.

Beberapa pengawet alami

d) Kunyit, selain sebagai pewarna, juga berfungsi sebagai pengawet. Dengan

penggunaan kunyit, tahu atau nasi kuning menjadi tidak cepat basi.

7

e) Kulit kayu manis, merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai pengawet.

Selain itu, kayu manis juga berfungsi sebagai pemanis dan pemberi aroma.

f) Cengkih, merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga tanaman

cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih juga berfungsi sebagai penambah

aroma.

g) Bawang putih, yang diiris akan mengeluarkan alisin, yaitu suatu zat yang

dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga bawang putih dapat dipakai

sebagai bahan pengawet.

h) Jeruk (asam sitrat), digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pada

ikan mentah atau juga daging biasanya ditambahkan bersama dengan garam.

2.3.1.2 ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan

hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen. Bahan-bahan

pengawet tersebut, antara lain sebagai berikut :

a) Asam asetat, dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka. Bahan ini

menghasilkan rasa asam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu

selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi dari air keringat kita. Asam

asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika makan acar, mi ayam, bakso,

atau soto. Asam asetat mempunyai sifat antimikroba. Makanan yang memakai

pengawet asam cuka antara lain acar, saos tomat, dan saus cabai.

b) Benzoat, banyak ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun natrium

benzoat (garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman ringan), sari buah,

nata de coco, kecap, saus, selai, dan agar-agar diawetkan dengan

menggunakan bahan jenis ini.

c) Sulfit, Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium atau natrium

bisulfit. Potongan kentang, sari nanas dan udang beku biasa diawetkan dengan

menggunakan bahan ini.

d) Propil galat, Digunakan dalam produk makanan yang mengandung minyak

atau lemak dan permen karet serta untuk memperlambat ketengikan pada

sosis. Propil galat juga dapat digunakan sebagai antioksidan.

8

e) Propianat, Jenis bahan pengawet propianat yang sering digunakan adalah

asam propianat dan garam kalium atau natrium propianat. Propianat selain

menghambat kapang juga dapat menghambat pertumbuhan bacillus

mesentericus yang menyebabkan kerusakan bahan makanan. Bahan

pengawetan produk roti dan keju biasanya menggunakan bahan ini.

Penggunaan yang berlebihan bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan

kesulitan tidur.

f) Garam nitrit, biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Kalium nitrit

berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini

terutama sekali digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging, dan

juga daging olahan seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering seperti kue

kering. Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan adanya nitrit ini.

Misalnya, pertumbuhan clostridia di dalam daging yang dapat membusukkan

daging. Penggunaan yang berlebihan, bisa menyebabkan keracunan. Selain

memengaruhi kemampuan sel darah membawa oksigen ke berbagai organ

tubuh, juga menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, anemia, radang

ginjal, dan muntah-muntah.

g) Sorbat, yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam sorbat.

Sorbat sering digunakan dalam pengawetan margarin, sari buah, keju, anggur,

dan acar. Asam sorbat sangat efektif dalam menekan pertumbuhan kapang dan

tidak memengaruhi cita rasa makanan pada tingkat yang diperbolehkan.

Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat luka di

kulit.

Tabel batas kandungan bahan pengawet buatan dalam makanan

Jenis Bahan Pengawet Berat bahan pengawet/ Kg

makanan

Asam asetat Secukupnya (tidak dibatasi)

Asam/Natrium Benzoat 1 g/Kg

Propionat 2-3 g/Kg

Garam nitrit 0,63 g/Kg

9

Sorbat 3 g/Kg

Sulfit -

Propil galat 100 mg/Kg

2.3.1.3 Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi atau berbahaya, zat-zat

pengawet yang bukan untuk makanan dan sudah dilarang penggunaannya tetapi

masih sering dipakai oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Beberapa

diantaranya yaitu:

a) Boraks atau natrium tetraborat, dengan rumus kimia Na2B4O7·10 H2O adalah

senyawa yang biasa digunakan sebagai bahan baku disinfektan, detergen, cat,

plastik, ataupun pembersih permukaan logam sehingga mudah disolder.

Karena boraks bersifat antiseptik dan pembunuh kuman, bahan ini sering

digunakan untuk pengawet kosmetik dan kayu. Banyak ditemukan kasus

boraks yang disalahgunakan untuk pengawetan bakso, sosis, krupuk gendar,

mie basah, pisang molen, lemper, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit.

Jika boraks termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan sejumlah efek

samping bagi kesehatan, di antaranya:

1) Gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit;

2) Gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat;

3) Terjadinya komplikasi pada otak dan hati; dan

4) Menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6

gram.

10

b) Formalin adalah nama dagang untuk larutan yang mengandung 40%

formaldehid (HCOH) dalam 60% air atau campuran air dan metanol (jenis

alkohol bahan baku spiritus) sebagai pelarutnya. Formalin sering

disalahgunakan untuk mengawetkan mie, tahu basah, bakso, dan ikan asin. 

Formalin tidak boleh digunakan karena dapat menyebabkan kanker paru-paru

dan gangguan pada alat pencernaan dan jantung.

c) Natamysin, bahan ini biasa digunakan pada produk daging dan keju. Bahan ini

bisa menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare, dan perlukaan

kulit.

d) KaliumAsetat, makanan yang asam umumnya ditambahkan bahan pengawet

ini. Padahal bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan rusaknya fungsi

ginjal.

2.3.1.4 Kasus Penyalahgunaan Bahan Pengawet

Telah dilakukan pengujian kadar natrium benzoat dalam saus tomat di pasar

tradisional kota Blitar, Surabaya oleh mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Surabaya.

Dan ditemukan saus tomat tersebut mengandung natrium benzoate dengan kadar rata-rata

sebesar 2,44g/Kg. Kadar ini tidak sesuai dengan batas yang ditentukan SNI untuk

penggunaan natrium benzoate yang mana adalah 1g/ Kg.

Selain itu formalin yang merupakan pengawet mayat sering didapati dalam bahan

pangan seperti daging, ikan, tahu, tempe dan beberapa jenis makanan lainnya.

2.3.1.5 Tujuan Pengawetan

11

Pengawetan pangan disamping untuk penyimpanan juga memiliki 2 (dua) maksud

yaitu:

1.      Menghambat pembusukkan

2.      Menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin

Penggunaan pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya berperan sebagai

antimikroba atau antioksidan atau keduanya. Jamur, bakteri dan enzim selain penyebab

pembusukan pangan juga dapat menyebabkan orang menjadi sakit, untuk itu perlu

dihambat pertumbuhan maupun aktivitasnya. Jadi, selain tujuan di atas, juga untuk

memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan makanan atau bahan makanan. Beberapa

pengawet yang termasuk antioksidan berfungsi mencegah makanan menjadi tengik yang

disebabkan oleh perubahan kimiawi dalam makanan tersebut.

2.3.2 Zat Pewarna

Zat pewarna merupakan bahan alami ataupun bahan kimia yang ditambahkan ke

dalam makanan. Penambahan bahan pewarna pada makanan bertujuan untuk memberi

penampilan tertentu atau warna yang menarik. Warna yang menarik dapat menjadikan

makanan lebih mengundang selera. Berdasarkan sifat kelarutannya, zat pewarna makanan

dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye merupakan zat pewarna makanan yang

umumnya bersifat larut dalam air. Dye biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk,

butiran, pasta atau cairan. Lake merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang

dilapisi oleh suatu zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna

kelompok ini cocok untuk mewarnai produk-produk yang tidak boleh terkena air atau

produk yang mengandung lemak dan minyak.

2.3.2.1 Pewarna alami

Merupakan bahan pewarna yang bahan-bahannya banyak diambil dari tumbuh-

tumbuhan. Bahan pewarna alami yang banyak digunakan antara lain sebagai berikut ;

a) Daun suji mengandung zat warna klorofil untuk memberi warna hijau

menawan, misalnya pada dadar gulung, kue bika, atau kue pisang.

b) Buah kakao merupakan penghasil cokelat dan memberikan warna cokelat

pada makanan, misalnya es krim, susu cokelat, atau kue kering.

12

c) Kunyit (Curcuma domestica) mengandung zat warna kurkumin untuk

memberi warna kuning pada makanan, misalnya tahu, bumbu Bali, atau nasi

kuning. Selain itu, kunyit dapat mengawetkan makanan.

d) Cabai merah, selain memberi rasa pedas, juga menghasilkan zat warna

kapxantin yang menjadikan warna merah pada makanan, misalnya rendang

daging atau sambal goreng.

e) Wortel, kegunaannya adalah sebagai zat pemberi warna oranye pada

makanan. Wortel sering digunakan pada pembuatan selai nanas. β-karoten

yang memberikan warna oranye pada bahan makanan. 

f) Karamel, warna cokelat karamel pada kembang gula karena proses

karamelisasi, yaitu pemanasan gula tebu sampai pada suhu sekitar 170°C.

g) Gula merah, selain sebagai pemanis juga memberikan warna cokelat pada

makanan, misalnya pada bubur dan dodol.

h) Buah-buahan, selain contoh di atas, beberapa buah-buahan juga dapat menjadi

bahan pewarna alami, misalnya anggur menghasilkan warna ungu, stroberi

warna merah, dan tomat warna oranye.

2.3.2.2 Pewarna Buatan/Sintetik

Makanan ada yang menggunakan pewarna alami ada pula yang menggunakan

pewarna buatan. Bahan pewarna buatan ada dua jenis. Jenis pertama adalah pewarna

buatan yang disintesa dengan struktur kimia persis seperti bahan alami, misalnya beta-

karoten (warna oranye sampai kuning), santoxantin (warna merah), dan apokaroten

(warna oranye). Jenis kedua adalah bahan pewarna yang disintesa khusus untuk

menggantikan pewarna alami.

Makanan dengan pewarna buatan

13

Tabel berikut menunjukkan beberapa zat pewarna sintetiknya dan nomor indeks.

No Warna Nama Zat Pewarna Nomor Indeks Nama

1. Merah

Carmoisine

Amaranth

Erytrhrosin

14720

16185

45430

2. Orange Sunset Yellow FCF 15985

3. KuningTartrazine

Quineline Yellow

19140

47005

4. Hijau Fast Green FCF 42053

5. BiruBriliant Blue FCF

Indigocarmine (indigotine)

42090

73015

6. Ungu Violet GB 42640

a) Fast Green FCF warna hijau digunakan dalam makanan dan minuman

misalnya Es krim dan buah kalengan. Adapun kadar yang ditentukan untuk

penggunaan zat pewarna ini dalam tiap kilogram bahan makanan adalah

sebanyak 300 mg.

b) Sunset yellow FCF warna kuning digunakan dalam makanan dan minuman

misalnya minuman ringan, permen, selai dan agar-agar. Sunset Yellow adalah

zat pewarna dalam spektrofotometer yang berwarna kuning. Pewarna ini

merupakan pewarna sintetik yang bersifat asam yang mengandung

kelompok kromofor NN dan CC. Sunset Yellow dapat digunakan sebagai

pewarna makanan, kosmetik dan medikasi. Penggunaannya dalam bahan

makanan maksimum adalah sebanyak 300 mg/Kg bahan makanan.

14

Nama kimia senyawa ini adalah disodium 2-hidroksi-1-(4-sulfonatofenilazo)

naftalen-6-sulfonat dengan rumus kimia C16H10N2Na2O7S2. Senyawa ini

memiliki berat molekul 452.37. Senyawa ini bersifat larut dalam air dan

memiliki titik leleh >3000C. Pewarna ini memiliki panjang

gelombang maksimum pada 485 nm. Dalam fase solid, absorbansi pewarna ini

adalah 487 nm. Sunset Yellow dapat ditemukan pada jeruk, marzipan, Swiss

roll, selai aprikot, citrus marmalade, kurd lemon, pemanis,keju,

minuman soda, dan lainnya.

c) Brilliant blue FCF warna biru digunakan dalam makanan dan minuman

misalnya Es krim, selai, buah kalengan. Batas kadar maksimum dalam bahan

makanan adalah 100 mg/Kg bahan makanan.

d) Coklat HT warna coklat digunakan dalam makanan dan minuman misalnya

minuman ringan, agar-agar dan selai.

15

e) Ponceau 4R pemberi warna merah digunakan dalam makanan dan minuman

misalnya Minuman ringan, yoghurt dan jeli. Batas kadar maksimum dalam

bahan makanan adalah 200 mg/Kg bahan makanan

f) Eritrosin warna merah digunakan dalam makanan dan minuman misalnya jeli,

selai, saus, es krim dan buah kalengan. Eritrosin adalah sebuah senyawa iodo-

anorganik terutama turunandari flor. Zat pewarna ini merupakan senyawa

sintetis warna cherry-pink.Biasanya digunakan sebagai pewarna makanan.

Serapan maksimumnya terjadi pada panjang gelombang 530 nm dalam larutan

dengan akuades.

Eritrosin bernama kimia 9-(o-karboksifenil)-6-hidroksi-2,4,5,7-tetraiodo-3-

isoxanthone monohidrat garam dinatrium. Zat pewarna ini larutdalam air dan

ethanol. Ketika dilarutkan di air, terdapat kurang dari 0,2% bahan yang tidak

larut. Zat pewarna ini mengandung seng (Zn) tidak lebih dari 50mg/kg dan

mengandung timbal (Pb) kurang dari 2mg/kg. Melalui pengeringan pada suhu

135o C, terjadi kehilangan bahan kurang dari 13% bersama dengan klorida dan

sulfat yang dihitung sebagai garam natrium. Eritrosin juga mengandung

iodium anorganik sebesar tidak lebih dari 0,1% yang dihitung sebagai natrium

iodide. Penggunaan erythrosine yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi

alergi pada pernapasan, hiperaktif pada anak, tumor tiroid pada tikus, dan efek

kurang baik pada otak dan perilaku. Batas kadar maksimum dalam bahan

makanan adalah 300 mg/Kg bahan makanan.

16

g) Tartrazine adalah salah satu zat pewarna buatan yang berwarna kuning dan

dipergunakan secara luas dalam berbagai makanan olahan. Zat pewarna ini

telah diketahui dapat menginduksi reaksi alergi, terutama bagi orang yang

alergi terhadap aspirin. Tartrazin atau Yellow 5 atau C.I.29140 adalah bahan

pewarna sintetik yang memberikan warna kuning pada bahan makanan

maupun minuman. Bahan ini juga sering dikombinasikan dengan Brilliant

Blue FCF (suatu bahan pewarna) untuk memberikan gradasi warna hijau.

Tartrazin banyak terdapat pada produk makanan, minuman, mie instant,

pudding, serta permen. Batas kadar maksimum dalam bahan makanan adalah

100 mg/Kg bahan makanan. Meskipun bahan pewarna tersebut diizinkan, kita

harus selalu berhati-hati dalam memilih makanan yang menggunakan bahan

pewarna buatan karena penggunaan yang berlebihan tidak baik bagi

kesehatan. Penggunaan tartrazine yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi

alergi, asma, dan hiperaktif pada anak.

Tabel. Kadar Batas Maksimum Zat Pewarna

Nama Pewarna Batas Kadar /Kg makanan

Fast Green FCF 300 mg/Kg

17

Sunset Yellow FCF 300 mg/ Kg

Briliat Blue FCF 100 mg/Kg

Cokelat HT 70 mg/L

Ponceau 4R 200 mg/Kg

Eritrosin 300 mg/Kg

Tartazin 100 mg/Kg

2.3.2.3 Zat Pewarna yang tidak baik

Seiring dengan meluasnya pemakaian pewarna sintetik, sering terjadi

penyalahgunaan pewarna pada makanan. Sebagai contoh digunakannya pewarna tekstil

untuk makanan sehingga membahayakan konsumen. Zat pewarna tekstil dan pewarna cat

biasanya mengandung logam berat, seperti: arsen, timbal, dan raksa sehingga bersifat

racun.

Zat pewarna yg sudah di larang penggunaannya dalam makanan adalah:

a) Rhodamin-B (pewarna merah), merupakan pewarna tekstil yang sering

disalahgunakan sebagai pewarna makanan oleh produsen-produsen yang

tidak bertanggung-jawab. Zat menyebabkan iritasi pada saluran

pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, iritasi saluran pencernaan

dan bahaya kanker hati.

b) Methanil (pewarna kuning), menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan,

iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung dan

saluran kemih.

c) Amaranth (pewarna merah), bahan pewarna ini merupakan pewarna merah

yang biasanya ditambahkan pada minuman. Penambahan zat ini secara

berlebihan,akan mengakibatkan bebagai masalah pada tubuh seperti

kanker dan bahkan kematian.

2.3.2.4 Kasus Penyalahgunaan Zat Pewarna

Pada tahun 2006, dilakukan penelitian oleh mahasiswa Universitas

Muhammadiyah Malang. Adapun penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisa kadar

18

pewarna dan pemanis sintetis pada jajanan tradisional yang dijual di pasar besar Kota

Malang. Berdasarkan hasil penelitian pewarna sintetis yang ditemukan adalah Tartrazine,

Sunset Yellow, Pounceau 4R dan Green S. Dari keempat jenis pewarna tersebut kadar

terendah terdapat pada kue Klepon (Green S) sebesar 62,640. Untuk Tartrazine dan

Pounceau kadarnya melebihi ambang batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah,

sedangkan Sunset Yellow dan Green S masih dibawah ambang batas. Batas maksimum

penggunaan pewarna Tartrazine dan Pounceau 4R sebesar 200 mg/kg sedangkan untuk

Sunset Yellow dan Green S sebesar 300 mg/kg. Untuk pemanis sintetis yang ditemukan

adalah jenis pemans sakarin dengan kadar tertinggi sebesar 49,459 terdapat pada kue

Klepon sedangkan terendah sebesar 31,897 terdapat pada kue Bikang. Kadar SNI yang

ditentukan oleh pemerintah sebesar 200 mg/kg. Jadi kadar pemanis yang digunakan pada

jajanan tradisional ini masih dibawah ambang batas dan layak untuk dikonsumsi.

2.3.2.5 Perbedaan pewarna alami dan buatan

Bahan pewarna alami maupun buatan digunakan untuk memberi warna yang lebih

menarik pada makanan. Biasanya orang menggunakan bahan pewarna alami karena lebih

aman dikonsumsi daripada bahan pewarna buatan. Bahan alami tidak memiliki efek

samping atau akibat negatif dalam jangka panjang. Adapun pewarna buatan dipilih

karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan zat pewarna alami.

Tabel berikut memperlihatkan perbedaan antara pewarna alami dan buatan

Pewarna alami Pewarna buatan

Lebih aman dikonsumsi. Kadang-kadang memiliki efek negatif tertentu.

Warna yang dihasilkan kurang stabil, mudah berubah oleh pengaruh tingkat keasaman tertentu.

Dapat mengembalikan warna asli, kestabilan warna lebih tinggi, tahan lama, dan dapat melindungi vitamin atau zat-zat makanan lain yang peka terhadap cahaya selama penyimpanan.

Untuk mendapatkan warna yang bagus diperlukan bahan pewarna dalam jumlah banyak.

Praktis dan ekonomis.

19

Keanekaragaman warnanya terbatas. Warna yang dihasilkan lebih beraneka ragam.

Tingkat keseragaman warna kurang baik.

Keseragaman warna lebih baik.

Kadang-kadang memberi rasa dan aroma yang agak mengganggu.

Biasanya tidak menghasilkan rasa dan aroma yang mengganggu.

2.3.3 Zat Pemanis

Pemanis merupakan senyawa alami atau sintetis yang memberikan rasa manis dan

tidak memiliki nilai gizi atau dapat diabaikan ("pemanis non-nutritif") dalam kaitannya

dengan tingkat kemanisan (Belitz, 2009). Penambahan pemanis dalam bahan makanan

dimaksudkan untuk memberi atau menambah rasa manis pada makanan tersebut.

Pemanis dikategorikan menjadi dua yaitu pemanis alami dan buatan.

2.3.3.1 Pemanis Alami

Pemanis alami dapat diperoleh dari bahan-bahan nabati ataupun hewani. Selain

itu pemanis alami juga berfungsi sebagai sumber energi, sehingga jika kita

mengkonsumsinya secara berlebihan maka akan mengakibatkan kegemukan. Adapun

beberapa pemanis alami antara lain:

a) Gula pasir (tebu) mengandung zat pemanis fruktosa yang merupakan salah

satu jenis glukosa. Gula tebu atau gula pasir yang diperoleh dari tanaman tebu

merupakan pemanis yang paling banyak digunakan. Selain memberi rasa

manis, gula tebu juga bersifat mengawetkan.

b) Gula merah (gula aren) merupakan pemanis dengan warna coklat. Gula merah

merupakan pemanis kedua yang banyak digunakan setelah gula pasir.

Kebanyakan gula jenis ini digunakan untuk makanan tradisional, misalnya

pada bubur, dodol, kue apem, dan gulali.

20

c) Gula jawa, dihasilkan dari buah kelapa. Gula kelapa sering digunakan sebagai

pemanis minuman (seperti dawet, es kelapa muda, sirup, dan lain-lain). Gula

kelapa juga sering dipakai sebagai pemanis pada saat memasak sayur. 

d) Madu merupakan pemanis alami yang dihasilkan oleh lebah madu. Selain

sebagai pemanis, madu juga banyak digunakan sebagai obat.

e) Kulit kayu manis merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai pemanis.

Selain itu kayu manis juga berfungsi sebagai pengawet.

Berdasarkan kandungan nutrisinya, zat pemanis alami yang biasa digunakan,

dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

a) Pemanis nutritif adalah pemanis alami yang menghasilkan kalori. Pemanis

nutritif berasal dari tanaman (sukrosa/ gula tebu, gula bit, xylitol dan

fruktosa), dari hewan (laktosa, madu), dan dari hasil penguraian karbohidrat

(sirop glukosa, dekstrosa, sorbitol). Pemanis ini dapat mengakibatkan

obesitas, karena kandungan kalorinya yang tinggi.

b) Pemanis nonnutritive adalah pemanis alami yang tidak menghasilkan kalori.

Pemanis nonnutritif berasal dari tanaman (steviosida), dan dari kelompok

protein (miralin, monellin, thaumatin).

2.3.3.2 Pemanis Buatan

Pemanis buatan adalah senyawa hasil sintetis laboratorium yang merupakan

bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan. Pemanis

buatan tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Sebagaimana pemanis alami,

pemanis buatan juga mudah larut dalam air. Penggunaan bahan pemanis atau batasan

pemakaian bahan pemanis dalam makanan harus mengacu pada WHO yang dikenal

dengan ADI (aceeptable daily intake) dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722 /

Menkes / per / IX / 1988 tentang batasan maksimum penggunaan bahan kimia dalam

makanan. Zat pemanis sintetik diantaranya sakarin, natrium siklamat, magnesium

siklamat, kalsium siklamat, aspartam dan dulsin.  Pemanis sintetik tidak dapat dicerna

oleh tubuh, sehingga tidak berfungsi sebagai sumber energy. Pemanis buatan mempunyai

tingkat rasa manis lebih tinggi daripada pemanis alami dan akan memberikan rasa pahit

21

pada makanan jika dipergunakan secara berlebihan. Beberapa pemanis buatan yang

beredar di pasaran di antaranya adalah sebagai berikut ;

a) Aspartam mempunyai nama kimia aspartil fenilalanin metil ester, merupakan

pemanis yang digunakan dalam produk-produk minuman ringan. Aspartam

merupakan pemanis yang berkalori sedang. Tingkat kemanisan dari aspartam

200 kali lebih manis daripada gula pasir. Aspartam dapat terhidrolisis atau

bereaksi dengan air dan kehilangan rasa manis, sehingga lebih cocok

digunakan untuk pemanis yang berkadar air rendah.

b) Sakarin, merupakan pemanis buatan yang paling tua. Tingkat kemanisan

sakarin kurang lebih 300 kali lebih manis dibandingkan gula pasir. Namun,

jika penambahan sakarin terlalu banyak justru menimbulkan rasa pahit dan

getir. Es krim, gula-gula, es puter, selai, kue kering, dan minuman fermentasi

biasanya diberi pemanis sakarin. Sakarin sangat populer digunakan dalam

industri makanan dan minuman karena harganya yang murah. Namun

penggunaan sakarin tidak boleh melampaui batas maksimal yang ditetapkan,

karena bersifat karsogenik (dapat memicu timbulnya kanker). Dalam setiap

kilogram bahan makanan, kadar sakarin yang diperbolehkan adalah 50–300

mg. Sakarin hanya boleh digunakan untuk makanan rendah kalori, dan

dibatasi tingkat konsumsinya sebesar maksimal 0,5 mg tiap kilogram berat

badan per hari.

c) Siklamat, terdapat dalam bentuk kalsium dan natrium siklamat dengan tingkat

kemanisan yang dihasilkan kurang lebih 30 kali lebih manis daripada gula

pasir. Makanan dan minuman yang sering dijumpai mengandung siklamat

antara lain: es krim, es puter, selai, saus, es lilin, dan berbagai minuman

fermentasi. Beberapa negara melarang penggunaan siklamat karena

diperkirakan mempunyai efek karsinogen. Batas maksimum penggunaan

siklamat adalah 500–3.000 mg per kg bahan makanan.

d) Sorbitol, merupakan pemanis yang biasa digunakan untuk pemanis kismis,

selai dan roti, serta makanan lain.

e) Asesulfam K, merupakan senyawa 6-metil-1,2,3-oksatiazin-4(3H)-on-2,3-

dioksida atau merupakan asam asetoasetat dan asam sulfamat. Tingkat

22

kemanisan dari asesulfam K adalah 200 kali lebih manis daripada gula pasir.

Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, asesulfam K merupakan pemanis

yang tidak berbahaya.

Tabel Batas kadar zat pemanis dalam bahan makanan

Nama Pemanis Batas Kadar /Kg

Sakarin 300 mg/Kg

Sorbitol 300 g/Kg

Aspartam -

Siklamat 3 g/Kg

Asesulfam K -

2.3.3.3 Perbedaan Pemanis alami dan pemanis buatan/sintetik

Orang memilih jenis pemanis untuk makanan yang dikonsumsinya tentu dengan

alasan masing-masing. Pemanis alami tentu lebih aman, tetapi harganya lebih mahal.

Pemanis buatan lebih murah, tetapi aturan pemakaiannya sangat ketat karena bisa

menyebabkan efek negatif yang cukup berbahaya. Pada kadar yang rendah atau tertentu,

pemanis buatan masih diijinkan untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan,

tetapi pada kadar yang tinggi bahan ini akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan.

23

Tabel berikut memperlihatkan perbedaan pemanis alami dan buatan.

2.3.4 Penyedap Rasa

Bahan penyedap rasa merupakan bahan tambahan makanan yang berguna untuk

melezatkan bahan makanan. Penyedap berfungsi menambah rasa nikmat dan menekan

rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Bahan penyedap ini terdapat dalam

bentuk alami dan buatan.

2.3.4.1 Penyedap Alami

Bahan penyedap dari bahan alami selalu terdapat di dalam setiap makanan.

Biasanya bahan-bahan ini dicampurkan bersama-sama sebagai bumbu makanan,

beberapa di antaranya :

a) Bawang merupakan pemberi rasa sedap alami yang paling banyak digunakan.

b) Merica memberi aroma segar dan rasa pedas yang khas.

c) Terasi merupakan zat cita rasa alami yang dihasilkan dari bubuk ikan dan

udang kecil yang dibumbui sedemikian rupa sehingga memberi rasa sedap

yang khas.

d) Daun salam memberi rasa sedap pada makanan.

e) Jahe memberi aroma harum dan rasa pedas khas jahe.

f) Cabai memberi rasa sedap dan pedas pada setiap masakan.

24

Pemanis alami Pemanis buatan

Pada suhu tinggi bisa terurai. Cukup stabil bila dipanaskan.

Memiliki kalori tinggi. Memiliki kalori rendah.

Berasa manis normal. Berasa manis sampai puluhan bahkan

ratusan kali rasa manis gula.

Harganya cenderung lebih tinggi. Harganya sangat terjangkau.

Lebih aman dikonsumsi. Sebagian dapat berpotensi karsinogen

(penyebab kanker).

g) Daun pandan memberi rasa dan aroma sedap dan wangi pada makanan.

h) Kayu manis, selain memberi rasa manis dan mengawetkan juga memberi

aroma harum khas kayu manis.

i) Rempah-rempah daun lainnya seperti kemangi, serai, daun jeruk

j) Rempah-rempah kering seperti cengkeh, pala, kemiri, ketumbar dan lainnya.

2.3.4.2 Penyedap Buatan

Makanan yang kita konsumsi sehari-hari tak lepas dari penyedap atau bumbu

masak, karena memang zat tersebut menambah sedap dan menimbulkan selera makan.

Penyedap yang paling kita kenal adalah vetsin atau MSG (monosodium glutamat) yang

dikenal dengan merk dagang seperti Ajinomoto, Miwon, Royco, Sasa, Maggie, dan lain-

lain.

(MSG)

Penyedap buatan yang paling banyak digunakan dalam makanan adalah vetsin

atau monosodium glutamat (MSG) yang sering juga disebut sebagai micin. MSG

merupakan garam natrium dari asam glutamat yang secara alami terdapat dalam protein

nabati maupun hewani. Daging, susu, ikan, dan kacang-kacangan mengandung sekitar

20% asam glutamat. MSG tidak berbau dan rasanya merupakan campuran rasa manis dan

asin yang gurih.

Mengonsumsi MSG secara berlebihan akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala

yang dikenal sebagai Chinese Restaurant Syndrome (CRS). Tanda-tandanya antara lain

berupa munculnya berbagai keluhan seperti pusing kepala, sesak napas, wajah

berkeringat, kesemutan pada bagian leher, rahang, dan punggung.

25

Penyedap sintetis selain MSG antara lain adalah nukleotida seperti guanosin

monofosfat (GMP) dan inosin monofosfat (IMP). Keduanya memberi rasa gurih pada

makanan.

2.3.5 Pengemulsi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988

tentang bahan tambahan makanan, pengemulsi adalah bahan tambahan makanan yang

dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogeny pada

makanan. Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling

melarut, di mana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula di dalam

cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi,

sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula dinamakan fase kontinyu atau

medium dispersi.

Berikut ini adalah macam-macam emulsi yang umum digunakan dalam bahan

pangan :

2.3.5.1 Mono dan Diglycerides, dikenal juga dengan istilah discrete substances. Pertama

kali dibuat oleh Berthelot pada tahun 1853 melalui reaksi esterifikasi asam lemak

dan glycerol. Mono dan diglycerides merupakan zat pengemulsi yang umum

digunakan. Komponen-komponen ini dapat diperoleh dengan memanaskan

triglyceride dan glycerol dengan suatu katalis yang bersifat basa. Reaksi ini akan

menghasilkan campuran yang terdiri dari ± 45 persen mono gliserida dan ± 45

persen digliserida, serta ± 10 persen trigliserida bersama-sama dengan sejumlah

kecil gliserol dan asam-asam lemak bebas.  Mono dan digliserida yang terbentuk

kemudian dipisahkan dengan cara destilasi molekuler.  Yang tergolong mono dan

diglycerides antara lain:

26

a) Glycerol monolaurate, dibuat dari reaksi glycerol dan asam laurat.

b) Ethoxylated mono dan diglycerides (EMG),  juga disebut

dengan polyoxyethylene (20) mono dan diglycerides.

c) Diacetyl tartaric acid ester of monoglycerides  (DATEM).

d) Lactic acid ester of monoglycerides, misalnya glyceril lactyl palmitate.

e) Succinylated monoglycerides

2.3.5.2 Stearoyl Lactylates, merupakan hasil reaksi dari asam starat dan asam laktat,

selanjutnya diubah ke dalam bentuk garam kalsium dan sodium.

Bahanpengemulsi ini sering digunakan dalam produk-produk bakery.

2.3.5.3 Propylene Glycol Ester, merupakan hasil reaksi dari propylene glycol dan asam-

asam lemak. Umumnya digunakan dalam pembuatan kue, roti dan whipped

topping.

2.3.5.4 Sorbitan Esters, asam sorbitan yang terbentuk dari reaksi antara sorbitan dan

asam lemak. Sorbitan adalah produk dihidrasi dari gula alkohol yang dapat

diperoleh secara alami yaitu sorbitol. Sampai saat ini hanya sorbitan monostearat,

satu-satunya ester sorbitan yang diizinkan digunakan dalam pangan. Bahan

tersebut umumnya digunakan dalam pembuatan kue, whipped topping, cake

icing, coffee whiteners, serta pelapis pelindung buah dan sayuran segar.

2.3.5.5 Polysorbates, ester polioksietilen sorbitan umumnya disebut polisorbat.  Ester ini

dibuat dari reaksi antara ester-ester sorbitan dan etilen oksida. Tiga jenis

polisorbat yang diizinkan untuk digunakan dalam pangan adalah polisorbat 60,

Polisorbat 65, polisorbat 80.

2.3.5.6 Polyglycerol Ester, dibuat dari reaksi antara asam-asam lemak dan gliserol yang

sudah mengalami polimerisasi. Tingkat polimerisasinya antara 2-10

molekul. Ester-ester poliglycerol digunakan dalam pangan yang diaerasi

mengandung lemak, beverage, icing, dan margarine.

2.3.5.7 Ester-ester Sukrosa, adalah mono, di dan triester sukrosa dan asam-asam lemak.

Ester ini dihasilkan dari reaksi sukrosa dan lemak sapi.  Penggunaannya dalam

pangan umumnya pada pembuatan roti, produk tiruan olahan susu, dan whipped

milk product.

27

2.3.5.8 Lecitin, adalah campuran fosfatida dan senyawa-senyawa lemak yang terdiri dari

fosfatidil kolin, fosfatidil etanolamin, fosfatidil inositoll, dan komponen-

komponen lainnya.  Lesitin merupakan bahan penyusun alami pada hewan

maupun tanaman.  Lecitin paling banyak diperoleh dari kedele dan kuning telur. 

Biasanya digunakan untuk emulsifier pada margarine, roti, kue dan lain-lain.

2.3.6 Pengental

Pengental yaitu bahan tambahan yang digunakan untuk menstabilkan,

memekatkan atau mengentalkan makanan yang dicampurkan dengan air, sehingga

membentuk kekentalan tertentu. Pengental makanan lebih dikenal dengan sebutan

Emulsifier.Pengental makanan juga termasuk salah satu dari berbagai macam zat aditif.

Zat aditif adalah bahan yang ditambahkan atau dicampurkan terhadap makanan untuk

menciptakan citarasa atau mutu yang lebih baik.

Pengental makanan juga merupakan bahan tambahan pangan yang aman

menurut SK Menkes no.722/Menkes/Per/IX/88. Untuk proses pengentalan bahan pangan

cair dapat digunakan hidrokoloid, gumi dan bahan polimer sintetis. Bahan Pengental ini

seperti karagenan, agar, pectin, gum arab, CMC.

Bahan tambahan makanan ini biasanya ditambahkan pada makanan yang

mengandung air dan minyak, misalnya saus selada, margarine dan es krim. Berikut

adalah macam-macam bahan pengental makanan dan penjelasannya.

Macam-macam Pengental Makanan :

a) Telur, mengandung lipoprotein dan fosfolipid seperti lesitin yang dikenal

sebagai misel. Struktur misel pada lesitin tersebut adalah bagian yang

membuat Emulsifier bekerja dengan baik.

b) Gelatin, adalah salah satu pengental makanan yang merupakan jenis protein

yang di ekstrasi dari jaringan kolagen kulit, atau ligament hewan. Secara garis

besar Gelatin juga salah satu pemberdayaan pengolahan limbah, karena

Gelatin diperoleh dari tulang hewan yang tidak terpakai di rumah pemotongan

hewan.

c) Kuning dan Putih Telur, utih telur adalah protein yang bersifat sebagai

emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang

28

paling kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur merupakan lemak, tetapi

yang menyebabkan daya emulsifier kuat adalah kandungan lesitin dalam

bentuk kompleks sebagai lesitin protein.

d) Lesitin (Fosfatidil Kolina), adalah suatu fospolipid yang menjadi komponen

utama fraksi fospatida pada ekstrak kuning telur atau kacang kedelai yang

diisolasi secara mekanik, maupun kimiawi dengan menggunakan heksana.

Lesitin merupakan bahan penyusun alami pada hewan maupun tanaman.

Lesitin paling banyak diperoleh dari kedelai.

e) Tepung kanji, tapioka, tepung singkong, atau aci adalah tepung yang

diperoleh dari umbi akar ketela pohon. Tepung kanji merupakan salah satu

emulsifier yang bagus untuk makanan. Tepung ini memiliki sifat-sifat fisik

yang hampir sama dengan tepung sagu sehingga penggunaan keduanya dapat

dipertukarkan.

f) Kedelai sebagai bahan makanan memunyai nilai gizi cukup tinggi. Di antara

jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin,

mineral dan serat yang paling baik. Di dalam biji kedelai terdapat minyak

yang cukup tinggi, di samping air. Keduanya dihubungkan oleh suatu zat yang

disebut lecithin. Bahan inilah yang kemudian diambil atau diekstrak menjadi

bahan pengemulsi yang bisa digunakan dalam produk-produk olahan.

g) Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk

mempunyai daya tahan yang lebih lama dari pada susu cair dan tidak perlu

disimpan di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah. Susu

bubuk selain sebagai pelengkap gizi, dapat pula berperan sebagai emulsifier

dalam proses emulsi suatu bahan pangan yang sangat bagus.

2.3.7 Zat Aditif Lainnya

2.3.7.1 Vitamin dan mineral, yang ditambahkan ke dalam pangan seperti susu, tepung

dan margarin untuk memperbaiki kekurangan zat tersebut dalam diet seseorang

atau mengganti kehilangannya selama proses pengolahan pangan. Fortifikasi dan

pengayaan pangan semacam ini telah membantu mengurangi malnutrisi dalam

29

populasi masyarakat Amerika. Semua pangan yang mengandung nutrien yang

ditambahkan harus diberi label yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara

internasional atau sesuai ketentuan masing-masing negara.

2.3.7.2 Antioksidan, adalah pengawet yang mencegah terjadinya bau yang tidak sedap.

Antioksidan juga mencegah potongan buah segar seperti apel menjadi coklat bila

terkena udara. Antioksidan menekan reaksi yang terjadi saat pangan menyatu

dengan oksigen, adanya sinar, panas, dan beberapa logam (BHA, BHT, TBHQ,

dan propil).

2.3.7.3 Bahan pengembang, yang melepaskan asam bila dipanaskan bereaksi dengan

baking soda membantu mengembangkan kue, biskuit dan roti selama proses

pemanggangan. Pengatur keasaman/kebasaan membantu memodifiksi

keasaman/kebasaan pangan agar diperoleh bau, rasa dan warna yang sesuai.

2.3.7.4 Zat pemantap adalah salah satu jenis zat aditif yang di tambahkan sehingga

mengikat ion logam sehingga memantapkan warna, aroma dan serat

makanan. Pada proses pengolahan, pemanasan, atau pembekuan dapat

melunakkan sayuran sehingga menjadi lunak yang sebelumnya ’tegar’. Hal ini

karena komponen penyusun dinding sayuran tersebut yang disebut pektin. Agar

tetap menjadi ’tegar’, maka ditambahkan zat pemnatap yang umumnya dibuat dari

garam seperti  CaCl2, Ca-sitrat, CaSO4, Ca-laktat, dan Ca-monofosfat , namun

rasanya pahit dan sulit larut.

30

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Zat aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang

ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk

memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan

baik pada saat pemrosesan, pengemasan ataupun penyimpanannya. Zat aditif berupa zat

alami dan buatan atau sintetik.

Tujuan penggunaan zat aditif pada makanan yaitu untuk meningkatkan nilai gizi

makanan, nilai sensorik, ketahanan bahan pangan, dan nilai praktis. Namun pemakaian

zat aditif buatan yang berlebih dapat berdampak negatif bagi kesehatan apabila

dikonsumsi misalnya pemicu kanker dan lain-lain. Untuk itu, sebaiknya penggunaan zat

aditif dikurangi.

Dengan keanekaragaman zat aditif baik alami maupun buatan, produsen demi

mendapatkan keuntungan maka mereka menggunakan zat-zat aditif yang tidak baik untuk

kesehatan karena alasan murah. Hal tersebut merugikan konsumen sehingga untuk alasan

ini maka pengguanaan zat aditif buatan harus diatur oleh suatu badan yang bertanggung

jawab. Di Indonesia penggunaan zat aditif diatur oleh Badan Pemeriksaan Obat dan

Makanan (BPOM) dan tidak boleh melebihi ketentuan yang ditetapkan demi kepentingan

kesehatan konsumen.

3.2 Saran

Dalam penyusunan makalah ini kami kelompok penulis tahu bahwa makalah ini

masih belum sempurna. Untuk itu kritik maupun saran yang bermafaat sangat kami

harapkan demi kepentingan kemajuan makalah ini.

31

DAFTAR PUSTAKA

A.Z, Ridwan. 2012. Bahaya Bahan Pewarna Dan Pengawet Dalam Makanan.

http://bahaya-bahan-pewarna-dan-pengawet-pada-

makanan_RidwanAZ.com.html. Diakses pada tanggal 7 Mei 2015.

Angio, M. 2011. Bahan Kimia Dalam Makanan. Universitas Gorontalo: Gorontalo.

Ani, Suci. 2013. Zat Aditif Makanan. http://disini-ada-suci-D-ZatAditifMakanan.html.

Diakses pada tanggal 7 Mei 2015.

Anonim. 2010. Mari Mengenal 6 jenis Zat Aditif Yang Sering Terdapat Pada Makanan.

http://balitapedia.com/mari-mengenal-6-jenis-zat-aditif-yang-sering-terdapat-

pada-makanan/810. Diakses pada tanggal 20 Mei 2015.

Anonim. 2011. Definisi Zat Aditif Buatan/Sintetik.

http://superider.blogspot.com/2011/06/definis-zat-aditif-buatan-sintetik.html.

Diakses pada tanggal 20 Mei 2015.

Anonim. 2014. Macam-Macam Zat Aditif Makanan.

http://www.artikelsiana.com/2014/10/macam-macam-zat-adiktif-makan-

kegunaan-contoh.html. Diakses pada tanggal 3 Mei 2015.

Belitz, H, D dkk. 2009. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin Heidelberg: Germany

BSN. 1995. Bahan Tambahan Makanan. SNI 01-0222-1995.

Judarwanto, Widodo. 2014. Kenali Bahan Aditif Makanan Aman Dan Berbahaya Dalam

Kuliner Kita. http://.kenali-bahan-aditif-aman-dan-berbahaya-dalam-kuliner-

kita_klinikgizionline.html. Diakses Pada tanggal 7 Mei 2015.

32

Nasution, Septian. 2013. Zat Aditif Pada Makanan.

http://septinas.blogspot.com/2013/04/zat-aditif-pada-makanan.html. Diakses pada

tanggal 20 Mei 2015.

Ningsih, Apriyati. 2006. Analisis Kadar Pemanis Dan Pewarna Sintesis Pada Jajanan

Tradisional Yang Dijual Di Pasar Besar Kota Malang. http://student-

research.umm.ac.id/index.php/dept_of_biology/article/view/4774. Diakses pada

tanggal 28 Mei 2015.

Putra, Wanda. 2014. Pewarna Makanan Buatan.

http://marsetyamatask.blogspot.com/2013/05/pewarna-makanan-buatan.html.

Diakses pada tanggal 20 Mei 2015.

Riyanto, Rudi. 2012. Bahan Tambahan Pangan Yang Dilarang. http://bahan tambahan

pangan yang dilarang~Kang eR News.html. Diakses pada tanggal 7 Mei 2015.

Rohma, Lailatul. 2003. Zat Aditif Dalam Makanan. http://about Science Zat Aditi Dalam

Makanan.html. Diakses pada tanggal 7 Mei 2015.

Sabar, Setio. 2010. Amarant. https://sabar23.wordpress.com/2010/05/20/amarant/.

Diakses pada tanggal 2 Juni 2015.

Susilawati, Noviana. 2014. Pengemulsi, Pengental dan Pemantap.

http://novianasusilawati.blogspot.com/2014/07/bab-i-pendahuluan-a.html.

Diakses pada tanggal 20 Mei 2015.

Winarsi, Halim. 2013. Penyedap Rasa dan Aroma Sintesis Dan Alami. http://cakrawala-

pangan.blogspot.com/2013/11/penyedap-rasa-dan-aroma-sintetis-dan.html.

Diakses pada tanggal 20 Mei 2015.

33


Recommended